• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Minyak Atsiri Dari Kulit Buah Jeruk Jingga (Citrus x Jambhiri Lush) Segar Dan Kering Serta Analisis Komponennya Secara GC-MS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Minyak Atsiri Dari Kulit Buah Jeruk Jingga (Citrus x Jambhiri Lush) Segar Dan Kering Serta Analisis Komponennya Secara GC-MS"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI MINYAK ATSIRI

DARI KULIT BUAH JERUK JINGGA (Citrus x jambhiri Lush)

SEGAR DAN KERING SERTA ANALISIS

KOMPONENNYA SECARA GC-MS

SKRIPSI

OLEH:

SHANTY HUTABARAT NIM 091501054

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI MINYAK ATSIRI

DARI KULIT BUAH JERUK JINGGA (Citrus x jambhiri Lush)

SEGAR DAN KERING SERTA ANALISIS

KOMPONENNYA SECARA GC-MS

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SHANTY HUTABARAT NIM 091501054

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI MINYAK

ATSIRI DARI KULIT BUAH JERUK JINGGA (Citrus x jambhiri

Lush) SEGAR DAN KERING SERTA ANALISIS

KOMPONENNYA SECARA GC-MS

OLEH:

SHANTY HUTABARAT

NIM 091501054

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 27 Juli 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt.

NIP 195306191983031001

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Minyak Atsiri Dari Kulit Buah Jeruk Jingga (Citrus x Jambhiri Lush) Segar Dan Kering Serta Analisis Komponennya Secara GC-MS.Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

2. Bapak Panal Sitorus, M.Si, Apt., dan Prof. Dr.rer.nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Sumaiyah,S,Si., M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.

4. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, M.P.S., Apt., Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., dan Ibu Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(5)

Dedi Arnold Hutabarat, S.E., kakak Roselly Hutabarat, S.E.,adik-adikku Hartati dan Vita serta teman-teman yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itupenulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan ilmu kefarmasian khususnya.

Medan, Agustus 2013

Penulis

Shanty Hutabarat

(6)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI MINYAK ATSIRI DARI KULIT BUAH JERUK JINGGA (Citrus x jambhiri Lush)

SEGAR DAN KERING SERTA ANALISIS KOMPONENNYA SECARA GC-MS

ABSTRAK

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda–beda sesuai sumber penghasilnya dan terdiri dari campuran zat yang memiliki sifat fisika kimia berbeda–beda. Jeruk jingga (Citrus x jambhiri Lush) dari family Rutaceae adalah salah satu tumbuhan yang mengandung minyak atsiri dan dimanfaatkan masyarakat sebagai bumbu masak.

Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas

Cromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dari kulit buah jeruk jingga (Citrus x jambhiri Lush) segar dan kering.

Hasil karakterisasi simplisia kulit buah jeruk jingga diperoleh kadar air 7,98%; kadar sari larut dalam air 20,15%; kadar sari larut dalam etanol 10,91%; kadar abu total 3,66%; kadar abu tidak larut dalam asam 0,85%; hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar sebesar 4,17% v/b dan kering sebesar 7,97% v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar dan kering bernilai sama yaitu sebesar 1,42; bobot jenis minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar dan kering bernilai sama yaitu sebesar 0,85. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari kulit buah jeruk jingga segar sebanyak 22 komponen dengan lima komponen utama yaitu: limonen 38,97%; 3-caren 19,14%; β-pinen

10,50%; α-pinen 3,02% dan β-phellandren 2,65%. Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari kulit buah jeruk jingga kering sebanyak 21 komponen dengan lima komponen utama yaitu limonen 41,67%; 3-caren 16,89%; β-pinen 10,73%; α-pinen 3,38% dan β-mirsen 2,67%.

(7)

SIMPLEX CHARACTERIZATION AND ISOLATION OF VOLATILE OIL OF FRESH AND DRIED PEEL OF Citrus x jambhiri Lush

AND ANALYSIS OF COMPONENTS BY GC-MS ABSTRACT

Essential oils are volatile oil with different composition in accordance with the source and are a mixture of chemical compounds of different physicochemical properties. Citrus x jambhiri Lush of the family Rutaceae is one of plants that contains essential oil and is widely used as a flavour.

This research consisted of simplex characterization, isolation of essential oils by water distillation and analysis of essential oil components by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) of the fresh and dried peel of

Citrus x jambhiri Lush.

The result of simplex characterization of Citrus x jambhiri Lush peel gave water value 7.98%; water-soluable extract 20.15%; ethanol-soluble extract 10.91%; total ash 3.66%; acid insoluble ash 0.85% and the volatile oil content of fresh peel 4.17% v/w, the volatile oil content of simplex 7.97% v/w. The refractive index of essential oils of both fresh and dried peel were 1.42 and specific gravity of both fresh and dried Citrus x jambhiri Lush peel were 0.85. The result of GC-MS analysis of volatile oil from fresh Citrus x jambhiri Lush peel contained 22 compounds with five main components, i.e, limonene 38.97%; 3-carene 19.14%; β-pinene 10.50%; α-pinene 3.02% and β-phellandrene 2.65%. Meanwhile the result of GC-MS analysis of volatile oil of dried Citrus x jambhiri Lush peel 21 compounds with five main components, such as limonene 41.67%; 3-carene 16.89%; β-pinene 10.73%; α-pinene 3.38% dan β-myrcene 2.67%.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Jeruk secara umum ... 6

2.1.2 Morfologi tumbuhan ... 6

(9)

2.1.4 Nama lain ... 7

2.1.5 Nama asing ... 7

2.1.6 Kandungan kimia ... 7

2.2 Minyak Atsiri ... 8

2.2.1 Keberadaan minyak atsiri pada tumbuhan ... 8

2.2.2 Komposisi kima minyak atsiri ... 9

2.3 Sifat Fisikokima Minyak Atsiri ... 10

2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri ... 10

2.3.2 Sifat kimia minyak atsiri ... 12

2.4 Isolasi minyak atsiri ... 12

2.4.1 Metode penyulingan ... 13

2.4.2 Metode pengepresan ... 13

2.4.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap ... 14

2.4.4 Ekstraksi dengan lemak padat ... 14

2.4.5 Ecuelle ... 15

2.5 Analisis Komponen ... 15

2.5.1 Kromatografi gas ... 15

2.5.1.1 Gas pembawa ... 16

2.5.1.2 Sistem injeksi ... 17

2.5.1.3 Kolom ... 17

2.5.1.4 Fase diam ... 17

2.5.1.5 Suhu ... 17

2.5.1.6 Detektor ... 18

(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Alat-alat ... 20

3.2 Bahan-bahan ... 20

3.3 Penyiapan Sampel ... 21

3.3.1 Pengambilan bahan ... 21

3.3.2 Identifikasi bahan ... 21

3.3.3 Pengolahan bahan ... 21

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 22

3.4.1 Kloral hidrat ... 22

3.4.2 Asam klorida 2N ... 22

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 22

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik ... 22

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 22

3.5.3 Penetapan kadar air ... 23

3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 23

3.5.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 24

3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 24

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam ... 24

3.5.8 Penetapan kadar minyak atsiri ... 24

3.6 Isolasi Minyak Atsiri ... 25

3.7 Identifikasi Minyak Atsiri ... 25

3.7.1 Penetapan parameter fisika ... 25

3.7.1.1 Penentuan indeks bias ... 25

(11)

3.7.2 Analisis komponen minyak atsiri ... 26

4.4 Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri Hasil Isolasi ... 30

4.5 Analisis secara GC-MS ... 31

4.5.1 Fragmentasi dan analisis hasil spektrometri massa minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar ... 34

