BAB II LANDASAN TEORI
B. Kerangka Teori
1. Kualitas Pelayanan
Perbedaan utama antara perusahaan penghasil produk berupa
barang dengan perusahaan penghasil jasa adalah pada pemasarannya,
dimana jasa lebih dituntut memberikan kualitas yang optimal.
Konsumen dapat memiliki penilaian yang subjektif terhadap suatau
jasa, karena mereka merasakan standar kualitas pelayanan yang
diberikan berpengaruh pada keputusan konsumen apakah akan
membeli produk tersebut atau tidak.
a. Pengertian Kualitas (Quality)
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono,
Kotler (Istiqomah, 2015) menjelaskan bahwa kualitas
adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan
yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.
Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah keseluruhan dari ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik
dari suatu produk/jasa dalam hal kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau
bersifat laten. Dengan kata lain kualitas suatu prosuk/jasa adalah
sejauh mana produk/jasa memenuhi spesifikasi-spesifikasinya
(Ririn dan Mastuti, 2011: 103-104)
b. Pengertian Pelayanan (Service)
Menurut Kotler dan Keller (2009), pelayanan adalah
setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan sesuatu.
Pelayanan menurut Chaffey (Istiqomah, 2015: 30) adalah
seluruh aktifitas ataupuhn manfaat yang pada dasarnya tidak
berwujud yang dapat diberikan kepada orang lain namun tidak
menimbulkan kepemilikan apapun.
Pelayanan adalah sebagai kegiatan ekonomi yang
menciptakan dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada
mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas
nama penerima jasa tersebut (Lovelock, 2007).
Kotler (2002: 83), pelayanan adsalah setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak
lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak
diokaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan perilaku
produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri.
c. Pengertian Kualitas Jasa (Service Quality)
Kualitas pelayanan (jasa) adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dalam hal ini ada 2 hal
yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu jasa yang diharapkan
(expected service) dan jasa yang dirasakan/dipersepsikan
(perceived service). Apabila perceived service sesuai dengan
expected service, maka kualitas jasa dipersepsikan baik atau positif. Dan berlaku sebaliknya. Oleh sebab itu, baik atau
tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa
dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten
(Tjiptono dan Chandra, 2011). Kualitas pelayanan dapat diketahui
dengan cara membandingkan persepsi para konsumen atas
yang sesungguhnya mereka harapkan/persepsikan. Kualitas yang
dirasakan didefinisikan sebagai penilaian konsumen terhadap
keseluruhan keunggulan produk. Harapan pelanggan merupakan
keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu
produk, yang dijadikan standar dalam menilai kinerja produk
tersebut.
Lovelock (Tjiptono, 2000: 58) mengemukakan bahwa
kualitas pelayanan merupakan tingkatan kondisi baik buruknya
sajian yang diberikan oleh perusahaan jasa dalam rangka
memuaskan konsumen dengan cara memberikan atau
menyampaikan jasa yang melebihi harapan konsumen. Jadi
penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan merupakan
refleksi persepsi evaluatif terhadap pelayanan yang diterimanya
pada waktu tertentu.
d. Faktor-Faktor Kualitas Pelayanan
Groonroos (Suryani, 2010) mengemukakan bahwa
terdapat empat faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan,
yaitu :
1. Menjaga dan memperhatikan, bahwa pelanggan akan
merasakan karyawan dan sistem operasional yang ada dapat
menyelesaikan problem mereka
2. Spontanitas, dimana karyawan menunjukan keinginan untuk
3. Penyelasaian masalah, karyawan yang berhubungan langsung
dengan pelanggan harus memiliki kemampuan untuk
menjalankan tugas berdasarkan standar yang ada, termasuk
pelatihan yang diberikan untuk dapat memberikan pelayanan
yang lebih baik
4. Perbaikan, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus
mempunyai personel yang dapat menyiapkan usaha-usaha
khusus untuk mengatasi kondisi tersebut.
e. Dimensi Kualitas Pelayanan
Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang populer
dijadikan acuan dalam riset adalah model SERQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman (1996) dalam serangkaian penelitian mereka terhadap 6 sektor jasa.
Dalam riset Parasuraman (1988) berhasil mengidentifikasi
lima dimensi pokok kualitas pelayanan :
1. Reliabilitas (reliability) atau keandalan, berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kepada pelanggan sesuai
yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya, seperti
kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan
meminimalkan kesalahan.
2. Daya tanggap (responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para
menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian
memberikan jasa secara cepat.
