3 METODE PENELITIAN
4.3 Kualitas Perairan Pesisir Pulau Panjang dan Teluk Lada, Banten
Kegiatan riset yang dilakukan pada bulan Juni-Juli 2010 menunjukkan bahwa parameter perairan seperti salinitas, pH, suhu dan padatan tersuspensi total (TSS)
umumnya berada dalam kondisi alami untuk perairan pesisir di Indonesia. Pengukuran di perairan Pulau Panjang dilakukan pada jam 11-13 WIB sedangkan lokasi pembanding pada jam 15 WIB. Kedalaman perairan lokasi studi yaitu 10 meter pada Stasiun 1, 12 meter pada Stasiun 2, 7 meter pada Stasiun 3 dan 3 meter pada Stasiun pembanding. Nilai kualitas perairan dapat dilihat pada Gambar 17 sampai 21 dan Lampiran 19.
Gambar 17 menyajikan nilai kadar garam atau salinitas pada tiap stasiun pengamatan. Salinitas perairan Pulau Panjang, Banten relatif konstan dengan kisaran 30,2‰–30,7‰ (rata-rata 30,4‰) sedangkan lokasi pembanding 27‰. Lokasi pengamatan berada di pesisir laut sehingga memiliki kisaran salinitas air laut (>17‰). Lokasi stasiun pembanding berdekatan dengan sungai yang bermuara (Sungai Ci Jedang) sehingga menurunkan nilai salintias karena masukkan air tawar.
S ta s iu n S t. 1 S t. 2 S t. 3 S t. k o n t r o l Salini tas ( o / oo ) 0 .0 5 .0 1 0 . 0 1 5 . 0 2 0 . 0 2 5 . 0 3 0 . 0 3 5 . 0 3 0 .2 3 0 .3 3 0 .7 2 7 .0
Gambar 17. Nilai salinitas (‰) pada stasiun pengamatan, Juni-Juli 2010 Gambar 18 menyajikan nilai derajat keasaman (pH) di lokasi studi. pH perairan Pulau Panjang, Banten dan pembanding adalah bersifat alkali (basa) berkisar antara 7,56-8,33 (rata-rata 8,01) dan 7,91 di lokasi pembanding. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2007). pH sangat mempengaruhi kelarutan ion logam maupun zat radioaktif dalam perairan, dimana kelarutannya akan tinggi pada pH rendah. Perairan yang bersifat basa dan netral cenderung memiliki produktifitas lebih tinggi daripada yang bersifat asam. Penurunan nilai pH dapat disebabkan oleh penambahan pengotoran perairan yang terus-menerus baik yang berasal dari limbah domestik dan industri.
Salinitas alami air laut >17‰ (Valikangas in Nontji 1987)
St. 4 (pembanding)
S t a s i u n S t . 1 S t . 2 S t . 3 S t . k o n t r o l pH 0 . 0 0 2 . 0 0 4 . 0 0 6 . 0 0 8 . 0 0 1 0 . 0 0 8 . 1 5 8 . 3 3 7 . 5 6 7 . 9 1
Gambar 18. Nilai pH pada stasiun pengamatan, Juni-Juli 2010
Gambar 19 menyajikan nilai suhu (oC) pada lokasi pengamatan. Suhu perairan Pulau Panjang, Banten berkisar antara 29,5 oC-30,1 oC (rata-rata 29,8 oC) dan 31oC di lokasi pembanding. Suhu perairan wilayah Indonesia dikategorikan pada perairan relatif hangat karena terkait dengan kondisi geografis yang berada di daerah tropis. Suhu air permukaan di perairan Indonesia berkisar antara 28-31
o
C (Nontji, 1987). Berdasarkan uraian di atas, hasil pengamatan suhu di lokasi pengamatan masih dalam kondisi normal. Peningkatan suhu perairan cenderung menaikkan akumulasi dan toksisitas dari logam berat dan zat radioaktif, hal ini terjadi akibat meningkatnya laju metabolisme dari organisme akuatik.
Stasiun St. 1 St. 2 St. 3 St. kontrol S uhu ( oC) 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 30.1 29.8 29.5 31.0
Gambar 19. Nilai suhu perairan (oC) pada stasiun pengamatan, Juni-Juli 2010
Baku mutu 7-8,5 (Kepmen LH No. 51 Th. 2004) St. 4 (pembanding) St. 4 (pembanding)
Alami atau berkisar 28-31oC (Nontji 1987)
1 2 3 4 (pembanding) D O ( m g /l) 0 1 2 3 4 5 6 Stasiun 2,23 1,68 0,72
Kadar oksigen terlarut (DO) perairan Pulau Panjang berkisar antara 0,72 mg/l- 2,23 mg/l. Dengan DO terendah pada Stasiun 3 dan tertinggi pada Stasiun 1 (Gambar 20). Kadar DO minimum peruntukan kehidupan organisme akuatik 5,0- 9,0 mg/l (Kanada, 1992 in Effendi, 2007). Pada Stasiun 1, 2 dan 3 kadar oksigen terlarutnya kurang dari 5 mg/l, namun ikan masih dapat bertahan hidup dengan kisaran oksigen terlarut 1,0 mg/l-5,0 mg/l walaupun ada potensi terganggu pertumbuhannya.
