ABSTRAK
RANDI MILONDA. Produksi Pendederan Ikan Sinodontis Synodontis eupterus Pada Padat Penebaran 6 Hingga 15 Ekor/L. Dibimbing oleh DADANG SHAFRUDDIN dan YUNI PUJI HASTUTI.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan produksi terbaik ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada padat penebaran 6 hingga 15 ekor/L. Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dengan 3 ulangan. Benih ikan yang digunakan berukuran panjang rata-rata 2,55±0,01 cm dengan bobot rata-rata 0,44±0,01 g yang berasal dari daerah Ciherang Kidul, Bogor, Jawa Barat. Benih ikan sinodontis dipelihara pada akuarium berukuran 25x25x25 cm yang diisi air tawar sebanyak 8 liter. Benih dipelihara selama 40 hari dan diberi pakan berupa cacing sutera dua kali sehari pada pagi dan sore hari secara at satiation. Pergantian air sebanyak 30% dari total volume air yang dilakukan pada pagi dan sore hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup. Namun peningkatan kepadatan diikuti dengan penurunan laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, dan efisiensi pakan. Walaupun demikian koefisien keragaman panjang, laju pertumbuhan biomassa dan keuntungan meningkat, sehingga secara keseluruhan produksi terbaik diperoleh pada kepadatan 15 ekor/L.
Kata kunci : kelangsungan hidup, keuntungan, padat penebaran, pertumbuhan, sinodontis.
ABSTRACT
RANDI MILONDA. Rearing Production of Synodontis eupterus at Stocking Density of 6 to 15 Fish/L. Supervised by DADANG SHAFRUDDIN and YUNI PUJI HASTUTI.
This research was conducted to determine the best rearing production of Synodontis eupterus at stocking density of 6 to 15 fish/L. This research consisted of 4 treatments with 3 replications. The fry that produced by a farmer around Subdistrict Ciherang, Bogor, West Java. The fry had average length of 2,55±0,01 cm with average weight of 0,44±0,01 g. Sinodontis fry were reared in aquarium 25x25x25 cm, and filled with 8 liters water. The period time of the rearing was 40 days. During the rearing, the fry were fed at satiation with silkworm twice a day (at the morning and in the afternoon). The water media was exchanged 30% total volume respectively twice a day (at the morning and in the afternoon). The result indicated that increasing the density did not significantly affect fish survival rate, but it was followed by decreasing of specific growth rate, daily weight gain, length, and feed efficiency. However, the yield, length diversity and profitability increased as the increasing of the density and it lead the highest production was achieved by stocking density of 15 fish/L.
Keywords: density, growth, profitability, sinodontis, survival.
I. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki 400 jenis dari 1.100 jenis ikan hias air tawar di dunia.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, volume ekspor ikan hias Indonesia
pada periode 2007-2011 meningkat 11,56%. Nilai ekspor ikan hias Indonesia
berdasarkan data United National Commodity Trade Statistics pada 2009 sebesar
11,7 juta dolar AS atau 3,12% dari total nilai ekspor ikan hias di dunia yang
mencapai 373,8 juta dolar AS. Kondisi ini menjadikan Indonesia menduduki
peringkat ke-9 di dunia untuk negara pengekspor ikan hias, sedangkan pada tahun
2010 nilai ekspor ikan hias Indonesia meningkat menjadi 19,8 juta dolar AS atau
5,95% dari total ekspor ikan hias di dunia yang mencapai 332,4 juta dolar
AS. Saat ini, Indonesia menjadi pengekspor ikan hias peringkat kelima di dunia di
bawah Singapura, Spanyol, Jepang, dan Malaysia (KKP, 2012).
Ikan sinodontis (Synodontis eupterus) merupakan salah satu komoditas ekspor ikan hias air tawar Indonesia. Ikan sinodontis banyak digemari oleh para
penggemar ikan hias air tawar, karena ikan ini dikenal dengan keindahan sirip
dorsalnya yang tegak dan memanjang, sehingga sering disebut dengan featherfin catfish. Selain itu, ikan ini juga memiliki keunikan yaitu kebiasaan berenang dengan posisi terbalik (upside-down) (Anonim, 2010). Budidaya ikan sinodontis ini sudah berkembang di Indonesia, tetapi pada kenyataannya, produksi ikan
sinodontis dari para petani relatif rendah. Teknik pemeliharaan benih ikan
sinodontis yang dilakukan oleh petani umumnya kurang intensif, sehingga
produksi ikan sinodontis yang dihasilkan belum maksimal. Berdasarkan hasil
survei ke petani ikan sinodontis di Cibuntu, Bogor, petani biasanya menggunakan
kepadatan 3 ekor/L dalam pemeliharaan ikan sinodontis dari ukuran 3/4 inch
hingga ke ukuran 1,5 inch dalam kurun waktu sebulan, dengan kelangsungan
hidup sebesar 70-80%.
Upaya peningkatan produktivitas telah dilakukan sebelumnya oleh Azmi
(2011) pada pemeliharaan benih ikan sinodontis di dalam akuarium dari ukuran
rata-rata 2,54 cm selama 40 hari dengan kepadatan 3, 6, dan 9 ekor/L. Hasil yang
diperoleh untuk nilai kelangsungan hidup masing-masing perlakuan yaitu sebesar
98,88%; 96,11%; dan 95,37%. Nilai kelangsungan hidup yang tinggi disertai
kualitas lingkungan yang relatif baik ini memungkinkan pemeliharaan ikan
dilakukan dengan kepadatan lebih tinggi. Walaupun demikian peningkatan
kepadatan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan yang selanjutnya
terhadap produktivitasnya.
Kepadatan berhubungan dengan produksi dan pertumbuhan ikan
(Hickling, 1971) dalam Effendi et al. (2006). Menurut Hepher dan Pruginin (1981), pertumbuhan ikan bergantung kepada beberapa faktor yaitu jenis ikan,
sifat genetis, dan kemampuan memanfaatkan makanan, ketahanan terhadap
penyakit serta faktor lingkungan seperti kualitas air, pakan dan ruang gerak atau
kepadatan. Pada keadaan lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi,
peningkatan kepadatan akan disertai dengan peningkatan hasil (produksi). Namun
masalah yang dihadapi dalam budidaya secara intensif adalah menurunnya kadar
oksigen air dan meningkatnya limbah metabolisme. Peningkatan kepadatan akan
diikuti dengan penurunan pertumbuhan jika jumlah pakan, oksigen terlarut, serta
buangan metabolit tidak mampu disesuaikan sehingga menghambat pertumbuhan.
Menurut Stickney (1979), pada kondisi kepadatan yang semakin tinggi
maka konsumsi oksigen dan akumulasi bahan buangan metabolit ikan akan
semakin tinggi. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) dan Boyd (1990),
menurunnya kandungan oksigen dan meningkatnya kandungan amonia di air
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah dan ukuran ikan yang
dipelihara. Menurut Boyd (1990), menurunnya kandungan oksigen terlarut di air
dapat mengurangi nafsu makan ikan yang pada akhirnya menyebabkan
pertumbuhan terganggu. Meningkatnya limbah metabolisme yaitu amonia
cenderung menyebabkan gangguan fisiologis dan pemicu stres pada ikan.
Respons stres pada ikan terjadi dalam 3 tahap yaitu tanda adanya stres,
bertahan dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar ikan mulai mengeluarkan
energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini laju pertumbuhan
dapat menurun. Ikan menggunakan energinya untuk bertahan pada kondisi stres
untuk waktu terbatas, sehingga energi untuk pertumbuhan berkurang
(Wedemeyer, 1996). Hal ini sesuai dengan pernyataan Goddard (1996), kepadatan
yang tinggi dalam pemeliharaan ikan budidaya haruslah didukung dengan
pergantian air yang tinggi.
Kepadatan dapat dikatakan optimal apabila ikan yang ditebar dalam
jumlah tinggi, tetapi kompetisi pakan dan ruang masih dapat ditolerir oleh ikan,
sehingga dapat menghasilkan tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan
ikan yang tinggi, serta variasi ukuran yang rendah. Apabila kepadatan optimal
dapat dicapai, maka sarana dan sumber daya air tawar dapat dimanfaatkan secara
efisien, sehingga produksi yang dihasilkan maksimal. Dengan demikian akan
didapatkan efisiensi usaha yang tinggi (Budiardi et al., 2007). Dengan upaya yang akan dilakukan tersebut diharapkan pemeliharaan ikan sinodontis secara
terkontrol dalam akuarium memiliki keuntungan yang tinggi dengan
mengefisienkan sarana yang dimanfaatkan. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan produksi terbaik ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada padat penebaran 6, 9, 12, dan 15 ekor/L.