3. Jaminan (assurance), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan
bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggannya. Jaminan
juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan
menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan
untuk menanggapi setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
4. Empati (emphaty), berarti bahwa perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan
pelanggan serta memberikan perhatian personal kepada para
pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Keberwujudan (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan dan material yang digunakan
perusahaan, serta penampilan karyawan.
2. Citra Merek (Brande Image) a. Pengertian Merek (Brand)
Merek merupakan sesuatu yang tentunya tidak asing
ditelinga kita, karena merek menjadi salah satu pertimbangan
penting ketika kita akan membeli suatu produk.
Merek lebih dari sekedar sebuah nama atau sebuah logo
seperti sebuah hubungan lebih dari sekedar interaksi. Merek lebiih
sendiri. Merek bukanlah sebuah desain atau paket, merek adalah
hubungan emosional antara sebuah perusahaan, pelanggan dan
publik. Regis McKenna mengatakan bahwa sebuah merek adalah
hubungan yang diketahui dan dikenal pelanggan, merek adalah
sebuah pengalam aktif (Barnes, 2000: 315)
Pada umumnya konsumen akan membeli barang-barang
dengan merek yang sudah dikenal, karena para konsumen tersebut
merasa aman dengan sesuatu yang sudah dikenal. Merek yang
sudah dikenal dianggap dapat diandalkan dan memilki
kemampuan dalam bisnis serta memilki kualitas yang bisa
dipertanggungjawabkan. Tetapi merek itu juga harus dilengkapi
dengan citra yang baik dibenak konsumen sehingga dapat
dipercaya, diingat dan dikenal oleh konsumen. Merek sebenarnya
merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan fitur,
manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli, merek-merek terbaik
memberikan jaminan kualitas (Kotler dan Amstrong, 1997;
Suryani, 2010).
b. Definisi Citra (Image)
Citra (image) adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Image dipengaruhi oleh banyak faktor diluar kontrol perusahaan.
Menurut Jefkins (Wikipedia, 2011) citra adalah sebagai
yang sebenarnya) mengenai berbagai kebijakan, produk, atau
jasa-jasa suatu organisasi/perusahaan.
Menurut Kotler (Suryani, 2010), citra yang efektif
melakukan 3 hal yaitu:
1. Memantapkan karakter produk dan usulan nilai
2. Menyampaikan karakter dengan cara yang berbeda sehingga
tidak dikacaukan dengan karakter pesaing
3. Memberikian kekuatan emosional yang lebih dari sekedar citra
mental.
c. Definisi Citra Merek (Brand Image)
Citra merek (brand image) menurut Rangkuti (Suryani, 2010) adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan
melekat dibenak konsumen. Konsumen yang terbiasa
menggunakan merek tertentu cenderung memilki konsistensi
terhadap brand image.
d. Pengukuran Citra Merek (Brand Image)
Menurut Keller (Suryani, 2010), pengukuran citra merek
dapat dilakukian berdasarkan pada aspek sebuah merek, yaitu :
1. Kekuatan (strengh)
Kekuatan mengarah pada berbagai
keunggulan-keunggulan yang dimiliki merek bersangkutan yang bersifat
fisik, dan tidak ditemukan pada atribut-atribut fisik atas merek
kelebihan dibanding merek lain. Kekuatan ini meliputi :
penampilan fisik produk, harga produk, fasilitas produk,
penampilan fasilitas pendukung dari produk
2. Keunikan (uniqueness)
Keunikan adalah kemampuan untuk membedakan
sebuah merek diantara merek-merek yang lain. Kesan unik
muncul dari atribut produk.
3. Favourable
Favourable mengarah pada kemampuan merek tersebut untuk mudah diingat oleh pelanggan. Termasuk
dalam kelompok fovourable ini antara lain: kemudahan merek untuk diucapkan, kemampuan merek untuk tetap
diingat, maupun kesusaian antara kesan dibenak pelanggan
dengan citra yang diinginkan perusahaan atas merek
bersangkutan.
Dalam pengukuran sebuah merek, tidak hanya dari
tampilan fisik, tetapi juga pada manfaat yang dijanjikan dan
tingkat keuntungan yang dapat diperoleh oleh pemakai jasa
sebuah layanan.
e. Manfaat Citra Merek (Brand Image)
Manfaat pentingnya brand image dikemukakan oleh Sutisna (2000) sebagai berikut :
1. Konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu merek,
lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian.
2. Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan
memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap
merek produk lama.