(12)

tambat 9,008 menit ... 40

4.5.2.4 Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 10,617 menit ... 41

4.5.2.5 Spektrum massa puncak dengan waktu 11, 633 menit ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil karakterisasi simplisia kulit buah jeruk jingga ... 29 4.2 Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak

atsiri ... 31 4.3 Waktu tambat dan kadar komponen minyak atsiri hasil

analisis GC-MS kulit buah jeruk jingga segar ... 33 4.4 Waktu tambat dan kadar komponen minyak atsiri hasil

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Kromatogram minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar ... 32

4.2 Kromatogram minyak atsiri kulit buah jeruk jingga kering .... 32

4.3 Rumus bangun senyawa α-pinen ... 35

4.4 Rumus bangun senyawa β-phellandren ... 36

4.5 Rumus bangun senyawa β-pinen ... 37

4.6 Rumus bangun senyawa limonen ... 37

4.7 Rumus bangun senyawa 3-caren ... 38

4.8 Rumus bangun senyawa α-pinen ... 39

4.9 Rumus bangun senyawa β-pinen ... 40

4.10 Rumus bangun senyawa β-mirsen ... 41

4.11 Rumus bangun senyawa limonen ... 42

(15)
(16)

18 Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 8,400 menit . 70 19 Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 10,483 menit . 70 20 Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 11,543 menit . 71 21 Kromatogram minyak atsiri kulit buah jeruk jingga kering ... 72 22 Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 6,975 menit ... 74 23 Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 8,245 menit ... 74 24 Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 9,008 menit ... 75 25 Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 10,617 menit . 75 26 Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 11,633 menit . 76 27 Pola fragmentasi komponen minyak atsiri kulit buah jeruk

jingga segar ... 77 28 Pola fragmentasi komponen minyak atsiri kulit buah jeruk

(17)

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI MINYAK ATSIRI DARI KULIT BUAH JERUK JINGGA (Citrus x jambhiri Lush)

SEGAR DAN KERING SERTA ANALISIS KOMPONENNYA SECARA GC-MS

ABSTRAK

Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda–beda sesuai sumber penghasilnya dan terdiri dari campuran zat yang memiliki sifat fisika kimia berbeda–beda. Jeruk jingga (Citrus x jambhiri Lush) dari family Rutaceae adalah salah satu tumbuhan yang mengandung minyak atsiri dan dimanfaatkan masyarakat sebagai bumbu masak.

Penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi simplisia, isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air dan analisis komponen minyak atsiri secara Gas

Cromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dari kulit buah jeruk jingga (Citrus x jambhiri Lush) segar dan kering.

Hasil karakterisasi simplisia kulit buah jeruk jingga diperoleh kadar air 7,98%; kadar sari larut dalam air 20,15%; kadar sari larut dalam etanol 10,91%; kadar abu total 3,66%; kadar abu tidak larut dalam asam 0,85%; hasil penetapan kadar minyak atsiri dengan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar sebesar 4,17% v/b dan kering sebesar 7,97% v/b. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar dan kering bernilai sama yaitu sebesar 1,42; bobot jenis minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar dan kering bernilai sama yaitu sebesar 0,85. Hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari kulit buah jeruk jingga segar sebanyak 22 komponen dengan lima komponen utama yaitu: limonen 38,97%; 3-caren 19,14%; β-pinen

10,50%; α-pinen 3,02% dan β-phellandren 2,65%. Sedangkan hasil analisis GC-MS minyak atsiri yang diperoleh dari kulit buah jeruk jingga kering sebanyak 21 komponen dengan lima komponen utama yaitu limonen 41,67%; 3-caren 16,89%; β-pinen 10,73%; α-pinen 3,38% dan β-mirsen 2,67%.

(18)

SIMPLEX CHARACTERIZATION AND ISOLATION OF VOLATILE OIL OF FRESH AND DRIED PEEL OF Citrus x jambhiri Lush

AND ANALYSIS OF COMPONENTS BY GC-MS ABSTRACT

Essential oils are volatile oil with different composition in accordance with the source and are a mixture of chemical compounds of different physicochemical properties. Citrus x jambhiri Lush of the family Rutaceae is one of plants that contains essential oil and is widely used as a flavour.

This research consisted of simplex characterization, isolation of essential oils by water distillation and analysis of essential oil components by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) of the fresh and dried peel of

Citrus x jambhiri Lush.

The result of simplex characterization of Citrus x jambhiri Lush peel gave water value 7.98%; water-soluable extract 20.15%; ethanol-soluble extract 10.91%; total ash 3.66%; acid insoluble ash 0.85% and the volatile oil content of fresh peel 4.17% v/w, the volatile oil content of simplex 7.97% v/w. The refractive index of essential oils of both fresh and dried peel were 1.42 and specific gravity of both fresh and dried Citrus x jambhiri Lush peel were 0.85. The result of GC-MS analysis of volatile oil from fresh Citrus x jambhiri Lush peel contained 22 compounds with five main components, i.e, limonene 38.97%; 3-carene 19.14%; β-pinene 10.50%; α-pinene 3.02% and β-phellandrene 2.65%. Meanwhile the result of GC-MS analysis of volatile oil of dried Citrus x jambhiri Lush peel 21 compounds with five main components, such as limonene 41.67%; 3-carene 16.89%; β-pinene 10.73%; α-pinene 3.38% dan β-myrcene 2.67%.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Minyak atsiri yang juga disebut minyak eteris merupakan minyak yang mudah menguap dengan komposisi yang berbeda-beda sesuai sumber penghasilnya. Minyak atsiri bukan merupakan zat kimia tunggal murni, melainkan merupakan campuran zat-zat yang memiliki sifat fisika dan kimia berbeda-beda (Lutony dan Rahmayati, 1994; Vigan, 2010).

Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Minyak atsiri dalam keadaan segar dan murni umumnya tidak berwarna namun pada penyimpanan lama, minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Pencegahannya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, disimpan di tempat yang kering dan sejuk serta dipenuhi dengan gas inert (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Manfaat minyak atsiri kulit jeruk umumnya digunakan sebagai flavoring

agent untuk berbagai bahan makanan dan minuman seperti: minuman beralkohol

(20)

bahan pewangi sabun, serta di bidang kesehatan digunakan sebagai antimikroba, antioksidan, antikanker dan sebagai flavour (Guenther, 1990; Fathur, dkk., 2013). Kulit jeruk merupakan limbah atau sampah yang dapat diolah untuk menghasilkan produk bernilai tinggi, yaitu minyak atsiri. Produk ini disukai oleh konsumen untuk keperluan kesehatan dan bahan pengharum (Anonim, 2008).

Beberapa jeruk telah diteliti sebelumnya, seperti jeruk nipis (Citrus

aurantifolia, Swingle) pada kulit buah segar yang diteliti oleh Sinur (2007), jeruk

manis (Citrus reticulate Blanco) pada buah ranum dan setengah ranum oleh Utami (2007), jeruk bali (Citrus maxima (Burm.) Merr oleh Sari (2010) dan peneliti ingin meneliti jenis jeruk lainnya seperti jeruk jingga.

Kulit buah jeruk adalah salah satu sumber potensial minyak atsiri. Minyak atsiri yang diekstraksi dari kulit buah adalah campuran dari senyawa menguap seperti monoterpen hidrokarbon (70-95%) yang memberikan aroma buah yang segar (Sadaf, et al., 2009; Kamal, et al., 2010).

