• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kualitas Perairan Teluk Jakarta

Kedalaman Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara 0.93-3.2 meter, dimana terdangkal pada Stasiun 3 dan terdalam pada Stasiun 2 (Gambar 3). Kedalaman rata-rata stasiun pengamatan yaitu yaitu 2.13 meter. Kedalaman perairan mempengaruhi waktu pengendapan partikel-partikel yang ada di kolom air menuju sedimen. Semakin dalam perairan maka semakin lambat pengendapan (solidifikasi), semakin dangkal perairan maka waktu pengendapan relatif lebih cepat.

Gambar 3. Kedalaman perairan (m) pada stasiun pengamatan

Suhu Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara 27.6- 31.2 0C dengan nilai terendah pada Stasiun 1 dan tertinggi pada Stasiun 6 (Gambar 4). Temperatur memiliki pengaruh yang besar terhadap spesiasi logam karena perubahan temperatur dapat mempengaruhi tingkat sensitifitas reaksi

kimia. Semakin tinggi suhu dapat menyebabkan peningkatan aktivitas mikroba dalam mengurai bahan organik. Peningkatan aktivitas mikroba juga dapat menyebabkan peningkatan pemanfaatan oksigen terlarut di perairan yang akan mempengaruhi reaksi reduksi dan oksidasi. Temperatur dapat mempengaruhi kuantitas logam berat yang dapat diserap oleh organisme karena proses biologi akan meningkat dua kali lipat setiap peningkatan suhu sebesar 10 0C (Luoma,1983 in John dan Leventhal, 1995).

Gambar 4. Suhu perairan (0C) pada stasiun pengamatan

Salinitas Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara 2-25, dengan nilai terendah pada Stasiun 1 dan tertinggi pada Stasiun 6 (Gambar 5). Salinitas rata-rata stasiun pengamatan yaitu sebesar 9.22. Tinggi dan rendahnya nilai salinitas pada daerah estuari dipengaruhi oleh pencampuran air laut dan air sungai. Semakin tinggi nilai salinitas maka semakin besar pengaruh air laut, sedangkan semakin rendah nilai salinitas maka pengaruh air laut semakin kecil.

Gambar 5. Salinitas perairan pada stasiun pengamatan

4.2. Ukuran Butiran Sedimen (Grain Size)

Sedimen perairan terdiri dari berbagai tipe substrat dengan ukuran butiran yang berbeda karena perbedaan proses pembentukannya. Tipe sedimen secara umum didominasi oleh lanau dengan kisaran antara 6.7%-72.4%, terendah berada pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 5 (Gambar 6).

Gambar 6. Komposisi ukuran butiran sedimen (%) pada sampel menurut stasiun pengamatan

Tabel 1. Komposisi Ukuran Butiran Sedimen (%) pada Sampel Menurut Stasiun Pengamatan

Stasiun Lokasi Tekstur 3 Fraksi (%)

Tipe Sedimen

Pasir Lanau Lempung

1 Muara Angke 0.6 39.5 59.9 Lempung berlanau

2 Laut 1.8 65.6 32.6 Lanau berlempung

3 Sungai Dadap 0.5 52.9 46.6 Lanau berlempung 4 Sungai Kamal 0.2 71.3 28.5 Lanau berlempung 5 Sungai Ancol 1.2 72.4 26.4 Lanau berlempung 6 S. Blencong 18.1 36.4 45.5 Lempung berlanau

7 Trs. Sunter 0.1 51.9 48 Lanau berlempung

8 Kali Koja 13.1 57.6 29.3 Lanau berlempung

9 Kali Baru 90.4 6.7 2.9 Pasir

Berdasarkan tabel di atas, lanau (2-50 µm) mendominasi komposisi sedimen pada Stasiun 2,3,4,5,7, dan 8. Stasiun yang didominasi oleh lempung (<2 µ m) yaitu Stasiun 1 dan 6, sedangkan Stasiun 9 didominasi oleh tekstur pasir (50 µ m-2 mm) dengan persentasi sebesar 90.4% . Perbedaan dominasi tekstur sedimen mencirikan proses pengendapan atau pembentukan sedimen yang disebabkan oleh perbedaan arus. Perairan dengan kecepatan arus relatif kuat kurang mampu mengendapkan partikel relatif kecil dan sebaliknya, partikel dengan ukuran relatif besar seperti pasir akan dapat dengan mudah diendapkan daripada ukuran relatif kecil seperti lempung dan lanau. Kondisi variabilitas dan pola adveksi air laut memberikan peran penting dan diduga sebagai faktor penyebab terjadinya perbedaan komposisi tekstur yang ada di wilayah penelitian.