II. BAHAN DAN METODE
2.1. Metode Penelitian 2.1.1. Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu rancangan acak
lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing perlakuan menggunakan 4
ulangan, yaitu :
1) Perlakuan 1 dengan kepadatan 6 ekor/L.
2) Perlakuan 2 dengan kepadatan 9 ekor/L.
3) Perlakuan 3 dengan kepadatan 12 ekor/L.
4) Perlakuan 4 dengan kepadatan 15 ekor/L.
Model rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Yij = µ + σi + εij
Keterangan:
Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah dari pengamatan
σi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i
εij = Pengaruh galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (Steel dan Torrie, 1993).
2.2. Pelaksanaan Penelitian 2.2.1. Persiapan Wadah
Wadah pemeliharaan yang digunakan berupa akuarium. Akuarium yang
digunakan berdimensi 25x25x25 cm sebanyak 12 unit. Sebelum wadah
pemeliharaan digunakan, wadah terlebih dahulu dicuci dengan deterjen, setelah itu
dibilas dengan air bersih, lalu diisi dengan air. Kemudian air dibuang kembali,
sambil dibersihkan dan selanjutnya dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1
hari. Aerator dipasang untuk menambah kelarutan oksigen dalam air pada
masing-masing akuarium. Selanjutnya masing-masing-masing-masing akuarium diisi dengan air tawar
sebanyak 8 liter.
2.2.2. Penebaran Benih
Benih ikan sinodontis yang digunakan yaitu benih berukuran panjang
rata-rata 2,55±0,01 cm dan bobot rata-rata-rata-rata yaitu 0,44±0,01 g yang berasal dari daerah
Ciherang Kidul, Bogor, Jawa Barat. Sebelum ditebar ke akuarium perlakuan,
benih terlebih dahulu diadaptasikan selama 2-3 hari. Untuk selanjutnya dilakukan
pengambilan contoh masing-masing sebanyak 30 ekor untuk pengukuran panjang
dan bobot awal benih sebelum ditebar. Kemudian benih-benih tersebut ditebar ke
masing-masing akuarium sesuai dengan rancangan percobaan.
2.2.3. Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan berupa cacing sutera.
Cacing dibersihkan dahulu dengan air tawar. Kemudian pakan diletakkan pada
wadah dengan air mengalir. Pakan diberikan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi
dan sore hari secara at satiation. Sebelum pakan diberikan ke benih, pakan terlebih dahulu ditimbang dengan timbangan digital. Setelah 1 jam berikutnya
pakan sisa pada masing-masing akuarium diambil lalu ditimbang kembali.
2.2.4. Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyifonan kotoran di dasar
akuarium pemeliharaan dengan menggunakan selang berdiameter ¾ inch. Selain
penyifonan kotoran, dilakukan juga pergantian air sebanyak 30% dari total
volume air masing-masing akuarium. Penyifonan kotoran dan pergantian air
dilakukan sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Pengecekan
parameter suhu, pH, DO (oksigen terlarut), TAN, nitrit, dan alkalinitas dilakukan
10 hari sekali.
2.3. Parameter Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 40 hari. Jumlah ikan yang mati dihitung
setiap hari. Setiap 10 hari dilakukan sampling panjang dan bobot benih sebanyak
30 ekor dari masing-masing akuarium. Panjang dan bobot masing-masing benih
diukur kemudian dicatat untuk pendataan. Data yang diperoleh dari tiap-tiap
sampling yaitu data yang digunakan untuk penghitungan parameter aspek
produksi yang meliputi derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik,
pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, laju perumbuhan
biomassa, efisiensi pakan, koefisien keragaman panjang, serta keuntungan usaha.
2.3.1. Kelangsungan Hidup (KH)
Kelangsungan hidup yaitu persentase jumlah ikan yang hidup pada akhir
pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah ikan yang ditebar. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup adalah:
SR = (Nt/N0) x 100%
Keterangan : SR = Kelangsungan hidup benih (%)
Nt = Jumlah benih yang hidup di akhir pemeliharaan (ekor)
N0 = Jumlah benih yang hidup di awal pemeliharaan (ekor)
(Zonneveld et al., 1991).
2.3.2. Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan spesifik ( , pertumbuhan bobot harian (GR), dan laju
pertumbuhan biomassa dihitung dengan menggunakan rumus:
Laju Pertumbuhan Spesifik (Zonneveld et al, 1991)
Pertumbuhan Bobot Harian = [(Wt-Wo)/t)] (Hepher dan Pruginin, 1981)
Laju Pertumbuhan Biomassa = [(Bt-Bo)/t] (Hepher dan Pruginin, 1981)
Keterangan : Wt = Bobot rata-rata benih pada waktu ke-t pemeliharaan (g)
Bt = Bobot biomassa benih pada waktu ke-t pemeliharaan (g)
Wo = Bobot rata-rata benih pada awal pemeliharaan (g)
Bo = Bobot biomassa benih pada waktu ke-t pemeliharaan (g)
t = Waktu pemeliharaan (hari)
2.3.3. Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pertumbuhan panjang mutlak adalah perubahan panjang rata-rata individu
pada tiap perlakuan dari awal hingga akhir pemeliharaan, dengan rumus:
Keterangan : Pm = Pertumbuhan panjang mutlak benih (cm)
Ĺt = Panjang rata-rata benih pada waktu ke-t pemeliharaan (cm)
Ĺ0 = Panjang rata-rata benih pada awal pemeliharaan (cm)
(Effendie, 1979).
2.3.4. Efisiensi Pakan
Efisiensi pemberian pakan menunjukkan seberapa banyak pakan yang
dimanfaatkan oleh ikan dari total pakan yang diberikan, dengan rumus:
EP =[
Keterangan : EP = Efisiensi pakan (%)
Wt = Biomassa benih waktu ke-t pemeliharaan (g) Wd = Biomassa benih mati (g)
Wo = Biomassa benih pada awal pemeliharaan (g) F = Jumlah pakan yang diberikan pada benih (g)
(Zonneveld et al., 1991).
2.3.5. Koefisien Keragaman Panjang
Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang
dinyatakan dalam koefisien keragaman, dihitung menggunakan rumus:
KK = (s/y) x 100% Keterangan : KK = Koefisien keragaman
s = Simpangan baku
y = Rata-rata contoh
(Steel dan Torrie, 1993).
2.3.6. Keuntungan Usaha
Keuntungan usaha pada penelitian ini dihitung berdasarkan selisih antara
total penerimaan yang diperoleh dengan total pengeluaran yang dikeluarkan
selama penelitian. Total penerimaan bergantung kepada jumlah ikan yang dijual
dan harga produk. Penerimaan dapat dihitung dengan rumus (Nurmalina et al, 2010):
TR = Q x P
Keterangan: TR = Total Revenue (total penerimaan) Q = Quantity (jumlah ikan yang dijual) P = Price (harga)
Keuntungan diperoleh pada saat total penerimaan dikurangi dengan biaya
pengeluaran yang dilakukan selama pemeliharaan. Biaya total adalah biaya yang
dikeluarkan selama proses pemeliharaan, terdiri dari biaya variabel dan biaya
tetap. Biaya tetap diasumsikan nol karena tidak ada pengeluaran untuk biaya
operasi dan penyusutan investasi. Total penerimaan dihitung dengan
menggunakan rumus (Nurmalina et al, 2010):
π = TR – TC Keterangan: π = Laba
TR = Total Revenue (total penerimaan) TC = Total Cost (total pengeluaran)
2.3.7. Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan
program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 16.0, yang meliputi:
1. Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95%,
digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berbeda nyata terhadap
parameter kelangsungan hidup, pertumbuhan bobot dan panjang, efisiensi
pakan dan koefisien keragaman panjang. Untuk mengetahui respons dari
hubungan antara perlakuan peningkatan kepadatan dengan berbagai parameter
yang diamati digunakan uji polinomial ortogonal.
2. Analisis deskriftif digunakan untuk menjelaskan parameter kerja dan kelayakan
media pemeliharaan bagi kehidupan benih ikan sinodontis selama penelitian.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.1.1. Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup benih ikan sinodontis pada kepadatan 6-15 ekor/L
berkisar antara 98,61-100% (Gambar 1). Berdasarkan analisis ragam (Lampiran
1), peningkatan kepadatan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup.
Gambar 1. Kelangsungan hidup benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara hingga hari ke-40 pada kepadatan 6, 9, 12, dan 15 ekor/L.
3.1.2. Laju Pertumbuhan Spesifik
Laju pertumbuhan spesifik benih ikan sinodontis berkisar antara
2,44-3,01%. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 2), peningkatan kepadatan
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan spesifik. Laju pertumbuhan spesifik
menurun seiring dengan peningkatan kepadatan mengikuti persamaan garis y =
3.330 - 0.05923 x (Gambar 2).