Jeruk jingga (Citrus x jambhiri Lush) merupakan salah satu tumbuhan yang menghasilkan minyak atsiri. Masyarakat sering menggunakan jenis jeruk ini sebagai bumbu masak. Jenis jeruk ini juga terdapat di negara lain yang dikenal dengan nama rough lemon. Berdasarkan penelitian sebelumnya, kulit buah rough

lemon segar mengandung 4% minyak atsiri dan hasil analisis GC-MS

menunjukkan limonen sebagai komponen utama (Hamdan, et al., 2009).

(21)

memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam buku Materia Medika Indonesia dan buku lain yang ditentukan (BPOM RI, 2005).

Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti penyulingan, pengepresan, ekstraksi dengan pelarut menguap dan ekstraksi dengan lemak padat. Sebagian besar minyak atsiri diperoleh dengan metode penyulingan (hidrodestilasi). Selain alatnya cukup praktis, penyulingan air dapat mengekstraksi minyak atsiri dari bahan berupa bubuk (akar, kulit, kayu dan sebagainya) (Lutony dan Rahmayati, 1994; Koensoemardiyah, 2010).

Kebutuhan minyak atsiri meningkat terus seiring dengan kegunaan yang makin beragam dari minyak atsiri. Hal ini merupakan upaya untuk menambah produksi zat pewangi yang dapat dipakai oleh masyarakat. Kebutuhan industri sekarang ini, bahan baku yang disediakan ada yang bersifat segar dan kering, dimana ini nantinya akan berpengaruh pada hasil yang didapat dalam proses penyulingan (Fathur, dkk., 2013; Vigan, 2010).

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan pemeriksaan yang meliputi karakterisasi simplisia, isolasi dengan metode destilasi air serta analisis komponen minyak atsirinya secara Gas Chromatography-Mass

Spectrometry (GC-MS) dari kulit buah jeruk jingga segar dan kering dengan

alasan untuk memanfaatkan kulit buah jeruk jingga. Dengan demikian, kulit buah jeruk jingga dapat dijadikan sebagai sumber minyak atsiri.

1.2Perumusan Masalah

(22)

a. bagaimana karakteristik simplisia kulit buah jeruk jingga (Citrus x jambhiri Lush)?

b. apakah ada perbedaan kadar komponen minyak atsiri dari kulit buah jeruk jingga (Citrus x jambhiri Lush) segar dan kering yang dianalisis secara GC-MS?

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesisnya adalah:

a. karakterisasi simplisia kulit buah jeruk jingga (Citrus x jambhiri Lush) dapat ditentukan sesuai dengan cara karakterisasi yang terdapat dalam Materia Medika Indonesia (MMI).

b. terdapat perbedaan kadar komponen minyak atsiri dari kulit buah jeruk jingga (Citrus x jambhiri Lush) segar dan kering yang dianalisis secara GC-MS.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui karakteristik simplisia kulit buah jeruk jingga (Citrus x

jambhiri Lush) sesuai dengan cara karakterisasi yang terdapat dalam

Materia Medika Indonesia (MMI).

b. untuk mengetahui perbedaan kadar komponen minyak atsiri yang

(23)

1.5Manfaat Penelitian

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Jeruk secara umum

Tumbuhan jeruk yang banyak dibudidayakan orang tergolong salah satu anggota suku jeruk-jerukan (Rutaceae), yang beranggotakan tidak kurang dari 1300 jenis tanaman. Suku Rutaceae dibagi dalam tujuh subfamili (anak suku) dan 130 genus (marga). Yang menjadi induk tanaman jeruk adalah sub famili Aurantioideae yang beranggotakan 33 genus. Anak suku Aurantioideae dibagi dalam beberapa kelompok tribe (rumpun) dan subtribe (anak rumpun). Jeruk tergolong dalam rumpun Citriae dan anak rumpun Citrinae (Sarwono, 1995; Kamal, et al., 2010).

Jeruk jingga (rough lemon) berasal dari daerah bukit Himalaya di India dan telah dibudidayakan di banyak daerah di Asia, Austraia, dan Kepulauan Pasifik. Rough lemon dapat dimakan namun kebanyakan digunakan dalam masakan seperti lemon pada umumnya. Potongan jeruk ini dipakai sebagai hiasan pada ikan dan daging (Anonim, 2012).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

(25)

berjumlah 4, panjang 1,5 cm berwarna putih. Benang sari 20-40, bakal buah (ovarium) 8-12 buah. Buah kasar, bulat, tidak rata, warna hijau kekuningan atau kuning keemasan (Anonim, 2012).

2.1.3. Sistematika tumbuhan

Menurut USDA (2012) dan LIPI (2013), sistematika tumbuhan jeruk jingga adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Rutales

Familia : Rutaceae

Genus : Citrus

Spesies : Citrus x jambhiri Lush 2.1.4 Nama lain

Jeruk sundai (Indonesia) (Purba, 2011). 2.1.5 Nama asing

Jambhiri orange, rough lemon (English), jhatti khatti (India), rugoso (Italian), rafu remon (Japanese), limon rugoso (Spanish) (Anonim, 2012).

2.1.6 Kandungan kimia

Jeruk jingga mengandung flavonoid, coumarin, minyak atsiri terdiri dari

limonen, β-pinen, α-pinen, mirsen, nerol, α-terpinen, γ-terpinen, oktanal (Anonim,

(26)

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah zat berbau aromatis yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris dan minyak esensial karena pada suhu kamar mudah menguap di udara terbuka. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Minyak atsiri dalam keadaan segar dan murni umumnya tidak berwarna, namun pada penyimpanan lama warnanya berubah menjadi lebih gelap karena adanya pengaruh lingkungan. Pencegahannya, minyak atsiri harus terlindung dari pengaruh cahaya, diisi penuh, ditutup rapat serta disimpan di tempat yang kering dan gelap (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai bidang industri antara lain dalam industri kosmetik (sabun, pasta gigi, sampo, losion); dalam industri makanan digunakan sebagai bahan penyedap dan penambah cita rasa; dalam industri parfum sebagai pewangi dalam berbagai produk minyak wangi; dalam industri farmasi atau obat-obatan (antinyeri, antiinfeksi, antimikroba, antioksidan dan antikanker; dalam industri bahan pengawet; bahkan digunakan sebagai insektisida. Oleh karena itu, tidak heran jika minyak atsiri banyak dicari (Lutony dan Rahmayati, 1994; Fathur, dkk., 2013; Kamal, et al., 2010).

2.2.1 Keberadaan minyak atsiri pada tumbuhan

(27)

(pada suku Myrtaceae, Pinaceae dan Rutaceae) di dalam saluran minyak (pada suku Umbelliferae), dan terkandung di dalam semua jaringan (pada suku Coniferae) (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.2.2 Komposisi kimia minyak atsiri

Perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak (Vigan, 2010).

Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur Nitrogen (N) dan Belerang (S). Komponen kimia minyak atsiri pada umumnya dibagi menjadi dua golongan yaitu:

a. Golongan hidrokarbon (terpen)

Minyak atsiri sebagian besar terdiri dari senyawa terpena, yaitu senyawa produk alami yang strukturnya dapat dibagi ke dalam satuan-satuan isoprene. Selama proses biosintesis, satuan isoprene saling bergabung membentuk rantai yang lebih panjang dengan cara menggandeng kepala ke ekor (Guenther, 1987).

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren) dan sesquiterpen (3 unit isopren). Terpena yang paling sering terdapat dalam komponen minyak atsiri adalah monoterpena dan sesquiterpen. Monoterpena banyak ditemui dalam bentuk asiklik, monosiklis, serta bisiklis (Guenther, 1987; Juarez, et al., 2012).