4.3. Kandungan Bahan Organik Total Dalam Sedimen

Persentase Loss on Ignition (%LOI) mewakili persentase banyaknya bahan organik yang berada dalam sedimen. Sedimen pada stasiun penelitian mempunyai

nilai LOI kisaran 3.85%-8.95%, dimana nilai terendah pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 7).

Gambar 7. Persentase kandungan bahan organik (LOI) pada sampel menurut stasiun pengamatan

Perbedaan kandungan LOI dapat mencerminkan hubungan kondisi lingkungan saat pembentukan sedimen selain faktor fisika seperti arus dan gelombang seperti penjelasan sebelumnya. Deposisi bahan organik dipengaruhi oleh input atau masukan sumber bahan organik. Stasiun 1, 4, 7, dan 8 meliputi daerah Muara Sungai Dadap, Muara Angke, Muara Terusan Sunter dan Muara Kali Koja, yang merupakan muara dari aliran sungai/kali yang melalui daerah dengan aktivitas manusia yang cukup tinggi. Aliran Sungai Dadap melewati kawasan perumahan, persawahan, dan pergudangan. Aliran Kali Angke melewati derah pendaratan dan pengolahan ikan, peternakan, perumahan, dan hutan lindung. Aliran Kali Sunter melewati daerah perumahan dan industri. Aliran Kali koja melewati kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Kawasan perumahan, industri, persawahan, peternakan, dan pelabuhan merupakan kawasan yang menghasilkan limbah domestik berupa

limbah cair dan limbah padat yang menghasilkan senyawa organik. Limbah cair domestik biasanya mengandung senyawa organik berupa protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat (Fakhrizal, 2000 in Mukhtasor, 2007). Kawasan perumahan menghasilkan limbah cair berupa cucian air sabun, deterjen, dan buangan kakus. Limbah padat yang dihasilkan berupa sampah organik seperti sisa makanan, sayuran, dan kulit buah. Kawasan pelabuhan membuang minyak dari balas kapal, sedangkan kawasan persawahan, peternakan, dan pengolahan ikan menyumbang limbah organik berupa pestisida, kotoran hewan, dan buangan perikanan.

4.4. Konsentrasi Total Cu dan Zn Dalam Sedimen

Konsentrasi logam Cu total berkisar antara 21.04 μg/g-373.97 μg/g dengan konsentrasi terendah pada Stasiun 9 yaitu di titik muara Kali Baru dan tertinggi pada Stasiun 4 yaitu titik muara Sungai Dadap. Konsentrasi logam Zn total berkisar pada rentang 141.59 μg/g-2483.78 μg/g dengan konsentrasi terendah terdapat pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 8). Jika ditinjau dari komposisi tekstur sedimennya, rendahnya konsentrasi pada Stasiun 9 karena stasiun ini didominasi oleh tekstur pasir. Semakin kecil/halus tekstur maka semakin mudah mengikat logam berat, sedangkan semakin besar tekstur maka akan semakin sulit mengikat logam berat. Konsentrasi Cu dan Zn pada sedimen stasiun pengamatan telah melewati batas konsentrasi alami. Konsentrasi alami logam berat Cu dan Zn pada sedimen menurut Canadian Environmental Quality Guidelines (2002) adalah sebesar 18.7 μg/g dan 124 μg/g.

