• Tidak ada hasil yang ditemukan

400 Sebelum Masehi : Kerajaan Hindu Tarumanegara dan Kutai berdiri di Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Sebelum 929 Masehi : Pusat politik (pemerintahan) Jawa pindah ke

Jawa Timur.

914 – 1080 : Pertama kali Kerajaan Hindu di Bali.

1331 – 1364 : Gajah Mada menjadi Perdana Menteri (Patih) Kerajaan Majapahit.

1343 : Kerajaan Majapahit menguasai Bali.

1478 : Demak menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa.

1527 : Kesultanan Demak mengalahkan Majapahit. 1585 : Kapal Portugis terdampar di Bali, dekat

Tanjung Bukit, Jimbaran.

1597 : Cornelis de Houtman (Belanda) dicatat sebagai orang Eropa pertama yang pertama kali menemukan Bali.

1602 : VOC berdiri (dalam Belanda: Vereenigde Oost-Indische Compagnie; dalam Inggris:

Duct East Indies Company).

1619 : Batavia, ibukota pemerintaha Hindia Belanda, didirikan oleh Gubernur Jenderal J. P. Coen. 1778 : Bataviaasch Genootschap van Kunsten en

Wetenschappen (Batavian Society of the Arts and Sciences) didirikan.

1799 : VOC (Duct East Indies Company) bangkrut. 1 Januari 1800 : VOC gagal menjalankan kewajibannya; aset

dan kekayaan VOC diambil-alih oleh Pemerintah Belanda.

1803 – 1837 : Perang Paderi berkecamuk di Sumatera 1808 – 1811 : Herman Willem Daendels (dikenal sebagai

Napoleon Kecil dari Belanda, wakil kerajaan Belanda di bawah Perancis di bawah Raja Belanda Lodewijk Napoleon yang masih

279

saudara Napoleon Bondaparte) memimpin Hindia Belanda.

1811 : Inggris mengambil-alih Jawa.

1811 – 1817 : Inggris menguasai Jawa dengan dipimpin pejabat sementara Thomas Stamford Raffles. Pada masa ini perdagangan budak resmi dihapuskan – Bali mendominasi perdagangan budak masa itu di Nusantara.

1815 : Gunung Tambora meletus. 1825 – 1830 : Perang Jawa.

1830 : cultuurstelsel atau cultivation system atau sistem tanam paksa diperkenalkan.

1846 : Ekspedisi militer Belanda pertama ke Bali 1848 : Ekspedisi militer Belanda kedua ke Bali. 1849 : Ekspedisi militer Belanda ketiga ke Bali;

Buleleng dan Jembrana takluk, dijajah di bawah pemerintahan tidak langsung.

1864 : Misionaris pertama datang ke Buleleng. 1873 – 1904 : Perang Aceh.

1882 : Jembrana dan Buleleng dijajah di bawah pemerintahan langsung.

1883 : Gunung Krakatau meletus.

1891 : Misionaris Katolik mendapatkan izin resmi dari pemerintah kolonial; dan di masa ini –

penghujung abad ke-19 – pemerintah kolonial secara resmi melarang kegiatan misionaris di Bali.

1896 : Karangasem dijajah di bawah pemerintahan tidak langsung.

1901 : Gianyar dijajah di bawah pemerintahan tidak langsung.

1901 : Dimulainya Politik Etis (dalam Inggris:

Ethical Policy, atau dalam Belanda: ethische politiek).

1902 : Kebijakan transmigrasi dimulai (perencanaan dan persiapan).

1905 : Pertama kali transmigran Jawa berhasil dipindahkan ke Lampung, Sumatera.

1906 : Badung takluk, dijajah di bawah pemerintahan langsung.

1906 : Tabanan takluk, dijajah di bawah pemerintahan langsung.

1908 : Klungkung takluk, dijajah di bawah pemerintahan langsung.

1909 : Bangli dijajah di bawah pemerintahan tidak langsung.

1917 : Gempa bumi di Bali menghancurkan pura-pura dan desa-desa.

1917 : Bangli dan Gianyar dijajah di bawah pemerintahan langsung.

1920 : Baliseering Tahap I.

1920 : Kebijakan Baliseering atau Balinisasi

(pemulihan tradisi Bali) dimulai, dan permulaan (pemicu) kembalinya “perlawanan” – debat publik panas – ke permukaan golongan Sudra Wangsa dan klan-klan (warga

/ soroh) – seperti pasek, Pandé, dan sesungguh

– yang dicampakkan ke Sudra Wangsa terhadap legitimasi Triwangsa yang didukung pemerintah kolonial, Surya Kanta (Sudra Wangsa) vs Bali Adnyana (Triwangsa). 1921 : Karangasem dijajah di bawah pemerintahan

langsung.