(28)

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan peroksid. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya mempunyai aroma yang lebih wangi (Guenther, 1987; Antara, 2012).

2.3 Sifat Fisikokimia Minyak Atsiri

Analisis sifat fisikokimia dilakukan untuk mendeteksi pemalsuan, mengevaluasi mutu dan kemurnian minyak serta mengidentifikasi jenis dan kegunaan minyak atsiri.

2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri

Minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda, tetapi dari segi fisikanya banyak yang sama. Minyak atsiri yang baru diekstraksi (masih segar) umumnya tidak berwarna atau berwarna kekuning-kuningan. Sifat- sifat fisika minyak atsiri, yaitu: 1) bau yang karakteristik, 2) mempunyai indeks bias yang tinggi, 3) bersifat optis aktif dan 4) mempunyai sudut putar optik (optical

rotation) yang spesifik. Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisika

minyak atsiri antara lain: a. Bau yang khas

(29)

b. Bobot jenis

Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai bobot jenis minyak atsiri berkisar antara 0,696-1,188 dan pada umumnya nilai tersebut lebih kecil dari 1,000. Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot jenis menggunakan alat piknometer dan alat ini praktis dan tepat digunakan (Guenther, 1987).

c. Indeks bias

Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Jika cahaya melewati media kurang padat ke media lebih padat, maka sinar akan membelok atau “membias” dari garis normal. Refraktometer adalah alat yang cepat dan tepat untuk menetapkan nilai indeks bias. Refraktometer Abbe dengan kisaran 1,3-1,7, digunakan untuk analisis minyak atsiri dan ketepatan alat ini cukup untuk keperluan praktis. Pembacaan dapat dilakukan tanpa menggunakan table konversi, minyak yang digunakan 1-2 tetes. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian (Guenther, 1987).

d. Putaran optik

(30)

2.3.2 Sifat kimia minyak atsiri

Minyak atsiri mempunyai sifat kimia yang khas, dimana perubahan sifat kimianya merupakan ciri dari kerusakan minyak yang mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak, misalnya oleh proses oksidasi, hidrolisis dan resinifikasi. a. Oksidasi

Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan adanya air, sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik dan keton yang menyebabkan perubahan bau yang tidak dikehendaki (Guenther, 1987; Antara, 2012).

b. Hidrolisis

Proses hirolisis terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung ester. Proses hidrolisis ester merupakan proses pemisahan gugus OR dalam molekul ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Guenther, 1987). c. Resinifikasi (polimerisasi)

Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin, yang merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk selama proses pengolahan (ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu tinggi serta selama penyimpanan. Resinifikasi menyebabkan minyak atsiri memadat dan berwarna gelap (cokelat) (Guenther, 1987).

(31)

Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: penyulingan (distillation), pengepresan (pressing), ekstraksi dengan pelarut

menguap (solvent extraction), ekstraksi dengan lemak padat dan ecuelle. 2.4.1 Metode penyulingaan

a. Penyulingan dengan air (water distillation)

Bahan tumbuhan direbus dalam air mendidih dan terjadi kontak langsung antara air dengan bahan tumbuhan. Minyak atsiri akan dibawa oleh uap air yang kemudian didinginkan dengan mengalirkannya melalui pendingin. Hasil sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni. Perlakuan ini sesuai untuk minyak atsiri yang tidak rusak oleh pemanasan (Koensoemardiyah, 2010; Antara, 2012).

b. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation)

Bahan tumbuhan yang akan disuling dengan metode penyulingan air dan uap ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang- lobang yang ditopang diatas dasar alat penyulingan. Ketel diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan, uap air akan naik bersama minyak atsiri kemudian dialirkan melalui pendingin. Hasil sulingannya adalah minyak atsiri yang belum murni (Koensoemardiyah, 2010; Antara, 2012).

c. Penyulingan dengan uap (steam distillation)

Bahan tumbuhan dialiri uap panas dengan tekanan tinggi. Uap air selanjutnya dialirkan melalui pendingin dan hasil sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni. Cara ini baik digunakan untuk bahan tumbuhan yang mempunyai titik didih yang tinggi (Antara, 2012).

2.4.2 Metode pengepresan

(32)

terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan (Guenther, 1990; Yuliani dan Suyanti, 2012).

2.4.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap

Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap. Keunggulan minyak yang diproses dengan menggunakan pelarut menguap adalah baunya yang mirip dengan bau alamiah atau sumber tanamannya. Proses ekstraksi dilakukan untuk minyak atsiri dari bunga-bungaan seperti bunga sedap malam, lavender, melati, dan mawar. Pelarut yang umum digunakan adalah petroleum eter, alkohol dan sebagainya (Yuliani dan Suyanti, 2012). 2.4.4 Ekstraksi dengan lemak padat

Ekstraksi ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi dan maserasi.

a. Enfleurasi (Enfleurage)

Metode ini digunakan untuk mengekstraksi beberapa jenis minyak bunga yang masih melanjutkan kegiatan fisiologisnya dan memproduksi minyak setelah bunga dipetik. Absorbsi minyak atsiri oleh lemak dilakukan pada suhu rendah sehingga kandungan minyak atsirinya tidak cepat menguap dan minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh panas (Guenther, 1987).

b. Maserasi (Maceration)

(33)

absorbsi minyak atsiri oleh lemak dalam keadaan panas pada suhu 80oC selama 1,5 jam. Selesai pemanasan, campuran disaring panas-panas, jika perlu kelebihan lemak pada ampas disiram dengan air panas. Kemudian dilakukan penyulingan untuk memperoleh minyak atsiri (Guenther, 1987).

2.4.5. Ecuelle

Metode ini digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri yang terdapat pada buah-buahan seperti jeruk dengan cara menembus lapisan epidermis sampai ke dalam jaringan yang mengandung minyak atsiri. Buah-buahan digelindingkan di atas papan yang permukaanya bergerigi runcing untuk melukai kulit buah (Claus, et al., 1970).

2.5 Analisis Komponen 2.5.1 Kromatografi gas

Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahan, berdasarkan perbedaan polaritas campuran komponen- komponen sampel. Fase gerak akan membawa campuran sampel menuju kolom fase diam dan campuran akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran berinteraksi dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda dimana interaksi komponen sampel dengan fase diam dengan waktu yang paling singkat akan keluar pertama dari kolom dan yang paling lama akan keluar paling akhir (Eaton, 1989).

(34)

(Gritter, dkk., 1991).

Menurut Eaton (1989), hal yang mempengaruhi waktu retensi (Rt) yaitu: 1. Sifat senyawa sampel, semakin sama kepolaran molekul sampel dengan

kolom fase diam dan makin kurang keatsiriannya maka akan tertahan lebih lama di kolom dan sebaliknya.

2. Sifat adsorben (fase diam), semakin sama kepolaran fase diam dan senyawa maka senyawa akan semakin lama tertahan dan sebaliknya.

3. Konsentrasi adsorben (fase diam), semakin banyak adsorben maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.

4. Temperatur kolom, semakin rendah temperatur maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.

5. Aliran gas pembawa (fase gerak), semakin lemah aliran gas maka senyawa semakin lama tertahan dan sebaliknya.

6. Panjang kolom, semakin panjang kolom, akan menahan senyawa lebih lama dan sebaliknya.

Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi, kolom, fase diam, suhu dan detektor.