Gambar 8. Konsentrasi total Cu dan Zn (µg/g) pada sampel menurut stasiun pengamatan

Tingginya konsentrasi Cu dan Zn diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitar daerah penelitian yang banyak terdapat berbagai aktivitas/daerah aktif. Konsentrasi pada bagian barat yaitu Stasiun 3 (muara Sungai Kamal), 4 (muara Sungai Dadap) dan pada bagian tengah yaitu Stasiun 5 (muara Sungai Ciliwung) dan 8 (muara Kali Koja) mempunyai konsentrasi Cu dan Zn yang tinggi.

Umumnya muara-muara tersebut berasal dari aliran sungai yang merupakan daerah aktif seperti kawasan industri, pergudangan, perumahan dan

perkampungan yang padat, serta persawahan. Di samping itu, terdapat Pelabuhan Tanjung Priok, kawasan industri Ancol Barat, dan tempat rekreasi. Semakin banyak limbah yang dibuang ke lingkungan maka akan dapat meningkatkan kadar/konsentrasi logam berat.

Tabel 2. Konsentrasi Logam Berat Total (μg/g) dalam Sedimen Teluk Jakarta Tahun 2003-2008

No Lokasi/waktu Cu (µg/g) Zn (µg/g) Sumber

1 Bagian Barat/ 13.81-193.75 82.18-533.59 Razak, 2004

2003

2 Bagian Barat/ 7.41-72.27 115.71-256.85 Razak, 2004

Mei-Oktober 2004

3 Bagian Tengah/ 3.36-50.65 71.13-230.54 Razak, 2004

2003

4 Bagian Tengah/ 1.19-40.60 53.87-233.32 Razak, 2004

Mei-Oktober 2004

5 Barat dan Tengah 7.64-118.33 261.31-1826.98 Fadhlina,2008

(Muara)/ 2008

Data konsentrasi Cu dan Zn tiga tahun terakhir pada daerah muara yaitu Fadhlina (2008) menunjukkan bahwa konsentrasi logam total Zn lebih tinggi daripada logam Cu. Logam Zn memiliki konsentrasi total berkisar antara 261.31

μg/g-1826.98 μg/g, sedangkan logam Cu memiliki konsentrasi total berkisar

antara 7. 64 μg/g-118.33 μg/g. Apabila dibandingkan dengan data penelitian dapat

diketahui bahwa konsentrasi logam Cu dan Zn terdapat indikasi peningkatan selama 3 tahun terakhir pada Perairan Teluk Jakarta. Peningkatan konsentrasi ini kemungkinan disebabkan oleh kontinuitas masukan limbah seperti limbah

industri, pemukiman, dan transportasi laut dari tahun ke tahun. Konsentrasi logam berat pada perairan Teluk Jakarta dapat terus meningkat apabila masukan limbah logam berat tidak diatasi dengan baik.

4.5. Konsentrasi labil Cu dan Zn dalam sedimen

Konsentrasi total logam berat terdiri dari fase resisten (residu) dan non resisten yang pada penelitian ini dijelaskan dari kandungan fraksi non labil dan labil. Pengukuran berdasarkan fraksi dapat membantu menjelaskan efektivitas

toksisitas logam berat di sedimen terhadap organisme dibandingkan dengan konsentrasi logam total. Logam berat fraksi labil umumnya lebih mudah diserap oleh biota. Konsentrasi Cu fraksi labil mempunyai nilai yang berkisar antara 9.90 µg/g-220.97 µg/g, dengan konsentrasi dan terendah pada Stasiun 9 (muara Kali Baru) dan tertinggi berada pada Stasiun 4 (muara Sungai Dadap). Konsentrasi Zn fraksi labil mempunyai nilai yang berkisar pada 116.80-597.25 µg/g, dengan konsentrasi terendah juga pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 9). Konsentrasi fraksi labil yang tinggi tersebar pada Stasiun 3 (muara Sungai

Kamal), 4 (muara Sungai Dadap), 5 (muara Sungai Ciliwung), dan 8 (muara Kali Koja).

