• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. 1. Kesimpulan

Dalam proses Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (KP2TPM) Kabupaten Serdang Bedagai dapat dikatan memiliki pelayanan yang sanagt baik. Setiap bagaian salaing bersinergi dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Sebagaimana teori yang dibuat serta peraturan yang menjadi regulasi dilakukan dengan sangat baik. Kejelasan tugas dari setiap bagian dalam menangani TUPOKSInya masing-masing menjadi kunci dalam kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

Berbanding terbalik dengan kualitas pelayanan prima yang ada, jumlah masyarakat dalam mengurus IMB masih derasakan rendah. Hal ini dapat terlihat dari realisasi target 2015 dan 2016 yang terus menurun. Hal ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya kepemilikan IMB masih sangat kurang. Hal ini juga yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pelayanan pemberian Izin Mendirikan bangunan. Termasuk juga prosedur pelayanan yang dianggap masyarakat sangat panjang dikarenakan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan Surat IMB memakan waktu yang lama, serta biaya retribusi yang dianggap memberatkan karena masyarakat menaggap mengapa harus membayar mahal untuk bangunan yang didirikan di tanah milik sendiri. 6. 2.Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, saran dari penulis adalah : 1. Hendaknya pihak Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal

lebih melakukan sosialisasi mengenai prosedur dan persyaratan dalam mengurus IMB serta pentingnya IMB bagi masyarkat itu sendiri, sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengurusan IMB. Hal ini berdasarkan banyaknya masyarakat yang masih tidak tau dan tidak peduli dalam pengurusan, kebanyakan mengurus IMB ketika ingin membuka tempat usaha dan semacamnya.

2. Hendaknya Petugas di bagian Promosi, Pengawasan dan Pelaporan lebih meningkatkan lagi pengawasan pelaksanaan pemberian IMB di Kabupaten Serdang Bedagai dalam rangka penertiban dari pelanggaran-pelanggaran izin

yang dilakukan oleh pemilik bangunan. Baik dalam hal bangunan yang tidak memiliki izin samapi bangunan yang di rubah ukuran dan fungsi bangunan diluar izin yang dimiliki.

3. Melakukan jemput bola untuk meningkatkan kesadarn masyarakat serta menjangkau masyarakat yang berada di daerah pedalaman dengan cara

Pertama membuka kantor cabang/clinik atau bekerja sama dengan pihak desa

atau kecamatan. Keduamengadakan pegurusan izin berjalan menggunakan mobil ke daerah-daerah pedalaman.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

2. 1. Bentuk Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan Kualitatif. Narbuko dan Achmadi (2004:44) memberikan pengertian penelitian deskriptif sebagai penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi; ia juga bisa bersifat komperatif dan korelatif.

2. 2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Serdang Bedagai.

2. 3. Informan Penelitian

Informan pada penelitian kualitatif adalah responden penelitian dan

berfungsi untuk menjaring sebanyak-banyaknya data dan informasi yang akan

bermanfaat bagi bahan analisis, sehingga berguna bagi pembentukan konsep

dan proposisi sebagai temuan penelitian. Langkah untuk menemukan informan

penelitian adalah yang pertama menemukan individu-individu atas dasar

kelayakan pengetahuan terhadap obyek penelitian sesuai dengan kebutuhan

peneliti. Kedua, peneliti menemukan individu tertentu sebagai informan

penelitian dan peneliti mengetahui individu tersebut memiliki pengetahuan

yang luas terhadap obyek penelitian. Oleh sebab itu, informan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Informan kunci yang merupakan individu yang memahami dan memiliki berbagai informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Informan kunci dalam penelitian ini adalah

2. Informan utama yang merupakan individu yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah 3. Informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi

walaupun tidak langsung terlibat langsung dalam interaksi sosial yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan informan kunci, informan utama dan informan tambahan yang terdiri atas:

1. Informan kunci adalah Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Serdang Bedagai yaitu Bpk.RADIANTO, SP, MMA

2. Informan utama adalah beberapa pegawai Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Serdang Bedagai yaitu: Kepala Bidang Pelayanan, Kepala Bidang Informasi dan Pengaduan, Kepala Bidang Penanaman Modal.

Informan tambahan adalah masyarakat Serdang Bedagai yang terlibat langsung dalam pelaksanaan.