2.5.1.1 Gas pembawa

(35)

2.5.1.2 Sistem injeksi

Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik (injection port), biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet (rubber septum). Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri, terpisah dari kolom dan biasanya pada suhu 10-15ºC lebih tinggi dari suhu kolom. Jadi, seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa ke kolom (Gritter, dkk., 1991).

2.5.1.3 Kolom

Kolom dapat dibuat dari tembaga, aluminium, baja nirkarat (stainless

steel) dan kaca yang berbentuk lurus, lengkung, melingkar. Ada dua macam

kolom, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler (Agusta, 2000; Mc Nair dan Bonelli, 1988).

2.5.1.4 Fase diam

Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, sedikit polar, semipolar, dan polar. Berdasarkan kepolaran minyak atsiri yang nonpolar sampai sedikit polar, maka untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom fase diam yang bersifat sedikit polar, misalnya SE-52 dan SE-54 (Agusta, 2000). 2.5.1.5 Suhu

Tekanan uap sangat tergantung pada suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam GC. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda, yaitu: suhu injektor, suhu kolom dan suhu detektor (Agusta, 2000).

a. Suhu injektor

(36)

sebaliknya suhu harus cukup rendah untuk mencegah peruraian atau penataan ulang akibat panas (Mc Nair dan Bonelli, 1988).

b. Suhu kolom

Suhu kolom harus cukup tinggi sehingga analisis dapat diselesaikan dalam waktu yang sesuai dan harus cukup rendah sehingga pemisahan yang dikehendaki tercapai (Mc Nair dan Bonelli, 1988).

c. Suhu detektor

Suhu detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air hasil samping yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun (Mc Nair dan Bonelli, 1988).

2.5.1.6 Detektor

Detektor yang populer yaitu detektor hantar-termal (thermal conductivity

detector) dan detektor pengion nyala (flame ionization detector) (Mc Nair dan

Bonelli, 1988).

a. Detektor hantar-termal (Thermal Conductivity Detector, TCD)

Detektor ini menggunakan kawat pijar wolfram yang dipanaskan dengan dialiri arus listrik yang tetap. Gas pembawa mengalir terus menerus melewati kawat pijar yang panas itu dan suhu dibuat dengan laju tetap. Bila molekul cuplikan yang bercampur dengan gas pembawa melewati kawat pijar meningkat, terjadi perubahan tahanan yang diukur dengan jembatan Wheatstone dan sinyalnya ditangkap oleh perekam dan tampak sebagai suatu puncak. Prinsip kerjanya didasarkan pada kemampuan suatu gas menghantar panas dari kawat pijar dan merupakan fungsi bobot molekul gas tersebut (Mc Nair dan Bonelli,1988).

(37)

Hidrogen dan udara digunakan untuk menghasilkan nyala. Suatu elektroda pengumpul yang bertegangan arus searah ditempatkan diatas nyala dan mengukur hantaran nyala. Dengan hidrogen murni, hantaran sangat rendah, tetapi ketika senyawa organik dibakar, hantaran naik dan arus yang mengalir dapat diperkuat ke perekam (Mc Nair dan Bonelli,1988).

2.5.2 Spektrometri massa (MS)

Spektrometri massa (MS) ialah molekul senyawa organik (sampel) ditembak dengan elektron berenergi tinggi dan salah satu elektron valensinya akan lepas. Hasilnya adalah suatu radikal ion (suatu spesi dengan satu elektron tak berpasangan) dan ion bermuatan +1. Spektrum massa merupakan grafik antara limpahan relatif lawan perbandingan massa/muatan (m/z, m/e). Muatan ion dari kebanyakan partikel yang dideteksi dalam suatu spektrometri massa adalah +1, sehingga nilai m/z sama dengan massa molekulnya (M) (Supratman, 2010).

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental yang meliputi

penyiapan sampel, pemeriksaan karakteristik simplisia, isolasi minyak atsiri dan

analisis komponen dari kulit buah jeruk jingga (Citrus x jambhiri Lush) segar dan

kering secara GC-MS.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penetilian adalah alat-alat gelas

laboratorium, Gas Chromatograph-Mass Spectrometer (GC-MS) model

Shimadzu QP 2010 S, seperangkat alat destilasi air (water distillation),

seperangkat alat Stahl, piknometer, Refraktometer Abbe, oven, neraca listrik

(Mettler Toledo), neraca kasar (Ohaus), mikroskop dan lemari pengering.

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kulit buah jeruk

jingga dan bahan-bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang digunakan kecuali

dinyatakan lain adalah pro analisis antara lain akuades (teknis), etanol 96%, kloral

hidrat (E. Merck ), kloroform (E. Merck ), natrium sulfat anhidrat (E. Merck ) dan

(39)

3.3 Penyiapan Sampel

Penyiapan sampel meliputi pengambilan bahan, identifikasi bahan dan

pengolahan bahan.

3.3.1 Pengambilan bahan

Metode pengambilan bahan dilakukan secara purposif. Bahan diambil dari

Desa Lumban Tanjungan, Simpang Sigura-gura, Kecamatan Porsea, Kabupaten

Tobasa, Provinsi Sumatera Utara tanpa membandingkan dengan bahan yang sama

dari daerah lain. Bahan yang digunakan adalah kulit buah jeruk jingga (Citrus x jambhiri Lush) segar dan kering.

3.3.2 Identifikasi bahan

Identifikasi bahan dilakukan di “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani

Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor.

3.3.3 Pengolahan bahan

Pengolahan bahan dilakukan terhadap buah jeruk jingga. Buah dibersihkan

dari kotoran yang melekat, disortasi basah lalu dicuci dengan air sampai bersih,

ditiriskan lalu kulit buah dikupas, bagian flavedo dan albedonya dipisahkan dan

dipotong-potong kecil kemudian ditimbang, sebagian kulit buah jeruk jingga

digunakan untuk isolasi minyak atsiri sampel segar sedangkan sebagian lagi

dikeringkan.

Sebagian kulit buah jeruk jingga dikeringkan di lemari pengering pada

suhu tidak lebih dari 40˚C untuk isolasi minyak atsiri sebagai sampel kering,

(40)

3.4 Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Kloral hidrat

Sebanyak 50 g kloral hidrat dilarutkan dalam 20 ml air suling (Depkes,

1979).

3.4.2 Asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga

100 ml (Depkes, 1979).

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik simplisia

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari

kulit buah jeruk jingga kering.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia kulit buah

jeruk jingga. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi

dengan larutan kloralhidrat 70% dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian

diamati di bawah mikroskop.

3.5.3 Penetapan kadar air

a. Penjenuhan toluen

Toluen sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat, lalu

ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi

selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit,

(41)

b. Penetapan kadar air simplisia

Labu berisi toluen tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah

ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen

mendidih, kecepatan toluen diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air

terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes per detik.

Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.

Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada

suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan

ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kadar air

yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen

(WHO, 2011).

3.5.4 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam

dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dilarutkan di dalam 1 L akuades)

dalam labu tersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian

dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan

sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah dipanaskan dan

ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105˚C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen

sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(Depkesa, 1995).

3.5.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam

(42)

jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk

menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai

kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa

dipanaskan pada suhu 105˚C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang

larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkesa,

1995).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus porselin dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

dilakukan pada suhu 500-600˚C selama 3 jam kemudian didinginkan dan

ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan (WHO, 2011).

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25

ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,

disaring melalui kertas saring dan dipijar sampai bobot tetap, kemudian

didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung

terhadap bahan yang dikeringkan (WHO, 2011).

3.5.8 Penetapan kadar minyak atsiri

Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat Stahl.