Gambar 9. Konsentrasi labil Cu dan Zn (μg/g) pada sampel menurut stasiun pengamatan

Fadhlina (2008) menjelaskan bahwa pada stasiun daerah muara di Perairan Teluk Jakarta memiliki konsentrasi Cu dan Zn labil yang tinggi. Konsentrasi Cu labil berkisar antara 5.258 µ g/g-74.664 µg/g sedangkan konsentrasi Zn labil berkisar antara 492.363 µg/g-1544.345 µg/g. Berdasarkan data tersebut dapat

dilihat bahwa konsentrasi Cu labil pada penelitian ini lebih tinggi dari pada penelitian pada tahun 2008, namun konsentrasi Zn labil lebih rendah dari pada pada tahun 2008. Perbedaan dan variabilitas konsentrasi dapat diakibatkan oleh perbedaan titik stasiun yang diambil dan perbedaan kondisi laut yang dinamis seperti keadaan arus, dan pasang surut.

Fraksi labil logam Cu berkisar antara 47.07%-68.23%, dengan persentase terendah pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 1, sedangkan fraksi non labil Cu berkisar antara 31.77%-52.93% dengan persentase terendah pada Stasiun 1 dan tertinggi pada Stasiun 9 (Gambar 10). Fraksi labil mendominasi semua stasiun penelitian kecuali Stasiun 9 dengan persentase rata-rata sebesar 61.56%,

sedangkan rata-rata fraksi non labil yaitu sebesar 38.44%.

Gambar 10. Persentase labil dan non labil logam Cu pada sampel menurut stasiun pengamatan

Fraksi labil logam Zn berkisar antara 24.05%-82.49%, dengan persentase terendah pada Stasiun 4 dan tertinggi pada Stasiun 9, sedangkan fraksi non-labil Zn berkisar antara 17.51%-75.95% dengan persentase terendah pada Stasiun 9 dan

tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 11). Fraksi labil mendominasi hampir semua stasiun penelitian yaitu Stasiun 1, 2, 3, 5, 6, 7, dan 9 dengan persentase rata-rata sebesar 55.17%, sedangkan fraksi non-labil mendominasi stasiun 4 dan 8 dengan persentase rata-rata fraksi non-labil sebesar 44.83%.

Gambar 11. Persentase labil dan non labil logam Zn pada sampel menurut stasiun Pengamatan

Tabel 3. Persentase Labil dan Non-Labil Cu dan Zn Pada Stasiun Penelitian

Stasiun Cu (%) Zn (%)

Labil Non-labil Labil Non-labil

1 68.23 31.77 57.60 42.40 2 57.47 42.53 69.67 30.33 3 64.69 35.31 50.39 49.61 4 59.09 40.91 24.05 75.95 5 66.79 33.21 50.08 49.92 6 57.25 42.75 67.38 32.62 7 67.88 32.12 62.63 37.37 8 65.57 34.43 32.20 67.80 9 47.07 52.93 82.49 17.51 Rata-rata 61.56 38.44 55.17 44.83

Pada Tabel di atas persentase rata-rata logam Cu fraksi labil lebih tinggi dibandingkan logam Zn, hal ini menggambarkan bahwa logam Cu lebih bioavailabel dibandingkan dengan logam Zn. Logam Cu sangat mudah terakumulasi dalam tubuh hewan laut seperti kerang. Fraksi labil merupakan fraksi yang berikatan lemah dengan komponen besi oksida, mangan oksida, dan komplek organik di dalam sedimen sehingga dapat diabsorpsi oleh biota

(bioavailable) (Bendell-Young dan Thomas, 1998), sedangkan fraksi non labil tidak biovailable karena berikatan kuat dengan molekul-molekul sedimen. Pada perairan yang tercemar logam berat, Cu adalah logam yang paling efisien

