• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.8. Kualitas Air

Kualitas air yang diperoleh dari masing-masing perlakuaan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L selama pemeliharaan 40 hari seperti yang tercantum pada Tabel 1 dan secara terinci pada Lampiran 8.

Tabel 1. Nilai kualitas air masing-masing perlakuan kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L selama pemeliharaan benih ikan sinodontis Synodontis eupterus.

Parameter Asal Sampel Satuan Tandon 6 ekor/L 9 ekor/L 12 ekor/L 15 ekor/L

DO 5,3-5,8 3,6-6,7 3,2-6,4 3,1-6,1 3,1-5,9 mg/L pH 7,62-7,98 7,48-7,97 7,45-7,99 7,44-8,00 7,46-7,99 - Suhu 26,9-27,2 26,5-28,3 26,4-28,5 26,4-28,3 26,4-28,3 ⁰C Amonia 0,0010-0,0092 0,0031-0,0158 0,0031-0,0290 0,0032-0,0528 0,0029-0,0543 mg/L Nitrit 0,0449-0,1357 0,0890-0,7319 0,0825-0,7232 0,1212-0,7848 0,1156-0,8870 mg/L Alkalinitas 152-168 93-173 69-203 115-213 80-211 mg/L CaCO3 3.1.9. Keuntungan Usaha

Harga ikan ditentukan oleh ukuran panjang yang diperoleh di akhir pemeliharaan. Ukuran ikan di akhir pemeliharaan pada penelitian ini 4,76±0,30 cm sampai 5,11±0,28 cm. Ikan yang dikategorikan 1,5 inch yaitu ikan yang berukuran antara 3,50-4,90 cm. Sedangkan ukuran ikan yang dikategorikan 2 inch

yaitu ikan yang berukuran antara 5,00-6,00 cm. Persentase grade ukuran ikan dapat dilihat pada Tabel 2 dan secara terinci pada Lampiran 9.

Tabel 2. Persentase grade ukuran ikan sinodontis 1,5 inch dan 2 inch

Perlakuan Persentase grade (%)

1,5 inch 2 inch

6 ekor/liter 20.83 79.17 9 ekor/liter 55.12 44.88 12 ekor/liter 63.12 36.88 15 ekor/liter 57.80 42.20

Harga benih sebelum ditebar yang berukuran 1 inch yaitu Rp.350,00/ekor. Harga benih ikan sinodontis ukuran 1,5 inch di pasaran yaitu sebesar Rp.700,00/ekor dan harga benih ikan yang berukuran 2 inch yaitu Rp.1.000,00/ekor. Total penerimaan dan laba tertinggi diperoleh pada perlakuan kepadatan 15 ekor/L dengan nilai Rp.98.633,00 dan Rp.51.370,00. Keuntungan usaha dari masing-masing kepadatan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 11. Tabel 3. Keuntungan usaha pada kepadatan 6-15 ekor/L

Parameter Perlakuan

6 9 12 15

Penerimaan

Total harga ukuran 1,5 inch (Rp) 7000 27533 41767 48300 Total harga ukuran 2 inch (Rp) 38000 32000 35000 50333

Total penerimaan (Rp) 45000 59533 76767 98633 Biaya Biaya Variabel Biaya Benih (Rp) 16800 25200 33600 42000 Biaya Pakan (Rp) 2999 4012 5090 5830 Total Biaya (Rp) 19799 29212 38690 47830 Laba (Rp) 25201 30788 39410 51370 3.2. Pembahasan

Kelangsungan hidup pada penelitian ini tergolong baik, yaitu berkisar antara 98,61-100% (Lampiran 1). Pada penelitian ini terjadi penurunan kelangsungan hidup / kematian pada kepadatan 9 ekor/L di hari ke-20, serta pada kepadatan 12 dan 15 ekor/L di hari ke-30 (Gambar 1). Namun, berdasarkan analisis ragam, peningkatan kepadatan tersebut tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup (p>0,05). Pertumbuhan panjang dan bobot individu juga

mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kepadatan (Gambar 2, 3 dan 4). Berdasarkan analisis ragam, peningkatan kepadatan dari 6-15 ekor/L mempengaruhi pertumbuhan (Lampiran 2, 3, dan 4). Penurunan kelangsungan hidup dan pertumbuhan dikarenakan ruang gerak yang semakin sempit, serta perubahan kualitas air terutama kelarutan oksigen dan amonia oleh limbah metabolisme (Lampiran 8). Karena semakin tinggi kepadatan, maka oksigen dan pakan yang dibutuhkan semakin meningkat, disebabkan oleh jumlah ikan yang semakin banyak, sehingga limbah metabolisme semakin meningkat pula. Walaupun terjadi perubahan kualitas air, namun kisaran kualitas air yang diperoleh selama pemeliharaan masih berada dalam kisaran normal yang tidak membahayakan bagi kehidupan benih ikan sinodontis. Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas air selama penelitian ini yaitu dengan melakukan pergantian air sebanyak 30%, dapat meminimalisir toksik limbah metabolisme dan untuk meningkatkan kelarutan oksigen, sehingga tidak terjadi kematian serta penurunan pertumbuhan yang tinggi hingga di akhir pemeliharaan. Namun, pada pertumbuhan panjang mutlak dapat dilihat adanya penurunan pertumbuhan yang melambat pada kepadatan 9-12 ekor/L (Gambar 4). Penurunan yang terjadi diduga pada kondisi tersebut benih lebih cenderung tumbuh untuk bobot tubuh dibanding tumbuh untuk panjang, sehingga ukuran tubuh benih pada kepadatan 9-12 ekor/L beragam.

Menurut Hepher dan Pruginin (1981), pertumbuhan ikan bergantung kepada beberapa faktor yaitu jenis ikan, sifat genetis, dan kemampuan memanfaatkan makanan, ketahanan terhadap penyakit serta faktor lingkungan seperti kualitas air, pakan dan ruang gerak atau kepadatan. Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa peningkatan kepadatan akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak. Akibatnya kondisi kesehatan dan fisiologis ikan menurun, dan akan mengakibatkan pertumbuhan serta tingkat kelangsungan hidup mengalami penurunan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya stres yaitu kualitas air. Respons stres pada ikan terjadi dalam 3 tahap, yaitu tanda adanya stres, bertahan dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar, ikan mulai mengeluarkan energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini, laju pertumbuhan dapat menurun. Ikan menggunakan energinya untuk bertahan

pada kondisi stres untuk waktu terbatas, sehingga energi untuk pertumbuhan berkurang. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) dan Stickney (1979), pada pemeliharaan ikan dengan kepadatan tinggi, kondisi lingkungan yang berubah antara lain yaitu menurunnya kandungan oksigen terlarut di air dan meningkatnya limbah metabolisme. Sejalan dengan bertambahnya bobot ikan, maka tingkat konsumsi oksigen serta limbah metabolisme per ekor ikan juga meningkat. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) dan Boyd (1990), menurunnya kandungan oksigen dan meningkatnya kandungan amonia di air disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah dan ukuran ikan yang dipelihara. Menurunnya kandungan oksigen terlarut di air dapat mengurangi nafsu makan ikan, yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan terganggu. Meningkatnya limbah metabolisme, yaitu amonia cenderung menyebabkan gangguan fisiologis dan pemicu stres pada ikan. Zonneveld et al., (1991) menyatakan bahwa berkurangnya kandungan oksigen di air dapat menurunkan tingkat konsumsi pakan ikan, karena oksigen sangat dibutuhkan untuk sumber energi bagi jaringan tubuh, aktivitas pergerakan dan aktivitas pengolahan makanan. Menurut Goddard (1996), kepadatan yang tinggi dalam pemeliharaan ikan budidaya haruslah didukung dengan pergantian air yang tinggi.

Menurut Hepher dan Pruginin (1981), parameter pemeliharaan ikan pada kepadatan tinggi adalah hasil yang maksimal, yang dinyatakan dengan laju pertumbuhan biomassa. Jika kebutuhan pakan serta lingkungan tercukupi, maka peningkatan kepadatan akan disertai dengan peningkatan hasil. Berdasarkan analisis ragam, peningkatan kepadatan dari 6-15 ekor/L diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan biomassa (Lampiran 5). Walaupun berbanding terbalik dengan pertumbuhan bobot harian yang menurun seiring dengan peningkatan kepadatan (Gambar 3), tetapi dikarenakan jumlah ikan yang dipelihara hingga akhir pemeliharaan yang tergolong tinggi, dan penurunan pertumbuhan bobot individu antar kepadatan tidak terlalu besar maka laju pertumbuhan biomassa akan meningkat seiring dengan peningkatan kepadatan. Menurut Hepher dan Pruginin (1981), peningkatan kepadatan dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya tidak terlalu besar dibandingkan peningkatan kepadatan maka produksi akan tetap

meningkat. Pada pemeliharaan ikan secara intensif, peningkatan kepadatan biasa dilakukan untuk mengetahui hasil maksimal yang dapat dicapai. Jika hasil yang didapat belum mencapai hasil maksimal atau belum terlihat menurun, maka peningkatan kepadatan masih dimungkinkan walaupun pertumbuhan ikan cenderung lambat. Pada penelitian ini belum terlihat titik penurunan laju pertumbuhan biomassa yang menandakan bahwa peningkatan kepadatan dari 6-15 ekor/L untuk tidak ditingkatkan lagi (>15 ekor/L). Karena laju pertumbuhan biomassa masih terus meningkat hingga kepadatan 15 ekor/L. Oleh karena itu nilai hasil tertinggi diperoleh pada kepadatan 15 ekor/L.

Berdasarkan analisis ragam, peningkatan kepadatan dari 6-15 ekor/L diikuti dengan penurunan nilai efisiensi pakan (Lampiran 6), dan penurunan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Ikan membutuhkan energi dan nutrisi penting untuk maintenance, bergerak, mencari dan mencerna makanan, serta pertumbuhan (Gonzalez dan Allan, 2007). Semakin banyak energi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka semakin banyak pula jumlah pakan yang diperlukan untuk dikonsumsi. Nilai efisiensi pakan menunjukkan jumlah pakan yang menghasilkan energi, dan dapat dimanfaatkan oleh ikan untuk kebutuhan kelangsungan hidup atau maintenance dan sisanya untuk pertumbuhan (Watanabe, 1988) dalam Shafrudin et al., (2006). Pada penelitian ini, ikan pada kepadatan rendah lebih mampu memanfaatkan pakan secara efisien dibandingkan dengan ikan pada kepadatan tinggi. Perubahan kualitas air terutama kelarutan oksigen dan amonia (Lampiran 8) seiring dengan peningkatan kepadatan akan mempengaruhi proses metabolisme di dalam tubuh ikan sinodontis untuk mencerna makanan. Perubahan kualitas air diduga memberikan tekanan (stressor) terhadap ikan, sehingga energi yang diperoleh dari metabolisme pada kepadatan tinggi cenderung lebih banyak digunakan untuk bergerak dalam persaingan mendapatkan makanan dan ruang tempat hidup, serta bertahan dari stres (maintenance).

Salah satu tujuan dari produksi ikan sinodontis adalah menghasilkan ikan yang berukuran seragam untuk dijual kembali. Keseragaman ukuran ikan dalam suatu populasi sangat penting, karena dengan adanya keragaman yang tinggi maka kompetisi akan semakin tinggi pula. Sebagai produk, keseragaman dapat

mempengaruhi harga jual ikan, karena ikan dengan ukuran yang seragam maka harganya akan lebih tinggi daripada ikan yang ukurannya tidak seragam. Koefisien keragaman panjang menunjukkan variasi ukuran pada setiap perlakuan. Semakin kecil nilai koefisien keragaman, maka akan semakin seragam ukuran ikan yang dihasilkan. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), nilai koefisien keragaman yang nilainya di bawah kisaran 20-25% dianggap homogen atau seragam. Pada penelitian ini, nilai koefisien keragaman tergolong seragam, karena masih berada dibawah 20%. Hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa peningkatan kepadatan diikuti dengan peningkatan koefisien keragaman panjang yang cenderung melambat (Lampiran 7), dan melambatnya peningkatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Melambatnya koefisien keragaman pada penelitian ini dikarenakan ukuran panjang benih di akhir pemeliharaan pada kepadatan 9-15 ekor/L diduga lebih beragam. Menurut Cavero et al. (2003) dalam Brandao et al. (2004), di sisi lain, ikan dalam kepadatan tinggi biasanya pertumbuhannya lambat dan mengalami stres, serta rentan terhadap interaksi sosial (kompetisi) yang dapat mengakibatkan heterogenitas ukuran ikan. Seperti yang dikemukakan oleh Lovell (1989) dalam Hartini (2002), jika ukuran benih beragam, menyebabkan kesempatan mendapatkan makanan akan berbeda, dimana benih yang berukuran besar mendapatkan kesempatan menguasai makanan daripada ikan kecil, karena ditunjang oleh ukuran tubuhnya.

Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa kualitas air pada masing- masing perlakuan masih tergolong baik (Tabel 1). Walaupun secara umum berfluktuasi, namun perubahan tersebut masih berada dalam kisaran yang layak bagi kehidupan ikan sinodontis. Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air (Zonneveld et al., 1991). Tingkat nafsu makan ikan tergantung oleh suhu. Suhu berpengaruh terhadap laju metabolisme ikan (Nurhamidah, 2007). Menurut Effendi (2003), peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Menurut Anonim (2010), suhu untuk kehidupan ikan sinodontis Synodontis eupterus yaitu berkisar 22-26 ºC. Selama pemeliharaan, kisaran suhu yang diukur mulai dari awal hingga akhir penelitian yaitu berkisar antara 26,4-28,5 ⁰C (Tabel 1 dan Lampiran 8).

Kisaran tersebut masih berada dalam kisaran layak bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan sinodontis, karena didukung dengan pergantian air.

Pada penelitian ini peningkatan kepadatan menyebabkan perubahan kandungan oksigen terlarut dan amonia (Lampiran 8). Nilai kelarutan oksigen yang diperoleh yaitu berkisar antara 3,1-6,7 mg/L (Tabel 1). Kisaran nilai optimum oksigen terlarut bagi pertumbuhan ikan menurut Boyd (1982) adalah di atas 5 ppm. Berdasarkan nilai konsentrasi oksigen terlarut selama penelitian tersebut diduga menurunnya kelarutan oksigen dikarenakan adanya peningkatan suhu (Lampiran 8) dan peningkatan kepadatan. Menurut Cole (1983) dalam Effendi (2003), hubungan antara kadar oksigen terlarut dengan suhu yaitu bahwa semakin tinggi suhu perairan, maka kelarutan oksigen semakin berkurang. Oleh karena itu, dilakukan pergantian air setiap hari sebanyak 30% dari total volume air serta dengan pemberian aerasi pada setiap akuarium. Hal ini sesuai dengan pernyataan Goddard (1996), kepadatan yang tinggi dalam pemeliharaan ikan budidaya haruslah didukung dengan pergantian air yang tinggi. Nilai konsentrasi amonia pada penelitian ini berkisar antara 0,0029-0,0543 mg/L (Tabel 1 dan Lampiran 8). Nilai amonia tersebut masih berada dalam kisaran yang layak bagi kehidupan ikan air tawar. Menurut Sawyer dan McCarty (1978) dalam Effendi (2003), perairan bersifat toksik pada ikan jika kadar amonia lebih dari 0,2 mg/L. Daya toksik amoniameningkat sejalan dengan meningkatnya pH dan suhu (Boyd, 1982). Pada penelitian ini diperoleh nilai nitrit berkisar antara 0,0825-0,8870 mg/L (Tabel 1 dan Lampiran 8). Nilai nitrit tersebut masih berada di dalam kisaran nilai nitrit yang layak di perairan untuk kehidupan ikan. Menurut Boyd (1982), nitrit yang aman di perairan adalah 0,5-5 mg/L NO2-N dengan tanpa

memperhatikan nitrit tersebut dihasilkan dari oksidasi amonia ataupun reduksi nitrat.

Selama pemeliharaan, nilai pH dalam penelitian ini berkisar antara 7,44- 8,00 (Tabel 1 dan Lampiran 8). Kisaran pH tersebut masih berada dalam kisaran layak untuk pertumbuhan ikan sinodontis. Menurut Anonim (2010), pH untuk kehidupan ikan sinodontis Synodontis eupterus yaitu berkisar antara 6,2-7,5. Menurut Effendi et al., (2006), pH meningkat dikarenakan alkalinitas yang semakin meningkat menunjukkan tingkat basa air. Menurut Boyd (1990), bahwa

amonia semakin meningkat dengan semakin meningkatnya pH perairan dan sebaliknya. Pada penelitian ini didapatkan nilai alkalinitas yang berkisar antara 69-214 mg/L CaCO3 (Tabel 1). Nilai alkalinitas tersebut masih berada di dalam

kisaran nilai alkalinitas yang layak di perairan untuk kehidupan ikan. Menurut Effendi (2003), alkalinitas merupakan gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam, atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Menurut Boyd (1988) dalam Effendi (2003), alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500 mg/L CaCO3.

Secara umum, peningkatan kepadatan cenderung akan meningkatkan total produksi, namun akan mengakibatkan ukuran individu ikan yang lebih kecil pada saat panen (Tucker dan Hargreaves, 2004). Pada penelitian ini, variasi ukuran tersebut dikategorikan ke dalam dua bagian yaitu ukuran 1,5 inch dan 2 inch (Tabel 2). Ikan yang dikategorikan 1,5 inch adalah ikan berukuran antara 3,50- 4,90 cm, sedangkan ukuran ikan yang dikategorikan 2 inch adalah ikan berukuran antara 5,00-6,00 cm. Ukuran ikan merupakan pendukung terhadap harga jual. Apabila ukuran ikan semakin besar, maka harga jualnya juga akan semakin tinggi. Harga benih ikan sinodontis pada ukuran 1,5 inch di pasaran yaitu sebesar Rp.700,00/ekor dan pada ukuran 2 inch sebesar Rp.1.000,00/ekor. Penerimaan total dan laba tertinggi paling tinggi diperoleh pada kepadatan 15 ekor/L jika dibandingkan dengan kepadatan 6, 9 dan 12 ekor/L (Tabel 3 dan Lampiran 9).

            19

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Peningkatan padat penebaran dari 6 hingga 15 ekor/L pada pendederan ikan sinodontis tidak mempengaruhi kelangsungan hidup, akan tetapi diikuti dengan penurunan pertumbuhan dan efisiensi pakan serta peningkatan laju pertumbuhan biomassa, keragaman ikan dan keuntungan. Kelangsungan hidup tidak berbeda nyata, sehingga produksi terbaik dalam pendederan ikan ini dicapai pada padat penebaran 15 ekor/L.

4.2. Saran

Untuk tujuan produksi, sebaiknya dilakukan pemeliharaan benih ikan sinodontis secara intensif dengan menggunakan kepadatan 15 ekor/L. Selain itu, untuk tujuan penelitian masih perlu dilakukan peningkatan kepadatan >15 ekor/L, guna untuk memperoleh informasi kepadatan yang lebih optimal pada benih ikan sinodontis.

 

Dokumen terkait