• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter

dalam kolom gas yang berisi kalsium karbonat (Gandjar & Rohman, 2007). Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, dimana komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan diantara dua fase, salah satu fase tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan permukaan yang luas, dan fase lain sebagai fluida yang mengalir di sepanjang landasan stasioner (Day & Underwood, 2002).

Fase stasioner bisa berupa padatan maupun cairan, sedangkan fase bergerak bisa berupa cairan maupun gas. Empat kategori kromatografi berdasakan fase stasioner dan fase bergerak Tabel 2.1

Tabel 2.1. Rangkuman jenis Kromatografi Fase

Stasioner

PADAT CAIR

Fase Bergerak

Cair Gas Cair Gas

Contoh-contoh Kromatografi asli Tswett, dengan larutan petroleum eter dan kolom CaCO3 Kromatografi gas-padat, atau GSC Kromatografi partisi pada kolom silica gel Kromatografi Gas Cair atau

GLC Kromatografi pertukaran ion Kromatografi Kertas

Menurut Gandjar & Rohman (2007), Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi : a)kromatografi adsorbsi; b) kromatografi partisi; c) kromatografi pasangan ion; d) kromatografi penukar ion; e) kromatografi eksklusi ukuran; dan f) kromatografi afinitas (Gandjar & Rohman, 2007).

Dalam semua tehnik kromatografi, zat-zat terlarut yang dipisahkan bermigrasi sepanjang kolom dan tentu saja dasar pemisahan terletak dalam

laju perpindahan yang berbeda untuk larutan yang berbeda (Day & Underwood, 2002).

2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar & Rohman, 2007).

Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (Gandjar & Rohman, 2007).

Beberapa keuntungan lain dari kromatografi lapis tipis adalah (Gandjar & Rohman, 2007):

a. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis

b. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, flouresensi, atau radiasi dengan sinar ultraviolet

c. Dapat dilakukan eluasi secara menaik (Ascending), menurun (descending) atau dengan cara elusi 2 dimensi.

d. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

Fase diam pada KLT dapat berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau pelat plastik (Gandjar & Rohman, 2007). Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang

paling sering digunakan adakah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama dalam KLT adalah adsorpsi dan partisi (Gandjar& Rohman, 2007).

Pada fase gerak dalam KLT, sistem yang paling sederhana ialah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak adalah sebagai berikut (Gandjar & Rohman, 2007) :

1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan tehnik yang sensitif

2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

4. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut solut yang bersifat basa dan asam.

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yag menyebar dan pucak ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang akan ditotolkan paling sedikit 0,5 μl. Jika volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan (Gandjar & Rohman, 2007).

Media pemisahannya adalah lapisan kaca dengan ketebalan sekitar 0,1 sampai 0,33 mm zat padat adsorben pada lempeng kaca, plastik, atau aluminium. Lempeng yang paling umum digunakan berukuran 8 x 12 inchi

dan zat padat yang umumnya digunakan adalah alumina, gel silika, dan selulosa (Day & Underwood, 2002).

Sampel yang biasanya berupa campuran senyawa organik diteteskan di dekat salah satu sisi lempengan dalam bentuk larutan dalam jumlah kecil, biasanya beberapa mikrogram senyawa. Sebuah suntikan hipodermik atau sebuah pipet gelas kecil dapat digunakan. Noda sampel dikeringkan dan kemudian sisi lempengan tersebut dicelupkan ke dalam fase gerak yang sesuai. Pelarut bergerak naik di sepanjang lapisan tipis zat padat di atas lempengan, dan bersamaan dengan pergerakan pelarut tersebut, zat terlarut sampel dibawa dengan laju yang bergantung pada kelarutan zat terlarut tersebut dalam fase bergerak dan interaksinya dengan zat padat. Setelah garis depan pelarut bergerak sekitar 10 cm, lempengan dikeringkan dan noda-noda zat terlarutnya diperiksa seperti pada kromatografi kertas (Day & Underwood, 2002).

2.5.2 Nilai Rf

Pemisahan pada kromatografi planar (kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis) pada umumnya dihentikan sebelum semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak ujung fase geraknya. Faktor retardasi solut (Rf) didefinisikan sebai perbandingan antara jarak yang ditempuh oleh solut terhadap jarak yang ditemput oleh fase gerak (Gandjar & Rohman, 2007).

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi (K’) sama dengan 0 yang berarti solut bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika solut

tertahan pada posisi titik awal di permukaan fase diam (Gandjar & Rohman, 2007).

2.5.3 Kromatografi Kolom

Pada kromatografi kolom, berbagai ukuran kolom dapat digunakan, dimana hal utama yang dipertimbangkan adalah kapasitas yang memadai untuk menerima sampel-sampel tanpa melalui fase diamnya. Merupakan aturan praktis yang umum bahwa panjang kolom harus sekurang-kurangnya sepuluh kali ukuran diameternya. Bahan pengemasnya, suatu adsorben seperti alumina atau mungkin suatu resin pertukaran ion, dimasukkan dalam bentuk suspensi ke dalam porsi fase bergerak dan dibiarkan diam di dalam hamparan basah dengan sedikit cairan tetap berada di atas permukaannya (Day & Underwood, 2002).

Laju alir yang diinginkan diperoleh semata-mata dari gravitasi, dengan menyisipkan ujung keluaran kolom itu ke dalam bejana yang, atau dengan memompa cairan melalui ujung atas kolom, laju alir yang lazim dapat sebesar beberapa puluh milimeter per menit dan mungkin lebih cepat jika pemisahan tidak terlalu sulit (Day & Underwood, 2002). Terkadang tidak ada satupun fase bergerak yang cocok dengan elusi dari seluruh komponen sampel. Misalnya dalam adsorpsi, pelarut yang cukup nonpolar mungkin ideal untuk mengelusi beberapa zat terlarut yang kurang polar dimana zat terlarut yang lebih polar kemudian dapat memperlihatkan suatu retensi panjang yang berlebihan. Pada kasus seperti ini, teknik elusi gradien lebih bermanfaat. Komposisi fase gerak diubah secara kontinu dengan membiarkan pelarut yang lebih polar mengalir ke dalam reservoar yang mengandung zat terlarut yang kurang polar, pada saat campuran zat terlarut mengalir ke dalam kolom. Dimana zat terlarut yang lambat akan mengalir lebih cepat dengan meningkatnya kemampuan mengelusi dari campuran pelarut (Day & Underwood, 2002).

Kelemahan dari metode ini adalah pengerjaan yang konvensional lebih lambat dan merepotkan namun kolom-kolom yang cukup panjang dapat digunakan dimana kapasitasnya memadai untuk pekerjaan membuat preparat (Day & Underwood, 2002).

Dokumen terkait