diadsorpsi oleh mineral karbonat dan mineral Fe-Mn oksida. Dominasi fraksi labil pada perairan Teluk Jakarta menunjukkan bahwa sumber logam berat Cu dan Zn dominan berasal dari limbah antropogenik dan berbahaya bagi biota perairan. Persentase Zn lebih fluktuatif dibandingkan dengan persentase Cu yang lebih stabil pada perairan Teluk Jakarta, hal ini disebabkan oleh ikatan kompleks Cu lebih stabil dibandingkan ikatan kompleks Zn. Cu juga mempuyai mobilitas yang lebih rendah dari pada Zn (Prusty et al., 1994 in John dan Leventhal, 1995). Fadhlina (2008) juga menjelaskan bahwa pada daerah muara fraksi labil Cu dan Zn lebih dominan daripada fraksi non labil (Gambar 12). Persentase fraksi labil Cu dan Zn mendominasi semua stasiun pelitian, dengan persentase yang lebih besar dari penelitian ini dengan persentase labil Cu berkisar antara 62.33%- 96.99% dan persentase labil Zn berkisar 56.09%-93.84%. Pada gambar 12 dapat dilihat bahwa persentase Cu lebih stabil dibandingkan Zn yang lebih fluktuatif.

Gambar 12. Persentase labil dan non labil logam Cu dan Zn (Fadhlina, 2008)

Selain melalui analisis fraksi labil, analisis pengaruh aktivitas antropogenik yang mendominasi Perairan Teluk Jakarta dapat dikuatkan dari tingkat

sedimentasi di perairan tersebut. Aktivitas antropogenik dapat meningkatkan konsentrasi logam berat. Arman et al. (2009) menjelaskan mengenai estimasi laju sedimentasi dan geokronologi polutan Cu dan Zn dengan menggunakan alat sampling gravity core (Gambar 13).

Pada usia sedimen sekitar tahun 1865-1930, konsentrasi Cu dan Zn relatif konstan yaitu berkisar 40 ppm dan 70 ppm. Konsentrasi yang konstan tersebut dapat diduga bahwa sekitar tahun 1825-1905 logam Cu dan Zn masih bersumber secara alami. Setelah tahun 1930 sampai 2005 terjadi peningkatan konsentrasi Cu dan Zn secara signifikan yang dapat diduga bahwa logam Cu dan Zn tidak hanya bersumber secara alami, tetapi juga telah bersumber dari aktivitas antropogenik.

Gambar 13. Konsentrasi Cu dan Zn (ppm) dalam sedimen berdasarkan usia sedimen (Arman et al., 2009)

Peningkatan aktivitas antropogenik diantaranya yaitu peningkatan buangan limbah logam berat akibat peningkatan populasi jumlah penduduk dan peningkatan industri di daerah Jakarta dan sekitarnya.

4.6. Hubungan Parameter Fisika dan Kimia Sedimen

Analisis hubungan parameter fisika dan kimia sedimen menggunakan analisis biplot. Hasil analisis biplot menunjukkan bahwa sebagian besar parameter yang diukur memberikan korelasi yang positif seperti logam berat total, logam berat fraksi labil, persentase LOI, dan lanau (Gambar 14). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 13 bahwa parameter tersebut berada pada sudut yang cukup dekat antara satu parameter dengan parameter lain.

Gambar 14. Biplot hubungan parameter fisik dan kimia sedimen pada sampel menurut stasiun pengamatan

Korelasi yang positif parameter logam berat fraksi total, fraksi labil, persentase LOI dan lanau menunjukkan bahwa keempat parameter saling

berkaitan, penambahan nilai satu parameter diikuti dengan penambahan parameter lainnya, sebagai contoh yaitu peningkatan nilai LOI dan juga lanau akan dikuti dengan peningkatan konsentrasi logam berat total, peningkatan nilai lanau diikuti dengan peningkatan LOI. Gaw (1997) in Perera (2004) menemukan hubungan yang positif antara kandungan materi organik dengan konsentrasi logam berat dalam sedimen walaupun bahan organik bukan merupakan faktor utama yang mengatur konsentrasi logam berat dalam sedimen khususnya di daerah estuari. Keberadaan bahan organik mampu mengikat 5-20 % atau lebih dari kandungan logam dalam sedimen (Campbell et al., 1988). Tekstur sedimen dan kadar bahan organik merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat logam berat dalam sedimen (Villares et al., 2003). Menurut Situmorang (2008), sedimen yang mengandung fraksi sedimen yang halus akan mengakumulasi bahan organik yang