Gambar 2. Laju pertumbuhan spesifik benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L.
3.1.3. Pertumbuhan Bobot Harian
Pertumbuhan bobot harian benih ikan sinodontis berkisar antara
0,018-0,025 g/hari. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 3), peningkatan kepadatan
berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot harian. Pertumbuhan bobot harian
menurun seiring dengan peningkatan kepadatan mengikuti persamaan garis y =
0.02888 - 0.000714 x (Gambar 3).
1 5
Gambar 3. Pertumbuhan bobot harian benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L.
3.1.4. Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan sinodontis berkisar antara
2.27-2,55 cm. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 4), peningkatan kepadatan
berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang mutlak. Pertumbuhan panjang mutlak
cenderung menurun seiring dengan peningkatan kepadatan mengikuti persamaan
garis y = 3.229 - 0.1490 x + 0.005802 x2 (Gambar 4).
Gambar 4. Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L.
3.1.5. Laju Pertumbuhan Biomassa
Laju pertumbuhan biomassa benih ikan sinodontis berkisar antara
1.20-2.17 g/hari. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 5), peningkatan kepadatan
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan biomassa. Laju pertumbuhan biomassa
meningkat seiring dengan peningkatan kepadatan mengikuti persamaan garis y =
0.5573 + 0.1099 x (Gambar 5).
Gambar 5. Laju pertumbuhan biomassa benih ikan sinodontis Synodontis eupterusyang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L.
3.1.6. Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan benih ikan sinodontis berkisar antara 16.73-17.77%.
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6), peningkatan kepadatan berpengaruh
terhadap efisiensi pakan. Efisiensi pakan menurun seiring dengan peningkatan
kepadatan mengikuti persamaan garis y = 18.40 – 0.1133 x (Gambar 6).
1 5
Gambar 6. Efisiensi pakan benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L.
3.1.7. Koefisien Keragaman Panjang
Koefisien keragaman panjang benih ikan sinodontis berkisar antara
5,25-6,60%. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 7), peningkatan kepadatan
berpengaruh terhadap koefisien keragaman panjang. Koefisien keragaman
panjang cenderung meningkat seiring dengan peningkatan kepadatan mengikuti
persamaan garis y = 2.892 + 0.5056 x – 0.01745 x2 (Gambar 7).
Gambar 7. Koefisien keragaman panjang benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L.
3.1.8. Kualitas Air
Kualitas air yang diperoleh dari masing-masing perlakuaan 6, 9, 12 dan 15
ekor/L selama pemeliharaan 40 hari seperti yang tercantum pada Tabel 1 dan
secara terinci pada Lampiran 8.
Tabel 1. Nilai kualitas air masing-masing perlakuan kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L selama pemeliharaan benih ikan sinodontis Synodontis eupterus.
Parameter Asal Sampel Satuan Tandon 6 ekor/L 9 ekor/L 12 ekor/L 15 ekor/L
DO 5,3-5,8 3,6-6,7 3,2-6,4 3,1-6,1 3,1-5,9 mg/L
pH 7,62-7,98 7,48-7,97 7,45-7,99 7,44-8,00 7,46-7,99 -
Suhu 26,9-27,2 26,5-28,3 26,4-28,5 26,4-28,3 26,4-28,3 ⁰C
Amonia 0,0010-0,0092 0,0031-0,0158 0,0031-0,0290 0,0032-0,0528 0,0029-0,0543 mg/L Nitrit 0,0449-0,1357 0,0890-0,7319 0,0825-0,7232 0,1212-0,7848 0,1156-0,8870 mg/L
Alkalinitas 152-168 93-173 69-203 115-213 80-211 mg/L CaCO3
3.1.9. Keuntungan Usaha
Harga ikan ditentukan oleh ukuran panjang yang diperoleh di akhir
pemeliharaan. Ukuran ikan di akhir pemeliharaan pada penelitian ini 4,76±0,30
cm sampai 5,11±0,28 cm. Ikan yang dikategorikan 1,5 inch yaitu ikan yang
berukuran antara 3,50-4,90 cm. Sedangkan ukuran ikan yang dikategorikan 2 inch
yaitu ikan yang berukuran antara 5,00-6,00 cm. Persentase grade ukuran ikan
dapat dilihat pada Tabel 2 dan secara terinci pada Lampiran 9.
Tabel 2. Persentase grade ukuran ikan sinodontis 1,5 inch dan 2 inch
Perlakuan Persentase grade (%)
1,5 inch 2 inch
6 ekor/liter 20.83 79.17 9 ekor/liter 55.12 44.88 12 ekor/liter 63.12 36.88 15 ekor/liter 57.80 42.20
Harga benih sebelum ditebar yang berukuran 1 inch yaitu Rp.350,00/ekor.
Harga benih ikan sinodontis ukuran 1,5 inch di pasaran yaitu sebesar
Rp.700,00/ekor dan harga benih ikan yang berukuran 2 inch yaitu
Rp.1.000,00/ekor. Total penerimaan dan laba tertinggi diperoleh pada perlakuan
kepadatan 15 ekor/L dengan nilai Rp.98.633,00 dan Rp.51.370,00. Keuntungan usaha dari masing-masing kepadatan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 11.
Tabel 3. Keuntungan usaha pada kepadatan 6-15 ekor/L
Parameter Perlakuan
6 9 12 15
Penerimaan
Total harga ukuran 1,5 inch (Rp) 7000 27533 41767 48300 Total harga ukuran 2 inch (Rp) 38000 32000 35000 50333
Total penerimaan (Rp) 45000 59533 76767 98633
Biaya
Biaya Variabel
Biaya Benih (Rp) 16800 25200 33600 42000 Biaya Pakan (Rp) 2999 4012 5090 5830
Total Biaya (Rp) 19799 29212 38690 47830
Laba (Rp) 25201 30788 39410 51370
3.2. Pembahasan
Kelangsungan hidup pada penelitian ini tergolong baik, yaitu berkisar
antara 98,61-100% (Lampiran 1). Pada penelitian ini terjadi penurunan
kelangsungan hidup / kematian pada kepadatan 9 ekor/L di hari ke-20, serta pada
kepadatan 12 dan 15 ekor/L di hari ke-30 (Gambar 1). Namun, berdasarkan
analisis ragam, peningkatan kepadatan tersebut tidak berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup (p>0,05). Pertumbuhan panjang dan bobot individu juga
mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kepadatan (Gambar 2, 3 dan 4).
Berdasarkan analisis ragam, peningkatan kepadatan dari 6-15 ekor/L
mempengaruhi pertumbuhan (Lampiran 2, 3, dan 4). Penurunan kelangsungan
hidup dan pertumbuhan dikarenakan ruang gerak yang semakin sempit, serta
perubahan kualitas air terutama kelarutan oksigen dan amonia oleh limbah
metabolisme (Lampiran 8). Karena semakin tinggi kepadatan, maka oksigen dan
pakan yang dibutuhkan semakin meningkat, disebabkan oleh jumlah ikan yang
semakin banyak, sehingga limbah metabolisme semakin meningkat pula.
Walaupun terjadi perubahan kualitas air, namun kisaran kualitas air yang
diperoleh selama pemeliharaan masih berada dalam kisaran normal yang tidak
membahayakan bagi kehidupan benih ikan sinodontis. Upaya yang dilakukan
untuk memperbaiki kualitas air selama penelitian ini yaitu dengan melakukan
pergantian air sebanyak 30%, dapat meminimalisir toksik limbah metabolisme
dan untuk meningkatkan kelarutan oksigen, sehingga tidak terjadi kematian serta
penurunan pertumbuhan yang tinggi hingga di akhir pemeliharaan. Namun, pada
pertumbuhan panjang mutlak dapat dilihat adanya penurunan pertumbuhan yang
melambat pada kepadatan 9-12 ekor/L (Gambar 4). Penurunan yang terjadi diduga
pada kondisi tersebut benih lebih cenderung tumbuh untuk bobot tubuh dibanding
tumbuh untuk panjang, sehingga ukuran tubuh benih pada kepadatan 9-12 ekor/L
beragam.
Menurut Hepher dan Pruginin (1981), pertumbuhan ikan bergantung
kepada beberapa faktor yaitu jenis ikan, sifat genetis, dan kemampuan
memanfaatkan makanan, ketahanan terhadap penyakit serta faktor lingkungan
seperti kualitas air, pakan dan ruang gerak atau kepadatan. Wedemeyer (1996)
menyatakan bahwa peningkatan kepadatan akan mengganggu proses fisiologis
dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak. Akibatnya kondisi kesehatan dan
fisiologis ikan menurun, dan akan mengakibatkan pertumbuhan serta tingkat
kelangsungan hidup mengalami penurunan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya
stres yaitu kualitas air. Respons stres pada ikan terjadi dalam 3 tahap, yaitu tanda
adanya stres, bertahan dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar, ikan mulai
mengeluarkan energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini,
laju pertumbuhan dapat menurun. Ikan menggunakan energinya untuk bertahan
pada kondisi stres untuk waktu terbatas, sehingga energi untuk pertumbuhan
berkurang. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) dan Stickney (1979), pada
pemeliharaan ikan dengan kepadatan tinggi, kondisi lingkungan yang berubah
antara lain yaitu menurunnya kandungan oksigen terlarut di air dan meningkatnya
limbah metabolisme. Sejalan dengan bertambahnya bobot ikan, maka tingkat
konsumsi oksigen serta limbah metabolisme per ekor ikan juga meningkat.
Menurut Hepher dan Pruginin (1981) dan Boyd (1990), menurunnya kandungan
oksigen dan meningkatnya kandungan amonia di air disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain jumlah dan ukuran ikan yang dipelihara. Menurunnya
kandungan oksigen terlarut di air dapat mengurangi nafsu makan ikan, yang pada
akhirnya menyebabkan pertumbuhan terganggu. Meningkatnya limbah
metabolisme, yaitu amonia cenderung menyebabkan gangguan fisiologis dan
pemicu stres pada ikan. Zonneveld et al., (1991) menyatakan bahwa berkurangnya kandungan oksigen di air dapat menurunkan tingkat konsumsi pakan ikan, karena
oksigen sangat dibutuhkan untuk sumber energi bagi jaringan tubuh, aktivitas
pergerakan dan aktivitas pengolahan makanan. Menurut Goddard (1996),
kepadatan yang tinggi dalam pemeliharaan ikan budidaya haruslah didukung
dengan pergantian air yang tinggi.
Menurut Hepher dan Pruginin (1981), parameter pemeliharaan ikan pada
kepadatan tinggi adalah hasil yang maksimal, yang dinyatakan dengan laju
pertumbuhan biomassa. Jika kebutuhan pakan serta lingkungan tercukupi, maka
peningkatan kepadatan akan disertai dengan peningkatan hasil. Berdasarkan
analisis ragam, peningkatan kepadatan dari 6-15 ekor/L diikuti dengan
peningkatan laju pertumbuhan biomassa (Lampiran 5). Walaupun berbanding
terbalik dengan pertumbuhan bobot harian yang menurun seiring dengan
peningkatan kepadatan (Gambar 3), tetapi dikarenakan jumlah ikan yang
dipelihara hingga akhir pemeliharaan yang tergolong tinggi, dan penurunan
pertumbuhan bobot individu antar kepadatan tidak terlalu besar maka laju
pertumbuhan biomassa akan meningkat seiring dengan peningkatan kepadatan.
Menurut Hepher dan Pruginin (1981), peningkatan kepadatan dapat
mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya tidak
terlalu besar dibandingkan peningkatan kepadatan maka produksi akan tetap
meningkat. Pada pemeliharaan ikan secara intensif, peningkatan kepadatan biasa
dilakukan untuk mengetahui hasil maksimal yang dapat dicapai. Jika hasil yang
didapat belum mencapai hasil maksimal atau belum terlihat menurun, maka
peningkatan kepadatan masih dimungkinkan walaupun pertumbuhan ikan
cenderung lambat. Pada penelitian ini belum terlihat titik penurunan laju
pertumbuhan biomassa yang menandakan bahwa peningkatan kepadatan dari 6-15
ekor/L untuk tidak ditingkatkan lagi (>15 ekor/L). Karena laju pertumbuhan
biomassa masih terus meningkat hingga kepadatan 15 ekor/L. Oleh karena itu
nilai hasil tertinggi diperoleh pada kepadatan 15 ekor/L.
Berdasarkan analisis ragam, peningkatan kepadatan dari 6-15 ekor/L
diikuti dengan penurunan nilai efisiensi pakan (Lampiran 6), dan penurunan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Ikan membutuhkan energi dan nutrisi
penting untuk maintenance, bergerak, mencari dan mencerna makanan, serta pertumbuhan (Gonzalez dan Allan, 2007). Semakin banyak energi yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka semakin banyak pula
jumlah pakan yang diperlukan untuk dikonsumsi. Nilai efisiensi pakan
menunjukkan jumlah pakan yang menghasilkan energi, dan dapat dimanfaatkan
oleh ikan untuk kebutuhan kelangsungan hidup atau maintenance dan sisanya untuk pertumbuhan (Watanabe, 1988) dalam Shafrudin et al., (2006). Pada penelitian ini, ikan pada kepadatan rendah lebih mampu memanfaatkan pakan
secara efisien dibandingkan dengan ikan pada kepadatan tinggi. Perubahan
kualitas air terutama kelarutan oksigen dan amonia (Lampiran 8) seiring dengan
peningkatan kepadatan akan mempengaruhi proses metabolisme di dalam tubuh
ikan sinodontis untuk mencerna makanan. Perubahan kualitas air diduga
memberikan tekanan (stressor) terhadap ikan, sehingga energi yang diperoleh dari
metabolisme pada kepadatan tinggi cenderung lebih banyak digunakan untuk
bergerak dalam persaingan mendapatkan makanan dan ruang tempat hidup, serta
bertahan dari stres (maintenance).
Salah satu tujuan dari produksi ikan sinodontis adalah menghasilkan ikan
yang berukuran seragam untuk dijual kembali. Keseragaman ukuran ikan dalam
suatu populasi sangat penting, karena dengan adanya keragaman yang tinggi maka
kompetisi akan semakin tinggi pula. Sebagai produk, keseragaman dapat
mempengaruhi harga jual ikan, karena ikan dengan ukuran yang seragam maka
harganya akan lebih tinggi daripada ikan yang ukurannya tidak seragam.
Koefisien keragaman panjang menunjukkan variasi ukuran pada setiap perlakuan.
Semakin kecil nilai koefisien keragaman, maka akan semakin seragam ukuran
ikan yang dihasilkan. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), nilai koefisien
keragaman yang nilainya di bawah kisaran 20-25% dianggap homogen atau
seragam. Pada penelitian ini, nilai koefisien keragaman tergolong seragam, karena
masih berada dibawah 20%. Hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa
peningkatan kepadatan diikuti dengan peningkatan koefisien keragaman panjang
yang cenderung melambat (Lampiran 7), dan melambatnya peningkatan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 7. Melambatnya koefisien keragaman pada penelitian
ini dikarenakan ukuran panjang benih di akhir pemeliharaan pada kepadatan 9-15
ekor/L diduga lebih beragam. Menurut Cavero et al. (2003) dalam Brandao et al. (2004), di sisi lain, ikan dalam kepadatan tinggi biasanya pertumbuhannya lambat dan mengalami stres, serta rentan terhadap interaksi sosial (kompetisi) yang dapat
mengakibatkan heterogenitas ukuran ikan. Seperti yang dikemukakan oleh Lovell
(1989) dalam Hartini (2002), jika ukuran benih beragam, menyebabkan kesempatan mendapatkan makanan akan berbeda, dimana benih yang berukuran
besar mendapatkan kesempatan menguasai makanan daripada ikan kecil, karena
ditunjang oleh ukuran tubuhnya.
Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa kualitas air pada
masing-masing perlakuan masih tergolong baik (Tabel 1). Walaupun secara umum
berfluktuasi, namun perubahan tersebut masih berada dalam kisaran yang layak
bagi kehidupan ikan sinodontis. Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju
metabolisme dan kelarutan gas dalam air (Zonneveld et al., 1991). Tingkat nafsu makan ikan tergantung oleh suhu. Suhu berpengaruh terhadap laju metabolisme
ikan (Nurhamidah, 2007). Menurut Effendi (2003), peningkatan suhu
menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air,
dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Menurut Anonim
(2010), suhu untuk kehidupan ikan sinodontis Synodontis eupterus yaitu berkisar 22-26 ºC. Selama pemeliharaan, kisaran suhu yang diukur mulai dari awal hingga
akhir penelitian yaitu berkisar antara 26,4-28,5 ⁰C (Tabel 1 dan Lampiran 8).
Kisaran tersebut masih berada dalam kisaran layak bagi kelangsungan hidup dan
pertumbuhan ikan sinodontis, karena didukung dengan pergantian air.
Pada penelitian ini peningkatan kepadatan menyebabkan perubahan
kandungan oksigen terlarut dan amonia (Lampiran 8). Nilai kelarutan oksigen
yang diperoleh yaitu berkisar antara 3,1-6,7 mg/L (Tabel 1). Kisaran nilai
optimum oksigen terlarut bagi pertumbuhan ikan menurut Boyd (1982) adalah di
atas 5 ppm. Berdasarkan nilai konsentrasi oksigen terlarut selama penelitian
tersebut diduga menurunnya kelarutan oksigen dikarenakan adanya peningkatan
suhu (Lampiran 8) dan peningkatan kepadatan. Menurut Cole (1983) dalam Effendi (2003), hubungan antara kadar oksigen terlarut dengan suhu yaitu bahwa
semakin tinggi suhu perairan, maka kelarutan oksigen semakin berkurang. Oleh
karena itu, dilakukan pergantian air setiap hari sebanyak 30% dari total volume air
serta dengan pemberian aerasi pada setiap akuarium. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Goddard (1996), kepadatan yang tinggi dalam pemeliharaan ikan
budidaya haruslah didukung dengan pergantian air yang tinggi. Nilai konsentrasi
amonia pada penelitian ini berkisar antara 0,0029-0,0543 mg/L (Tabel 1 dan
Lampiran 8). Nilai amonia tersebut masih berada dalam kisaran yang layak bagi
kehidupan ikan air tawar. Menurut Sawyer dan McCarty (1978) dalam Effendi (2003), perairan bersifat toksik pada ikan jika kadar amonia lebih dari 0,2 mg/L.
Daya toksik amoniameningkat sejalan dengan meningkatnya pH dan suhu (Boyd,
1982). Pada penelitian ini diperoleh nilai nitrit berkisar antara 0,0825-0,8870
mg/L (Tabel 1 dan Lampiran 8). Nilai nitrit tersebut masih berada di dalam
kisaran nilai nitrit yang layak di perairan untuk kehidupan ikan. Menurut Boyd
(1982), nitrit yang aman di perairan adalah 0,5-5 mg/L NO2-N dengan tanpa
memperhatikan nitrit tersebut dihasilkan dari oksidasi amonia ataupun reduksi
nitrat.
Selama pemeliharaan, nilai pH dalam penelitian ini berkisar antara
7,44-8,00 (Tabel 1 dan Lampiran 8). Kisaran pH tersebut masih berada dalam kisaran
layak untuk pertumbuhan ikan sinodontis. Menurut Anonim (2010), pH untuk
kehidupan ikan sinodontis Synodontis eupterus yaitu berkisar antara 6,2-7,5. Menurut Effendi et al., (2006), pH meningkat dikarenakan alkalinitas yang semakin meningkat menunjukkan tingkat basa air. Menurut Boyd (1990), bahwa
amonia semakin meningkat dengan semakin meningkatnya pH perairan dan
sebaliknya. Pada penelitian ini didapatkan nilai alkalinitas yang berkisar antara
69-214 mg/L CaCO3 (Tabel 1). Nilai alkalinitas tersebut masih berada di dalam
kisaran nilai alkalinitas yang layak di perairan untuk kehidupan ikan. Menurut
Effendi (2003), alkalinitas merupakan gambaran kapasitas air untuk menetralkan
asam, atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Menurut Boyd (1988) dalam Effendi (2003), alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500 mg/L CaCO3.
Secara umum, peningkatan kepadatan cenderung akan meningkatkan total
produksi, namun akan mengakibatkan ukuran individu ikan yang lebih kecil pada
saat panen (Tucker dan Hargreaves, 2004). Pada penelitian ini, variasi ukuran
tersebut dikategorikan ke dalam dua bagian yaitu ukuran 1,5 inch dan 2 inch
(Tabel 2). Ikan yang dikategorikan 1,5 inch adalah ikan berukuran antara
3,50-4,90 cm, sedangkan ukuran ikan yang dikategorikan 2 inch adalah ikan berukuran
antara 5,00-6,00 cm. Ukuran ikan merupakan pendukung terhadap harga jual.
Apabila ukuran ikan semakin besar, maka harga jualnya juga akan semakin tinggi.
Harga benih ikan sinodontis pada ukuran 1,5 inch di pasaran yaitu sebesar
Rp.700,00/ekor dan pada ukuran 2 inch sebesar Rp.1.000,00/ekor. Penerimaan
total dan laba tertinggi paling tinggi diperoleh pada kepadatan 15 ekor/L jika
dibandingkan dengan kepadatan 6, 9 dan 12 ekor/L (Tabel 3 dan Lampiran 9).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Peningkatan padat penebaran dari 6 hingga 15 ekor/L pada pendederan
ikan sinodontis tidak mempengaruhi kelangsungan hidup, akan tetapi diikuti
dengan penurunan pertumbuhan dan efisiensi pakan serta peningkatan laju
pertumbuhan biomassa, keragaman ikan dan keuntungan. Kelangsungan hidup
tidak berbeda nyata, sehingga produksi terbaik dalam pendederan ikan ini dicapai
pada padat penebaran 15 ekor/L.
4.2. Saran
Untuk tujuan produksi, sebaiknya dilakukan pemeliharaan benih ikan
sinodontis secara intensif dengan menggunakan kepadatan 15 ekor/L. Selain itu,
untuk tujuan penelitian masih perlu dilakukan peningkatan kepadatan >15 ekor/L,
guna untuk memperoleh informasi kepadatan yang lebih optimal pada benih ikan
sinodontis.
PRODUKSI PENDEDERAN IKAN SINODONTIS Synodontis eupterus PADA PADAT PENEBARAN 6 HINGGA 15 EKOR/L
RANDI MILONDA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PRODUKSI PENDEDERAN IKAN SINODONTIS Synodontis eupterus PADA PADAT PENEBARAN 6 HINGGA 15 EKOR/L
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
RANDI MILONDA
C14080010
ABSTRAK
RANDI MILONDA. Produksi Pendederan Ikan Sinodontis Synodontis eupterus Pada Padat Penebaran 6 Hingga 15 Ekor/L. Dibimbing oleh DADANG SHAFRUDDIN dan YUNI PUJI HASTUTI.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan produksi terbaik ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada padat penebaran 6 hingga 15 ekor/L. Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dengan 3 ulangan. Benih ikan yang digunakan berukuran panjang rata-rata 2,55±0,01 cm dengan bobot rata-rata 0,44±0,01 g yang berasal dari daerah Ciherang Kidul, Bogor, Jawa Barat. Benih ikan sinodontis dipelihara pada akuarium berukuran 25x25x25 cm yang diisi air tawar sebanyak 8 liter. Benih dipelihara selama 40 hari dan diberi pakan berupa cacing sutera dua kali sehari pada pagi dan sore hari secara at satiation. Pergantian air sebanyak 30% dari total volume air yang dilakukan pada pagi dan sore hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup. Namun peningkatan kepadatan diikuti dengan penurunan laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, dan efisiensi pakan. Walaupun demikian koefisien keragaman panjang, laju pertumbuhan biomassa dan keuntungan meningkat, sehingga secara keseluruhan produksi terbaik diperoleh pada kepadatan 15 ekor/L.
Kata kunci : kelangsungan hidup, keuntungan, padat penebaran, pertumbuhan, sinodontis.
ABSTRACT
RANDI MILONDA. Rearing Production of Synodontis eupterus at Stocking Density of 6 to 15 Fish/L. Supervised by DADANG SHAFRUDDIN and YUNI PUJI HASTUTI.
This research was conducted to determine the best rearing production of Synodontis eupterus at stocking density of 6 to 15 fish/L. This research consisted of 4 treatments with 3 replications. The fry that produced by a farmer around Subdistrict Ciherang, Bogor, West Java. The fry had average length of 2,55±0,01 cm with average weight of 0,44±0,01 g. Sinodontis fry were reared in aquarium 25x25x25 cm, and filled with 8 liters water. The period time of the rearing was 40 days. During the rearing, the fry were fed at satiation with silkworm twice a day (at the morning and in the afternoon). The water media was exchanged 30% total volume respectively twice a day (at the morning and in the afternoon). The result indicated that increasing the density did not significantly affect fish survival rate, but it was followed by decreasing of specific growth rate, daily weight gain, length, and feed efficiency. However, the yield, length diversity and profitability increased as the increasing of the density and it lead the highest production was achieved by stocking density of 15 fish/L.
Keywords: density, growth, profitability, sinodontis, survival.
PRODUKSI PENDEDERAN IKAN SINODONTIS Synodontis eupterus PADA PADAT PENEBARAN 6 HINGGA 15 EKOR/L
RANDI MILONDA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
PENGESAHAN
Judul : Produksi Pendederan Ikan Sinodontis Synodontis eupterus Pada Padat Penebaran 6 Hingga 15 Ekor/L
Nama : Randi Milonda
NIM : C14080010
Departemen : Budidaya Perairan
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Dadang Shafruddin, M.Si. Yuni Puji Hastuti, S.Pi, M.Si. NIP. 19551015 198003 1 004 NIP. 19810604 200701 2 001
Diketahui,
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. NIP. 19671013 199302 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik. Penelitian
mengenai skripsi ini dengan judul ”Produksi Pendederan Ikan Sinodontis
Synodontis eupterus Pada Padat Penebaran 6 Hingga 15 Ekor/L” yang dilaksanakan mulai 19 Juni hingga 28 Juli 2012 bertempat di Laboratorium
Teknologi dan Manajemen Produksi Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi dalam
penyelesaian skripsi, diantaranya:
1. Kedua orang tua penulis, Ramlan Batubara, SP. dan Sumiati, kakak tercinta
Sheila Trianitami, A.Md, adik tercinta Agtoni Andrian, dan tante tercinta Lora
Septrianda yang tidak bosan-bosannya memotivasi serta memberikan doa.
2. Kedua dosen pembimbing, Ir. Dadang Shafruddin, M.Si. dan Yuni Puji Hastuti,
S.Pi, M.Si. yang telah membimbing selama proses penelitian serta penulisan
skripsi, juga kepada Dr. Dinar Tri Soelistyowati, DEA. dan Dr. Mia Setiawati,
M.Si. selaku dosen pada ujian skripsi sehingga mendukung untuk perbaikan
dalam penulisan skripsi ini.
3. Bang Dama selaku laboran sistek dalam penyediaan sarana dan prasarana
penelitian, kang Abe selaku laboran lingkungan yang membantu proses uji
kualitas air, serta Ovie Triantari Budiani selaku staf TU yang membantu
memberikan informasi selama proses penelitian dan penulisan skripsi.
4. Rekan-rekan BDP angkatan 45, SISTEK’ers 45 (Yoga, Owok, Adith, Ahen,
Bayu, Joy, Ojan, Rian, Eko, Gery, Irwan, Dindol, Ima, Abang, Roker, Riska,
dan Bon-bon), serta sobat KOTAK2 ikan.
Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak lain
yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2013
Randi Milonda
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Panyabungan tanggal 15 Juli 1990 sebagai anak
kedua dari pasangan Ayah Ramlan Batubara dan Ibu Sumiati. Pendidikan formal
yang dilalui penulis adalah SD Negri 145602 Sidojadi tahun 2002, SMP Negri 1
Siabu tahun 2005, SMA Negeri 2 Plus Sipirok tahun 2008. Pada tahun 2008,
penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama masa perkuliahan, penulis telah mengikuti Masa Perkenalan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (OMBAK) tahun 2009, telah melakukan
Praktik Lapang Akuakultur (PLA) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air
Payau Jepara, Jawa Tengah. Penulis juga aktif di kepengurusan Himpunan
Mahasiswa Akuakultur Departemen Budidaya Perairan periode 2010-2011, ikut
serta Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal, Ikatan Alumni SMA 2 Plus Sipirok.
Selain itu, penulis juga berperan sebagai anggota tim voli Departemen Budidaya
Perairan tahun 2009-2012. Penulis juga pernah mendapatkan dana insentif DIKTI
dari Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) pada tahun 2011
dengan judul “Bioprocessing Limbah Kulit Kopi Sebagai Sumber Protein Alternatif Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)”. Tugas akhir dalan pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Produksi Pendederan Ikan Sinodontis Synodontis eupterus Pada Padat Penebaran 6 Hingga 15 Ekor/L”.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi DAFTAR LAMPIRAN ... xii I. PENDAHULUAN ... 1 II. BAHAN DAN METODE... 4 2.1. Metode Penelitian ... 4 2.1.1. Rancangan Percobaan ... 4 2.2. Pelaksanaan Penelitian ... 4 2.2.1. Persiapan Wadah ... 4 2.2.2. Penebaran Benih ... 5 2.2.3. Pemberian Pakan ... 5 2.2.4. Pengelolaan Kualitas Air ... 5 2.3. Parameter Penelitian... 5 2.3.1. Kelangsungan Hidup (KH) ... 6 2.3.2. Laju Pertumbuhan Harian ... 6 2.3.3. Pertumbuhan Panjang Mutlak... 6 2.3.4. Efisiensi Pakan... 7 2.3.5. Koefisien Keragaman Panjang ... 7 2.3.6. Keuntungan Usaha ... 7 2.3.7. Analisis Data ... 8 III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9 3.1. Hasil ... 9 3.1.1. Kelangsungan Hidup ... 9 3.1.2. Laju Pertumbuhan Spesifik... 9 3.1.3. Pertumbuhan Bobot Harian ... 10 3.1.4. Pertumbuhan Panjang Mutlak... 10 3.1.5. Laju Pertumbuhan Biomassa ... 11 3.1.6. Efisiensi Pakan... 11 3.1.7. Koefisien Keragaman Panjang ... 12 3.1.8. Kualitas Air ... 12 3.1.9. Keuntungan Usaha ... 12 3.2. Pembahasan ... 13 IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 20 4.1. Kesimpulan ... 20 4.2. Saran ... 20 DAFTAR PUSTAKA ... 21 LAMPIRAN ... 24
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Nilai kualitas air masing-masing perlakuan kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L
selama pemeliharaan benih ikan sinodontis Synodontis eupterus. ... 12
2. Persentase grade ukuran ikan sinodontis 1,5 inch dan 2 inch ... 13
3. Keuntungan usaha pada kepadatan 6-15 ekor/L ... 13
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Kelangsungan hidup benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang
dipelihara hingga hari ke-40 pada kepadatan 6, 9, 12, dan 15 ekor/L. ... 9
2. Laju pertumbuhan spesifik benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L. ... 9
3. Pertumbuhan bobot harian benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L. ... 10
4. Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L. ... 10
5. Laju pertumbuhan biomassa benih ikan sinodontis Synodontis eupterusyang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L. ... 11
6. Efisiensi pakan benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L. ... 11
7. Koefisien keragaman panjang benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L. ... 12
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Analisis ragam kelangsungan hidup... 25
2. Analisis ragam laju pertumbuhan spesifik ... 25
3. Analisis ragam pertumbuhan bobot harian ... 26
4. Analisis ragam pertumbuhan panjang mutlak. ... 26
5. Analisis ragam laju pertumbuhan biomassa. ... 27
6. Analisis ragam efisiensi pakan. ... 27
7. Analisis ragam koefisien keragaman panjang ... 28
8. Kualitas Air Selama Masa pemeliharaan ... 29
9. Persentase grade (%)... 30
10. Biaya Kebutuhan Pakan ... 30
I. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki 400 jenis dari 1.100 jenis ikan hias air tawar di dunia.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, volume ekspor ikan hias Indonesia
pada periode 2007-2011 meningkat 11,56%. Nilai ekspor ikan hias Indonesia
berdasarkan data United National Commodity Trade Statistics pada 2009 sebesar
11,7 juta dolar AS atau 3,12% dari total nilai ekspor ikan hias di dunia yang
mencapai 373,8 juta dolar AS. Kondisi ini menjadikan Indonesia menduduki
peringkat ke-9 di dunia untuk negara pengekspor ikan hias, sedangkan pada tahun
2010 nilai ekspor ikan hias Indonesia meningkat menjadi 19,8 juta dolar AS atau
5,95% dari total ekspor ikan hias di dunia yang mencapai 332,4 juta dolar
AS. Saat ini, Indonesia menjadi pengekspor ikan hias peringkat kelima di dunia di
bawah Singapura, Spanyol, Jepang, dan Malaysia (KKP, 2012).
Ikan sinodontis (Synodontis eupterus) merupakan salah satu komoditas ekspor ikan hias air tawar Indonesia. Ikan sinodontis banyak digemari oleh para
penggemar ikan hias air tawar, karena ikan ini dikenal dengan keindahan sirip
dorsalnya yang tegak dan memanjang, sehingga sering disebut dengan featherfin catfish. Selain itu, ikan ini juga memiliki keunikan yaitu kebiasaan berenang dengan posisi terbalik (upside-down) (Anonim, 2010). Budidaya ikan sinodontis ini sudah berkembang di Indonesia, tetapi pada kenyataannya, produksi ikan
sinodontis dari para petani relatif rendah. Teknik pemeliharaan benih ikan
sinodontis yang dilakukan oleh petani umumnya kurang intensif, sehingga
produksi ikan sinodontis yang dihasilkan belum maksimal. Berdasarkan hasil
survei ke petani ikan sinodontis di Cibuntu, Bogor, petani biasanya menggunakan
kepadatan 3 ekor/L dalam pemeliharaan ikan sinodontis dari ukuran 3/4 inch
hingga ke ukuran 1,5 inch dalam kurun waktu sebulan, dengan kelangsungan
hidup sebesar 70-80%.
Upaya peningkatan produktivitas telah dilakukan sebelumnya oleh Azmi
(2011) pada pemeliharaan benih ikan sinodontis di dalam akuarium dari ukuran
rata-rata 2,54 cm selama 40 hari dengan kepadatan 3, 6, dan 9 ekor/L. Hasil yang
diperoleh untuk nilai kelangsungan hidup masing-masing perlakuan yaitu sebesar
98,88%; 96,11%; dan 95,37%. Nilai kelangsungan hidup yang tinggi disertai
kualitas lingkungan yang relatif baik ini memungkinkan pemeliharaan ikan
dilakukan dengan kepadatan lebih tinggi. Walaupun demikian peningkatan
kepadatan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan yang selanjutnya
terhadap produktivitasnya.
Kepadatan berhubungan dengan produksi dan pertumbuhan ikan
(Hickling, 1971) dalam Effendi et al. (2006). Menurut Hepher dan Pruginin (1981), pertumbuhan ikan bergantung kepada beberapa faktor yaitu jenis ikan,
sifat genetis, dan kemampuan memanfaatkan makanan, ketahanan terhadap
penyakit serta faktor lingkungan seperti kualitas air, pakan dan ruang gerak atau
kepadatan. Pada keadaan lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi,
peningkatan kepadatan akan disertai dengan peningkatan hasil (produksi). Namun
masalah yang dihadapi dalam budidaya secara intensif adalah menurunnya kadar
oksigen air dan meningkatnya limbah metabolisme. Peningkatan kepadatan akan
diikuti dengan penurunan pertumbuhan jika jumlah pakan, oksigen terlarut, serta
buangan metabolit tidak mampu disesuaikan sehingga menghambat pertumbuhan.
Menurut Stickney (1979), pada kondisi kepadatan yang semakin tinggi
maka konsumsi oksigen dan akumulasi bahan buangan metabolit ikan akan
semakin tinggi. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) dan Boyd (1990),
menurunnya kandungan oksigen dan meningkatnya kandungan amonia di air
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah dan ukuran ikan yang
dipelihara. Menurut Boyd (1990), menurunnya kandungan oksigen terlarut di air
dapat mengurangi nafsu makan ikan yang pada akhirnya menyebabkan
pertumbuhan terganggu. Meningkatnya limbah metabolisme yaitu amonia
cenderung menyebabkan gangguan fisiologis dan pemicu stres pada ikan.
Respons stres pada ikan terjadi dalam 3 tahap yaitu tanda adanya stres,
bertahan dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar ikan mulai mengeluarkan
energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini laju pertumbuhan
dapat menurun. Ikan menggunakan energinya untuk bertahan pada kondisi stres
untuk waktu terbatas, sehingga energi untuk pertumbuhan berkurang
(Wedemeyer, 1996). Hal ini sesuai dengan pernyataan Goddard (1996), kepadatan
yang tinggi dalam pemeliharaan ikan budidaya haruslah didukung dengan
pergantian air yang tinggi.
Kepadatan dapat dikatakan optimal apabila ikan yang ditebar dalam
jumlah tinggi, tetapi kompetisi pakan dan ruang masih dapat ditolerir oleh ikan,
sehingga dapat menghasilkan tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan
ikan yang tinggi, serta variasi ukuran yang rendah. Apabila kepadatan optimal
dapat dicapai, maka sarana dan sumber daya air tawar dapat dimanfaatkan secara
efisien, sehingga produksi yang dihasilkan maksimal. Dengan demikian akan
didapatkan efisiensi usaha yang tinggi (Budiardi et al., 2007). Dengan upaya yang akan dilakukan tersebut diharapkan pemeliharaan ikan sinodontis secara
terkontrol dalam akuarium memiliki keuntungan yang tinggi dengan
mengefisienkan sarana yang dimanfaatkan. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan produksi terbaik ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada padat penebaran 6, 9, 12, dan 15 ekor/L.
II. BAHAN DAN METODE
2.1. Metode Penelitian 2.1.1. Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu rancangan acak
lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing perlakuan menggunakan 4
ulangan, yaitu :
1) Perlakuan 1 dengan kepadatan 6 ekor/L.
2) Perlakuan 2 dengan kepadatan 9 ekor/L.
3) Perlakuan 3 dengan kepadatan 12 ekor/L.
4) Perlakuan 4 dengan kepadatan 15 ekor/L.
Model rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Yij = µ + σi + εij
Keterangan:
Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah dari pengamatan
σi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i
εij = Pengaruh galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (Steel dan Torrie, 1993).
2.2. Pelaksanaan Penelitian 2.2.1. Persiapan Wadah
Wadah pemeliharaan yang digunakan berupa akuarium. Akuarium yang
digunakan berdimensi 25x25x25 cm sebanyak 12 unit. Sebelum wadah
pemeliharaan digunakan, wadah terlebih dahulu dicuci dengan deterjen, setelah itu
dibilas dengan air bersih, lalu diisi dengan air. Kemudian air dibuang kembali,
sambil dibersihkan dan selanjutnya dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1
hari. Aerator dipasang untuk menambah kelarutan oksigen dalam air pada
masing-masing akuarium. Selanjutnya masing-masing-masing-masing akuarium diisi dengan air tawar
sebanyak 8 liter.
2.2.2. Penebaran Benih
Benih ikan sinodontis yang digunakan yaitu benih berukuran panjang
rata-rata 2,55±0,01 cm dan bobot rata-rata-rata-rata yaitu 0,44±0,01 g yang berasal dari daerah
Ciherang Kidul, Bogor, Jawa Barat. Sebelum ditebar ke akuarium perlakuan,
benih terlebih dahulu diadaptasikan selama 2-3 hari. Untuk selanjutnya dilakukan
pengambilan contoh masing-masing sebanyak 30 ekor untuk pengukuran panjang
dan bobot awal benih sebelum ditebar. Kemudian benih-benih tersebut ditebar ke
masing-masing akuarium sesuai dengan rancangan percobaan.
2.2.3. Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan berupa cacing sutera.
Cacing dibersihkan dahulu dengan air tawar. Kemudian pakan diletakkan pada
wadah dengan air mengalir. Pakan diberikan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi
dan sore hari secara at satiation. Sebelum pakan diberikan ke benih, pakan terlebih dahulu ditimbang dengan timbangan digital. Setelah 1 jam berikutnya
pakan sisa pada masing-masing akuarium diambil lalu ditimbang kembali.
2.2.4. Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyifonan kotoran di dasar
akuarium pemeliharaan dengan menggunakan selang berdiameter ¾ inch. Selain
penyifonan kotoran, dilakukan juga pergantian air sebanyak 30% dari total
volume air masing-masing akuarium. Penyifonan kotoran dan pergantian air
dilakukan sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Pengecekan
parameter suhu, pH, DO (oksigen terlarut), TAN, nitrit, dan alkalinitas dilakukan
10 hari sekali.
2.3. Parameter Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 40 hari. Jumlah ikan yang mati dihitung
setiap hari. Setiap 10 hari dilakukan sampling panjang dan bobot benih sebanyak
30 ekor dari masing-masing akuarium. Panjang dan bobot masing-masing benih
diukur kemudian dicatat untuk pendataan. Data yang diperoleh dari tiap-tiap
sampling yaitu data yang digunakan untuk penghitungan parameter aspek
produksi yang meliputi derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik,
pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, laju perumbuhan
biomassa, efisiensi pakan, koefisien keragaman panjang, serta keuntungan usaha.
2.3.1. Kelangsungan Hidup (KH)
Kelangsungan hidup yaitu persentase jumlah ikan yang hidup pada akhir
pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah ikan yang ditebar. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup adalah:
SR = (Nt/N0) x 100%
Keterangan : SR = Kelangsungan hidup benih (%)
Nt = Jumlah benih yang hidup di akhir pemeliharaan (ekor)
N0 = Jumlah benih yang hidup di awal pemeliharaan (ekor)
(Zonneveld et al., 1991).
2.3.2. Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan spesifik ( , pertumbuhan bobot harian (GR), dan laju
pertumbuhan biomassa dihitung dengan menggunakan rumus:
Laju Pertumbuhan Spesifik (Zonneveld et al, 1991)
Pertumbuhan Bobot Harian = [(Wt-Wo)/t)] (Hepher dan Pruginin, 1981)
Laju Pertumbuhan Biomassa = [(Bt-Bo)/t] (Hepher dan Pruginin, 1981)
Keterangan : Wt = Bobot rata-rata benih pada waktu ke-t pemeliharaan (g)
Bt = Bobot biomassa benih pada waktu ke-t pemeliharaan (g)
Wo = Bobot rata-rata benih pada awal pemeliharaan (g)
Bo = Bobot biomassa benih pada waktu ke-t pemeliharaan (g)
t = Waktu pemeliharaan (hari)
2.3.3. Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pertumbuhan panjang mutlak adalah perubahan panjang rata-rata individu
pada tiap perlakuan dari awal hingga akhir pemeliharaan, dengan rumus:
Keterangan : Pm = Pertumbuhan panjang mutlak benih (cm)
Ĺt = Panjang rata-rata benih pada waktu ke-t pemeliharaan (cm)
Ĺ0 = Panjang rata-rata benih pada awal pemeliharaan (cm)
(Effendie, 1979).
2.3.4. Efisiensi Pakan
Efisiensi pemberian pakan menunjukkan seberapa banyak pakan yang
dimanfaatkan oleh ikan dari total pakan yang diberikan, dengan rumus:
EP =[
Keterangan : EP = Efisiensi pakan (%)
Wt = Biomassa benih waktu ke-t pemeliharaan (g) Wd = Biomassa benih mati (g)
Wo = Biomassa benih pada awal pemeliharaan (g) F = Jumlah pakan yang diberikan pada benih (g)
(Zonneveld et al., 1991).
2.3.5. Koefisien Keragaman Panjang
Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang
dinyatakan dalam koefisien keragaman, dihitung menggunakan rumus:
KK = (s/y) x 100% Keterangan : KK = Koefisien keragaman
s = Simpangan baku
y = Rata-rata contoh
(Steel dan Torrie, 1993).
2.3.6. Keuntungan Usaha
Keuntungan usaha pada penelitian ini dihitung berdasarkan selisih antara
total penerimaan yang diperoleh dengan total pengeluaran yang dikeluarkan
selama penelitian. Total penerimaan bergantung kepada jumlah ikan yang dijual
dan harga produk. Penerimaan dapat dihitung dengan rumus (Nurmalina et al, 2010):
TR = Q x P
Keterangan: TR = Total Revenue (total penerimaan) Q = Quantity (jumlah ikan yang dijual) P = Price (harga)
Keuntungan diperoleh pada saat total penerimaan dikurangi dengan biaya
pengeluaran yang dilakukan selama pemeliharaan. Biaya total adalah biaya yang
dikeluarkan selama proses pemeliharaan, terdiri dari biaya variabel dan biaya
tetap. Biaya tetap diasumsikan nol karena tidak ada pengeluaran untuk biaya
operasi dan penyusutan investasi. Total penerimaan dihitung dengan
menggunakan rumus (Nurmalina et al, 2010):
π = TR – TC Keterangan: π = Laba
TR = Total Revenue (total penerimaan) TC = Total Cost (total pengeluaran)
2.3.7. Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan
program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 16.0, yang meliputi:
1. Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95%,
digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berbeda nyata terhadap
parameter kelangsungan hidup, pertumbuhan bobot dan panjang, efisiensi
pakan dan koefisien keragaman panjang. Untuk mengetahui respons dari
hubungan antara perlakuan peningkatan kepadatan dengan berbagai parameter
yang diamati digunakan uji polinomial ortogonal.
2. Analisis deskriftif digunakan untuk menjelaskan parameter kerja dan kelayakan
media pemeliharaan bagi kehidupan benih ikan sinodontis selama penelitian.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.1.1. Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup benih ikan sinodontis pada kepadatan 6-15 ekor/L
berkisar antara 98,61-100% (Gambar 1). Berdasarkan analisis ragam (Lampiran
1), peningkatan kepadatan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup.
Gambar 1. Kelangsungan hidup benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara hingga hari ke-40 pada kepadatan 6, 9, 12, dan 15 ekor/L.
3.1.2. Laju Pertumbuhan Spesifik
Laju pertumbuhan spesifik benih ikan sinodontis berkisar antara
2,44-3,01%. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 2), peningkatan kepadatan
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan spesifik. Laju pertumbuhan spesifik
menurun seiring dengan peningkatan kepadatan mengikuti persamaan garis y =
3.330 - 0.05923 x (Gambar 2).
Gambar 2. Laju pertumbuhan spesifik benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L.
3.1.3. Pertumbuhan Bobot Harian
Pertumbuhan bobot harian benih ikan sinodontis berkisar antara
0,018-0,025 g/hari. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 3), peningkatan kepadatan
berpengaruh terhadap pertumbuhan bobot harian. Pertumbuhan bobot harian
menurun seiring dengan peningkatan kepadatan mengikuti persamaan garis y =
0.02888 - 0.000714 x (Gambar 3).
1 5
Gambar 3. Pertumbuhan bobot harian benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L.
3.1.4. Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan sinodontis berkisar antara
2.27-2,55 cm. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 4), peningkatan kepadatan
berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang mutlak. Pertumbuhan panjang mutlak
cenderung menurun seiring dengan peningkatan kepadatan mengikuti persamaan
garis y = 3.229 - 0.1490 x + 0.005802 x2 (Gambar 4).
Gambar 4. Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L.
3.1.5. Laju Pertumbuhan Biomassa
Laju pertumbuhan biomassa benih ikan sinodontis berkisar antara
1.20-2.17 g/hari. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 5), peningkatan kepadatan
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan biomassa. Laju pertumbuhan biomassa
meningkat seiring dengan peningkatan kepadatan mengikuti persamaan garis y =
0.5573 + 0.1099 x (Gambar 5).
Gambar 5. Laju pertumbuhan biomassa benih ikan sinodontis Synodontis eupterusyang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L.
3.1.6. Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan benih ikan sinodontis berkisar antara 16.73-17.77%.
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6), peningkatan kepadatan berpengaruh
terhadap efisiensi pakan. Efisiensi pakan menurun seiring dengan peningkatan
kepadatan mengikuti persamaan garis y = 18.40 – 0.1133 x (Gambar 6).
1 5
Gambar 6. Efisiensi pakan benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L.
3.1.7. Koefisien Keragaman Panjang
Koefisien keragaman panjang benih ikan sinodontis berkisar antara
5,25-6,60%. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 7), peningkatan kepadatan
berpengaruh terhadap koefisien keragaman panjang. Koefisien keragaman
panjang cenderung meningkat seiring dengan peningkatan kepadatan mengikuti
persamaan garis y = 2.892 + 0.5056 x – 0.01745 x2 (Gambar 7).
Gambar 7. Koefisien keragaman panjang benih ikan sinodontis Synodontis eupterus yang dipelihara pada kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L.
3.1.8. Kualitas Air
Kualitas air yang diperoleh dari masing-masing perlakuaan 6, 9, 12 dan 15
ekor/L selama pemeliharaan 40 hari seperti yang tercantum pada Tabel 1 dan
secara terinci pada Lampiran 8.
Tabel 1. Nilai kualitas air masing-masing perlakuan kepadatan 6, 9, 12 dan 15 ekor/L selama pemeliharaan benih ikan sinodontis Synodontis eupterus.
Parameter Asal Sampel Satuan Tandon 6 ekor/L 9 ekor/L 12 ekor/L 15 ekor/L
DO 5,3-5,8 3,6-6,7 3,2-6,4 3,1-6,1 3,1-5,9 mg/L
pH 7,62-7,98 7,48-7,97 7,45-7,99 7,44-8,00 7,46-7,99 -
Suhu 26,9-27,2 26,5-28,3 26,4-28,5 26,4-28,3 26,4-28,3 ⁰C
Amonia 0,0010-0,0092 0,0031-0,0158 0,0031-0,0290 0,0032-0,0528 0,0029-0,0543 mg/L Nitrit 0,0449-0,1357 0,0890-0,7319 0,0825-0,7232 0,1212-0,7848 0,1156-0,8870 mg/L
Alkalinitas 152-168 93-173 69-203 115-213 80-211 mg/L CaCO3
3.1.9. Keuntungan Usaha
Harga ikan ditentukan oleh ukuran panjang yang diperoleh di akhir
pemeliharaan. Ukuran ikan di akhir pemeliharaan pada penelitian ini 4,76±0,30
cm sampai 5,11±0,28 cm. Ikan yang dikategorikan 1,5 inch yaitu ikan yang
berukuran antara 3,50-4,90 cm. Sedangkan ukuran ikan yang dikategorikan 2 inch