Gambar 20. Nilai DO (mg/l) perairan pada stasiun pengamatan, Juni-Juli 2010
Total Suspended Solid (TSS) di perairan Pulau Panjang berkisar antara 15,2
mg/l-17,2 mg/l (rata-rata 16,2 mg/l) dan pada lokasi pembanding 19,7 mg/l (Gambar 21). Dari nilai tersebut dapat disebutkan bahwa perairan tersebut masih layak untuk kehidupan organisme akuatik. Kadar TSS peruntukkan kehidupan organisme akuatik adalah 25 mg/l (European Community, 1992 in Effendi, 2007). Faktor kedalaman ikut mempengaruhi proses resuspensi, dimana pada perairan dangkal memungkinkan terjadinya resuspensi yang lebih tinggi karena pengaruh pengadukan arus. Resuspensi mengakibatkan bertambahnya kandungan TSS di kolom perairan. Selain itu, lokasi yang lebih dekat dengan daratan di wilayah pesisir juga pada umunya memiliki kandungan TSS yang tinggi. Pada stasiun yang lebih dangkal memiliki nilai TSS yang tinggi (stasiun pembanding). Stasiun 3 di perairan Pulau Panjang, Banten memiliki nilai TSS tertinggi diduga karena
Baku Mutu ≥5 mg/l
lokasi berada pada daerah yang memiliki gelombang yang relatif lebih tinggi dan kedalaman yang lebih dangkal. Kondisi pasut ikut mempengaruhi nilai TSS. Kondisi perairan dalam keadaan pasang menyebabkan massa air di daerah pesisir diencerkan oleh massa air laut yang datang, sehingga konsentrasi TSS yang terukur lebih kecil.
Zat padat tersuspensi mempengaruhi keberadaan radionuklida alam dalam kolom perairan, dimana semakin banyak zat padat tersuspensi maka semakin luas permukaan partikel dalam mengadsorbsi ion-ion radionuklida alam dalam kolom perairan sehingga konsentrasi radionuklida primordial terlarut dalam air laut berkurang. Radionuklida yang teradsorpsi zat padat tersuspensi tersebut kemudian dideposisikan ke sedimen perairan sehingga konsentrasinya meningkat di sedimen. S ta s iu n 1 2 3 4 (p e m b a n d in g ) T SS (m g /l) 0 2 0 8 0 1 6 ,2 1 5 ,2 1 7 ,2 1 9 ,7
Gambar 21. Nilai TSS (mg/l) pada stasiun pengamatan, Juni-Juli 2010
4.3.2 Tekstur dan bahan organik total sedimen
Tipe sedimen dilokasi pengamatan adalah pasir berlanau (Stasiun 1 dan 2) dan pasir (Stasiun 3 dan pembanding) (Gambar 22 dan Lampiran 11). Penamaan jenis sedimen berdasarkan diagram Shepard. Fraksi pasir mendominasi pada Stasiun 3 dan pembanding (>90%). Seluruh stasiun pengamatan berada di daerah pesisir/pantai sehingga tipe sedimennya didominasi fraksi pasir, karena adanya pengaruh arus di daerah pantai, dimana partikel berukuran lebih kecil akan terbawa kembali oleh arus ke daerah laut sedangkan partikel berukuran lebih besar
Baku Mutu ≤80 mg/l
Stasiun St. 1 St. 2 St. 3 St. kontrol T e ks tu r s e d im en ( %) 0 20 40 60 80 100 sand silt clay
akan terendapkan di daerah pantai. Daerah pantai tergolong dalam High Energy
Environment (HEE).
Jenis sedimen (substrat dasar perairan) dapat menjadi faktor pembatas bagi penyebaran organisme bentik karena jenis sedimen berhubungan dengan kandungan oksigen dan ketersediaan unsur hara dalam sedimen. Fraksi liat/lempung mampu mengikat 226Ra dan 232Th 5 kali lebih tinggi dibandingkan fraksi pasir dan lanau (UNSCEAR 1993).
Gambar 22. Sebaran rata-rata fraksi sedimen pada stasiun pengamatan, Juni-Juli 2010
Kandungan bahan organik total (TOM) dalam sedimen yang terukur di lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 23. TOM dalam sedimen berkaitan erat dengan jenis sedimen. Semakin halus fraksi sedimen, kemampuan dalam mengakumulasi bahan organik semakin besar. Bahan organik berkaitan erat dengan unsur hara. Bahan organik tinggi berarti unsur hara tinggi juga. Pada sedimen berpasir umumnya miskin zat hara dan begitu sebaliknya substrat yang lebih halus kaya akan unsur hara. Sedimen dengan fraksi pasir mendominasi biasanya berada pada wilayah dengan kekuatan energi gelombang dan arus lebih besar (high energy environment) sehingga mencuci bahan organik dan polutan lain dalam sedimen.
Stasiun-stasiun yang memiliki kandungan TOM rendah seperti Stasiun 3 dan kontrol dicirikan pada wilayah dengan tipe sedimen yang didominasi oleh pasir. Stasiun 1 dan 2 yang memiliki kandungan lanau dan lempung lebih tinggi
St. 4 (pembanding)
memiliki kandungan TOM yang lebih tinggi. Sedimen yang mengandung jumlah mineral lempung (clay) dan bahan organik tinggi akan cenderung mengakumulasi logam berat maupun radionuklida primordial lebih tinggi, karena senyawa- senyawa tersebut memiliki sifat mengikat logam berat dan radionuklida alam.
Stasiun S t. 1 S t. 2 S t. 3 S t. kontrol T O M ( %) 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 12.60 15.65 7.93 6.56
Gambar 23. Kandungan TOM (%) dalam sedimen pada stasiun pengamatan, Juni-Juli 2010