1922 : Peraturan pajak tanah baru di Bali.

1929 : para mantan raja dianugerahi gelar dan hak istimewa kerajaa.

1929-1930 : Resesi (depresi) ekonomi dunia dimulai pasca Perang Dunia I.

1935 : Baliseering Tahap II.

1935 : Transmigrasi lokal pertama di Bali masa kolonial dari Nusa Pendia dan Bali Selatan ke Jembrana, Bali Utara.

1938 : Pemulihan zelfbestuur (status otonomi khusus bagi negara atau kerajaan / raja / bangsawan puri) di Bali.

1953 : Pertama kali orang Bali bertransmigrasi ke Belitang, Sumatera, dengan sponsor pemerintah dari departemen transmigrasi. 14 Agustus 1958 : Bali berstatus provinsi.

1960 : Undang-undang perombakan penguasaan tanah (land reform) nasional ditetapkan. 1962 – 1965 : Hiperinflasi di Bali.

17 Maret 1963 : Letusan pertama Gunung Agung. 16 Mei 1963 : Letusan kedua Gunung Agung.

Juli – Agustus 1963 : Transmigrasi orang Bali ke Sumatera akibat letusan Gunung Agung; transmigrasi sponsor pemerintah dari KoOGA (Komando Operasi Gunung Agung) dan transmigrasi swakarsa. 1 Oktober 1965 : Kudeta Untung (Gerakan 30 September) dan

kudeta balasan Suharto.

7 Desember 1965 : Pasukan RPKAD dan Brawijaya mendarat di Bali dari Jawa, pembantaian dimulai.

Pasca 1965 : Pasca peristiwa berdarah di penghujung 1965 dan berkuasanya Suharto (Orde Baru), transmigrasi orang Bali ke Lampung kembali dilanjutkan, umumnya transmigrasi swakarsa.

Membali di Lampung memberikan sebuah gambaran bagaimana sebuah masyarakat dengan ikatan sosial yang kuat berhasil melestarikan identitas kulturalnya setelah bertransmigrasi melalui sebuah proses pembentukan identitas yang dinamis antara negara pusat dan negara satelit. Berasal dari Pulau Nusa Penida (Bali) yang tandus dan kering, kelompok transmigran Bali Nusa berhasil mendirikan sebuah benteng identitas kebaliannya di Lampung. Inilah yang dipentaskan komunitas Bali Nusa di Desa Balinuraga. Nama Balinuraga adalah

saripati perjuangan transmigran Bali Nusa untuk menjadikan “Bali masih ada”. Mereka telah menjadi Bali yang berbeda dibandingkan Bali di Nusa Penida atau pun Bali di Bali. Mereka tidak hanya mendapatkan legitimasi atas identitas kulturalnya dari negara pusat, tetapi juga, sebagai negara satelit yang otonom, menjadi konstrukor atas identitasnya sendiri dengan membentuk identitas resistensi dan proyek di dalam benteng identitasnya yang tertutup. Pergulatan eksistensial Bali (yang) masih ada itulah yang memberi makna dari arti “Membali di Lampung” yang menjadi judul disertasi ini.

Bagaimana Balinuraga membentuk dan melestarikan identitas kebaliannya menjadi sebuah refleksi atas identitas keindonesiaan. Di satu sisi, komunitas Balinuraga dengan ikatan sosial yang kuat dengan tanah leluhurnya harus mempertahankan dan melestarikan idenitasnya dengan mendirikan benteng (identitas) tertutup, namun di sisi lain, benteng tertutup kontradiktif dengan semangat kebhineka-tunggal-ikaan. Membali di Lampung adalah situasi dilematis menjadi Indonesia, khususnya bagi masyarakat yang memiliki ikatan sosial yang kuat dengan tanah leluhurnya. Membali di Lampung berarti menguatkan identitas primordial yang menjadi identitas atau jadi diri yang membanggakan bagi empunya identitas, sedangkan meng-Indonesia mensyaratkan “pelemahan”

identitas primordial (kesukuan) agar bisa menjadi sebuah bangsa yang satu: Bangsa Indonesia. Permasalahannya adalah bagaimana semangat Balinuragaini bisa mengobarkan spirit Indonesianuraga dengan jiwa bhineka tunggal ika.

Yulianto. Lahir 31 Juli 1983 di Teluk Betung, Bandar Lampung. Menyelesaikan studi strata satu di Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) tahun 2005, strata dua di Program Pasca Sarjana Magister Studi Pembangunan UKSW tahun 2008, dan strata tiga di Program Pasca Sarjana Doktor Studi Pembangunan UKSW tahun 2011.

Dokumen terkait