1 7 3 5 8 4 6 2 9

jauh lebih besar daripada sedimen yang mengandung fraksi yang lebih kasar. Keempat parameter yaitu logam berat total, fraksi labil, persentase LOI dan lanau memiliki sudut yang berbeda dengan dengan fraksi lempung, hal ini menunjukkan bahwa parameter lempung berkorelasi negatif terhadap keempat parameter tersebut. Korelasi yang negatif diduga disebabkan oleh keberadaan parameter lempung tidak mempengaruhi keempat parameter tadi, tingginya nilai lempung tidak diikuti oleh tingginya niai keempat parameter. Parameter pasir memiliki sudut yang sangat jauh dan cenderung berlawanan arah. Hal ini menunjukkan bahwa parameter pasir cenderung tidak memiliki korelasi terhadap parameter logam total, logam fraksi labil, persentase LOI dan lanau. Posisi parameter pasir yang tersendiri pada kuadran III menunjukkan bahwa parameter pasir tidak mempunyai pengaruh terhadap parameter lainnya. Pada Gambar 12, semakin ke arah kanan garis maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai parameter logam fraksi total, fraksi labil, persentase LOI pada stasiun. Semakin ke arah atas garis semakin tinggi nilai parameter lempung pada stasiun.

Analisis biplot juga menunjukkan bahwa terdapat empat kelompok stasiun yang terbentuk pada Gambar 13, yaitu kelompok pertama diwakili oleh Stasiun 4,5, dan 8. Kelompok kedua meliputi Stasiun 1 ,3 dan 7. Kelompok ketiga meliputi Stasiun 2 dan 6 dan kelompok terakhir yaitu Stasiun 9. Kelompok pertama yaitu Muara Sungai Dadap, Sungai Ciliwung, dan Muara Kali Koja memiliki karakteristik yang sama yaitu stasiun-stasiun dengan konsentrasi logam berat Cu dan Zn pada fraksi total dan labil yang lebih tinggi daripada stasiun lainnya. Stasiun-stasiun tersebut juga merupakan muara sungai dengan daerah aliran sungai yang padat dengan aktivitas manusia. Kelompok kedua yaitu stasiun

Muara Angke, Muara Sungai Kamal, dan Muara Sunter memiliki karakteristik yang sama karena memiliki sedimen yang didominasi oleh ukuran sedimen lempung. Dominasi ukuran sedimen lempung dapat diduga bahwa perairan pada titik stasiun tersebut mempunyai arus yang tenang. Kelompok ketiga yaitu stasiun laut dan Muara Sungai Blencong merupakan stasiun yang paling lemah untuk berbagai objek peubah, karena tidak ada vektor peubah yang mengarah ke kedua stasiun tersebut. Kelompok terakhir yaitu stasiun Muara Kali Baru yang

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Keberadaan logam berat Cu dan Zn dalam sedimen Peraira Teluk Jakarta tidak lagi hanya bersumber dari alam tetapi juga bersumber dari aktivitas

antropogenik. Sumber logam berat dari aktivitas antropogenik dapat diketahui dari tingginya konsentrasi logam fraksi total dan labil. Persentase logam berat Cu dan Zn dalam fraksi labil (non resisten) yang mudah diserap oleh biota bentik

memiliki nilai rata-rata di atas 50% dengan Cu sebesar 61.56% dan Zn sebesar 55.17%. Tingginya konsentrasi logam total dan dominasi persentase labil menujukkan bahwa keberadaan logam berbahaya bagi biota.

5.2. Saran

Saran yang diperlukan untuk penelitian selanjutnya yaitu:

1. Penelitian sebaiknya menggunakan titik stasiun pengamatan sampai ke laut lepas agar sebaran konsentrasi logam berat dapat diketahui dengan lebih lengkap.

2. Data laju sedimentasi Perairan Teluk Jakarta terkini diperlukan untuk melihat seberapa besar pengaruh aktivitas antropogenik bagi peningkatan konsentrasi logam berat dalam sedimen.

Dokumen terkait