BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5. Kualitas Pelayanan
Terdapat sejumlah pakar dengan berbagai sudut pandang yang
berbeda telah memberikan pengertian mengenai konsep kualitas,
sehingga terdapat definisi-definisi yang berbeda pula. Menurut Goesth
dan Davis, kualitas adalah sebagai suatu kondisi dinamis dimana yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan (Nasution, 2005:22).
Sedangkan Kotler (2009:143) mendefinisikan kualitas sebagai
“totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau
tersirat”. Pernyataan tersebut memberikan arti bahwaseorang produsen berhasil memberikan kualitas apabila produk atau pelayanan yang
diberikan memenuhi harapan konsumen, kualitas berpusat pada
konsumen.
Sedangkan menurut Bharat Whaklu (2009:3) kualitas produk
atau jasa memiliki dua aspek, keduanya bersama-sama memiliki satu
definisi, yang pertama berkaitan dengan fitur dan atribut dari produk
atau jasa. Ini memastikan bahwa produk atau jasa memenuhi
kebutuhan penggunanya. Aspek kedua menyangkut tidak adanya
kekurangan dalam produk.
b. Perspektif Kualitas
David dalam Tjiptono (2014:6), mengidentifikasikan adanya
lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
1) Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini, dipandang sebagai innate
excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi
sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini
biasanya diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, seni
drama, seni tari, dan seni rupa. Meskipun demikian suatu
perusahaan dapat mempromosikan produknya melalui pernyataan-
pernyataan maupun pesan-pesan komunikasi seperti tempat
berbelanja yang menyenangkan, elegan (mobil), kecantikan wajah
(kosmetik), kelembutan dan lain-lain. Dengan demikian fungsi
perencanaan produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali
2) Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan
karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat
diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam
jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena
pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan
perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
3) User-based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas
tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang
paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived
quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
Perspektif yang subjektif dan demand-orientalini juga menyatakan
bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan
yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama
dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.
4) Manuacturing-based Approach
Perspektif ini bersiat supply-based dan terutama
memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan,
serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan
persyaratan (conformance to requirements). Dalam sektor jasa,
dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operations-driven.
dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan
peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang
menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan
perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.
5) Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga.
Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga.
Kualitas dideinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersiat relative, sehingga produk yang
memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling
bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa
yang paling tepat dibeli (best-buy).
c. Pengertian Pelayanan
Pelayanan merupakan terjemahan dari istilah service dalam
bahasa Inggris yang menurut Kotler yang dikutip Tjiptono, yaitu
berarti “setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain, yang ada dasarnya bersifat intangible (tidak
berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu” (Tjiptono, 2014:26). Kotler membedakan penawaran menjadi lima
kategori, yaitu:
1) Barang berwujud murni
2) Barang berwujud yang disertai jasa
4) Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan
5) Jasa murni
d. Dimensi Kualitas Pelayanan
Konsep kualitas pelayanan merupakan faktor penilaian yang
merefleksikan persepi konsumen terhadap lima dimensi spesifik dari
kinerja layanan (Pasuraman, et al. 1985, dalam Tjiptono 2014:282)
menyimpulkan bahwa terdapat lima dimensi SERVQUAL (Service
Quality) yang dipakai untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu:
1) Reliability
Reliability atau keandalan yakni kemampuan memberikan
layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
2) Responsiveness
Responsiveness atau daya tanggap merupakan kesediaan dan
kemampuan karyawan untuk membantu pelanggan dan merespon
pemintaan pelanggan dengan tanggap.
3) Assurance
Assurance atau jaminan mencakup pengetahuan, kompetensi,
kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas
dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
4) Emphaty
Emphaty merupakan kemudahan dalam menjalin relasi,
5) Tangibles
Tangibles meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan
sarana komunikasi.
Namun sebelum dimensi disempurnakan seperti diatas
terdapat sepuluh dimensi kualitas jasa, diantaranya:
1) Reability, berhubungan dengan konsisten kinerja dan
ketergantungan. Hal ini berarti perusahaan menyelenggarakan jasa
dengan baik pertama kali dan menjunjung tinggi janji-janjinya.
2) Responsiveness (daya tanggap), berhubungan dengan kesiapan
karyawan menyediakan layanan jasa. Juga menyangkut ketepaan
waktu pelayanan.
3) Competence, berarti kepemilikan kemampuan yang dibutuhkan dan
pengetahuan menyelenggarakan jasa.
4) Access, mudah ditemui dan mudah dikontak.
5) Kesopanan, yaitu sikap santun, respek, perhatian, dan keramahan
para staf lini depan (termasuk resepsionis, operator telepon dan
sebagainya).
6) Communication, menjaga hubungan dengan pelanggan dalam
bahasa yang mereka mengerti dan mendengarkan mereka, dapat
juga berarti perusahaan harus menyesuaikan bahasanya dengan
7) Credibility, mengandung arti saling mempercayai, dapat dipercaya
dan kejujuran. Menyangkut ketertarikan jiwa yang disukai
pelanggan.
8) Security, kebebasan dari rasa takut, beresiko dan keraguan.
9) Understanding atau Knowing, pelanggan berhubungan dengan
usaha mengenai kebutuhan pelanggan.
10) Tangibles, termasuk bukti fisik dari jasa.