• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA PRODUKSI BENIH GURAME Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 8 CM DENGAN PADAT PENEBARAN 3, 6 DAN 9 EKOR/LITER PADA SISTEM RESIRKULASI ZAENAL ABIDIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINERJA PRODUKSI BENIH GURAME Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 8 CM DENGAN PADAT PENEBARAN 3, 6 DAN 9 EKOR/LITER PADA SISTEM RESIRKULASI ZAENAL ABIDIN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ZAENAL ABIDIN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

KINERJA PRODUKSI BENIH GURAME Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 8 CM DENGAN PADAT PENEBARAN 3, 6 DAN 9

EKOR/LITER PADA SISTEM RESIRKULASI

ZAENAL ABIDIN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

KINERJA PRODUKSI BENIH GURAME Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 8 CM DENGAN PADAT PENEBARAN 3, 6 DAN 9 EKOR/LITER PADA SISTEM RESIRKULASI

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penyusun lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2009

ZAENAL ABIDIN C14051502

(4)

RINGKASAN

ZAENAL ABIDIN. Kinerja Produksi Benih Gurame Osphronemus gouramy Lac. Ukuran 8 cm dengan Padat Penebaran 3, 6 dan 9 ekor/liter pada Sistem Resirkulasi. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan YANI HADIROSEYANI.

Salah satu komoditas akuakultur yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah gurame (Osphronemus gouramy Lac.). Komoditas ini memiliki harga jual dan konsumsi yang tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan pasar gurame tersebut, maka perlu suatu dukungan terhadap ketersediaan benih sehingga produktivitas pembesaran dapat ditingkatkan. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan ketersediaan benih adalah dengan menggunakan padat tebar tinggi yang ditunjang melalui pemberian pakan dan perbaikan kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja produksi pendederan benih gurame Osphronemus gouramy Lac. ukuran 8 cm dengan padat penebaran 3, 6, dan 9 ekor/liter pada sistem resirkulasi.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2009 bertempat di Laboratorium Sistem dan Teknologi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan uji yang digunakan adalah ikan gurame dengan panjang rata-rata awal 5,90±0,11 cm dan bobot rata-rata awal 5,64±0,34 g yang dipelihara dalam akuarium (30 x 20 x 20 cm) sistem resirkulasi selama masa pemeliharaan 28 hari. Rancangan perlakuan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan yaitu padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter serta 3 kali ulangan. Setiap akuarium diisi air sebanyak 6 liter. Ikan diberi pakan komersial dua kali sehari (pagi dan sore hari) berupa pelet dengan protein 38-39% sebanyak 4% biomassa.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa peningkatan padat penebaran dari 3 hingga 9 ekor/liter memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, laju pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman dan efisiensi pakan. Padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter memberikan tingkat kelangsungan hidup berturut turut sebesar 79,63%, 75,95% dan 72,84%; pertumbuhan bobot harian sebesar 1,42%, 1,26% dan 1,21%; laju pertumbuhan panjang mutlak sebesar 1,92%, 1,72% dan 1,68%; koefisien keragaman sebesar 6,74%, 5,48% dan 5,44%, serta efisiensi pakan sebesar 28,60%, 17,43% dan 14,69%. Kinerja produksi tertinggi dicapai pada padat tebar 9 ekor/liter yaitu; keuntungan Rp 18.545.603; R/C 1,34; Break Event Point (BEP) dalam rupiah Rp 15.231.595; Break Event Point (BEP) dalam unit 8.686 ekor, Pay Back Period (PP) 0,20 tahun, Harga Pokok Produksi (HPP) Rp 1.194 dan biaya produksi per unit Rp 1.309. Untuk tujuan produksi pendederan ikan gurame sebaiknya digunakan padat penebaran 9 ekor/liter.

(5)

ZAENAL ABIDIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

PROGAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(6)

SKRIPSI

Judul Skripsi : Kinerja Produksi Benih Gurame Osphronemus gouramy Lac. Ukuran 8 cm dengan Padat Penebaran 3, 6 dan 9 ekor/liter pada Sistem Resirkulasi

Nama Mahasiswa : Zaenal Abidin Nomor Pokok : C14051502

Progam Studi : Teknologi Manajemen Perikanan Budidaya Departemen : Budidaya Perairan

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. Ir. Yani Hadiroseyani, MM.

NIP : 196310021997021001 NIP : 196001311986032002

Mengetahui :

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP : 196104101986011002

(7)

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi yang berjudul “Kinerja Produksi Benih Gurame Osphronemus gouramy Lac. Ukuran 8 cm dengan Padat Penebaran 3, 6 dan 9 Ekor/Liter pada Sistem Resirkulasi” dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penyusun dengan ketulusan hati mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah (Alm) dan Ibu tercinta atas doa, dukungan dan motivasinya kepada penyusun. Kakak perempuan teh Siska, teh Siti Masitoh, teh Yeyet, dan Azhar (keponakan tercinta) yang telah berjuang membantu penyusun baik dalam moril maupun materil.

2. Bapak Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. selaku pembimbing I dan Ibu Ir. Yani Hadiroseyani, MM. selaku pembimbing II yang telah dengan sabar memberikan motivasi, curahan pemikiran, dan mendidik selama penyusun menjadi mahasiswa dan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. Enang Harris selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak motivasi dan ilmunya kepada penyusun.

4. Teman-teman Grilya BDP 42, adik kelas 43, 44, 45, 46, kakak kelas, Gombal Fans Club BDP, Garong Komunity, tim PKMK, PKMAI, PKM GT, teman magang BBPBL Lampung (kuda laut), keluarga di Lampung, teman-teman futsal yang selalu berjuang untuk memenangkan BDP disetiap pertandingannya.

5. Pihak PT Djarum yang telah membantu dalam biaya penelitian penyusun. 6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan dan semoga Allah SWT selalu mengiringi kita dalam setiap langkah terbaik dalam kehidupan ini. Amin.

Bogor, Juli 2009

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penyusun dilahirkan di Bogor pada 23 Oktober 1987, anak ke-empat dari empat bersaudara pasangan Bapak Tata Madhata (Alm) dan Ibu Masnah. Penyusun memulai pendidikan di TK Mekar, kemudian melanjutkan di SDN Dramaga II Bogor dan lulus pada tahun ajaran 1998/1999, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Dramaga dan lulus pada tahun ajaran 2001/2002. Pada tahun yang sama penyusun diterima menjadi siswa SMUN 6 Bogor dan lulus pada tahun ajaran 2004/2005. Penyusun diterima menjadi mahasiswa Progam Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Penyusun aktif diberbagai kegiatan organisasi, kepanitian, seminar maupun pelatihan seperti Gentra Kaheman (2005-2006), BEM C FPIK IPB (2006-2007), HIMAKUA IPB (2007-2008) sebagai ketua Beswan Djarum 2007/2007, Kadiv Olahraga dan Seni, futsal, donor darah Djarum 2008, Biola, oseanogafi umum, MPKMB, porikan, BDP CUP, mimitran Gentra Kaheman, penyambutan mahasiswa korea (Gentra Kaheman), AMT Djarum di Lembang Bandung 2008, ESQ Djarum 2007/2008 di semarang, seminar kewirausaahan dan berbagai seminar penelitian. Penyusun juga menjadi asisten mata kuliah Ikhtiologi (2007), Dasar-dasar Akuakultur (2007 dan 2008), Fisiologi Hewan Air (2008 dan 2009) dan Teknologi Produksi Plankton, Bentos dan Alga (2009). Penyusun selama kuliah mendapatkan beasiswa dari POM, LAZ, Djarum, Beasiswa Alumni, dan Karya Salemba Empat. Penyusun juga aktif diberbagai karya tulis dan artikel ilmiah. Lomba yang pernah dimenangkan penyusun antara lain, pendanaan PKMK DIKTI 2006/2007, PKMP DIKTI 2007/2008, PKMK DIKTI 2008/2009, LKTD Djarum 2008/2009 Regional dan Nasional, Badan Narkotika Nasional dan Trisakti 2008/2009 dan PKMAI 2009. Penyusun juga pernah melaksanakan praktek magang di Tandri Farm (2007/2008), Pinang Gading Lampung (2007/2008) dan BBPBL Lampung (2008/2009). Tugas akhir di perguruan tinggi diselesaikan penyusun dengan menulis skripsi yang berjudul “Kinerja Produksi Benih Gurame Osphronemus gouramy Lac. Ukuran 8 cm dengan Padat Penebaran 3, 6 dan 9 Ekor/Liter pada Sistem Resirkulasi”.