Caranya: sebanyak 15 g kulit buah jeruk jingga yang telah diremukkan

dimasukkan dalam labu alas bulat berleher pendek, ditambahkan air suling

(43)

pendingin dan alat penampung berskala, buret diisi air sampai penuh, selanjutnya

dilakukan destilasi. Setelah penyulingan selesai, biarkan tidak kurang dari 15

menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar minyak atsiri dalam %

v/b (Depkesa, 1995).

3.6 Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan metode penyulingan air (water

distillation).

Caranya: sebanyak 100 g serbuk simplisia dimasukkan dalam labu alas datar

berleher panjang 2 L ditambahkan akuades sampai sampel terendam. Kemudian

dirangkai alat destilasi air. Destilasi dilakukan selama 4-5 jam. Minyak atsiri yang

diperoleh ditampung dalam corong pisah setelah itu dipisahkan antara minyak dan

air. Minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat, dikocok

dan didiamkan selama 1 hari. Minyak atsiri dipipet dan disimpan dalam botol

berwarna gelap.

3.7 Identifikasi Minyak Atsiri

3.7.1 Penetapan parameter fisika

3.7.1.1 Penentuan indeks bias

Penentuan indeks bias dilakukan dengan menggunakan alat Refraktometer

Abbe.

Caranya: alat Refraktometer Abbe dihidupkan. Prisma atas dan prisma bawah

dipisahkan dengan membuka klem dan dibersihkan dengan mengoleskan kapas

(44)

lalu ditutup. Melalui teleskop dapat dilihat adanya bidang terang dan bidang gelap

lalu skrup pemutar prisma diputar sedemikian rupa, sehingga bidang terang dan

gelap terbagi atas dua bagian yang sama secara vertikal. Dengan melihat skala

dapat dibaca indeks biasnya.

3.7.1.2 Penentuan bobot jenis

Penentuan bobot jenis ditentukan dengan alat piknometer.

Caranya: piknometer kosong ditimbang dengan seksama. Piknometer kosong diisi

dengan air suling lalu ditimbang dengan seksama. Kemudian piknometer

dikosongkan dan dibilas beberapa kali dengan alkohol kemudian dikeringkan

dengan bantuan hair dryer. Piknometer diisi minyak selanjutnya dilakukan seperti

pengerjaan pada air suling. Hasil bobot minyak atsiri yang diperoleh dengan

mengurangkan bobot piknometer yang diisi minyak atsiri dengan bobot

piknometer kosong. Bobot jenis minyak atsiri adalah hasil yang diperoleh dengan

membagi bobot minyak atsiri dengan bobot air suling dalam piknometer, kecuali

dinyatakan lain dalam monograf keduanya ditetapkan pada suhu 25˚C (Depkes b,

1995).

3.7.2 Analisis komponen minyak atsiri

Penentuan komponen minyak atsiri dilakukan di Laboratorium Penelitian

Fakultas Farmasi USU dengan menggunakan seperangkat alat Gas

Chromatograph-Mass Spectrometer (GC-MS).

Kondisi analisis GC adalah jenis kolom kapiler Rtx-5 MS, panjang kolom

30 m, diameter kolom 0,25 mm, suhu injektor 270˚C, gas pembawa He dengan

laju alir 1,16 ml/menit. Suhu kolom terprogram (temperature programing) dengan

(45)

kenaikan 5,0˚C/menit sampai suhu akhir 280˚C yang dipertahankan selama 30

menit. Kondisi analisis MS adalah jenis pengion Electron Impact (EI).

Cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan membandingkan

spektrum massa dari komponen minyak atsiri yang diperoleh (unknown) dengan

spektrum massa dalam data library yang memiliki tingkat kemiripan (similary

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di “Herbarium Bogoriense” Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor terhadap jeruk jingga yang diteliti adalah

Citrus x jambhiri Lush, dari suku Rutaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada

Lampiran 1 halaman 49.

4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik 4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia kulit buah jeruk jingga adalah berbentuk kepingan, warna permukaan luar hijau kecoklatan, bagian dalam berwarna coklat, berupa kepingan-kepingan kecil kulit buah yang telah dikeringkan. Gambar selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 51. 4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia kulit buah jeruk jingga adalah terdapat fragmen rongga minyak skizolisigen, kristal kalsium oksalat berbentuk prisma dan berkas pengangkut. Gambar selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 55.

(47)

Hasil karakterisasi terhadap simplisia kulit buah jeruk jingga dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini. Data hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6-11 halaman 56-62.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia kulit buah jeruk jingga

Kadar air simplisia menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam simplisia yang digunakan, hasil penelitian diperoleh kadar air simplisia kulit buah jeruk jingga 7,98%. Kadar air simplisia berpengaruh pada proses enzimatik dan media pertumbuhan kapang dan jasad renik. Reaksi enzimatik tidak berlangsung lagi bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10% (BPOM RI, 2005).

Penetapan kadar sari dilakukan terhadap 2 pengujian yaitu kadar sari larut dalam etanol dan air. Penetapan kadar sari larut dalam air dan dalam etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan etanol dari suatu simplisia. Kadar sari simplisia kulit buah jeruk jingga larut dalam air diperoleh lebih besar dari kadar sari larut dalam etanol karena dalam kulit jeruk terdapat metabolit primer ataupun sekunder yang lebih banyak larut dalam air dibandingkan larut dalam etanol. Kulit jeruk mengandung senyawa glikosida, flavonoid, coumarin, terpen, linalool dan lain-lain (Kamal, et al., 2010).

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral

No Karakteristik Hasil pemeriksaan (%) 6 Kadar minyak atsiri kulit buah jeruk jingga

segar

4,17

7 Kadar minyak atsiri kulit buah jeruk jingga kering

(48)

internal yang terdapat di dalam simplisia yang diteliti serta senyawa organik yang tersisa selama pembakaran. Abu total terbagi dua, pertama abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan luar dan terdapat pada permukaan simplisia. Kadar abu tidak larut asam untuk menentukan jumlah silika, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO, 2011).

Penetapan kadar minyak atsiri dengan menggunakan alat Stahl diperoleh kadar minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar sebesar 4,17% v/b dan yang kering sebesar 7,97% v/b. Hasil penetapan kadar minyak atsiri menunjukkan bahwa kadar minyak atsiri pada sampel kering lebih banyak dari kadar minyak atsiri pada sampel segar. Proses pengeringan beserta adanya uap yang berdifusi dapat merusak kulit jeruk sehingga dapat membuka pori-porinya. Semakin besar pori-pori terbuka tentunya semakin mudah minyak yang tersimpan di bawah permukaan kulit jeruk menguap. Hal inilah yang menyebabkan pengeringan bahan baku dapat menghasilkan minyak lebih banyak dibandingkan dengan metode yang sama tanpa pengeringan (Fathur, dkk., 2013).

4.4 Penentuan Indeks Bias dan Bobot Jenis Minyak Atsiri Hasil Isolasi

Hasil penentuan indeks bias dan bobot jenis minyak atsiri dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12-13 halaman 63-65.

(49)

Penetapan indeks bias minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar dan kering hasilnya sama yaitu sebesar 1,42 dan bobot jenis kulit buah jeruk jingga segar dan kering sama yaitu sebesar 0,85. Dari hasil penelitian terlihat bahwa adanya perbedaan komponen minyak atsiri kulit buah jeruk segar dengan kulit buah jeruk kering yang tidak signifikan tidak menghasilkan perbedaan nilai indeks bias. Nilai indeks bias sampel memenuhi syarat dalam literatur. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian. Nilai indeks bias sekitar 1,3-1,7 dengan menggunakan alat refraktometer (Guenther, 1987). Penetapan bobot jenis minyak atsiri kulit jeruk jingga segar dan kering memenuhi syarat bobot jenis minyak atsiri di literatur. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria paling penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri dimana bobot jenis sering dihubungkan dengan berat komponen yang terkandung di dalamnya. Nilai bobot jenis minyak atsiri berkisar antara 0,696-1,188 dan pada umumnya nilai tersebut lebih kecil dari 1,000 (Guenther, 1987).