3. Informan tambahan adalah pegawai Kantor PelayananPerizinan Terpadu dan Penanaman Modal serta masyarakat kabupaten Serdang Bedagai

2. 4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data primer merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan langsung pada lokasi penelitian yang diperoleh melalui:

1) Wawancara

Wawancara adalah suatu tanya jawab secara tatap muka yang dilaksanakan oleh pewawancara dengan orang yang diwawancarai untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Namun, wawancara bukan hanya sekedar tanya jawab untuk memperoleh informasi saja, melainkan juga upaya untuk memperoleh kesan langsung dari responden, memancing jawaban responden, menilai kebenaran jawaban yang diberikan dan

bilamana perlu memberikan penjelasan tentang pertanyaan yang diajukan. Syarat menjadi pewawancara yang baik ialah keterampilan mewawancarai, motivasi yang tinggi dan rasa aman yang berarti bahwa tidak ragu dan tidak takut untuk menyampaikan pertanyaan. Hal ini karena responden dapat mempengaruhi hasil wawancara dan mutu jawaban yang diberikannya tergantung pada apakah ia dapat menangkap isi pertanyaan dengan tepat serta bersedia menjawabnya dengan baik.

2) Observasi

Notoatmodjo menyatakan observasi sebagai perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Setelah rangsangan tersebut mengenai indra menimbulkan kesadaran untuk melakukan pengamatan. Pengamatan tidak hanya sekedar melihat saja, melainkan juga perlu keaktifan untuk meresapi, mencermati, memaknai dan akhirnya mencatat. Dalam metode observasi, alat yang dipergunakan dapat berupa pedoman observasi, catatan, check list maupun alat-alat perekam lainnya, seperti kamera, tape recorder, video recorder dan sebagainya. Menurut pelaksanaannya observasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu observasi non sistematis dan observasi sistematis. Pada observasi non sistematis, pengamat tidak menggunakan panduan observasi dan alat perekam lainnya. Semua hasil observasi dicatat setelah selesai pelaksanaan observasi. Sedangkan pada observasi sistematis, pengamat mempergunakan pedoman observasi dan alat perekam lainnya. Hasil observasi dengan cara kedua, yaitu observasi sistematis tentu jauh lebih baik dari cara pertama.

b. Data sekunder merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung data primer yang diperoleh melalui:

1) Studi kepustakaan adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai literatur, seperti buku-buku ilmiah, internet dan berbagai bahan yang berkaitan dengan penelitian.

2) Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh dari pengkajian terhadap berbagai macam dokumentasi, antara lain buku,

majalah, koran, notulen rapat, peraturan-peraturan dan sumber informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Untuk melakukan penelusuran ini digunakan suatu pedoman tentang apa yang hendak ditelusuri, baik subjek maupun tanda-tanda.

2. 5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kualitatif yang memiliki tujuan utama mengumpulkan data deskriptif yang

mendeskripsikan objek penelitian secara rinci dan mendalam untuk

mengembangkan konsep atau pemahaman dari suatu fenomena sosial. Hal ini

dilaksanakan karena banyak hal yang tidak mungkin diungkap hanya melalui

observasi dan pengukuran-pengukuran saja. Penelitian kualitatif merupakan

upaya penjajagan secara mendalam dengan cara menggali keterangan

terus-menerus sedalam mungkin tentang apa yang menjadi pemikiran, perasaan dan

keinginan yang mendasari timbulnya perilaku tertentu. Jenis penelitian

kualitatif ini tidak ada desain khusus, melainkan desain penelitian yang ikut

berkembang sesuai dengan suasana dan kondisi saat penelitian dilaksanakan

atau bisa juga disebut dengan fleksibel. Untuk mengumpulkan data penelitian

kualitatif, dibantu dengan alat-alat elektronik. Hasil penelitian sangat

ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan peneliti dalam melakukan

wawancara mendalam. Sehubungan dengan hal itu, hasil wawancara pada

penelitian kualitatif juga sangat subjektif, tergantung sepenuhnya pada

pewawancara. Berhubung pelaksanaan wawancara mendalam pada penelitian

kualitatif memakan waktu yang lama dan bahkan terkadang peneliti harus

yang dipakai dalam penelitian biasanya sangat terbatas. Langkah-langkah

untuk menganalisis data menurut Miles dan Huberman, yaitu:

1. Tahap Reduksi Data

Pada tahap ini peneliti memusatkan perhatian pada data lapangan

yang telah dikumpulkan. Data lapangan tersebut selanjutnya dipilih untuk

menentukan derajat relevansinya dengan maksud penelitian. Selanjutnya,

data yang terpilih disederhanakan dengan mengklasifikasikan data atas

dasar tema-tema, yaitu memadukan data yang tersebar, menelusuri tema

untuk merekomendasikan data tambahan. Kemudian, peneliti melakukan

abstraksi data kasar tersebut menjadi uraian singkat atau ringkasan.

2. Tahap Penyajian Data

Pada tahap ini peneliti melakukan penyajian informasi melalui

bentuk teks naratif terlebih dahulu. Kemudian, hasil teks naratif tersebut

diringkas ke dalam bentuk bagan yang menggambarkan alur proses.

Kemudian, peneliti menyajikan informasi hasil penelitian dalam bentuk

bagan yang sudah disusun secara abstrak.

3. Tahap Kesimpulan (Verifikasi)

Pada tahap ini, peneliti selalu melakukan uji kebenaran dari setiap makna yang muncul dari data yang dilihat dari klarifikasi data. Disamping menyandarkan pada klarifikasi data, peneliti juga memfokuskan pada abstraksi data yang tertuang dalam bagan. Setiap data yang menunjang komponen bagan, diklarifikasikan kembali, baik dengan informan di lapangan maupun melalui berbagai diskusi dengan sejawat. Apabila hasil klarifikasi memperkuat simpulan berdasarkan atas data yang ada, maka pengumpulan data untuk komponen tersebut siap dihentikan.

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Secara teoritis setidaknya ada 3 fungsi utama yang harus di jalankan pemerintah, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function). Hal yang terpenting adalah bagaimana pemerintah dapat mengelola fungsi-fungsi tesebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efesien dan akuntabel kepada masyarakat banayak. Karena pada hakekatnya pemerintahan adalah pelayanan kepada masyarakat. Sehingga ia tidak diadakan untuk melayanani dirinya sendiri, tetapi untuk melayanani masyarakat.

Pelayanan merupakan suatu kegiatan pemberian jasa antara pihak pemberi jasa yang dalam hal ini pemerintah dengan pihak masyarakat agar terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dan memberikan kepuasan pada masyarakat.Banyak jenis dalam pemberian jasa, tetapi dalam hal ini adalah pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pelayanan IMB yang diberikan oleh pihak pemerintah untuk mengesahkan kepemilikan hak mendirikan bangunan diatas tanah secara legal dan tertulis, sehingga tidak bisa diganggu gugat kepemilikannya dan tidak bisa dipergunakan oleh pihak lain selain pemilik tanah.

Upayapemerintahdalam meningkatkancitrapelayanan, dimulaidengan diberlakukannya UU No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atasUU No. 32 Tahun2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antaraPemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, selanjutnyaPP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan padaakhirnya melalui Menteri Dalam Negeri dengan Permendagri No. 24 Tahun2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu serta Permendagri No. 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata KerjaUnit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah. Implementasi dari peraturan-peraturan tersebut adalah dengan pembentukan organ untuk mengurus pelayananperizinan yang berbentukbadan/kantor. (Ridwan, 2009:229)

Pelayanan publik saat ini masih jauh dari yang diharapkan. Dalam praktek penyelenggaraannya, terutama dalam hal pelayanan perizinan, masyarakat masih jauh dari kata layak dalam menerima pelayanan tersebut. Banyaknya keluhan dan ketidakpuasaan masyarakat menjadi tolak ukur dalam hal tersebut. Zeithaml (1990) berpendapat bahwa hal tersebut terjadi karena adanya jurang pemisah yang menjadi kendala dalam pelayanan publik, yaitu :

a. Tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan oleh masyarakat. b. Pemberian ukuran yang salah dalam pelayanan publik. c. Keliru penampilan diri dalam pelayanan publik itu sendiri. d. Ketika membuat perjanjian terlalu berlebihan atau pengobralan.

Ridwan berpendapat (2009:163), hambatan yang biasanya dikeluhkan oleh masyarakat pelayanan publik dalam halpengurusan perizinan yaitu:

a. Biaya perizinan

1) Biaya pengurusan izin sangat memberatkan bagi pelaku usaha kecil. Besarnya biaya perizinan seringkali tidak transparan.

2) Penyebab besarnya biaya disebabkan karena pemohon tidak mengetahui besar biaya resmi untuk pengurusan izin, dan karena adanya pungutan liar.

b. Waktu

1) Waktu yang diperlukan mengurus izin relatif lama karena prosesnya yang berbelit.

2) Tidak adanya kejelasan kapan izin diselesaikan.

3) Proses perizinan tergantung pada pola birokrasi setempat. c. Persyaratan

1) Persyaratan yang sama dan diminta secara berulang-ulang untuk berbagai jenis izin.

2) Persyaratan yang ditetapkan seringkali sulit untuk diperoleh.

3) Informasi yang dibutuhkan tidak tersedia dan terdapat beberapa persyaratan yang tidak dapat dipenuhi khususnya oleh para pengusaha kecil.

Beberapa hambatan diatas dapat dijadikan dasar bagi pemerintah untuk meningkatkan atau memperbaiki pelayanan guna mengurangibahkan menghilangkan kesenjangan, perselisihan dan kesalahpahaman yang terjadi

antara pihak pemerintah dengan masyarakat. Oleh sebab itu, menarik untuk digali lebih lanjut mengenai apakah pelayananpemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku atau tidak.Dalam kaitannya dengan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), diharapkan praktik pelayanan perizinan tersebut dapat memenuhi tujuan yang telah ditetapkan terutama dalam hal penyederhanaan prosedur. Hak kepemilikan atas bangunan sering menjadi sengketa publik dan bahkan sering menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Masalah tersebut muncul karena tidak dimilikinya surat kepemilikan hak atas bangunan secara legal dan tertulis yangdiberikanpemerintah karenasebagian masyarakatmerasaprosedur perizinan cukup rumit, minimnya kesadaran masyarakat untuk memiliki surat izin mendirikan bangunan dan bahkan adapula yang tidak memiliki uang untuk mengikutiprosesizinmendirikanbangunan.Minimnyainformasidan sosialisasi tentang izin mendirikan bangunan membuat hal tersebut berpotensi terjadi pada tiap tahunnya, padahal surat izin mendirikan bangunan berfungsi sebagai jaminan kepastian hukum dari negara Republik Indonesia.

IMB disusun sebagai standar penyesuaian bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Mendirikan bangunan rumah/toko dengan terencana akan menjamin kondisi lingkungan yang aman, nyaman, teraturdengan segala aktivitas. Rumah merupakan kebutuhan yang sangat krusial bagi manusia sebagai tempat untuk menetap, sedangkan toko merupakan bangunan untuk melakukan kegiatan transaksi jual beli berbagai jenis barang yang dibutuhkan masyarakat. Pada dasarnya, setiap pengakuan hak oleh seseorang terhadap suatu bangunan harus didasarkan bukti yang kuat dan sah menurut hukum agar bisa dipertanggung jawabkan. Tanpa bukti tertulis, suatu pengakuan di hadapan hukum mengenai objek hukum tersebut menjadi tidak sah, sehingga dengan adanya sertifikat IMB akan memberikan kepastian dan jaminan hukum kepada masyarakat.

Oleh sebab itu, pemerintah berusaha menciptakan suatu sistem pelayanan izin mendirikan bangunan yangoptimal. Salah satu dari tindakan pemerintah tersebut adalah dengan dikeluarkannya suatu kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Dengan adanya PTSP,pemberi pelayanan yang

diberikan aparatur negara harus benar-benar ditata, diperbaharui, dan dibenahi untuk mengubah citra aparatur yang sebelumnya dipandang lambandan tidak transparan. Masyarakat menganggap dan berpikiran birokrasi yang lamban karena sistem dan prosedur yang sangat rumit serta memakan waktu yang cukup panjang untuk mendapatkan surat IMB. Masyarakat juga menganggap aparatur negara tidak transparan karena adanya uang pelicin yang dianggap untuk mempercepat prosedur mendapatkan surat IMB tersebut, sedangkan masyarakat yang tidak membayar uang pelicin akan sangat lamban diberikan pelayanan dan bahkan memakan waktu berhari-hari untuk mendapatkan surat izin mendirikan bangunan. Masyarakat bukan hanya menunggu berhari-hari, tetapi bahkan ada yang dibola-bola atau dipermainkan sehingga dibuat bingung dan merasa dipersulit dalam prosedur mendapatkan IMB.

Kebijakan terhadap model pelayanan terpadu satu pintu merupakan sebuah revisi terhadap kebijakan pemerintah sebelumnya tentang pelayanan terpadu satu atap melalui Surat Edaran Mendagri No. 503/125/PUOD tentang Pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Atap. Revisi ini didasarkan pada kenyataan di lapangan bahwa implementasi penyelenggaraan pelayanan terpadu satu atap di daerah banyak mengalami kendala terkait dengan mekanisme perizinan yang masih rumit dan kendala koordinasi lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang sulit, sehingga tidak berjalan dan berfungsi secara optimal. (Ridwan, 2005:200)

Pemerintah melalui kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.24 Tahun 2006 (Ridwan, 2009:169) tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu intinya meminta pemerintah daerah melakukan kegiatan seperti:

a. Penyederhanaan sistem dan prosedur perizinan usaha.

b. Pembentukan lembaga pelayanan perizinan terpadu satu pintu di daerah. c. Pemangkasan waktu dan biaya perizinan.

d. Perbaikan sistem pelayanan. e. Perbaikan sistem informasi.

Pembentukan BPTSP pada dasarnya ditujukan untuk menyederhanakan birokrasi penyelenggaraan perizinan dalam bentuk pemangkasan tahapan dan prosedur lintas instansi maupun dalam instansi yang bersangkutan, pemangkasan biaya, pengurangan jumlah persyaratan, pengurangan jumlah paraf dan tanda tangan yang bersangkutan, dan pengurangan waktu pemrosesan perizinan. Dengan adanya BPTSP, maka telah terjadi perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang tujuannya meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik, lebih murah dan lebih cepat sesuai dengan prinsip-prinsip BPTSP yaitu kesederhanaan, kejelasan prosedur, kepastian waktu, kepastian hukum, kemudahan akses, kenyamanan dan kedisplinan dari penyelenggara pelayanan. (Ridwan, 2009:208)

Di Serdang Bedagai sendiri, pelayanan ini di implementasikan oleh Kantor Pelyananan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (KP2TPM), terutama dalam pengurusan izin mendirikan bangunan yang jauh lebih baik demi menjawab harapan masyarakat terhadap proses yakni sederhana, murah, adanya kepastian waktu, pelayanan yang berkualitas, kepastian hasil, transparansi dan sah secara hukum. Proses perizinan yang sederhana mencakup tidak saja menghilangkan birokrasi yang panjang, tetapi juga menghindari sistem prosedur dan persyaratan yang berlebihan serta memberikan informasi secara akurat pada pemohon yang akan mengikuti proses izin mendirikan bangunan.

Dari sisi masyarakat, murah berarti biaya yang wajar dan dapat diverifikasi. Kepastian waktu merupakan elemen penting lainnya yang diharapkan masyarakat dari pemerintah. Kepastian tersebut mencakup tenggang waktu yang dibutuhkan untuk mengikuti prosedurizin mendirikan bangunan dan kepastian waktu serta tempat dikeluarkannya surat izin mendirikan bangunan tersebut. Panjangnya waktu untuk mengikuti proses izin mendirikan bangunan seharusnya diketahui oleh para pemohon sehingga bisa menyesuaikan dengan jadwal aktivitas yang dimilikinya. Pemerintah sebagai penyedia pelayanan harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat ini agar masyarakat tidak mendapat kerugian, baik dalam bentuk waktu maupun materi.

Masyarakat tentu saja berharap bahwa proses pengurusan izin tidak dipersulit dan tidak menghabiskan waktu yang panjang.

Oleh sebab itu dengan adanya Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penenaman Modal diharapkan pelayanan perizinan terutama dalam pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Serdang Bedagai dapat berjalan secara efektif, yaitu sesuai dengan standar pelayanan dan diberitahukan pada seluruh lapisan masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan secara benar dan tepat tanpa adanya uang pelicin, kesalahpahaman dan konflik. Kemudian, diharapakan juga masyarakat sadar dan memahami tentang pentingnya memiliki surat izin mendirikan bangunan sebagai kepastian hukum yang legal dan dapat dipertanggung jawabkan dalam ranah hukum.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk membuat skripsi dengan judul ”Analisis Pelayanan Pemberian Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Serdang Bedagai.”

1. 2. Rumusan Masalah

Untuk dapat memudahkan dalam penelitian ini dan agar penelitian inimemiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalampenulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya.Berdasarkan pembahasan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Serdang Bedagai ?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi dalam pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Serdang Bedagai ?

1. 3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan jawaban terhadap perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, adapun yang menjadi tujuan peneliti adalah:

1. Untuk menganalisis pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Serdang Bedagai

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Serdang Bedagai

1. 4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah atau fenomena sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Manfaat yang diambil dari penelitian ini adalah:

1. Secara Subjektif

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan, pengetahuan serta kemampuan menulis karya ilmiah yang berkaitan dengan disiplin Ilmu Administrasi Negara. 2. Secara Praktis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah.

3. Secara Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah kemampuan berpikir secara ilmiah dan memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

1. 5. Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, penulis perlu mengemukakan teori-teori sebagai kerangka berpikir yang berguna untuk menggambarkan dari sudut mana penelitian melihat masalah yang akan diteliti. Menurut Singarimbun (2008:37), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Kerangka teori merupakan bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, subvariabel atau masalah pokok yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2002:92). Adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5. 1 Pelayanan Publik

Dokumen terkait