(9)

DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. ... 3

2.2 Padat Penebaran Ikan Gurame pada Tahap Pendederan ... 3

2.3 Fisika-Kimia Air untuk Pendederan Ikan Gurame... 6

2.4 Sistem Resirkulasi ... 8

2.5 Efisiensi Ekonomi ... 9

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat ... 10

3.2 Alat dan Bahan ... 10

3.2.1 Wadah ... 10 3.2.2 Ikan Uji ... 11 3.2.3 Pakan ... 11 3.3 Metode Penelitian ... 11 3.3.1 Rancangan Percobaan ... 11 3.3.2 Tahap Penelitian ... 12

3.3.2.1 Persiapan Sistem Resirkulasi ... 12

3.3.2.2 Penebaran Benih ... 12

3.3.2.3 Pemberian Pakan ... 12

3.3.2.4 Pengelolaan Kualitas Air ... 12

3.4 Parameter Uji ... 13

3.4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup ... 13

3.4.2 Laju Pertumbuhan Bobot Harian ... 13

3.4.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak ... 14

3.4.4 Koefisien Keragaman Panjang ... 14

3.4.5 Efisiensi Pakan ... 14

3.4.6 Efisiensi Ekonomi ... 15

3.4.7 Analisa Data ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 16

4.1.1 Produksi ... 16

4.1.2 Derajat Kelangsungan Hidup ... 16

4.1.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian ... 17

(10)

4.1.5 Koefisien Keragaman Panjang ... 19

4.1.6 Efisiensi Pakan ... 19

4.1.7 Kualitas Air ... 20

4.1.8 Efisiensi Ekonomi ... 21

4.2 Pembahasan ... 21

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 30

5.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(11)

iii

1. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih gurame Osphronemus gouramy Lac. pada sistem resirkulasi dan stagnan ... 4 2. Fisika-kimia air pada media pemeliharaan ikan gurame Osphronemus

gouramy Lac. sistem resirkulasi dan stagnan ... 7 3. Hasil pengamatan mengenai ikan gurame Osphronemus gouramy Lac.

di daerah Bogor ... 16

4. Parameter produksi benih ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. pada padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter yang dipelihara selama 28 hari .... 16

5. Kisaran kualitas air penelitian ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. pada padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter ... 20

6. Efisiensi Ekonomi ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. pada padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter ... 21

(12)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Benih ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. ... 11

2. Grafik kelangsungan hidup ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter yang dipelihara selama 28 hari ... 17

3. Grafik laju pertumbuhan bobot harian ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter yang dipelihara selama 28 hari ... 17

4. Grafik pertumbuhan panjang mutlak ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter yang dipelihara selama 28 hari ... 18

5. Grafik pertambahan panjang mutlak ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter yang dipelihara selama 28 hari ... 18

6. Histogram koefisien keragaman panjang mutlak ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter yang dipelihara selama 28 hari ... 19

7. Histogram efisiensi pakan ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. dengan padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter selama pemeliharaan 28 hari ... 20

(13)

v

1. Sistem resirkulasi dalam pemeliharaan ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. dengan kepadatan 3, 6, dan 9 ekor/liter ... 35 2. Skema sistem resirkulasi pemeliharaan ikan gurame Osphronemus

gouramy Lac. dengan kepadatan 3, 6, dan 9 ekor/liter ... 35 3. Struktur filter dalam sitem resirkulasi pemeliharaan ikan gurame

Osphronemus gouramy Lac. dengan kepadatan 3, 6, dan 9 ekor/ ... 36 4. Rancangan tempat akuarium ... 36

5. Ikan gurame pada minggu ke-4 pada perlakuan 3, 6 dan 9 ekor/liter ... 36

6. Tingkat kelangsungan hidup ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. dengan kepadatan 3, 6, dan 9 ekor/liter yang dipelihara dalam sistem resirkulasi ... 37

7. Laju pertumbuhan bobot harian ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. dengan kepadatan 3, 6, dan 9 ekor/liter yang dipelihara dalam sistem resirkulasi... 38

8. Pertumbuhan panjang mutlak ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. dengan kepadatan 3, 6, dan 9 ekor/liter yang dipelihara dalam sistem resirkulasi... 39

9. Koefisien keragaman panjang ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. dengan kepadatan 3, 6, dan 9 ekor/liter yang dipelihara dalam sistem resirkulasi... 40

10. Efisiensi pakan ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. dengan kepadatan 3, 6, dan 9 ekor/liter yang dipelihara dalam sistem resirkulasi ... 41

11. Analisis ekonomi usaha pendederan benih gurame Osphronemus gouramy Lac. ... 42

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akuakultur merupakan kegiatan memproduksi biota (organisme) akuatik di lingkungan terkontrol melalui kegiatan pemeliharaan, menumbuhkan (growth) dan peningkatan mutu biota tersebut (Effendi, 2004). Ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. merupakan salah satu komoditas akuakultur yang memiliki nilai ekonomis tinggi untuk benih maupun ukuran konsumsi. Hasil pengamatan penulis tahun 2009 di daerah Bogor, harga benih gurame ukuran kuku (2-4 cm) adalah Rp 350-Rp 400, silet (4-6 cm) Rp 850-Rp 1.000, korek (6-8 cm) Rp 1.500-Rp 1.800 dan rokok (8-10 cm) Rp 1.800-2.500 per ekor, sedangkan gurame ukuran konsumsi berkisar Rp 25.000-Rp 30.000/kg. Tingkat produksi ikan gurame masih belum bisa memenuhi permintaan pasar. Sebagai contoh adalah permintaan gurame konsumsi di Jakarta yang berkisar antara 10-15 ton/hari, tetapi produksi daerah Bogor baru bisa memenuhi sekitar 2-3 ton/hari. Rendahnya produksi pembesaran gurame akibat ketersediaan benih yang masih belum mencukupi. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan pasar dan produksi gurame konsumsi, maka perlu suatu dukungan terhadap ketersediaan benih sehingga produktivitas pembesaran gurame dapat ditingkatkan.

Kegiatan pendederan merupakan kegiatan pemeliharaan ikan untuk menghasilkan benih yang siap ditebar dalam produksi pembesaran (Effendi, 2004). Ditingkat petani, pendederan ikan gurame masih dilakukan secara tradisional dan tidak terkontrol dengan produktivitas yang masih rendah dikarenakan padat tebar yang digunakan masih jauh dari daya dukung wadah budidayanya. Pendederan gurame dalam sistem tradisional umumnya menggunakan padat penebaran 10.000 ekor benih ukuran silet yang ditebar dalam luas kolam 200 m2 dan kedalaman 0,8 m. Padat penebaran yang masih rendah tersebut dapat ditingkatkan melalui peningkatan padat tebar yang diiringi dengan pengelolaan kualitas air yang baik. Cara ini memungkinkan kualitas air tetap terjaga dan baik untuk pemeliharaan ikan gurame. Oleh sebab itu, perlu dikaji mengenai padat tebar yang baik secara bioteknis dan ekonomi untuk kegiatan pendederan gurame ini. Diharapkan dengan semakin meningkatnya padat tebar

(15)

dan pengelolaan kualitas air yang baik maka produktivitas pendederan gurame semakin meningkat dan layak, sehingga keuntungan yang didapatkan menjadi maksimal bagi petani gurame itu sendiri.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja produksi pendederan benih gurame Osphronemus gouramy Lac. ukuran 8 cm dengan padat penebaran 3, 6 dan 9 ekor/liter pada sistem resirkulasi.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac.

Ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. merupakan ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Sentra ikan gurame di Indonesia antara lain Parung, Jawa Tengah, Sumatera dan NTB. Klasifikasi dan tatanama ikan gurame menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

Fillum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Labyrinthychi Subordo : Anabantoidae Family : Anabantidae Genus : Osphronemus

Spesies : Osphronemus gouramy Lac.

Ikan gurame merupakan ikan keluarga Anabantidae dan keturunan Helostoma. Secara morfologi ikan gurame memiliki ciri badan pipih, bagian punggung berwarna merah sawo, dan bagian perut berwarna putih atau keperak-perakan, dilengkapi alat pernapasan tambahan berupa labirin dan termasuk salah satu ikan teritorial. Sejak menetas sampai besar, benih gurame mempunyai nama dan sebutan yang berbeda-beda untuk setiap ukurannya. Sebutan tersebut diadopsi dari benda-benda yang setara dengan ukuran benih. Sebutan nama-nama tersebut dari ukuran paling kecil hingga besar, yaitu larva, biji oyong, gabah, kuaci, kuku, silet, korek, bungkus rokok, atau bungkus kaset (Sendjaja, 2002).

Tahapan gurame terdiri dari pembenihan, pendederan dan pembesaran. Kegiatan pembenihan meliputi kegiatan pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur, dan perawatan larva. Kegiatan pendederan gurame meliputi pemeliharaan benih 0,5-1 cm hingga ukuran 15 cm. Kegiatan pembesaran merupakan lanjutan dari pendederan sampai produk akhir yaitu ikan ukuran konsumsi 600 g/ekor (Agromedia, 2007).

2.2 Padat Penebaran Ikan Gurame pada Tahap Pendederan

Hepher dan Pruginin (1981) menyatakan, bahwa padat penebaran adalah jumlah atau biomassa ikan yang ditebarkan per satuan luas atau volume.