4.5 Analisis secara GC-MS

Hasil analisis komponen minyak atsiri hasil destilasi air dari kulit jeruk jingga segar dengan Gas Chromatograph (GC) diperoleh 22 puncak dan diambil lima komponen utama berdasarkan konsentrasi tertinggi sedangkan hasil analisis komponen minyak atsiri kulit jeruk jingga kering diperoleh 21 puncak dan

1 Segar 1,42 0,85

(50)

diambil lima komponen utama berdasarkan konsentrasi tertinggi. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2 berikut ini.

Chromatogram jeruk jingga segar C:GCMSsolution Data Project1 analisa jeruk jingga.qgm/jeruk jingga segar.qgd

Gambar 4.1 Kromatogram minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar Chromatogram jeruk jingga kering C:GCMSsolution Data Project1 analisa jeruk jingga.qgm/jeruk jingga kering.qgd

Gambar 4.2 Kromatogram minyak atsiri kulit buah jeruk jingga kering

(51)

kulit buah jeruk jingga kering dapat mempengaruhi kadar minyak atsirinya jika dibandingkan dengan kulit buah jeruk jingga segar yang tanpa pengeringan.

Hasil analisis GC-MS menunjukkan lima komponen utama (berdasarkan konsentrasi tertinggi) minyak atsiri yang diperoleh dari kulit buah jeruk jingga segar yaitu limonen, 3-caren, β-pinen, α-pinen dan β-phellandren. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15 halaman 67-68.

W a komponen minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar hasil analisis Gas

Chromatrogaphy (GC) dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Waktu tambat dan kadar komponen minyak atsiri hasil analisis GC-MS kulit buah jeruk jingga segar

Hasil analisis GC-MS menunjukkan lima komponen utama (berdasarkan konsentrasi tertinggi) minyak atsiri yang diperoleh dari kulit buah jeruk jingga kering yaitu limonen, 3-caren, β-pinen, α-pinen dan β-mirsen. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21 halaman 72-73.

Waktu tambat dan kadar kelima komponen minyak atsiri hasil analisis Gas

Chromatography (GC) kulit buah jeruk jingga kering dapat dilihat pada Tabel 4.4

(52)

Tabel komponen minyak atsiri hasil analisis GC-MS kulit buah jeruk jingga kering

Menurut penelitian terdahulu, komponen utama minyak atsiri dari kulit buah jeruk jingga adalah limonen, β-pinen, α-pinen dan β –mirsen (Hamdan, et al., 2009). Kadar komponen utama minyak atsiri kulit buah jeruk jingga seperti limonen, β-pinen, α-pinen lebih tinggi pada sampel kering dibandingkan pada sampel segar sedangkan kadar 3-caren lebih tinggi pada sampel segar dibandingkan pada sampel kering. Perbedaan kadar yang terjadi dapat disebabkan pengaruh perlakuan pada sampel yang digunakan. Proses pengeringan dapat mempengaruhi kadar komponen dalam minyak atsiri.Peningkatan kadar limonen, β-pinen dan α-pinen disebabkan karena proses pengeringan dapat mempengaruhi

jumlah minyak atsiri yang dihasilkan. Penurunan kadar 3-caren selama

(53)

pengeringan diakibatkan terjadinya kerusakan glandular trichomes sehingga senyawa tersebut menguap. Hal ini menunjukkan bahwa pengeringan berdampak

signifikan terhadap peningkatan kualitas dari minyak kulit jeruk (Fathur, dkk., 2013; Antara, 2012).

4.5.1 Fragmentasi dan analisis hasil spektrometri massa komponen minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar

Fragmentasi dan analisis hasil spektrometri massa lima komponen utama minyak atsiri dari kulit buah jeruk jingga segar adalah sebagai berikut: 4.5.1.1 Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 6,958 menit

Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 6,958 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 67, 53, 41, 40. Gambar spektrum massa dapat dilihat pada Lampiran 16 halaman 69.

Spektrum massa unknown jika dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (96%), maka senyawa tersebut adalah α-pinen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.3 berikut ini.

Gambar 4.3 Rumus bangun dari senyawa α-pinen

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan radikal CH3 menghasilkan

fragmen C9H13

˥

dengan m/z 121 dari puncak ion molekul C10H16

˥

. Pelepasan

molekul CH4 menghasilkan fragmen C8H11

˥

dengan m/z 105. Pelepasan molekul

C2H4 menghasilkan fragmen C6H7

˥

dengan m/z 77. Pelepasan molekul C4H2 +

+

+

(54)

menghasilkan fragmen C2H3

˥

dengan m/z 27. Pola fragmentasi selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 27 halaman 77.

4.5.1.2Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 8,242 menit

Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 8,242 menit mempunyai M+136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 77, 69, 53, 41, 40. Gambar spektrum massa dapat dilihat pada Lampiran 17 halaman 69.

Spektrum massa unknown jika dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (91%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai β-phellandren (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.4 berikut ini.

Gambar 4.4 Rumus bangun dari senyawa β-phellandren

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan radikal CH3 menghasilkan fragmen C9H13˥+ dengan m/z 121 dari puncak ion molekul C10H16˥. Pelepasan

molekul CH4 menghasilkan fragmen C8H9˥+ dengan m/z 105. Pelepasan molekul C2H4 menghasilkan fragmen C6H5˥+ dengan m/z 77. Pelepasan molekul C4H2 menghasilkan fragmen C2H3˥+ dengan m/z 27. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27 halaman 77.

(55)

Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 8,400 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107,93, 79, 69, 53, 41, 40. Gambar spektrum massa dapat dilihat pada Lampiran18 halaman 70.

Spektrum massa unknown jika dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (94%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai β-pinen (C10H16) dengan rumus bangun seperti pada Gambar 4.5 berikut.

Gambar 4.5 Rumus bangun dari senyawa β-pinen

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan radikal CH3 menghasilkan

fragmen C9H13˥+ dengan m/z 121 dari puncak ion molekul C10H16˥. Pelepasan

molekul CH2 menghasilkan fragmen C8H11˥+ dengan m/z 107. Pelepasan molekul CH2 menghasilkan fragmen C7H9˥+ dengan m/z 93. Pelepasan molekul CH2menghasilkan fragmen C6H7˥+ dengan m/z 79. Pelepasan molekul C2H2 menghasilkan fragmen C4H5˥+ dengan m/z 53. Pelepasanmolekul C2H2 menghasilkan fragmen C2H3˥+ dengan m/z 27. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27 halaman 77.

(56)

Spektrum massa puncak dengan eaktu tambat 10,483 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 79, 68, 53, 40. Gambar spektrum massa dapat dilihat pada Lampiran 19 halaman 70.

Spektrum massa unknown jika dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similiarity index tertinggi (91%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai limonen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.6 berikut ini.

Gambar 4.6 Rumus bangun dari senyawa limonen

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat dari C10H16. Pelepasan radikal CH3 menghasilkan fragmen

C9H13˥+ dengan m/z 121 dari puncak ion molekul C10H16˥. Pelepasan molekul

CH2 menghasilkan fragmen C8H11˥+ dengan m/z 107. Pelepasan molekul CH2 menghasilkan fragmen C7H9˥+ dengan m/z 93. Pelepasan molekul CH2 menghasilkan fragmen C6H7˥+ dengan m/z 79. Pelepasan molekul C2H2 menghasilkan fragmen C4H5˥+ dengan m/z 53. Pelepasan molekul C2H2 menghasilkan fragmen C2H3˥+ dengan m/z 27. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27 halaman 78.

4.5.1.5Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 11,583 menit

Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 11,583 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 65, 43, 40. Gambar spektrum massa dapat dilihat pada Lampiran 20 halaman 71.

(57)

Spektrum massa unknown jika dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similiarity index tertinggi (93%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai 3-caren (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.7 berikut ini.

Gambar 4.7 Rumus bangun dari senyawa 3-caren

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat dari C10H16. Pelepasan radikal CH3 menghasilkan fragmen

C9H13˥+ dengan m/z 121 dari puncak ion molekul C10H16˥. Pelepasan molekul

CH4 menghasilkan fragmen C8H9˥+ dengan m/z 105. Pelepasan molekul C2H2 menghasilkan fragmen C6H7˥+ dengan m/z 79. Pelepasan molekul C3H2 menghasilkan fragmen C3H5˥+ dengan m/z 41. Pelepasan molekul CH2 menghasilkan fragmen C2H3˥+ dengan m/z 27. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27 halaman 78.

4.5.2 Fragmentasi dan analisis hasil spektrometri massa minyak atsiri kulit buah jeruk jingga kering

Fragmentasi dan analisis hasil spektrometri massa lima komponen utama minyak atsiri kulit buah jeruk jingga kering adalah sebagai berikut:

4.5.2.1Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 6,975 menit

Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 6,975 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 105, 93, 77, 67, 53, 41, 40. Gambar spektrum massa dapat dilihat pada Lampiran 22 halaman 74.

(58)

Spektrum massa unknown jika dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (96%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai α-pinen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.8 berikut ini.

Gambar 4.8 Rumus bangun dari senyawa α-pinen

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan radikal CH3 menghasilkan

fragmen C9H13˥+ dengan m/z 121 dari puncak ion molekul C10H16˥. Pelepasan

molekul CH4 menghasilkan fragmen C8H9˥+ dengan m/z 105. Pelepasan molekul C2H4 menghasilkan fragmen C6H5˥+ dengan m/z 77. Pelepasan molekul C4H2 menghasilkan fragmen C2H3˥+ dengan m/z 27. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28 halaman 79.

4.5.2.2Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 8,425 menit

Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 8,425 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 79, 69, 53, 41, 40. Gambar spektrum massa dapat dilihat pada Lampiran 23 halaman 74.

Spektrum massa unknown jika dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (95%), maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai β-pinen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.9 berikut ini.

(59)

Gambar 4.9 Rumus bangun dari senyawa β-pinen

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat molekul dari C10H16. Pelepasan radikal CH3 menghasilkan

fragmen C9H13˥+ dengan m/z 121 dari puncak ion molekul C10H16˥. Pelepasan

molekul CH2 menghasilkan fragmen C8H11˥+ dengan m/z 107. Pelepasan molekul CH2 menghasilkan fragmen C7H9˥+ dengan m/z 93. Pelepasan molekul CH4 menghasilkan fragmen C6H5˥+ dengan m/z 77. Pelepasan molekul C4H2 menghasilkan fragmen C2H3˥+ dengan m/z 27. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28 halaman 79.

4.5.2.3Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 9,008 menit

Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 9,008 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 79, 69, 53, 41, 40. Gambar spektrum massa dapat dilihat pada Lampiran 24 halaman 75.

Spektrum massa unknown jika dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similarity index tertinggi (96%), maka senyawa ini disimpulkan sebagai β-mirsen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.10 berikut ini.

Gambar 4.10 Rumus bangun dari senyawa β-mirsen

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat dari C10H16. Pelepasan radikal CH3 menghasilkan fragmen

C9H13˥+ dengan m/z 121 dari puncak ion molekul C10H16˥. Pelepasan molekul

CH2 menghasilkan fragmen C8H11˥+ dengan m/z 107. Pelepasan molekul CH2 menghasilkan fragmen C7H9˥+ dengan m/z 93. Pelepasan molekul CH2

+

(60)

menghasilkan fragmen C6H7˥+ dengan m/z 79. Pelepasan molekul C2H2 menghasilkan fragmen C4H5˥+ dengan m/z 53. Pelepasan molekul C2H2 menghasilkan fragmen C2H3˥+ dengan m/z 27. Pola fragmentasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28 halaman 79.

4.5.2.4 Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 10,617 menit

Spektrum massa puncak dengan waktu tambat 10,617 menit mempunyai M+ 136 diikuti fragmen m/z 121, 107, 93, 79, 68, 53, 41, 40. Gambar spektrum massa dapat dilihat pada Lampiran 25 halaman 75.

Spektrum massa unknown jika dibandingkan dengan data library yang memiliki tingkat similiarity index tertinggi (91%) maka senyawa tersebut dapat disimpulkan sebagai limonen (C10H16) dengan rumus bangun seperti Gambar 4.11 berikut ini.

Gambar 4.11 Rumus bangun dari senyawa limonen

Spektrum massa unknown memberikan puncak ion molekul M+ 136 yang merupakan berat dari C10H16. Pelepasan radikal CH3 menghasilkan fragmen

C9H13˥+ dengan m/z 121 dari puncak ion molekul C10H16˥. Pelepasan molekul

CH2 menghasilkan fragmen C8H11˥+ dengan m/z 107. Pelepasan molekul CH2 menghasilkan fragmen C7H9˥+ dengan m/z 93. Pelepasan molekul CH2 menghasilkan fragmen C6H7˥+ dengan m/z 79. Pelepasan molekul C2H2 menghasilkan fragmen C4H5˥+ dengan m/z 53. Pelepasan molekul C2H2

Gambar

Gambar                                                                                                  Halaman
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia kulit buah jeruk jingga
Gambar 4.1 Kromatogram minyak atsiri kulit buah jeruk jingga segar
Tabel 4.3 Waktu tambat dan kadar komponen minyak atsiri hasil analisis          GC-MS kulit buah jeruk jingga segar
+6

Referensi

Dokumen terkait

No differences were observed in sulphate leaching between the organic manure types or the application rates, but significant differences were found in sulphate leaching between

Dengan ini menyatakan bahwa saya bertanggung jawab penuh atas peserta didik penerima Bantuan Biaya Personal Pendidikan Bagi Peserta Didik dari Keluarga Tidak Mampu Melalui Kartu

Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa dapat memahami cara-cara menentukan selesaian umum persamaan diferensial tingkat satu derajat

Chern, Impact and implications of price policy and land degradation on agricultural growth in developing countries, 5 (1991) 311. Zhou, Z.Y., see

Dalam kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi terdapat kegiatan menalar. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat

 Mampu menyusun, menyajikan dan mengevaluasi laporan keuangan grup entitas dan laporan perusahaan berdasarkan pada standar yang berlaku, serta menyusun laporan intern sesuai

Pemanfaatan media pembelajaran dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa prinsip sebagai berikut: (a) tidak ada satupun media yang paling baik untuk

 Prosedur Pemeriksaan Aktiva Tetap dan Aktiva Tidak Berwujud : Mahasiswa dapat menjelaskan dan mempraktekkan tahapan prosedur Pemeriksaan Aktiva Tetap dan