3. Kebijakan family branding dan leverage branding dapat dilakukan jika citra merek produk yang telah ada positif.
f. Dimensi Citra Merek (Brand Image)
Menurut Hoeffler dan Keller (Amanah, 2011) dimensi
atau indikator brand image sebagai berikut:
1. Kesan profesional, yaitu produk memilki kesan profesional
atau memilki keahlian dibidangnya
2. Kesan modern, yaitu produk memili kesan modern atau
memilki teknologi yang selalu mengikuti perkembangan jaman
3. Melayani semua segmen, yaitu produk mampu melayani
semua segmen yang ada, tidak hanya melayani segmen khusus
saja
4. Popular pada konsumen yang merupakan strategi agar masuk
dalam benak pelanggan dengan baik.
3. Pengambilan Keputusan
Perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang
diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,
harapkanakan memuaskan kebutuhan mereka. (Sciffman dan
Kanuk,2010; Ujang, 2011: 4). Definisi perilaku konsumen selanjutnya
menyimpulkan bahwa perilaku konsumenadalah semua tindakan,
kegiatan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut
pada saat sebelum membeli, kita membeli, menggunakan,
menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau
kegiatan mengevaluasi (Sumarwan, 2011: 5).
a. Pengertian Pengambilan Keputusan
Schiffman dan Kanuk (Sumarwan, 2011: 357)
mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan
dari dua atau lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang
hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan
alternatif. Misalnya, seorang konsumen akan membeli sebuah
sedan, ia dihadapkam pada beberapa merek kendaraan seperti :
Toyota, Honda, Suzuki, dan Hyundai. Dengan demikian ia harus
mengambil keputusan merek apa yang akan dibelinya, atau ia harus
memiliih satu dari beberapa pilihan merek.
Perilaku pembelian konsumen atau perilaku konsumen
adalah proses dan kegiatan yang terlibat ketika orang mencari,
memilih, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan membuang
produk dan jasa untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
mereka (Belch, 2001; Morissan, 2010: 85). Keputusan untuk
proses yang lam dan rumit yang mencakup kegiatan mencari
informasi, membandingkan berbagai merek, melakukan evaluasi,
dan kegiatan lainnya.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
pengambilan keputusan adalah proses bagaimana menentukan
keputusan yang terbaik, logis, rasional dan ideal berdasarkan data,
fakta, dan informasi dari sejumlah alternatif untuik mencapai
sasaran-sasaran yaang telah ditetapkan dengan resiko terkecil,
efektis, dan efisien untuk dilaksanakan dimasa yang akan datang.
b. Faktor-Faktor Pengambilan Keputusan
Menurut Terry (1989; Diamond, 2012), faktor-faktor yang
harus diperhatikan dalam mengambil keputusan terdiri dari 6 hal
sebagai berikut:
1) Fisik
Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti: rasa
tidak nyaman, atau kenikmatan. Ada kecenderungan
menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak
senang, dan sebaliknya memilih tingkah laku yang
memberikan kesenangan.
2) Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan beraksi
pada suatu situasi secara subjektif.
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan
informasi, memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.
4) Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan
melaksanakan. Seseorang akan menilai potensi diri dan
kepercayaan dirinya melalui kemampuannya dalam
bertindak.
5) Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada.
Hubungan antar satu orang ke orang yang lain dapat
mempengaruhi tindakan individual
6) Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi, dan politik.
c. Tipe Pengambilan Keputusan
Sciffman dan Kanuk (2010; Sumarwan, 2011: 360)
pengambilan keputusan dibagi menjadi tiga tingkat :
1. Pengambilan keputusan ekstensif (extensive decision making). Biasanya melibatkan sejumlah besar perilaku pencarian yang
dibutuhkan untuk mengidentifikasi alternatif pilihan dan
mencari kriteria pilihan yang akan digunakan untuk
mengevaluasi. Dan juga melibatkan keputusan multipilihan
dan upaya kognitif serta perilaku yang cukup besar.
yang cukup lama dan hanya pada sedikit masalah pilihan
konsumen.
2. Pengambilan keputusan terbatas (united decision making). Jumlah upaya pemecahan masalah yang dibutuhkan dalam
pengambilan keputusan terbatas berkisar dari rendah ke
sedang. Dibandingkan dengan pengambilan keputusan
ekstensif, pengambilan keputusan ini melibatkan tidak banyak
upaya pencarian informasi, lebih sedikit alternatif yang
dipertimbangkan dan proses integrasi yang dibutuhkan. Pilihan
yang melibatkan pengambilan keputusan terbatas biasanya
dilakukan cukup cepat, dengan tingkat upaya kognitif dan
perilaku yang sedang.