(17)

Peningkatan padat penebaran ikan dalam wadah pemeliharaan ketika melewati batas tertentu akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan, pemanfaatan makanan, menurunkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup (Wedemeyer, 1996). Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran, baik bobot maupun panjang dalam suatu periode tertentu (Effendie, 1997). Pertumbuhan ikan bergantung pada dan beberapa faktor yaitu jenis ikan, sifat genetis, dan kemampuan memanfaatkan pakan, ketahanan terhadap penyakit serta lingkungan seperti kualitas air, pakan dan ruang gerak atau padat penebaran (Hepher dan Pruginin, 1981).

Tabel 1. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih gurame Osphronemus gouramy Lac. pada sistem resirkulasi dan stagnan

Padat Penebaran (ekor/liter) Sistem Ukuran Panen (cm) SR (%) Pertumbuhan (gram/hari) Sumber 6 resirkulasi 5,90 83,52 0,10 Rahmadani (2007) 9 resirkulasi 5,77 77,33 0,09 12 resirkulasi 5,63 72,33 0,09 5 stagnan 4,94 99,52 0,079 Darmawangsa (2008) 10 stagnan 4,38 99,29 0,068 15 stagnan 4,06 90,14 0,065

Tabel 1 memperlihatkan semakin meningkatnya padat penebaran menyebabkan penurunanan pertumbuhan bobot dan kelangsungan hidup. Penurunan tersebut diduga karena terganggunya proses fisiologis dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan. Penurunan pertumbuhan bobot dan kelangsungan hidup berlaku pada media pemeliharaan berupa akuarium maupun kolam.

Stres akan meningkat cepat ketika batas daya tahan ikan telah tercapai atau terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan selanjutnya terjadi kematian. Ikan gurame termasuk salah satu ikan yang mudah stress. Pada kondisi normal warna tubuh menjadi cerah, sementara ketika stres warna tubuh menjadi agak kehitam-hitaman (Jangkaru, 1998). Salah satu faktor yang mempengaruhi stres adalah kondisi kualitas air, khususnya oksigen dan amoniak.

(18)

5

Ketersediaan oksigen merupakan salah satu penentu konsumsi pakan ikan (nafsu makan). Ikan akan bernafsu untuk makan jika tersedia oksigen yang cukup pada wadah pemeliharaan karena oksigen merupakan salah satu unsur yang diperlukan untuk mengubah makanan menjadi energi. Adanya stres pada ikan juga mempengaruhi perbedaan efisiensi pakan sehingga menurunkan keagresifan ikan (Bardach et al.,1972). Efisiensi pakan bergantung pada spesies (kebiasaan makan, ukuran/stadia), kualitas air (terutama oksigen, pH, suhu dan amoniak), serta kualitas dan kuantitas pakan (Effendi, 2004). Ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang rendah lebih agresif dalam mendapatkan pakan dibanding yang dipelihara dengan kepadatan yang lebih tinggi. Ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang tinggi akan lambat pertumbuhnya karena tingginya tingkat kompetisi dan banyaknya sisa-sisa metabolisme yang tertimbun di dalam air.

Derajat kelangsungan hidup ikan adalah nilai persentase jumlah yang hidup selama masa pemeliharaan tertentu. Padat penebaran ikan yang tinggi dapat mempengaruhi lingkungan budidaya dan interaksi ikan. Peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan menyebabkan kematian pada ikan. Akibat lanjut dari proses tersebut adalah penurunan pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan. Penyakit dan kekurangan oksigen akan mengurangi jumlah ikan secara drastis, terutama ikan yang berukuran kecil (Hepher dan Pruginin, 1981). Padat penebaran yang tinggi juga dapat mengakibatkan dalam meningkatnya kelimpahan parasit (Stickney, 1979). Menurut Brandao et al (2004), padat penebaran akan meningkatkan interaksi sosial pada ikan sehingga menimbulkan heterogenitas ukuran ikan.

Di dalam kolam, faktor utama yang membatasi produksi pada kepadatan ikan yang tinggi adalah oksigen terlarut yang rendah, limbah metabolik (Bardach et al., 1972; Schmittou et al., 1997 a), kompetisi dalam pakan (Huet, 1972) dan konsumsi pakan yang rendah (Kebus et al., 1992). Oleh karena itu jika kondisi lingkungan dapat dipertahankan dengan baik dan pemberian pakan yang cukup, kepadatan ikan yang tinggi akan meningkatkan produksi (Hepher dan Pruginin, 1981).

(19)

2.3 Fisika-Kimia Air untuk Pendederan Ikan Gurame

Air sebagai media pemeliharaan ikan memiliki peranan yang sangat penting baik kuantitas maupun kualitasnya. Padat penebaran dapat mempengaruhi fisika kimia air media pemeliharaan seperti meningkatnya sisa hasil metabolisme ikan dan konsumsi oksigen. Adanya suatu peningkatan padat penebaran dalam suatu wadah terbatas mengakibatkan perubahan fisika, kimia dan biologi media pemeliharaan. Menurut Stickney (1979) pada kondisi padat penebaran yang semakin tinggi maka konsumsi oksigen dan akumulasi bahan buangan metabolik ikan akan semakin tinggi.

Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air (Zonneveld et al., 1991). Padat penebaran akan meningkatkan suhu media apabila di ruang tertutup (packing), tidak ada pergantian air, tidak ada difusi oksigen dengan atmosfer dan dan tidak ada aerasi (Stickney, 1979). Suhu yang semakin tinggi meningkatkan laju metabolisme ikan dan respirasi yang terjadi semakin cepat sehingga mengurangi konsentrasi oksigen di air. Pengaruh suhu dan konsentrasi oksigen tersebut dapat menyebabkan stres bahkan kematian pada ikan. Perubahan suhu melebihi 3-4 0C akan menyebabkan perubahan metabolisme yang mengakibatkan kejutan suhu, meningkatkan toksinitas kontaminan yang terlarut, menurunkan DO dan kematian pada ikan (Effendi, 2003). Benih ikan gurame dapat hidup baik pada suhu 25-30 0C (BSN, 2000).

Tabel 2 memperlihatkan pengaruh padat penebaran dapat menurunkan fisika kimia air pemeliharaan benih ikan gurame. Peningkatan padat penebaran dapat menurunkan nilai oksigen terlarut, meningkatkan kandungan amoniak dan nilai pH air sehingga kualitas air menurun. Stickney (1979) menyatakan, bahwa suplai oksigen di perairan sebaiknya berbanding lurus dengan kepadatan ikan dan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh biota akuatik termasuk ikan untuk respirasi dan pembakaran bahan makanan dalam tubuh dan bagi lingkungan (media) untuk proses oksidasi amoniak dan laju oksidasi nitrit. Keterbatasan oksigen dalam media menyebabkan kompetisi antara ikan dengan makhluk hidup air lainnya di dalam media tersebut. Kelarutan oksigen yang rendah juga dapat mengakibatkan proses dekomposisi bahan

(20)

7

organik, sisa pakan dan hasil metabolisme menjadi terhambat, sehingga menyebabkan amoniak meningkat dan pH semakin basa. Kandungan oksigen terlarut dalam air dan untuk kehidupan ikan minimal tersedia sebanyak 5 ppm dan jika kurang dari 3 mg/liter dapat mengakibatkan kematian pada ikan (Boyd, 1979).

Tabel 2. Fisika-kimia air media pemeliharaan ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. sistem resirkulasi dan stagnan

Padat Penebaran (ekor/liter) Media Ukuran (cm) DO (mg/l) NH3 (mg/l) pH Suhu Ket 2,5 stagnan 0,55 3,14-7,78 TD-0,005 6,52-7,08 30,0-34,3 a 5 stagnan 0,55 2,19-6,73 TD-0,005 6,61-6,93 30,2-33,2 7,5 stagnan 0,55 2,10-6,60 TD-0,005 6,53-6,94 30,0-33 10 stagnan 0,55 1,52-6,51 TD-0,005 6,21-6,90 30,0-33,6 6 stagnan 1,5 3,02-5,04 0,01-0,16 7,22-7,60 28,0-29,0 b 8 stagnan 1,5 2,15-4,67 0,02-0,19 7,19-7,57 28,0-29,0 10 stagnan 1,5 1,21-5,19 0,01-0,17 7,12-7,51 28,0-29,0 6 resirkulasi 1,3 4,88-5,39 0,01-0,025 7,37-7,84 27,0 c 9 resirkulasi 1,3 4,54-5,39 0,008-0,025 7,36-7,84 27,0 12 resirkulasi 1,3 4,63-5,39 0,007-0,025 7,43-7,84 27,0

Keterangan : a) Sarah, 2002; b) Bugri, 2006; c) Rahmadani, 2007

Kisaran pH bagi kehidupan ikan dan proses laju nitrifikasi oleh bakteri Nitrosomonas sp. dan Nitrobacter sp. adalah sebesar 7-8,5 (Boyd, 1979). Kisaran pH air yang baik bagi ikan gurame berkisar antara 6,5-8,5 (BSN, 2000). Tinggi rendahnya pH dalam suatu perairan dipengaruhi oleh jumlah kotoran dalam lingkungan perairan, khususnya sisa pakan dan hasil metabolisme. Semakin tinggi padat penebaran dalam wadah budidaya, maka bahan organik dan sisa metabolisme juga semakin tinggi.

Amoniak dieksresikan ikan sebagai hasil akhir metabolisme protein dan dalam bentuknya yang tidak terionisasi. Amoniak juga merupakan racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang sangat rendah. Konsentrasi amoniak dalam media pemeliharaan dapat meningkat seiring meningkatnya padat penebaran dan ukuran ikan, karena semakin tinggi padat tebar, semakin tinggi biomassa ikan sehingga semakin banyak amoniak yang dieksresikan. Tingkat toleransi amoniak bagi biota akuatik adalah tidak lebih dari 0,2 mg/l (Effendi, 2003).

(21)

Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH. Effendi (2003) menyatakan, bahwa perairan yang mengandung alkalinitas ≥20 mg/l CaCO3 relatif stabil terhadap perubahan asam dan basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Nilai alkalinitas yang baik untuk budidaya ikan yaitu 50-200 mg/l (Saparinto, 2008).

2.4 Sistem Resirkulasi

Sistem resirkulasi adalah suatu wadah pemeliharaan ikan yang menggunakan sistem perputaran air, yang mengalirkan air dari wadah pemeliharaan ikan ke wadah filter (treatment), lalu dialirkan kembali ke wadah pemeliharaan (Timmons dan Losordo, 1994). Definisi serupa juga dikemukakan oleh Stickney (1979), sistem resirkulasi adalah aplikasi lanjutan dari sistem budidaya air mengalir, hanya saja air yang sudah dipakai tidak dibuang melainkan diolah ulang sehingga bisa dimanfaatkan lagi.

Keuntungan dari sistem resirkulasi adalah tidak membutuhkan lahan yang luas, dapat dibuat di daerah-daerah pemukiman penduduk, efektif dalam pemanfaatan air dan lebih ramah lingkungan, karena kondisi air yang digunakan dapat dikontrol dengan baik. Sementara itu kelemahan dari sistem ini yaitu mahalnya biaya yang harus dikeluarkan, karena memerlukan kondisi yang teratur agar berjalan dengan baik (Saptoprabowo, 2000).

Satu unit sistem resirkulasi biasanya terdiri dari empat komponen yaitu wadah budidaya untuk pemeliharaan ikan, filter mekanik atau wadah pengendapan primer, filter biologi dan wadah pengendapan sekunder (Stickney, 1979). Menurut Spotte (1970), proses pengolahan limbah pada sistem resirkulasi dapat berupa filtrasi fisik atau mekanik, filtrasi biologi dan filtrasi kimia. Filtrasi fisik berupa pemisahan atau penyaringan. Filtrasi biologi berupa penguraian senyawa nitrogen anorganik oleh bakteri pengurai pada filter. Menurut Stickney (1979), bagian penting dalam sistem resirkulasi adalah biofilter. Hal ini disebabkan biofilter menyediakan area permukaan untuk tumbuhnya koloni bakteri yang mendetoksifikasi hasil metabolisme ikan. Fungsi utama biofilter adalah mengubah amoniak menjadi nitrit (NO2-) yang kemudian diubah menjadi nitrat (NO3-) yang relatif tidak berbahaya. Fungsi ini dapat berjalan dengan

(22)

9

adanya bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter. Sebelum ikan dipelihara dalam sistem resirkulasi, biofilter harus diaktivasi terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan beberapa ikan. Menurut Spotte (1970), bagian lain dalam proses pengolahan limbah adalah filtrasi kimia berupa pembersihan molekul-molekul bahan anorganik terlarut melalui proses oksidatif atau penyerapan langsung.

2.5 Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi atau disebut juga analisis usaha menentukan sejauh mana usaha yang dilakukan menguntungkan atau tidak serta mengukur keberlanjutan usaha tersebut. Analisis usaha dalam bidang perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui keberhasilan usaha yang telah dicapai selama usaha perikanan itu berlangsung (Rahardi et al., 1998).

Beberapa parameter yang digunakan dalam analisis usaha adalah keuntungan, revenue-cost ratio (R/C), break even point (BEP) dan payback periode (PP). Keuntungan adalah selisih dari pendapatan dan biaya total yang dikeluarkan. Analisis R/C bertujuan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan. Kegiatan usaha yang menguntungkan memiliki nilai R/C yang besar. Break even point (BEP) merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan produksi sama dengan biaya produksi sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan atau impas (Rahardi et al., 1998). Lukito (2008) menyatakan, bahwa analisis payback periode (PP) digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup biaya investasi.

Hepher dan Pruginin (1981) menyatakan, bahwa hasil panen persatuan luas (yield) merupakan fungsi dari laju pertumbuhan ikan dan tingkat padat penebaran ikan. Produksi akan mencapai nilai maksimal jika ikan dapat dipelihara dalam padat penebaran tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Peningkatan padat tebar dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya tidak terlalu besar dibandingkan peningkatan padat tebar maka produksi akan tetap meningkat. Produksi yang meningkat akan meningkatkan keuntungan.

(23)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2009 bertempat di Laboratorium Sistem dan Teknologi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Wadah

Penelitian ini menggunakan sistem resirkulasi yang terdiri dari 9 buah akuarium berukuran 30 cm x 20 cm x 20 cm (Lampiran 2). Tahap persiapan penelitian meliputi pembuatan konstruksi sistem resirkulasi, pembersihan wadah, penempatan wadah, pengisian air dan stabilisasi sistem. Filter yang digunakan adalah satu unit filter yang berfungsi sebagai filter fisik, kimia dan biologi.

Pada sistem resirkulasi ini aliran air dari wadah pemeliharaan masuk ke dalam filter melalui pipa pengeluaran (outlet) dan talang air. Bahan filter yang digunakan berupa busa, kerikil, pasir, potongan paralon dan zeolit (Lampiran 3). Sebuah saringan yang dilengkapi dengan busa ditempatkan pada outlet talang air untuk menyaring kotoran yang ikut terbuang. Air yang keluar langsung memasuki bak fiber-1 yang telah dilengkapi oleh susunan pasir (15 L), kerikil (10 L) dan zeolit (10 L) sebanyak 50% dari volume bak. Setelah itu dengan prinsip bejana berhubungan, air yang telah melewati bak fiber-1 memasuki bak fiber-2 yang telah dilengkapi dengan potongan pipa-pipa paralon sebagai filter biologis untuk tempat tumbuh bakteri, kemudian air yang telah bersih dan siap digunakan ditampung dalam bak fiber-3 sebagai tandon air bersih. Untuk menstabilkan suhu agar tetap dalam kisaran 28-30 oC dipasang termostat. Setelah itu air dipompa dari fiber-3 ke masing-masing akuarium melewati pipa pemasukan (inlet) dengan debit 0,2 liter/menit.

Sebelum digunakan, akuarium pemeliharaan didesinfeksi dengan kalium permangan (K2MnO4) selama 24 jam, dibilas, dicuci kemudian dikeringkan. Tahap selanjutnya adalah pengisian wadah budidaya dengan air yang berasal dari tandon air. Air tandon tersebut telah diendapkan selama 2 hari. Sebelum

(24)

11

digunakan dalam penelitian, sistem resirkulasi ini telah dijalankan selama 14 hari untuk menstabilkan kinerja sistem. Selain itu juga stabilisasi sistem resirkulasi berfungsi untuk menumbuhkan bakteri nitrifikasi pada filter biologi.

3.2.2 Ikan Uji

Ikan yang digunakan adalah benih ikan gurame ukuran silet dengan panjang 5,90±0,11 cm dan bobot 5,60±0,34 g, berasal dari petani ikan di Parung Ciseeng, Bogor.

Gambar 1. Benih ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. ukuran silet

3.2.3 Pakan

Pakan yang digunakan berupa pelet komersial berdiameter 2 mm dengan kadar protein 38-39% yang dibeli dari toko pakan di Jampang, Parung, Bogor.

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan masing-masing perlakuan menggunakan tiga ulangan, yaitu perlakuan dengan padat tebar 3 ekor/liter, 6 ekor/liter dan 9 ekor/liter. Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti rumus Steel dan Torrie (1982) yaitu :

Yij = μ + σi + εij Keterangan :

Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai tengah dari pengamatan

σi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

(25)

3.3.2 Tahap Penelitian

3.3.2.1 Persiapan Sistem Resirkulasi

Tahap persiapan meliputi pembuatan konstruksi sistem resirkulasi, penempatan wadah, pengisian air dan stabilisasi sistem. Sebelum dipakai untuk penelitian sistem dijalankan selama 14 hari untuk menstabilkan debit air sekaligus pemeriksaan komponen yang belum berfungsi. Stabilisasi sistem juga berfungsi untuk menumbuhkan bakteri nitrifikasi pada filter biologi yang dilakukan dengan memasukkan pelet ikan sebagai sumber nitrogen (penghasil amoniak) untuk menstimulasi tumbuhnya bakteri.

3.3.2.2 Penebaran Benih

Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan gurame Osphronemus guramy Lac. berasal dari Ciseeng Parung. Sebelum benih ditebar, diambil 30 sampel untuk diukur panjang dan bobot awalnya dan diperoleh panjang rata-rata benih. Penebaran dilakukan setelah 14 hari stabilisasi sistem. Sebelum ditebar benih diaklimatisasi suhu terlebih dahulu. Setelah suhu pada kantong plastik benih sama atau tidak berbeda jauh dengan suhu di akuarium, maka benih ditebar perlahan-lahan ke dalam akuarium. Sesuai dengan rancangan percobaan, jumlah benih yang ditebar pada setiap akuarium sebanyak 18 ekor pada padat tebar 3 ekor/liter, 36 ekor pada padat tebar 6 ekor/liter dan 54 ekor pada padat tebar 9 ekor/liter, lalu dipelihara selama 28 hari.

3.3.2.3 Pemberian Pakan

Selama masa pemeliharaan, benih diberi pakan berupa pelet komersial berdiameter 2 mm dengan kadar protein 38-39%. Pakan diberikan dengan cara ditebar ke akuarium sebanyak 2 kali sehari, yaitu pukul 07.00 dan 17.00 WIB dengan jumlah pemberian per hari (feeding rate, FR) 4% dari biomassa ikan.

3.3.2.4 Pengelolaan Kualitas Air

Kualitas media air pemeliharaan dipertahankan dengan penyifonan yang dilakukan setelah pemberian pakan pada pagi hari. Pergantian air dilakukan sebanyak 75% setiap 1 minggu. Air yang berkurang selama pemeliharaan akibat penguapan diatasi dengan penambahan volume air pada sistem pemeliharaan.

(26)

13

Aliran air keluar yang tersumbat dapat dikurangi dengan pembersihan outlet dan penyiponan setiap harinya. Akumulasi limbah dicegah dengan pencucian busa (penyaringan kotoran) pada saluran outlet setiap harinya. Setiap 2 minggu dilakukan pembersihan pasir dan zeolit pada tandon filter. Selain itu untuk mengetahui kualitas air dilakukan pengukuran parameter kualitas air pada awal, tengah dan akhir pemeliharaan yang meliputi parameter pH, oksigen terlarut, suhu, amoniak, nitrit dan alkalinitas.

3.4 Parameter Uji

Parameter yang diamati selama penelitian meliputi jumlah ikan, panjang, berat total, jumlah pakan dan kualitas air yang dilakukan saat awal, tengah dan akhir pemeliharaan. Pengamatan dilakukan selama 4 minggu. Parameter tersebut digunakan untuk menentukan kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman, efisiensi pakan dan efisiensi ekonomi.

3.4.1 Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup (survival rate, SR) dihitung menggunakan rumus dari Goddard (1996) yaitu:

Keterangan : SR = Derajat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan (ekor) No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

3.4.2 Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Bobot ikan diukur dengan pengambilan contoh sebanyak 30 ekor/akuarium menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.01 gram. Laju pertumbuhan harian (α) dihitung dengan menggunakan rumus dari Huisman (1987) :

Keterangan: α = Laju pertumbuhan bobot harian (%)

wt = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram) wo = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram) t = Lama pemeliharaan (hari)

% 100 0 N N SR t % 100 1 0 t w w SGR t

(27)

3.4.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Panjang total tubuh ikan diukur dengan pengambilan contoh sebanyak 30% dari populasi untuk diukur panjangnya setiap satu minggu sekali dengan menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,01 cm. Pertumbuhan panjang mutlak dihitung menggunakan rumus dari Effendie (1997):

Keterangan : Pm = Pertumbuhan panjang mutlak (cm) Lt = Panjang rata-rata akhir (cm)

L0 = Panjang rata-rata awal (cm)

3.4.4 Koefisien Keragaman Panjang

Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang dinyatakan dalam koefisien keragaman. Koefisien keragaman menggunakan rumus dari Hanifah (2003):

Keterangan : KK = Koefisien keragaman S = Simpangan baku Y = Rata-rata contoh

3.4.5 Efisiensi Pakan

Pada penelitian ini perhitungan efisiensi pakan menggunakan rumus dari Zonneveld et al. (1991) :

Keterangan : EP = Efisiensi pakan (%)

Wt = Biomassa ikan akhir (gram) Wo = Biomassa ikan awal (gram) Wd = Biomassa ikan mati (gram)

F = Jumlah pakan yang diberikan (gram)

% 100 Y S KK 0

L

L

Pm

t 100% F w w w EP t d 0

(28)

15

3.4.6 Efisiensi Ekonomi

Data harga benih ikan gurame yang digunakan dalam perhitungan efisiensi ekonomi didapat dari hasil pengamatan yang dilakukan di daerah Ciseeng, Bogor. Dari pengamatan tersebut diperoleh data tentang harga ikan konsumsi, permintaan dan produksi ikan gurame. Efisiensi ekonomi dihitung melalui 6 parameter, yaitu: 1) Keuntungan (profit) dihitung dengan rumus menurut Martin et al. (1991):

Keuntungan = penerimaan – total biaya produksi

2) R/C, dihitung dengan rumus menurut Rahardi et al. (1998): R/C (total biaya produksi) = penerimaan/total biaya produksi

3) Break Event Point (BEP) dihitung dengan rumus menurut Martin et al. (1991): BEP (Rp) = biaya tetap/(1-(biaya variabel/penerimaan total))

BEP (ekor) = biaya tetap/(harga jual-(biaya variabel/jumlah produksi)) 4) Payback Period (PP) dihitung dengan rumus menurut Martin et al. (1991):

PP = jumlah investasi/keuntungan 1 tahun

5) Harga Pokok Produksi (HPP) dihitung dengan rumus menurut Martin et al. (1991):

HPP = biaya tidak tetap/jumlah produk

6) Biaya produksi per unit dihitung dengan rumus menurut Martin et al. (1991): Biaya produksi per unit = total biaya produksi/jumlah Produk

3.4.7 Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis sesuai tujuan. Data parameter derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman panjang dan efisiensi pakan dianalisis menggunakan Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95% dari program SPSS 15.0. Analisis ini digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan dan koefisien keragaman panjang. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey. Analisis deskripsi kuantitatif digunakan untuk menjelaskan efisiensi ekonomi yang disajikan dalam bentuk tabel dan kelayakan media pemeliharaan bagi kehidupan benih ikan gurame selama penelitian, yang disajikan dalam bentuk tabel.

(29)

4.1 Hasil 4.1.1 Produksi

Hasil pengamatan yang telah dilakukan untuk menunjang penelitian ini menghasilkan data harga benih ikan gurame dan harga ikan konsumsi seperti tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengamatan mengenai ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. di daerah Bogor

- Harga benih gurame:

1. kuku (2-4 cm) 2. silet (4-6 cm) 3. korek (6-8 cm) 4. rokok (8-10 cm) 5. konsumsi berkisar : Rp 350-Rp 400 /ekor : Rp 850-Rp 1.000 /ekor : Rp 1.500-Rp 1.800 /ekor : Rp 1.800-2.500 /ekor : Rp 25.000-Rp 30.000/kg - Permintaan ikan di Jakarta : 10-15 ton/hari

- Produksi gurame di Bogor : 2-3 ton/hari

- Derajat kelangsungan hidup benih gurame dari ukuran silet dengan penebaran 10.000-20.000 ekor sebesar 40-70% dan keragaman benih panen yang didapatkan 25% Silet (4-6 cm), 75% korek (6-8 cm) dan 25% rokok (8-10 cm).

Hasil penelitian mengenai produksi pendederan benih gurame dengan padat penebaran yang berbeda selama 28 hari disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Parameter produksi benih ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. pada padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter yang dipelihara selama 28 hari

Parameter Uji Nilai parameter pada padat penebaran 3 ekor/liter 6 ekor/liter 9 ekor/liter Volume produksi/perlakuan

(ekor) 43 82 118

Bobot rata-rata (g) 8,36±0,04 8,01±0,08 7,89±0,15

Ukuran (cm) 7,82±0,03 (korek) 7,62 ±0,01(korek) 7,58±0,05 (korek)

4.1.2 Derajat Kelangsungan Hidup

Perbedaan padat tebar ikan gurame mempengaruhi derajat kelangsungan hidup (P>0,05) yaitu semakin tinggi padat tebar, maka derajat kelangsungan hidup semakin rendah (Lampiran 6). Perlakuan padat tebar 3 ekor/liter berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 9 ekor/liter, tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 6 ekor/liter. Sementara itu perlakuan padat tebar 6 ekor/liter tidak berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 3 dan 9 ekor/liter. Perlakuan

(30)

17

padat tebar 3 ekor/liter memberikan derajat kelangsungan hidup tertinggi sebesar 79,63% (Gambar 2 dan Lampiran 6).