3. Perilaku pilihan rutin (routinized choice behavior). Perilaku yang muncul secara otomatis dengan sedikit atau bahkan tanpa
ada proses kognitif. Dibandingkan dengan tingkat yang lain,
perilaku pilihan rutin membutuhkan sedikit kapasitas kognitif
atau kontrol sadar.
d. Langkah-Langkah Pengambilan Keputusan
Kotler (Sumarwan, 2014), keputusan membeli dan
mengkonsumsi suatu produk dengan merek tertentu terdiri dari 5
tahap yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi
alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian :
Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen
mengahdapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan dimana
terdapat perbedaan antara keadaan yuang diinginkan dengan
keadaan yang sebenarnya terjadi. Adanya kebutuhan belum
tentu ada keputusan beli, karena jika ada kebutuhan yang
lebih penting maka proses akan berhenti, artinya kebutuhan
yang pertama akan tertunda atau tidak jadi terpenuhi
Kebutuhan dari konsumen perlu ditingkatkan oleh pemasar
karena konsumen pada umumnya mempunyai kendala antara
lain anggaran dan waktu.
2. Pencarian Informasi
Pencarian informasi digunakan untuk memilih
alternatif yang mampu memberikan manfaat secara maksimal
dari penggunaan produk tersebut. Informasi dapat diperoleh
dari sumber internal ataupun sumber eksternal.
Sumber internal yaitu penggunaan kembali informasi
yang ada dalam memori atau otak untuk mengatasi apabila
kebutuhan muncul.Yang dijadikan pertimbangan awal untuk
mengatasinnya adalah produk atau merek yang ada pada
memori tersebut.
Sumber eksternal yaitu pencarian informasi diluar
memori. Ini bisa dilakukan melalui beberapa cara atau media
3. Evaluasi Alternatif
Tahap ketiga dari proses keputusan konsumen adalah
evaluasi alternatif. Evaluasi alternatif adalah proses
mengevaluasi pilihan produk dan merek dan memilihnya
sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Pada proses
evaluasi alternbatif, konsumen membandingkan berbagai
pilihan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Ada konsumen yang mempunyai tujuan pembelian untuk
meningkatkan prestise, ada yang hanya sekedar ingin
memenuhi kebutuhan jangka panjang, ada juga yang ingin
meningkatkan pengetahuan dan sebagainya. Konsumen akan
mencari manfaat tertentu dari suatu produk dan memandang
setiap produk sebagai rangkaian atribut dengan kemampuan
tersebut. Konsumen akhirnya akan memilih alternatif yang
mampu memberikan manfaat maksimal yang ditawarkan oleh
produk yang ada.
4. Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian dilakukan setelah melakukan
tahap-tahap yang sudah dijelaskan di atas, kemudian
konsumen melakukan keputusan apakah melakukan
pembelian atau tidak. Pembelian biasanya dilakukan dengan
kesengajaan minimum dan pengambilan keputusan lebih
evaluasi alternatif, jika memenuhi atau melebihi harapan,
hasil tersebut merupakan niat untuk membeli ulang.
5. Perilaku Pasca Pembelian
Setelah melakukan pembelian konsumen akan
mendaptkan kepuasan atau ketidakpuasan. Ketika konsumen
mendapatkan kepuasan dari penggunaan produk tersebut
maka kesempatan atau keinginan untuk melakukan
pembelian ulang lebih besar, tetapi sebaliknya ketika
konsumen mendapatkan ketidakpuasan tentu saja konsumen
akan beralih pada merek lain.
4. Tabungan (Saving)
Tabungan (saving deposit) mnurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya
dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi
tidak dapat ditarik degan cek, bilyet giro, dan/ atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu (Kasmir, 2012: 64). Nasabah jika ingin
mengambil simpanannya dapat langsung di bank dengan membawa
buku tabungan, slip penarikan, atau ATM.
Dalam perbankan syariah terdapat dua prinsip perjanjian Islam
yang sesuai diimplementasikan dalam produk tabungan, yaitu wadiah
dan mudharabah. Kedua prinsip tersebut dapat dijadikan referensi
dalam memilih produk perbankan syariah khususnya dalam bentuk
motifnya hanya menyimpan uang saja maka dapat memakai produk
tabungan wadiah, sedangkan jika motif nasabah untuk investasi atau
mencari keuntungan maka bisa memilih produk tabungan
mudharabah.
Perbedaan utama produk tabungan dalam perbankan syariah
dengan perbankan konvensional adalah, dalam perbankan syariah
tidak mengenal suku bunga tertentu yang dijanjikan, yang ada adalah
nisbah atau presentase bagi hasil pada tabungan mudharabah dan bonus pada tabungan wadi‟ah.