Gambar 2. Grafik derajat kelangsungan hidup ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter yang dipelihara selama 28 hari

4.1.3. Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Perbedaan padat tebar ikan gurame mempengaruhi laju pertumbuhan bobot harian (P>0,05) yaitu semakin tinggi padat tebar, maka laju pertumbuhan bobot harian semakin rendah (Lampiran 7). Perlakuan padat tebar 3 ekor/liter berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 6 dan 9 ekor/liter. Sementara itu perlakuan padat tebar 6 ekor/liter tidak berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 9 ekor/liter. Perlakuan padat tebar 3 ekor/liter memberikan laju pertumbuhan bobot harian tertinggi sebesar 1,42±0,02% (Gambar 3 dan Lampiran 7).

Gambar 3. Grafik laju pertumbuhan bobot harian ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter yang dipelihara selama 28 hari 96.30 88.89 85.19 79.63 95.37 87.04 82.41 75.93 95.06 85.80 77.78 72.84 60.00 65.00 70.00 75.00 80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 7 14 21 28 D e r ajat K e lan gs u n gan H id u p (% ) Hari

3 Ekor/Liter 6 Ekor/Liter 9 Ekor/Liter

2.29 1.81 1.52 1.42 1.88 1.49 1.31 1.26 1.55 1.15 1.18 1.21 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 7 14 21 28 Laju P e r tu m b u h an B o b o t H ar ian (% ) Hari

(31)

4.1.4 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Perbedaan padat tebar ikan gurame mempengaruhi pertumbuhan panjang mutlak (P>0,05) yaitu semakin tinggi padat tebar, maka pertumbuhan panjang mutlak semakin rendah (Lampiran 8). Perlakuan padat tebar 3 ekor/liter berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 6 dan 9 ekor/liter. Sementara itu perlakuan padat tebar 6 ekor/liter tidak berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 9 ekor/liter. Perlakuan padat tebar 3 ekor/liter memberikan pertumbuhan panjang mutlak tertinggi sebesar 1,92±0,04 cm (Gambar 4 dan Lampiran 8).

Gambar 4. Grafik pertumbuhan panjang mutlak ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter yang dipelihara selama 28 hari

Panjang rata-rata akhir ikan gurame selama pemeliharaan 28 hari berkisar antara 7,58 hingga 7,82 cm (Gambar 5 dan Lampiran 8) yang secara keseluruhan masih berada pada ukuran korek (7-8 cm).

Gambar 5. Grafik pertambahan panjang mutlak ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter yang dipelihara selama 28 hari 0.54 1.13 1.58 1.92 0.43 0.85 1.32 1.72 0.33 0.63 1.02 1.68 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 7 14 21 28 P e r tu m b u h an P an jan g M u tl ak (c m ) Hari

3 Ekor/Liter 6 Ekor/Liter 9 Ekor/Liter

5.90 6.42 7.10 7.45 7.82 5.90 6.35 6.77 7.22 7.62 5.90 6.23 6.53 6.92 7.58 5.00 6.00 7.00 8.00 0 1 2 3 4 P an jan g (c m ) Minggu

(32)

19

4.1.5 Koefisien Keragaman Panjang

Perbedaan padat tebar ikan gurame mempengaruhi koefisien keragaman panjang (P>0,05) yaitu semakin tinggi padat tebar, maka koefisen keragaman panjang semakin tinggi (Lampiran 9). Perlakuan padat tebar 9 ekor/liter berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 3 dan 6 ekor/liter. Sementara itu perlakuan padat tebar 6 ekor/liter tidak berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 3 ekor/liter, namun keduanya berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 9 ekor/liter. Perlakuan padat tebar 9 ekor/liter memberikan koefisien keragaman panjang tertinggi sebesar 6,74±0,31% (Gambar 6 dan Lampiran 9).

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 6. Histogram koefisien keragaman panjang mutlak ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter yang dipelihara selama 28 hari

4.1.6 Efisiensi Pakan

Perbedaan padat tebar ikan gurame mempengaruhi efisiensi pakan (P>0,05) yaitu semakin tinggi padat tebar, maka laju efisiensi pakan semakin rendah (Lampiran 10). Perlakuan padat tebar 3 ekor/liter berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 6 dan 9 ekor/liter. Sementara itu perlakuan padat tebar 6 ekor/liter berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 3 ekor/liter tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan padat tebar 9 ekor/liter. Perlakuan padat tebar 3 ekor/liter memberikan efisiensi pakan tertinggi sebesar 28,60±3,78% (Gambar 7 dan Lampiran 10). 5.48 5.44 6.74 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 3 6 9 K o e fi si e n K e r agam an P an jan g (% )

Padat Tebar (Ekor/Liter)

(33)

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 7. Histogram efisiensi pakan ikan gurame Osphronemus gouramy Lac.dengan padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter selama pemeliharaan 28 hari

4.17 Kualitas Air

Kualitas air ikan gurame selama 28 hari masa pemeliharaan disajikan pada Tabel 5. Pada tabel tersebut suhu media pemeliharaan berkisar antara 28,1-28,4 °C. Kandungan oksigen terlarut berkisar antara 4,11-5,84 mg/l. Nilai pH selama pemeliharan berkisar antara 6,87-7,57. Nilai alkalinitas berkisar antara 0,0011-0,0032 mg/l. Nilai alkalinitas media pemeliharan ikan gurame berkisar antara 6,40-32,10 mg/L CaCO3.

Tabel 5. Kisaran kualitas air penelitian ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. pada padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter

Parameter Perlakuan Minggu ke- Kisaran Optimal 0 2 4 Suhu (°C) 9 Ekor/Liter 28,1-28,3 28,3-28,4 28,1-28,4 25-30 (BSN, 2000). 6 Ekor/Liter 28,1-28,2 28,2-28,4 28,1-28,3 3 Ekor/Liter 28,1-28,2 28,1-28,3 28,1-28,3 Tandon 28.1 28.4 28,4 DO (mg/L) 9 Ekor/Liter 5,69 5,04-5,23 4,11-4,68 > 3 (Boyd, 1979) 6 Ekor/Liter 5,69 5,09-5,22 4,45-4,72 3 Ekor/Liter 5,69 5,16-5,57 4,53-4,92 Tandon 5,84 5,67 5,54 pH 9 Ekor/Liter 7,51 7,12-7,28 6,87-7,16 7-8,5 (Boyd, 1979) dan 6,5-8,5 (BSN,2000) 6 Ekor/Liter 7,51 7,20-7,34 7,04-7,17 3 Ekor/Liter 7,51 7,34-7,42 7,03-7,22 Tandon 7,57 7,44 7,22 Amoniakk (mg/L) 9 Ekor/Liter 0,0032 0,0014-0,0034 0,0021-0,0026 <0,2 (Effendi, 2003) 6 Ekor/Liter 0,0032 0,0012-0,0031 0,0019-0,0024 3 Ekor/Liter 0,0032 0,0012-0,0029 0,0017-0,0022 Tandon 0,0034 0,0011 0,0015 Alkalinitas (mg/L CaCO3) 9 Ekor/Liter 6,80 25,20-28,30 27,20-32,10 ≥20 (Effendi,2003),50-200 (Saparinto, 2008) 6 Ekor/Liter 6,67 22,80-27,20 27,20-30,60 3 Ekor/Liter 6,40 22,10-26,40 26,90-30,40 Tandon 7,20 23,20 27,20 28.60 17.43 14.69 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 3 6 9 Ef is ie n si p ak an (% )

Padat tebar (ekor/liter)

(34)

21

4.1.8 Efisiensi Ekonomi

Nilai-nilai parameter efisiensi ekonomi pada masing-masing perlakuan ditunjukkan pada Tabel 6. Asumsi yang digunakan untuk perhitungan ekonomi adalah Jumlah akuarium 20 unit, volume efektif 32 liter, padat tebar penelitian, harga benih ukuran silet Rp 850 dan harga benih ukuran korek Rp 1.750, SR dan FCR yang digunakan adalah SR dan FCR rata-rata penelitian.

Tabel 6. Efisiensi ekonomi ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. pada padat tebar 3, 6 dan 9 ekor/liter

Parameter Perlakuan

3 ekor/liter 6 ekor/liter 9 ekor/liter

Penerimaan dalam 1 tahun 26.544.000 51.072.000 73.584.000

Keuntungan dalam 1 tahun 4.609.403 12.605.743 18.545.603

R/C 1,21 1,33 1,34

BEP (Rp) 13.597.137 14.170.924 15.231.595

BEP (Ekor) 6.523 7.606 8.686

Pay Back period (Tahun) 0,82 0,30 0,20

HPP (Rp) 1.127 1.152 1.194

Biaya Produksi Per Unit (Rp) 1.446 1.318 1.309

Produk 1 tahun (ekor) 15.168 29.184 42.048

4.2 Pembahasan

Derajat kelangsungan hidup ikan adalah nilai persentase jumlah yang hidup selama masa pemeliharaan tertentu. Derajat kelangsungan hidup ikan gurame selama penelitian berkisar antara 72,84% hingga 79,63%. Terjadinya penurunan derajat kelangsungan hidup seiring meningkatnya padat penebaran (Lampiran 6). Derajat kelangsungan hidup yang didapatkan dalam penelitian masih baik jika dibandingkan dengan derajat kelangsungan hidup yang dipelihara pada sistem tradisional di daerah Ciseeng Parung. Hal tersebut dikarenakan pada penelitian digunakannya sistem resirkulasi yang memungkinkan pengelolaan kualitas air menjadi lebih baik dan terkontrol.

Benih gurame ukuran silet yang ditebar sebanyak 10.000 sampai 20.000 ekor per 200 m2 pada sistem tradisional, menghasilkan benih saat panen sebanyak 7.000-8000 ekor dengan derajat kelangsungan hidup yang didapatkan berkisar 40-70%. Adanya teknologi padat penebaran 3, 6 dan 9 ekor/liter yang diterapkan dalam pendederan gurame dapat meningkatkan produktivitas sebesar 50, 100 dan 150 kali lipat pada pendederan gurame secara tradisional.

Derajat kelangsungan hidup berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan (volume produksi). Volume produksi tertinggi selama penelitian dicapai pada

(35)

perlakuan 9 ekor/liter, meskipun nilai derajat kelangsungan hidup yang didapatkan lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 4). Jumlah ikan yang mati pada perlakuan 9 ekor/liter tidak memberikan kerugian ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya keuntungan yang didapatkan, selain itu keuntungan pada perlakuan 9 ekor/liter lebih tinggi dibandingkan perlakuan padat tebar lainnya.

Selama penelitian kematian ikan diduga disebabkan semakin meningkatnya padat penebaran yang mengakibatkan gesekan, luka dan stres. Semakin tinggi padat tebar, maka ruang gerak menjadi sempit sehingga gesekan antar tubuh semakin sering dan ikan mudah mengalami luka. Kemudian kondisi luka pada ikan gurame menyebabkan ikan menjadi lebih cepat stres yang akhirnya dapat menyebabkan kematian. Kondisi lain yang ditemukan dari beberapa ikan yang mati, menunjukkan adanya luka di sekitar tubuh akibat serangan antar sesama ikan. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan ikan gurame termasuk salah satu ikan teritorial yaitu ikan yang melindungi wilayahnya (Sendjaja, 2002). Ketika diserang ikan lainnya, menyebabkan timbulnya luka dan stres yang jika tidak diobati akan menyebabkan kematian. Kondisi stres pada ikan gurame ketika penelitian ditandai dengan munculnya warna tubuh yang lebih gelap. Kondisi stres yang muncul dapat menurunkan tingkat efisiensi pakan (Bardach et al., 1972) yang selanjutnya apabila tidak dapat memanfaatkan makanan, maka tidak akan ada energi untuk bertahan hidup serta tumbuh sehingga peluang menuju kematian semakin besar.

Perbedaan padat tebar selama penelitian memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan bobot harian dan pertumbuhan panjang mutlak ikan gurame. Seiring dengan meningkatnya padat tebar, maka laju pertumbuhan bobot harian dan panjang mutlak semakin menurun. Hal ini sesuai dengan Wedemeyer (1996), bahwa menurunnya bobot ikan diduga disebabkan oleh terganggunya proses fisiologis dan tingkah laku ikan akibat kepadatan yang melewati batas tertentu. Selain itu, peningkatan padat tebar menyebabkan ruang gerak bagi ikan menjadi sempit yang pada akhirnya menimbulkan stres (Hepher dan Pruginin, 1981). Penurunan laju pertumbuhan bobot harian dan panjang mutlak tersebut diakibatkan adanya pengalihan energi. Secara umum energi dari pakan yang

(36)

23

dikonsumsi akan digunakan untuk energi pemeliharaan (maintenance) dan sisanya digunakan untuk energi pertumbuhan. Stres yang muncul akibat dari padat penebaran yang semakin tinggi akan meningkatkan energi pemeliharaan. Dengan demikian hal tersebut akan mengurangi energi yang seharusnya untuk pertumbuhan.

Peningkatan padat tebar akan menciptakan keragaman ukuran di dalam suatu populasi akibat adanya interaksi sosial (Brandao, 2004). Koefisien keragaman panjang yang didapatkan selama penelitian masih di bawah 10%, sehingga masih dianggap seragam. Padat penebaran ikan gurame berpengaruh terhadap koefisien keragaman panjang (P>0,05) (Gambar 6 dan Lampiran 9), yaitu peningkatan padat tebar akan diikuti peningkatan koefisien keragaman panjang. Ikan ukuran silet (4-6 cm) yang dipelihara dengan pendederan tradisional pada umumnya menghasilkan tiga ukuran panen dengan persentase 25% silet, 50% korek dan 25% ukuran super dari populasi panen (Tabel 3). Adanya keragaman ukuran dalam suatu kegiatan pembenihan dapat menentukan jumlah dan harga benih yang berdampak terhadap keuntungan yang didapatkan.

Peningkatan padat tebar akan menyebabkan jumlah populasi dalam suatu wadah menjadi meningkat, ruang gerak menjadi berkurang dan interaksi semakin besar, akibatnya akan terjadi suatu kompetisi yang menyebabkan munculnya keragaman. Keragaman ukuran di dalam suatu populasi ikan yang dipelihara, menyebabkan kompetisi yang semakin besar untuk memperoleh makanan. Ikan yang berukuran kecil akan kalah bersaing dengan ikan yang ukurannya lebih besar akibatnya ikan menjadi stres yang berdampak pada menurunnya derajat kelangsungan hidup, pertumbuhan, nafsu makan, dan memperbesar peluang terserangnya penyakit (Stickney, 1979). Hasil ukuran panen yang didapatkan selama penelitian secara keseluruhan masih berada dalam satu ukuran yaitu korek (6-8 cm) dan dengan keragaman koefisien yang lebih baik dibandingkan sitem tradisional. Padat penebaran 9 ekor/liter menghasilkan benih ukuran korek (6-8 cm) lebih banyak dan koefisien keragaman panjang yang masih rendah (di bawah 10%). Dengan demikian, berdasarkan hal tersebut akan memberikan penerimaan yang lebih besar dibandingkan padat tebar 3 dan 6 ekor/liter.

(37)

Peningkatan padat tebar memberikan pengaruh yang berbeda terhadap efisiensi pakan yaitu tertinggi pada perlakuan 3 ekor/liter sebesar 28,50% (Gambar 7 dan Lampiran 10). Hasil yang didapatkan dalam penelitian menunjukkan semakin meningkatnya padat tebar maka nilai efisiensi pakan menjadi menurun. Efisiensi pakan bergantung pada spesies (kebiasaan makan, ukuran/stadia), kualitas air (terutama oksigen, pH, suhu dan amoniak), serta pakan (kualitas dan kuantitas) (Effendi, 2004). Menurunnya efisiensi pakan tersebut akibat semakin tingginya padat penebaran yang menyebabkan ruang gerak semakin sempit. Ikan yang dipelihara dalam kepadatan yang rendah memiliki tingkat keagresifan yang lebih tinggi dalam memperoleh pakan jika dibandingkan dengan kepadatan yang tinggi (Bardach et al.,1972). Dalam kondisi stres, nafsu makan ikan menjadi menurun dan gangguan fungsi fisiologis semakin meningkat yang selanjutnya akan menurunkan efisiensi pakan. Secara bersama-sama, kedua hal tersebut akan menyebabkan penurunan pertumbuhan sehingga mempengaruhi ukuran panen.

Selama penelitian terjadi penurunan kualitas air terutama kandungan oksigen, pH, dan amoniak. Penurunan kualitas air tersebut dikarenakan semakin meningkatnya bahan buangan hasil metabolisme akibat padat tebar yang semakin meningkat. Kandungan oksigen terlarut dalam akuarium ikan gurame selama pemeliharaan berkisar antara 4,68-5,84 mg/liter (Tabel 5). Kandungan oksigen membantu di dalam proses oksidasi bahan buangan serta pembakaran makanan untuk menghasilkan energi bagi kehidupan dan pertumbuhan benih gurame. Penurunan oksigen terlarut dalam media pemeliharaan, seiring dengan banyaknya buangan metabolisme. Namun, kandungan oksigen terlarut yang didapatkan sampai akhir pemeliharan masih berada pada kisaran nilai yang baik untuk kehidupan dan pertumbuhan benih gurame dengan derajat kelangsungan hidup yang masih diatas 70% (Boyd, 1979).

Suhu media pemeliharaan selama penelitian berkisar antara 28,1-28.4 ºC (Tabel 5) sehingga masih dapat ditoleransi oleh ikan gurame (BSN, 2000 dan Saparinto, 2008). Semakin tinggi suhu, maka laju metabolisme semakin tinggi. Fluktuasi suhu yang didapatkan masih dibawah 1 ºC sehingga tidak mengganggu proses metabolisme yang berdampak pada pertumbuhan dan derajat kelangsungan

(38)

25

hidup ikan gurame. Menurut Effendie (2003), perubahan suhu melebihi 3-4 0C akan menyebabkan perubahan metabolisme yang mengakibatkan kejutan suhu, meningkatkan toksinitas kontaminan yang terlarut, menurunkan DO dan meningkatkan kematian pada ikan. Kisaran suhu yang diperoleh selama penelitian optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan benih gurame.

Nilai pH selama pemeliharaan berkisar antara 6,93-7,57 (Tabel 5). Selama masa pemeliharaan tersebut terdapat kecenderunagan turunnya nilai pH setiap minggu. Menurunnya nilai pH tersebut dikarenakan semakin meningkatnya buangan metabolisme (cenderung asam) seiring meningkatnya padat penebaran. Selain itu, penurunan pH disebabkan oleh peningkatan CO2 akibat respirasi. Nilai pH tersebut masih dalam kisaran toleransi ikan gurame (Boyd, 1979 dan BSN, 2000).

Konsentrasi amoniak selama pemeliharaan berkisar antara 0.0011-0.0429 mg/liter dan kandungan amoniak di akhir pemeliharaan sebesar 0,0015-0,0024 mg/liter (Tabel 5). Meningkatnya amoniak selama pemeliharaan dikarenakan semakin meningkatnya bahan buangan metabolisme seiring meningkatnya padat penebaran dan pertumbuhan. Bahan buangan tersebut cenderung asam sehingga mempengaruhi kandungan amoniak yang semakin meningkat. Namun, nilai amoniak yang didapatkan masih dapat ditoleransi benih gurame sehingga pertumbuhan dan derajat kelangsungan hidup benih gurame masih baik (Effendi, 2003).

Nilai alkalinitas selama pemeliharaan berkisar antara 6.40-30.40 mg/l CaCO3 dan terjadi peningkatan nilai alkalinitas dari 6,40-7,20 menjadi 27,20-30,40 mg/l CaCO3 (Tabel 5). Hal ini terjadi akibat lepasnya ion-ion pada pasir dan zeolit akibat pembersihan filter, sehingga kondisi media air menjadi stabil. Nilai alkalinitas yang didapatkan selama pemeliharaan menunjukkan kondisi media pemeliharaan yang masih stabil. Nilai alkalinitas yang didapatkan pada minggu ke-2 ≥20 ppm yang menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam dan basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil (Effendi, 2003). Alkalinitas yang baik pada media sangat membantu di dalam pemeliharaan, sehingga pertumbuhan dan derajat kelangsungan hidup benih gurame tetap dalam kondisi yang baik.

(39)

Kualitas air yang dihasilkan selama penelitian masih layak untuk kegiatan pendederan ikan gurame, dikarenakan sistem pengelolaan air yang digunakan adalah sistem resirkulasi. Menurut Timmons dan Losordo (1994) sistem resirkulasi adalah suatu wadah pemeliharaan ikan yang menggunakan sistem perputaran air, yang mengalirkan air dari wadah pemeliharaan ikan ke wadah filter (treatment), lalu dialirkan kembali ke wadah pemeliharaan sehingga kualitas air tetap terkontrol. Sistem resirkulasi memberikan perbaikan kualitas air karena memungkinkan terjadinya dua proses ekologi yaitu konsumsi dan dekomposisi. Proses dekomposisi meliputi: sedimentasi, filtrasi dan aerasi. Nilai amoniak yang masih berada dalam kisaran optimal disebabkan proses dekomposisi.

Amoniak yang berkurang dalam penelitian ini disebabkan kinerja dari filtrasi biologi dan filtrasi kimia. Biofilter memiliki peran yang sangat penting dalam sistem resirkulasi. Stickney (1993) menyatakan, bahwa biofilter menyediakan area permukaan untuk tumbuhnya koloni bakteri yang mendetoksifikasi hasil metabolisme ikan melalui fungsi utama biofilter adalah mengubah amoniak menjadi nitrit (NO2-) yang kemudian diubah menjadi nitrat (NO3-) yang relatif tidak berbahaya. Bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter membantu dalam merubah nitrit menjadi nitrat, kemudian dengan adanya filter kimia akan membantu dalam perbaikan kualitas air khususnya amoniak. Filter kimia yang digunakan dalam penelitian adalah zeolit. Menurut Spotte (1997) fungsi filter kimia adalah membersihkan molekul-molekul bahan anorganik terlarut melalui proses oksidatif atau penyerapan langsung. Kualitas air yang terjaga selama pemeliharaan sangat membantu dalam kehidupan dan pertumbuhan benih gurame.

Pembuatan sistem resirkulasi untuk pendederan ikan gurame membutuhkan biaya yang relatif mahal jika dibandingkan dengan sistem tradisional. Biaya penyusutan sistem resirkulasi per periode adalah Rp 114.091,7 (Lampiran 11), sedangkan pada sistem tradisional sewa wadah pemeliharaan berkisar Rp 35.000-50.000/periode dengan luas kolam 200 m2. Biaya yang relatif mahal pada sistem resirkulasi tersebut dapat ditutupi dengan menggunakan padat penebaran yang optimal sehingga keuntungan yang didapatkan semakin besar jika dibandingkan dengan sistem tradisional, selain itu kualitas air pada sistem

(40)

27

resirkulasi dapat lebih dikontrol (Saptoprabowo, 2000) sehingga tetap layak bagi kegiatan pendederan ikan gurame.

Perhitungan efisiensi ekonomi menunjukkan bahwa keuntungan tertinggi didapatkan pada perlakuan 9 ekor/liter sebesar Rp 18.545.603, perlakuan 6 ekor/liter sebesar Rp 12.605.743 dan keuntungan terendah pada perlakuan 3 ekor/liter sebesar Rp 4.609.403 (Tabel 6). Meskipun derajat kelangsungan hidup yang dicapai pada perlakuan 9 ekor/liter paling rendah, namun volume produksi yang dihasilkan lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan produksi pada padat tebar 9 ekor/liter lebih tinggi daripada laju penurunan kematian ikan, sehingga keuntungan yang didapatkan menjadi lebih tinggi. Hepher dan Pruginin (1981) mengemukakan, bahwa hasil panen persatuan luas (yield) merupakan fungsi dari laju pertumbuhan ikan dan tingkat padat penebaran ikan serta produksi akan mencapai nilai maksimal jika ikan dapat dipelihara dalam padat penebaran tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Peningkatan padat tebar dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya tidak terlalu besar dibandingkan peningkatan padat tebar maka produksi akan tetap meningkat.

Ukuran panen yang didapatkan pada masing-masing perlakuan menunjukkan masih berada dalam satu ukuran jual, sehingga dengan volume produksi yang lebih tinggi dan berada pada ukuran jual, maka perlakuan 9 ekor/liter memberikan keuntungan tertinggi diantara perlakuan lainnya.

Analisis R/C merupakan parameter ekonomi yang digunakan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan. Nilai R/C (variabel cost) tertinggi didapatkan pada perlakuan 9 ekor/liter yaitu sebesar 1,34 (Tabel 6). Nilai R/C sebesar 1,34 menunjukkan setiap biaya Rp 1 yang dikeluarkan, akan menghasilkan penerimaan Rp 1,34. Nilai R/C (variabel cost) masing-masing perlakuan menunjukkan R/C lebih dari 1, sehingga usaha pendederan benih gurame layak dan menguntungkan secara ekonomi.

Rahardi et al., (1998) menyatakan break even point (BEP) merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan produksi sama dengan biaya produksi sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan atau impas. Nilai BEP semakin meningkat

Gambar

Gambar 1. Benih ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. ukuran silet   3.2.3 Pakan
Gambar  2.  Grafik  derajat  kelangsungan  hidup  ikan  gurame  Osphronemus  gouramy  Lac
Gambar  4.  Grafik  pertumbuhan  panjang  mutlak  ikan  gurame  Osphronemus  gouramy  Lac
Gambar  6.  Histogram  koefisien  keragaman  panjang  mutlak  ikan  gurame  Osphronemus  gouramy  Lac
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setiap kelompok KKNT UNISKA 2018 wajib membuat rencana program kegiatan dalam bentuk Proposal Kegiatan KKNT UNISKA 2018 sebelum turun lapang dan menjalankan

maka nanti yang akan memberi nilai maksimum adalaha. titik yang x dan y-nya sama – sama besar, maka

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA DI PT PELITA

Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan ini adalah (1) nyeri tekan pada plantar fascia kanan dan kiri, (2) suhu lokal daerah pada kaki kanan dan kiri teraba sama, (3)

Dengan infrastruktur yang masih terbatas jangkauan pelayanannya, laporan ini diharapkan dapat membantu pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakata dalam memantau sejauh

MATERI, METODE, TEKNIK, MEDIA, KURIKULUM, GURU. LINGKUNGAN

This research aims to generate 3D visualizations of mangrove to aquaculture conversion and vice versa using Google Earth, ArcScene, Virtual Terrain Project (VTP),

Saran dari penulis Dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi dalam keluarga Bapak I Ketut Narsa, progam bantuan yang dapat diberikan oleh penulis adalah dengan