Menurut Dewan Fatwa Syariah Nasional
No.02/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 1 april 2000 tentang tabungan, tabungan pada
bank syariah dapat dijalankan dengan menggunakan prinsip
mudhrabah dan wadi‟ah
a. Tabungan Wadi’ah
Tabungan wadi‟ah adalah jenis simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaaan
penarikan dana tertentu. Menurut Pedoman Akuntansi Perbankan
Syariah Indonesia (2003) tabungan wadi‟ah diakui sebesar nominal penyetoran atau penarikan yang dilakukan oleh pemilik
rekening (Nabhan, 2008: 43).
Tabungan wadi‟ah dibenarkan berdasarkan Fatwa DSN-MUI dengan ketentuan umum sebagai berikut:
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian („athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank. b. Tabungan Mudharabah
Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola dana (mudharib) dalam suatu kegiatan produktif (Nabhan, 2008: 46).
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI, ketentuan umum prinsip
mudharabah sebagai berikut:
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal
(pemilik dana) dan bank bertindak sebagai mudharib
(pengelola dana)
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan
prisnsip syariah dan mengembangkannya, termasuk
didalamnya melakukan mudharabah dengan pihak lain
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk
tunai dan bukan piutang
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan
nasabahnya tanpa persetujuan yang bersangkutan.
C. Kerangka Penelitian
Kerangka penilitian menggambarkan pengaruh antara variabel
bebas terhadap variabel terkait, yaitu pengaruh kualitas pelayanan dan
brand image terhadap keputusan menabung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji permasalahan tentang keputusan nasabah untuk menabung pada
Bank Syariah Mandiri Salatiga, dimana variabel bebas (independent) terdiri dari kualitas pelayanan (X1) dan brand image (X2), sedangkan variabel terkait (dependent) adalah keputusan menabung (Y). Untuk memperjelas variabel yang mempengaruhi keputusan menabung pada Bank Syariah
Mandiri Salatiga, penulis membuat kerangka penelitian sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Kualitas Pelayanan (X1) Brand Image (X2) Keputusan Menabung (Y)
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian kerangka penelitian di atas, maka penulis
menarik hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap keputusan nasabah
menabung pada Bank Syariah Mandiri Salatiga
2. Terdapat pengaruh brand image terhadap keputusan nasabah menabung pada Bank Syariah Mandiri Salatiga
Kualitas pelayanan merupakan variabel dominan yang mempengaruhi
36
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan rancangan berisi rumusan tentang objek atau
subjek yang akan diteliti, teknik-teknik pengumpulan data, prosedur pengumpulan
dan analisis data berkenaan dengan fokus masalah tertentu (Sutama, 2011: 25).
Berikut rancangan metode-metode penulis yang digunakan dalam penelitian ini :
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, yaitu metode yang
lebih menekankan pada aspek pengukuran secara objektif terhadap
fenomena sosial (Sumanto, 1995). Penelitian ini membahas tentang
pengaruh kualitas pelayanan dan brand image terhadap keputusan nasabah menabung pada Bank Syariah Mandiri Salatiga.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada di Bank Syariah Mandiri Salatiga, yang
beralamatkan di Ruko Diponegoro A6-A7, Jl. Diponegoro 77 Salatiga. Telp.
(0298) 328558, 328885 Ext 214, Fax (0298) 314407.
Waktu penelitian dilakukan dari bulan April sampai Agustus 2015.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan wilayah objek dan subjek
penelitian yang ditetapkan untuk dianalisis dan ditarik kesimpulan oleh
ini adalah nasabah pada Bank Syariah Mandiri Salatiga dengan jumlah
7.500 nasabah.
2. Sampel
Menurut Bawono (2006: 28), sampel adalah objek atau subjek
penelitian yang dipilih guna mewakili keseluruhan dari populasi. Hal
ini dilakukan guna menghemat waktu dan biaya. Adapun teknik untuk
menentukan jumlah sampel adalah dengan rumus :
Keterangan :
s : Sampel
P : Populasi
e : Error atau tingkat kesalahan yang diyakini
Dari 7.500 nasabah, peneliti akan mengambil 98 orang sebagai
Setelah jumlah sampel diketahui, langkah selanjutnya adalah
menentukan teknik yang digunakan untu mengambil sampel. Dalam
penelitian ini, peneliti mengambil teknik accidential sampling, yaitu agar penelitian lebih memperoleh responden (sampel)penelitian yang
relevan dan memenuhi syarat data yang diharapkan (Supardi, 2005:
115).
D. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Bawono (2006: 29), metode pengambilan data adalah
teknik atau cara yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan data yang
dianalisis atau diolah untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Teknik
pengumpulan data dapat diperoleh dari beberapa data, antara lain :
1. Sumber dan Jenis Data a. Data Primer
Data primer menurut Bawono (2006: 29) adalah
pengambilan data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari