1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan di Indonesia yang padat dengan berbagai aktivitas manusia. Aktivitas pada daerah tersebut di antaranya yaitu areal pertambakan, PLTU, daerah wisata dan rekreasi, pelabuhan,
pemukiman, dan jalur transportasi. Perairan ini merupakan tempat akhir yang menampung limbah dari industri-industri dan pembuangan sampah yang ada di Jakarta dan sekitarnya yang membuang limbahnya secara langsung maupun tidak langsung melalui 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta (Rochyatun dan Rozak, 2007). Limbah-limbah tersebut menghasilkan pencemaran yang tidak baik bagi lingkungan. Beberapa limbah yang dihasilkan oleh industri di antaranya berupa limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), seperti jenis-jenis logam berat. Apabila materi masuk ke ekosistem pesisir, logam berat dapat
menimbulkan dampak yang berbahaya, baik bagi biota perairan maupun manusia yang ada di wilayah tersebut. Hasil evaluasi Bapedal menjelaskan bahwa 50 % industri di Jabotabek masih membuang limbahnya secara langsung ke sungai (Mulyono, 2000 in Sarjono, 2009).
Penelitian mengenai pencemaran di Teluk Jakarta telah banyak dilakukan, salah satunya yaitu pada penelitian Rochyatun dan Rozak (2007) dan menjelaskan bahwa konsentrasi logam berat di daerah barat Teluk Jakarta lebih tinggi
in El Nemr et al., 2006a). Logam pada aliran sungai berasal dari pelepasan kimia batuan, aliran air, buangan masyarakat kota dan limbah cair industri (El Nemr et al., 2006b).
Sedimen adalah komponen penting bagi ekosistem yang mengakumulasi racun melalui mekanisme fisika kompleks dan adsorpsi kimia yang tergantung pada kekayaan dari campuran serapan dan kandungan alami sedimen (Leivouri, 1998 in El Nemr et al., 2006b). Tekstur sedimen dan kadar bahan organik merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat logam berat dalam sedimen (Villares et al., 2003).
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji sumber logam berat Cu dan Zn dalam sedimen Perairan Teluk Jakarta dengan menganalisa konsentrasi total dan fraksi labil agar dapat memberikan keterangan mengenai ketersediaan logam berat terhadap biota.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Geografis Teluk Jakarta
Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56’15” LS-6º55’30” LS dan 106º43’00” BT-106º59’30” BT dan terletak di sebelah utara ibukota Jakarta. Teluk Jakarta berbatasan dengan Tanjung Pasir di sebelah barat dan Tanjung Karawang di sebelah timur yang membentang dari timur ke barat
sepanjang ±40 km dan luas 490 km2 (Riani dan Sutjahjo, 2004 in Sarjono, 2009). Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan di Indonesia yang padat dengan berbagai aktivitas manusia Perairan ini merupakan muara akhir yang menampung limbah dari industri-industri dan pembuangan sampah domestik yang ada di Jakarta dan sekitarnya. Limbah tersebut dibuang secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui 13 sungai dengan 4 sungai besar dan 9 sungai sedang yang bermuara ke Teluk Jakarta (Rochyatun dan Rozak, 2007).
2.2. Karakteristik Logam Berat
peningkatan kadar dalam perairan (Sanusi, 2006). Karakteristik logam berat menurut Palar (2004) adalah sebagai berikut:
1. Memiliki spesifikasi gravitasi yang sangat besar (4 gr/cm3)
2. Mempunyai nomor atom 23-34 dan 40-50 serta unsur lantanida dan aktanida. 3. Mempunyai respon biokimia (spesifik) pada organisme hidup.
Menurut Connel dan Miller (1995), sumber-sumber logam berat di laut dibagi menjadi dua, yaitu:
A. Logam masuk secara alami
1. Masukan dari daerah pantai yang berasal dari sungai-sungai dan hasil abrasi pantai oleh aktivitas gelombang.
2. Masukan dari laut dalam meliputi logam-logam yang dibebaskan oleh aktivitas gunung berapi di laut dan logam-logam yang dibebaskan dari pertikel atau sedimen dari proses kimiawi.
3. Masukan dari lingkungan dekat daerah pantai, termasuk logam-logam dari atmosfer sebagai partikel-partikel debu.
B. Sumber buatan manusia
1. Limbah dan buangan industri 2. Limbah cair perkotaan 3. Limbah rumah tangga 4. Aktivitas perkapalan 5. Aktivitas pertanian 6. Aktivitas pertambangan
berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang, berbahaya bagi kesehatan manusia, dan menyebabkan kerusakan pada ekosistem. Biota air yang hidup dalam perairan tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya. Makin tinggi kandungan logam dalam perairan akan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut.
2.3. Pencemaran Teluk Jakarta
Komposisi sampah yang mencemari Teluk Jakarta adalah sampah domestic yang mengandung 62.27% bahan organik, dan 37.73% bahan anorganik. Sampah yang berasal dari komersial mengandung 9.84% bahan organik dan 90.16% bahan anorganik. Sampah yang berasal dari pasar mengandung 83.69% bahan organik dan 16.31% bahan anorganik (Firmansyah, 2007). Beberapa limbah yang dihasilkan oleh industri di antaranya berupa limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), seperti jenis-jenis logam berat. Kadar logam berat dalam air di Teluk Jakarta sudah tergolong tinggi, bahkan di beberapa lokasi seperti Muara Angke, kadar logam beratnya cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah industri di Jakarta. Pencemaran yang berasal dari
kegiatan manusia memiliki kontribusi besar dibandingkan dengan pencemaran yang berasal dari kegiatan alam. Hal ini dapat disebabkan oleh
2.4. Tembaga (Cu)
2.5. Seng (Zn)
Sumber utama Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan polusi udara yang mengandung Zn, sedangkan sumber alami Zn adalah erosi batuan yang mengandung Zn di sungai dan lumpur lahar. Zn merupakan unsur logam berat yang kurang beracun bila dibandingkan unsur logam berat lainya (Connel dan Miller, 1995). Sifat Zn yang sangat dekat dengan Cu menjadikannya mudah terakumulasi dalam tubuh biota. Sifat pencemaran Zn hanya berdampak lokal di pantai, teluk, estuari dan saluran pembuangan limbah. Limbah yang banyak mengandung Zn umumnya berasal dari limbah industri baterai, campuran logam galvanisir, karet, atau limbah pertambangan (Mukhtasor, 2007). Pada aktivitas sekitar Teluk Jakarta, logam Zn sebagai campuran pada cat pada perahu, selain itu digunakan sebagai pencampur logam lain sebagai aloi (KKPL DKI Jakarta, 1997).
2.6. Logam Berat Dalam Sedimen
Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Menurut Greaney (2005), mekanisme logam masuk dan diikat oleh sedimen serta bahan tersuspensi yaitu dengan proses adsorpsi fisika- kimia dari kolom perairan dan proses uptake oleh bahan organik atau organisme.
mempunyai sifat yang mudah terikat oleh bahan organik dan selanjutnya mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, maka kadar logam berat dalam sedimen umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan di kolom perairan (Harahap, 1991).
2.7. Fraksi Logam Berat Dalam Sedimen
Menurut John dan Leventhal (1995), pada fase solid (tanah, sedimen, dan partikel pada air permukaan) logam berat dibagi ke dalam 6 fraksi yaitu:
1. Fraksi terlarut (dissolved): Fraksi ini terdiri dari kompleks karbonat, yang konsentrasinya meningkat seiring dengan meningkatnya pH dan logam berat dalam larutan
2. Fraksi exchangeable: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang terikat pada partikel koloid atau partikel suspense.
3. Fraksi carbonate: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang beraosisai dengan mineral karbonat dalam sedimen
4. Fraksi iron-manganese oxide: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang diadsorbsi atau dilapisi oleh Fe-Mn oksida, perubahan dalam kondisi redoks menyebabkan logam berat terlepas, tetapi beberapa logam berat mengendap jika mineral sulfide hadir dalam bentuk dapat dilarutkan. 5. Fraksi organik: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang berikatan dengan
berbagai bentuk bahan organik.
6. Fraksi crystalline: Fraksi ini terdiri dari logam yang terdapat dalam struktur Kristal mineral dan pada umumnya tidak tersedia secara biologis pada biota.
2.8. HCl test
menggunakan metode single extraction HCl test. Ekstraksi HCl yang telah dilemahkan direkomendasikan untuk menunjukkan kualitas sedimen (McCready et al. 2003), dengan dasar bahwa ekstraksi ini dapat membedakan lebih baik logam yang tersedia bagi biota (bioavailable) daripada reaktan dengan konsentrasi asam yang lebih kuat. Pelemahan yang optimal pada ekstraksi HCl akan
menyediakan perbedaan yang besar antara logam yang berasal dari antropogenik dan alami dengan memaksimalkan keseimbangan ekstraksi pada logam
antropogenik alami dan meminimalkan ekstraksi elemen geogenik (Agemian dan Chau, 1977 in Devesa-Rey et al., 2010). Pada penelitian Kashem et al.(2007) menjelaskan bahwa HCl test memiliki fungsi yang berbeda pada unsur Cu dan Zn dalam melarutkan fraksi labil logam berat. Pada unsur Cu, HCl test dapat
3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan program penelitian tentang logam berat di Teluk Jakarta yang dilakukan oleh bagian Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). Penelitian meliputi
pengambilan contoh dan pengukuran data di lapangan dan analisis di
Laboratorium. Pengambilan sedimen dilakukan di Perairan Teluk Jakarta, pada tanggal 21-22 April 2011. Penelitian ini terdiri dari 9 stasiun yang tersebar di muara sungai dengan mewakili bagian barat, tengah, dan timur perairan Teluk Jakarta (Gambar 1). Analisis laboratorium dilakukan pada bulan Mei-Juli 2011 di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI, Jakarta Utara. Gambar berikut merupakan lokasi penelitian.
3.2. Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan selama penelitian dibagi menjadi dua, yaitu alat dan bahan pada pengambilan sampel di lapangan dan analisis logam berat di laboratorium. Alat yang digunakan ketika sampling yaitu GPS garmin untuk menentukan titik lokasi, Ekman Grab untuk mengambil contoh sedimen, kotak es, dan tempat contoh sedimen. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu akuades. Alat yang digunakan ketika analisis di laboratorium yaitu cawan porselin dan alu, oven memert UFB 500, tabung sentrifus 50 ml Falcon, timbangan analitik sartorius tipe BP 210 S, alat pengocok digital Kikalabortechnik HS 501,
sentrifuge biofuge Haraeus separatech biofuge 15 R, kertas saring whatman 41 diameter 0.45 µ m, tanur, alat refluks, dan AAS Varian Spectraa AA 20 plus. Bahan yang digunakan yaitu contoh sedimen, HCl 1 N, larutan HNO3 (1:1),
larutan HNO3 pekat, larutan H2O2 30%, larutan HCl pekat dan akuades.
3.3. Teknik Pengambilan Sampel 3.3.1. Penentuan stasiun pengamatan
3 (muara Sungai Kamal), 2 (laut), dan1(Muara Angke) ; tengah diwakili oleh stasiun 5 (muara Sungai Ciliwung) dan 8 (muara Kali Koja); dan timur diwakili oleh stasiun 6 (muara Sungai Blencong), 7 (muara Terusan Sunter), dan 9 (muara Kali Baru).
3.3.2. Pengambilan data di lapangan
Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran secara langsung di Perairan Teluk Jakarta. Pengukuran data di lapangan meliputi kedalaman perairan, suhu air laut (0C) dan salinitas. Pengukuran kedalaman menggunakan batu yang diikatkan ke tali panjang, suhu perairan diukur menggunakan thermometer dan pengukuran salinitas menggunakan refraktometer. Data disajikan dalam Lampiran 1.
3.3.3. Pengambilan contoh sedimen
Contoh sedimen diambil pada saat perairan mulai surut dengan menggunakan Ekman Grab yang terbuat dari stainless steel pada lapisan permukaan sedimen. Sedimen diambil pada lapisan permukaan yang merupakan lapisan oksik sedimen pada kedalaman 0-5 cm. Contoh sedimen kemudian dimasukkan ke dalam tabung kecil yang terbuat dari polietilen yang terlebih dahulu dibersihkan dengan air leding kemudian dilakukan perendaman dalam HNO3 1:1 selama semalam dan
3.4. Pengolahan Data
3.4.1. Persiapan analisis sedimen
Sebelum melakukan analisis logam dalam sedimen, maka sedimen terlebih dahulu perlu disiapkan. Pertama-tama contoh sedimen basah dimasukkan ke dalam cawan poreselen dan dikeringkan dengan menggunkan oven selama 24 jam dengan suhu 1050C. Setelah sedimen kering kemudian sedimen dihaluskan secara perlahan dengan menggunakan alu dan ditempatkan ke dalam wadah tabung plastik.
3.4.2. Analisis komposisi tekstur sedimen
Analisis komposisi tekstur sedimen dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor menggunakan metode pipet berdasarkan Sudjadi et al. (1971) in Eviati dan Sulaeman (2009) dan memisahkan tekstur menjadi tiga fraksi yaitu pasir, lempung, dan lanau. Tekstur ditetapkan berdasarkan pengoksidasian bahan organik dengan H2O2 dan garam-garam yang mudah larut dihilangkan dari
Gambar 2. Tipe tekstur sedimen berdasarkan diagram Shepard (Shepard, 1954)
3.4.3. Analisis bahan organik total
Analisis bahan organik total pada sedimen diilakukan di laboratorium P2O- LIPI, Jakarta. Kandungan bahan organik total dinyatakan dengan persentase lost on ignition (%LOI) berdasarkan APHA (1992) (Lampiran 6). Analisa ini diawali dengan penyiapan cawan kosong yang dipanaskan selama 24 jam pada suhu 1050C dengan menggunakan oven. Pemanasan dilakukan kembali selama 30 menit pada suhu 5500 C dengan menggunakan tanur kemudian ditimbang. Setelah itu, sebanyak ±1 gram sedimen basah dimasukkan ke dalam cawan sebagai berat basah. Sampel basah kemudian dikeringkan dengan menggunakan suhu 1050C selama 24 jam, setelah itu sampel kering dibakar dengan suhu 5500 C selama 1 jam sebagai berat kering.
3.4.4. Analisis logam dalam sedimen
Pengukuran logam berat dilakukan di Laboratorium P2O-LIPI, Jakarta. Pengukuran logam berat total menggunakan metode Aquregia dengan
dengan United State Environmental Protection Agency (USEPA) method 3050B APHA (1992) (Lampiran 2). Pada tahap pengerjaan awal, sedimen kering yang halus ditimbang sebanyak kurang lebih 1 gram menggunakan timbangan analitik sebagai berat kering kemudian memasukkannya ke dalam gelas erlenmeyer 250 ml. Sampel kemudian ditambahkan pereaksi secara bertahap dan disertai dengan pemanasan seperti HNO3, H2O2, dan HCl. Tahap akhir yang dilakukan adalah
analisa logam berat dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) tipe Varian AA Spectraa. Data yang dihasilkan disajikan dalam satuan µg/g berat kering (Lampiran 3).
3.4.5. Analisis fraksi labil logam berat
Analisis fraksi labil logam berat dilakukan di laboratorium P2O LIPI, Jakarta. Analisis fraksi labil dilakukan berdasarkan Villares et al., (2002). Sebanyak 1 gram sedimen kering dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Setelah ditimbang, sampel sedimen dicampurkan dengan HCl 1 N sebanyak 20 ml dan didiamkan selama kurang lebih 12 jam. Proses pendiaman ini berguna untuk menghilangkan busa akibat
sampel siap diukur dengan menggunakan AAS. Data yang dihasilkan disajikan dalam satuan µg/g berat kering (Lampiran 4). Penggunaan HCl yang telah dilemahkan untuk analisis fraksi labil karena menurut ARZECC dan ARMCANZ (2000), 1 N HCl tidak menyerang matriks silikat yang tidak dapat diserap
organisme.
3.4.6. Analisis biplot
Analisis biplot memberikan informasi yang mencakup objek (stasiun penelitian) dan peubah (fraksi total, labil, LOI dan ukuran sedimen) dalam satu gambar. Analisis biplot data hasil penelitian menggunakan softwareMinitab 16 Statistical Software. Hasil analisis biplot yang didapatkan pada penelitian ini yaitu:
1. Kedekatan antar objek: informasi ini dapat dijadikan panduan mengenai suatu objek yang memiliki kesamaan karakteristik dengan objek tertentu 2. Korelasi antar peubah : Informasi yang digunakan untuk menilai pengaruh
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kualitas Perairan Teluk Jakarta
Kedalaman Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara 0.93-3.2 meter, dimana terdangkal pada Stasiun 3 dan terdalam pada Stasiun 2 (Gambar 3). Kedalaman rata-rata stasiun pengamatan yaitu yaitu 2.13 meter. Kedalaman perairan mempengaruhi waktu pengendapan partikel-partikel yang ada di kolom air menuju sedimen. Semakin dalam perairan maka semakin lambat pengendapan (solidifikasi), semakin dangkal perairan maka waktu pengendapan relatif lebih cepat.
Gambar 3. Kedalaman perairan (m) pada stasiun pengamatan
kimia. Semakin tinggi suhu dapat menyebabkan peningkatan aktivitas mikroba dalam mengurai bahan organik. Peningkatan aktivitas mikroba juga dapat menyebabkan peningkatan pemanfaatan oksigen terlarut di perairan yang akan mempengaruhi reaksi reduksi dan oksidasi. Temperatur dapat mempengaruhi kuantitas logam berat yang dapat diserap oleh organisme karena proses biologi akan meningkat dua kali lipat setiap peningkatan suhu sebesar 10 0C (Luoma,1983 in John dan Leventhal, 1995).
Gambar 4. Suhu perairan (0C) pada stasiun pengamatan
Gambar 5. Salinitas perairan pada stasiun pengamatan
4.2. Ukuran Butiran Sedimen (Grain Size)
Sedimen perairan terdiri dari berbagai tipe substrat dengan ukuran butiran yang berbeda karena perbedaan proses pembentukannya. Tipe sedimen secara umum didominasi oleh lanau dengan kisaran antara 6.7%-72.4%, terendah berada pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 5 (Gambar 6).
Tabel 1. Komposisi Ukuran Butiran Sedimen (%) pada Sampel Menurut Stasiun Pengamatan
Stasiun Lokasi Tekstur 3 Fraksi (%)
Tipe Sedimen
Berdasarkan tabel di atas, lanau (2-50 µm) mendominasi komposisi sedimen pada Stasiun 2,3,4,5,7, dan 8. Stasiun yang didominasi oleh lempung (<2 µ m) yaitu Stasiun 1 dan 6, sedangkan Stasiun 9 didominasi oleh tekstur pasir (50 µ m-2 mm) dengan persentasi sebesar 90.4% . Perbedaan dominasi tekstur sedimen mencirikan proses pengendapan atau pembentukan sedimen yang disebabkan oleh perbedaan arus. Perairan dengan kecepatan arus relatif kuat kurang mampu mengendapkan partikel relatif kecil dan sebaliknya, partikel dengan ukuran relatif besar seperti pasir akan dapat dengan mudah diendapkan daripada ukuran relatif kecil seperti lempung dan lanau. Kondisi variabilitas dan pola adveksi air laut memberikan peran penting dan diduga sebagai faktor penyebab terjadinya perbedaan komposisi tekstur yang ada di wilayah penelitian.
4.3. Kandungan Bahan Organik Total Dalam Sedimen
nilai LOI kisaran 3.85%-8.95%, dimana nilai terendah pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 7).
Gambar 7. Persentase kandungan bahan organik (LOI) pada sampel menurut stasiun pengamatan
limbah cair dan limbah padat yang menghasilkan senyawa organik. Limbah cair domestik biasanya mengandung senyawa organik berupa protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat (Fakhrizal, 2000 in Mukhtasor, 2007). Kawasan perumahan menghasilkan limbah cair berupa cucian air sabun, deterjen, dan buangan kakus. Limbah padat yang dihasilkan berupa sampah organik seperti sisa makanan, sayuran, dan kulit buah. Kawasan pelabuhan membuang minyak dari balas kapal, sedangkan kawasan persawahan, peternakan, dan pengolahan ikan menyumbang limbah organik berupa pestisida, kotoran hewan, dan buangan perikanan.
4.4. Konsentrasi Total Cu dan Zn Dalam Sedimen
Gambar 8. Konsentrasi total Cu dan Zn (µg/g) pada sampel menurut stasiun pengamatan
Tingginya konsentrasi Cu dan Zn diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitar daerah penelitian yang banyak terdapat berbagai aktivitas/daerah aktif. Konsentrasi pada bagian barat yaitu Stasiun 3 (muara Sungai Kamal), 4 (muara Sungai Dadap) dan pada bagian tengah yaitu Stasiun 5 (muara Sungai Ciliwung) dan 8 (muara Kali Koja) mempunyai konsentrasi Cu dan Zn yang tinggi.
Umumnya muara-muara tersebut berasal dari aliran sungai yang merupakan daerah aktif seperti kawasan industri, pergudangan, perumahan dan
Tabel 2. Konsentrasi Logam Berat Total (μg/g) dalam Sedimen Teluk Jakarta Tahun 2003-2008
No Lokasi/waktu Cu (µg/g) Zn (µg/g) Sumber
1 Bagian Barat/ 13.81-193.75 82.18-533.59 Razak, 2004
2003
2 Bagian Barat/ 7.41-72.27 115.71-256.85 Razak, 2004
Mei-Oktober 2004
3 Bagian Tengah/ 3.36-50.65 71.13-230.54 Razak, 2004
2003
4 Bagian Tengah/ 1.19-40.60 53.87-233.32 Razak, 2004
Mei-Oktober 2004
5 Barat dan Tengah 7.64-118.33 261.31-1826.98 Fadhlina,2008
(Muara)/ 2008
Data konsentrasi Cu dan Zn tiga tahun terakhir pada daerah muara yaitu Fadhlina (2008) menunjukkan bahwa konsentrasi logam total Zn lebih tinggi daripada logam Cu. Logam Zn memiliki konsentrasi total berkisar antara 261.31
μg/g-1826.98 μg/g, sedangkan logam Cu memiliki konsentrasi total berkisar
antara 7. 64 μg/g-118.33 μg/g. Apabila dibandingkan dengan data penelitian dapat
diketahui bahwa konsentrasi logam Cu dan Zn terdapat indikasi peningkatan selama 3 tahun terakhir pada Perairan Teluk Jakarta. Peningkatan konsentrasi ini kemungkinan disebabkan oleh kontinuitas masukan limbah seperti limbah
industri, pemukiman, dan transportasi laut dari tahun ke tahun. Konsentrasi logam berat pada perairan Teluk Jakarta dapat terus meningkat apabila masukan limbah logam berat tidak diatasi dengan baik.
4.5. Konsentrasi labil Cu dan Zn dalam sedimen
toksisitas logam berat di sedimen terhadap organisme dibandingkan dengan konsentrasi logam total. Logam berat fraksi labil umumnya lebih mudah diserap oleh biota. Konsentrasi Cu fraksi labil mempunyai nilai yang berkisar antara 9.90 µg/g-220.97 µg/g, dengan konsentrasi dan terendah pada Stasiun 9 (muara Kali Baru) dan tertinggi berada pada Stasiun 4 (muara Sungai Dadap). Konsentrasi Zn fraksi labil mempunyai nilai yang berkisar pada 116.80-597.25 µg/g, dengan konsentrasi terendah juga pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 9). Konsentrasi fraksi labil yang tinggi tersebar pada Stasiun 3 (muara Sungai
Kamal), 4 (muara Sungai Dadap), 5 (muara Sungai Ciliwung), dan 8 (muara Kali Koja).
Gambar 9. Konsentrasi labil Cu dan Zn (μg/g) pada sampel menurut stasiun pengamatan
dilihat bahwa konsentrasi Cu labil pada penelitian ini lebih tinggi dari pada penelitian pada tahun 2008, namun konsentrasi Zn labil lebih rendah dari pada pada tahun 2008. Perbedaan dan variabilitas konsentrasi dapat diakibatkan oleh perbedaan titik stasiun yang diambil dan perbedaan kondisi laut yang dinamis seperti keadaan arus, dan pasang surut.
Fraksi labil logam Cu berkisar antara 47.07%-68.23%, dengan persentase terendah pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 1, sedangkan fraksi non labil Cu berkisar antara 31.77%-52.93% dengan persentase terendah pada Stasiun 1 dan tertinggi pada Stasiun 9 (Gambar 10). Fraksi labil mendominasi semua stasiun penelitian kecuali Stasiun 9 dengan persentase rata-rata sebesar 61.56%,
sedangkan rata-rata fraksi non labil yaitu sebesar 38.44%.
Gambar 10. Persentase labil dan non labil logam Cu pada sampel menurut stasiun pengamatan
tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 11). Fraksi labil mendominasi hampir semua stasiun penelitian yaitu Stasiun 1, 2, 3, 5, 6, 7, dan 9 dengan persentase rata-rata sebesar 55.17%, sedangkan fraksi non-labil mendominasi stasiun 4 dan 8 dengan persentase rata-rata fraksi non-labil sebesar 44.83%.
Gambar 11. Persentase labil dan non labil logam Zn pada sampel menurut stasiun Pengamatan
Tabel 3. Persentase Labil dan Non-Labil Cu dan Zn Pada Stasiun Penelitian
Stasiun Cu (%) Zn (%)
Labil Non-labil Labil Non-labil
1 68.23 31.77 57.60 42.40
2 57.47 42.53 69.67 30.33
3 64.69 35.31 50.39 49.61
4 59.09 40.91 24.05 75.95
5 66.79 33.21 50.08 49.92
6 57.25 42.75 67.38 32.62
7 67.88 32.12 62.63 37.37
8 65.57 34.43 32.20 67.80
9 47.07 52.93 82.49 17.51
Pada Tabel di atas persentase rata-rata logam Cu fraksi labil lebih tinggi dibandingkan logam Zn, hal ini menggambarkan bahwa logam Cu lebih bioavailabel dibandingkan dengan logam Zn. Logam Cu sangat mudah terakumulasi dalam tubuh hewan laut seperti kerang. Fraksi labil merupakan fraksi yang berikatan lemah dengan komponen besi oksida, mangan oksida, dan komplek organik di dalam sedimen sehingga dapat diabsorpsi oleh biota
(bioavailable) (Bendell-Young dan Thomas, 1998), sedangkan fraksi non labil tidak biovailable karena berikatan kuat dengan molekul-molekul sedimen. Pada perairan yang tercemar logam berat, Cu adalah logam yang paling efisien
Gambar 12. Persentase labil dan non labil logam Cu dan Zn (Fadhlina, 2008)
Selain melalui analisis fraksi labil, analisis pengaruh aktivitas antropogenik yang mendominasi Perairan Teluk Jakarta dapat dikuatkan dari tingkat
sedimentasi di perairan tersebut. Aktivitas antropogenik dapat meningkatkan konsentrasi logam berat. Arman et al. (2009) menjelaskan mengenai estimasi laju sedimentasi dan geokronologi polutan Cu dan Zn dengan menggunakan alat sampling gravity core (Gambar 13).
Gambar 13. Konsentrasi Cu dan Zn (ppm) dalam sedimen berdasarkan usia sedimen (Arman et al., 2009)
Peningkatan aktivitas antropogenik diantaranya yaitu peningkatan buangan limbah logam berat akibat peningkatan populasi jumlah penduduk dan peningkatan industri di daerah Jakarta dan sekitarnya.
4.6. Hubungan Parameter Fisika dan Kimia Sedimen
Gambar 14. Biplot hubungan parameter fisik dan kimia sedimen pada sampel menurut stasiun pengamatan
Korelasi yang positif parameter logam berat fraksi total, fraksi labil, persentase LOI dan lanau menunjukkan bahwa keempat parameter saling
berkaitan, penambahan nilai satu parameter diikuti dengan penambahan parameter lainnya, sebagai contoh yaitu peningkatan nilai LOI dan juga lanau akan dikuti dengan peningkatan konsentrasi logam berat total, peningkatan nilai lanau diikuti dengan peningkatan LOI. Gaw (1997) in Perera (2004) menemukan hubungan yang positif antara kandungan materi organik dengan konsentrasi logam berat dalam sedimen walaupun bahan organik bukan merupakan faktor utama yang mengatur konsentrasi logam berat dalam sedimen khususnya di daerah estuari. Keberadaan bahan organik mampu mengikat 5-20 % atau lebih dari kandungan logam dalam sedimen (Campbell et al., 1988). Tekstur sedimen dan kadar bahan organik merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat logam berat dalam sedimen (Villares et al., 2003). Menurut Situmorang (2008), sedimen yang mengandung fraksi sedimen yang halus akan mengakumulasi bahan organik yang
jauh lebih besar daripada sedimen yang mengandung fraksi yang lebih kasar. Keempat parameter yaitu logam berat total, fraksi labil, persentase LOI dan lanau memiliki sudut yang berbeda dengan dengan fraksi lempung, hal ini menunjukkan bahwa parameter lempung berkorelasi negatif terhadap keempat parameter tersebut. Korelasi yang negatif diduga disebabkan oleh keberadaan parameter lempung tidak mempengaruhi keempat parameter tadi, tingginya nilai lempung tidak diikuti oleh tingginya niai keempat parameter. Parameter pasir memiliki sudut yang sangat jauh dan cenderung berlawanan arah. Hal ini menunjukkan bahwa parameter pasir cenderung tidak memiliki korelasi terhadap parameter logam total, logam fraksi labil, persentase LOI dan lanau. Posisi parameter pasir yang tersendiri pada kuadran III menunjukkan bahwa parameter pasir tidak mempunyai pengaruh terhadap parameter lainnya. Pada Gambar 12, semakin ke arah kanan garis maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai parameter logam fraksi total, fraksi labil, persentase LOI pada stasiun. Semakin ke arah atas garis semakin tinggi nilai parameter lempung pada stasiun.
Muara Angke, Muara Sungai Kamal, dan Muara Sunter memiliki karakteristik yang sama karena memiliki sedimen yang didominasi oleh ukuran sedimen lempung. Dominasi ukuran sedimen lempung dapat diduga bahwa perairan pada titik stasiun tersebut mempunyai arus yang tenang. Kelompok ketiga yaitu stasiun laut dan Muara Sungai Blencong merupakan stasiun yang paling lemah untuk berbagai objek peubah, karena tidak ada vektor peubah yang mengarah ke kedua stasiun tersebut. Kelompok terakhir yaitu stasiun Muara Kali Baru yang
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Keberadaan logam berat Cu dan Zn dalam sedimen Peraira Teluk Jakarta tidak lagi hanya bersumber dari alam tetapi juga bersumber dari aktivitas
antropogenik. Sumber logam berat dari aktivitas antropogenik dapat diketahui dari tingginya konsentrasi logam fraksi total dan labil. Persentase logam berat Cu dan Zn dalam fraksi labil (non resisten) yang mudah diserap oleh biota bentik
memiliki nilai rata-rata di atas 50% dengan Cu sebesar 61.56% dan Zn sebesar 55.17%. Tingginya konsentrasi logam total dan dominasi persentase labil menujukkan bahwa keberadaan logam berbahaya bagi biota.
5.2. Saran
Saran yang diperlukan untuk penelitian selanjutnya yaitu:
1. Penelitian sebaiknya menggunakan titik stasiun pengamatan sampai ke laut lepas agar sebaran konsentrasi logam berat dapat diketahui dengan lebih lengkap.
KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN SENG (Zn) PADA
FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM SEDIMEN
PERAIRAN TELUK JAKARTA
RIZQI RAHMAN
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN SENG (Zn) PADA
FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM SEDIMEN
PERAIRAN TELUK JAKARTA
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2012
RINGKASAN
RIZQI RAHMAN. Konsentrasi Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) pada Fraksi Total dan Fraksi Labil dalam Sedimen Perairan Teluk Jakarta. Dibimbing oleh TRI PRARTONO.
Penelitian dengan topik fraksinasi logam berat dalam sedimen ini bertujuan untuk mengkaji sumber logam berat Cu dan Zn dalam sedimen Perairan Teluk Jakarta dengan menganalisa konsentrasi total dan fraksi labil agar dapat menganalisa ketersediaan logam berat terhadap biota.
Penelitian meliputi pengambilan contoh di lapangan dan analisis di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI, Jakarta Utara. Sedimen diambil pada tanggal 21-22 April 2011 dan analisis laboratorium dilakukan pada bulan Mei-Juli 2011. Penelitian ini terdiri dari 9 stasiun yang tersebar di muara sungai yang mewakili bagian barat, tengah, dan timur perairan Teluk Jakarta.
Metode yang digunakan untuk analisis logam berat total dan fraksi labil logam berat Cu dan Zn pada sedimen yaitu prosedur ekstraksi aquaregia dan HCl test. Metode pipet digunakan untuk analisis komposisi butiran sedimen dan %LOI (Loss on Ignition) untuk mengukur kandungan bahan organik total dalam sedimen.
© Hak cipta milik Rizqi Rahman, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN SENG (Zn) PADA
FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM SEDIMEN
PERAIRAN TELUK JAKARTA
RIZQI RAHMAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
SKRIPSI
Judul Skripsi : KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN (Zn) PADA FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM SEDIMEN PERAIRAN TELUK JAKARTA Nama Mahasiswa : Rizqi Rahman
Nomor Pokok : C54070058
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc NIP. 19600727 198601 1 006
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T atas berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Konsentrasi Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) pada Fraksi Total dan Fraksi Labil dalam Sedimen Perairan Teluk Jakarta” dapat
terselesaikan.
Pengukuran konsentrasi logam berat total dalam sedimen kurang menjelaskan efek logam berat tersebut terhadap biota. Pengukuran konsentrasi labil dan non labil logam berat dalam sedimen perlu dilakukan untuk memperkirakan
konsentrasi logam berat yang dapat diserap oleh biota dan menghitung fraksi sedimen mana yang mendominasi suatu lingkungan. Skripsi ini memberikan pengetahuan mengenai seberapa besar keberadaan bahan pencemar logam berat di Perairan Teluk Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, namun demikian hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang karakteristik logam dalam
sedimen.
Bogor, Januari 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Atas terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah S.W.T atas rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menghadapi segala
permasalahan yang dihadapi.
2. Ayah dan Ibu beserta Kakak penulis atas kasih sayang, dukungan, dan doanya. 3. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc. atas segala bantuan
dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Peneliti di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI: Lestari, S.Si M.Si, Abdul Rozak, A.Md, M. Taufik Kaisupy, dan Fitri Budyanto, S.T atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
5. Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc. sebagai dosen penguji dan Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T. sebagai Koordinator Program Pendidikan ITK FPIK IPB. 6. Teluk Jakarta Team (Ani, Risna, dan Randi) dan Denny atas kerjasamanya
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
1. PENDAHULUAN...1 1.1. Latar belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4 2.1. Kondisi geografis Teluk Jakarta ... 4 2.2. Karakteristik logam berat ... 4 2.3. Pencemaran Teluk Jakarta ... 6 2.4. Tembaga (Cu) ... 7 2.5. Seng (Zn) ... 8 2.6. Logam berat dalam sedimen ... 8 2.7. Fraksi logam berat dalam sedimen ... 9 2.8. HCl test ... 10
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36 5.1. Kesimpulan ... 36 5.2. Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 37
LAMPIRAN ... 40
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Peta lokasi peneltian dan titik pengambilan contoh sedimen di wilayah
Pesisir Teluk Jakarta ... 12 2. Tipe tekstur sedimen berdasarkan Diagram Shepard (Shepard, 1954) ... 16 3. Kedalaman perairan (m) pada stasiun pengamatan………..19 4. Suhu perairan (0C) pada stasiun pengamatan………...20 5. Salinitas perairan pada stasiun pengamatan……….21 6. Komposisi ukuran butiran sedimen (%) pada sampel menurut stasiun
pengamatan ... 21 7. Persentase kandungan bahan organik (LOI) pada sampel menurut
stasiun pengamatan ... 23 8. Konsentrasi total Cu dan Zn (μg/g) pada sampel menurut stasiun
pengamatan ... 25 9. Konsentrasi labil Cu dan Zn (μg/g) pada sampel menurut stasiun
pengamatan ... 27 10. Persentase labil dan non labil logam Cu pada sampel menurut
stasiun pengamatan ... 28 11. Persentase labil dan non labil logam Zn pada sampel menurut
stasiun pengamatan ... 29 12. Persentase labil dan non labil logam Cu dan Zn (Fadhlina, 2008) ... 31 13. Konsentrasi Cu dan Zn (ppm) dalam sedimen berdasarkan usia sedimen
(Arman et al., 2009) ... 32 14. Biplot hubungan parameter fisik dan kimia sedimen pada sampel
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Komposisi ukuran butiran sedimen (%) pada sampel menurut stasiun
penelitian ... 22 2. Konsentrasi logam berat total (μg/g) dalam sedimen Teluk Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Data kualitas perairan... 40 2. Prosedur analisis logam dalam sedimen dengan USEPA method
3050B (APHA, 1992) ... 40 3. Perhitungan konsentrasi logam berat total Cu dan Zn ... 41 4. Perhitungan konsentrasi fraksi labil Cu dan Zn……….43 5. Prosedur analisis ukuran butiran sedimen (Sudjadi et al., 1971 in
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan di Indonesia yang padat dengan berbagai aktivitas manusia. Aktivitas pada daerah tersebut di antaranya yaitu areal pertambakan, PLTU, daerah wisata dan rekreasi, pelabuhan,
pemukiman, dan jalur transportasi. Perairan ini merupakan tempat akhir yang menampung limbah dari industri-industri dan pembuangan sampah yang ada di Jakarta dan sekitarnya yang membuang limbahnya secara langsung maupun tidak langsung melalui 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta (Rochyatun dan Rozak, 2007). Limbah-limbah tersebut menghasilkan pencemaran yang tidak baik bagi lingkungan. Beberapa limbah yang dihasilkan oleh industri di antaranya berupa limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), seperti jenis-jenis logam berat. Apabila materi masuk ke ekosistem pesisir, logam berat dapat
menimbulkan dampak yang berbahaya, baik bagi biota perairan maupun manusia yang ada di wilayah tersebut. Hasil evaluasi Bapedal menjelaskan bahwa 50 % industri di Jabotabek masih membuang limbahnya secara langsung ke sungai (Mulyono, 2000 in Sarjono, 2009).
Penelitian mengenai pencemaran di Teluk Jakarta telah banyak dilakukan, salah satunya yaitu pada penelitian Rochyatun dan Rozak (2007) dan menjelaskan bahwa konsentrasi logam berat di daerah barat Teluk Jakarta lebih tinggi
in El Nemr et al., 2006a). Logam pada aliran sungai berasal dari pelepasan kimia batuan, aliran air, buangan masyarakat kota dan limbah cair industri (El Nemr et al., 2006b).
Sedimen adalah komponen penting bagi ekosistem yang mengakumulasi racun melalui mekanisme fisika kompleks dan adsorpsi kimia yang tergantung pada kekayaan dari campuran serapan dan kandungan alami sedimen (Leivouri, 1998 in El Nemr et al., 2006b). Tekstur sedimen dan kadar bahan organik merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat logam berat dalam sedimen (Villares et al., 2003).
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengkaji sumber logam berat Cu dan Zn dalam sedimen Perairan Teluk Jakarta dengan menganalisa konsentrasi total dan fraksi labil agar dapat memberikan keterangan mengenai ketersediaan logam berat terhadap biota.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Geografis Teluk Jakarta
Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56’15” LS-6º55’30” LS dan 106º43’00” BT-106º59’30” BT dan terletak di sebelah utara ibukota Jakarta. Teluk Jakarta berbatasan dengan Tanjung Pasir di sebelah barat dan Tanjung Karawang di sebelah timur yang membentang dari timur ke barat
sepanjang ±40 km dan luas 490 km2 (Riani dan Sutjahjo, 2004 in Sarjono, 2009). Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan di Indonesia yang padat dengan berbagai aktivitas manusia Perairan ini merupakan muara akhir yang menampung limbah dari industri-industri dan pembuangan sampah domestik yang ada di Jakarta dan sekitarnya. Limbah tersebut dibuang secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui 13 sungai dengan 4 sungai besar dan 9 sungai sedang yang bermuara ke Teluk Jakarta (Rochyatun dan Rozak, 2007).
2.2. Karakteristik Logam Berat
peningkatan kadar dalam perairan (Sanusi, 2006). Karakteristik logam berat menurut Palar (2004) adalah sebagai berikut:
1. Memiliki spesifikasi gravitasi yang sangat besar (4 gr/cm3)
2. Mempunyai nomor atom 23-34 dan 40-50 serta unsur lantanida dan aktanida. 3. Mempunyai respon biokimia (spesifik) pada organisme hidup.
Menurut Connel dan Miller (1995), sumber-sumber logam berat di laut dibagi menjadi dua, yaitu:
A. Logam masuk secara alami
1. Masukan dari daerah pantai yang berasal dari sungai-sungai dan hasil abrasi pantai oleh aktivitas gelombang.
2. Masukan dari laut dalam meliputi logam-logam yang dibebaskan oleh aktivitas gunung berapi di laut dan logam-logam yang dibebaskan dari pertikel atau sedimen dari proses kimiawi.
3. Masukan dari lingkungan dekat daerah pantai, termasuk logam-logam dari atmosfer sebagai partikel-partikel debu.
B. Sumber buatan manusia
1. Limbah dan buangan industri 2. Limbah cair perkotaan 3. Limbah rumah tangga 4. Aktivitas perkapalan 5. Aktivitas pertanian 6. Aktivitas pertambangan
berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang, berbahaya bagi kesehatan manusia, dan menyebabkan kerusakan pada ekosistem. Biota air yang hidup dalam perairan tercemar logam berat, dapat mengakumulasi logam berat tersebut dalam jaringan tubuhnya. Makin tinggi kandungan logam dalam perairan akan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut.
2.3. Pencemaran Teluk Jakarta
Komposisi sampah yang mencemari Teluk Jakarta adalah sampah domestic yang mengandung 62.27% bahan organik, dan 37.73% bahan anorganik. Sampah yang berasal dari komersial mengandung 9.84% bahan organik dan 90.16% bahan anorganik. Sampah yang berasal dari pasar mengandung 83.69% bahan organik dan 16.31% bahan anorganik (Firmansyah, 2007). Beberapa limbah yang dihasilkan oleh industri di antaranya berupa limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), seperti jenis-jenis logam berat. Kadar logam berat dalam air di Teluk Jakarta sudah tergolong tinggi, bahkan di beberapa lokasi seperti Muara Angke, kadar logam beratnya cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah industri di Jakarta. Pencemaran yang berasal dari
kegiatan manusia memiliki kontribusi besar dibandingkan dengan pencemaran yang berasal dari kegiatan alam. Hal ini dapat disebabkan oleh
2.4. Tembaga (Cu)
2.5. Seng (Zn)
Sumber utama Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan polusi udara yang mengandung Zn, sedangkan sumber alami Zn adalah erosi batuan yang mengandung Zn di sungai dan lumpur lahar. Zn merupakan unsur logam berat yang kurang beracun bila dibandingkan unsur logam berat lainya (Connel dan Miller, 1995). Sifat Zn yang sangat dekat dengan Cu menjadikannya mudah terakumulasi dalam tubuh biota. Sifat pencemaran Zn hanya berdampak lokal di pantai, teluk, estuari dan saluran pembuangan limbah. Limbah yang banyak mengandung Zn umumnya berasal dari limbah industri baterai, campuran logam galvanisir, karet, atau limbah pertambangan (Mukhtasor, 2007). Pada aktivitas sekitar Teluk Jakarta, logam Zn sebagai campuran pada cat pada perahu, selain itu digunakan sebagai pencampur logam lain sebagai aloi (KKPL DKI Jakarta, 1997).
2.6. Logam Berat Dalam Sedimen
Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Menurut Greaney (2005), mekanisme logam masuk dan diikat oleh sedimen serta bahan tersuspensi yaitu dengan proses adsorpsi fisika- kimia dari kolom perairan dan proses uptake oleh bahan organik atau organisme.
mempunyai sifat yang mudah terikat oleh bahan organik dan selanjutnya mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, maka kadar logam berat dalam sedimen umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan di kolom perairan (Harahap, 1991).
2.7. Fraksi Logam Berat Dalam Sedimen
Menurut John dan Leventhal (1995), pada fase solid (tanah, sedimen, dan partikel pada air permukaan) logam berat dibagi ke dalam 6 fraksi yaitu:
1. Fraksi terlarut (dissolved): Fraksi ini terdiri dari kompleks karbonat, yang konsentrasinya meningkat seiring dengan meningkatnya pH dan logam berat dalam larutan
2. Fraksi exchangeable: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang terikat pada partikel koloid atau partikel suspense.
3. Fraksi carbonate: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang beraosisai dengan mineral karbonat dalam sedimen
4. Fraksi iron-manganese oxide: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang diadsorbsi atau dilapisi oleh Fe-Mn oksida, perubahan dalam kondisi redoks menyebabkan logam berat terlepas, tetapi beberapa logam berat mengendap jika mineral sulfide hadir dalam bentuk dapat dilarutkan. 5. Fraksi organik: Fraksi ini terdiri dari logam berat yang berikatan dengan
berbagai bentuk bahan organik.
6. Fraksi crystalline: Fraksi ini terdiri dari logam yang terdapat dalam struktur Kristal mineral dan pada umumnya tidak tersedia secara biologis pada biota.
2.8. HCl test
menggunakan metode single extraction HCl test. Ekstraksi HCl yang telah dilemahkan direkomendasikan untuk menunjukkan kualitas sedimen (McCready et al. 2003), dengan dasar bahwa ekstraksi ini dapat membedakan lebih baik logam yang tersedia bagi biota (bioavailable) daripada reaktan dengan konsentrasi asam yang lebih kuat. Pelemahan yang optimal pada ekstraksi HCl akan
menyediakan perbedaan yang besar antara logam yang berasal dari antropogenik dan alami dengan memaksimalkan keseimbangan ekstraksi pada logam
antropogenik alami dan meminimalkan ekstraksi elemen geogenik (Agemian dan Chau, 1977 in Devesa-Rey et al., 2010). Pada penelitian Kashem et al.(2007) menjelaskan bahwa HCl test memiliki fungsi yang berbeda pada unsur Cu dan Zn dalam melarutkan fraksi labil logam berat. Pada unsur Cu, HCl test dapat
3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan program penelitian tentang logam berat di Teluk Jakarta yang dilakukan oleh bagian Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). Penelitian meliputi
pengambilan contoh dan pengukuran data di lapangan dan analisis di
Laboratorium. Pengambilan sedimen dilakukan di Perairan Teluk Jakarta, pada tanggal 21-22 April 2011. Penelitian ini terdiri dari 9 stasiun yang tersebar di muara sungai dengan mewakili bagian barat, tengah, dan timur perairan Teluk Jakarta (Gambar 1). Analisis laboratorium dilakukan pada bulan Mei-Juli 2011 di Laboratorium Pencemaran P2O-LIPI, Jakarta Utara. Gambar berikut merupakan lokasi penelitian.
3.2. Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan selama penelitian dibagi menjadi dua, yaitu alat dan bahan pada pengambilan sampel di lapangan dan analisis logam berat di laboratorium. Alat yang digunakan ketika sampling yaitu GPS garmin untuk menentukan titik lokasi, Ekman Grab untuk mengambil contoh sedimen, kotak es, dan tempat contoh sedimen. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu akuades. Alat yang digunakan ketika analisis di laboratorium yaitu cawan porselin dan alu, oven memert UFB 500, tabung sentrifus 50 ml Falcon, timbangan analitik sartorius tipe BP 210 S, alat pengocok digital Kikalabortechnik HS 501,
sentrifuge biofuge Haraeus separatech biofuge 15 R, kertas saring whatman 41 diameter 0.45 µ m, tanur, alat refluks, dan AAS Varian Spectraa AA 20 plus. Bahan yang digunakan yaitu contoh sedimen, HCl 1 N, larutan HNO3 (1:1),
larutan HNO3 pekat, larutan H2O2 30%, larutan HCl pekat dan akuades.
3.3. Teknik Pengambilan Sampel 3.3.1. Penentuan stasiun pengamatan
3 (muara Sungai Kamal), 2 (laut), dan1(Muara Angke) ; tengah diwakili oleh stasiun 5 (muara Sungai Ciliwung) dan 8 (muara Kali Koja); dan timur diwakili oleh stasiun 6 (muara Sungai Blencong), 7 (muara Terusan Sunter), dan 9 (muara Kali Baru).
3.3.2. Pengambilan data di lapangan
Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran secara langsung di Perairan Teluk Jakarta. Pengukuran data di lapangan meliputi kedalaman perairan, suhu air laut (0C) dan salinitas. Pengukuran kedalaman menggunakan batu yang diikatkan ke tali panjang, suhu perairan diukur menggunakan thermometer dan pengukuran salinitas menggunakan refraktometer. Data disajikan dalam Lampiran 1.
3.3.3. Pengambilan contoh sedimen
Contoh sedimen diambil pada saat perairan mulai surut dengan menggunakan Ekman Grab yang terbuat dari stainless steel pada lapisan permukaan sedimen. Sedimen diambil pada lapisan permukaan yang merupakan lapisan oksik sedimen pada kedalaman 0-5 cm. Contoh sedimen kemudian dimasukkan ke dalam tabung kecil yang terbuat dari polietilen yang terlebih dahulu dibersihkan dengan air leding kemudian dilakukan perendaman dalam HNO3 1:1 selama semalam dan
3.4. Pengolahan Data
3.4.1. Persiapan analisis sedimen
Sebelum melakukan analisis logam dalam sedimen, maka sedimen terlebih dahulu perlu disiapkan. Pertama-tama contoh sedimen basah dimasukkan ke dalam cawan poreselen dan dikeringkan dengan menggunkan oven selama 24 jam dengan suhu 1050C. Setelah sedimen kering kemudian sedimen dihaluskan secara perlahan dengan menggunakan alu dan ditempatkan ke dalam wadah tabung plastik.
3.4.2. Analisis komposisi tekstur sedimen
Analisis komposisi tekstur sedimen dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor menggunakan metode pipet berdasarkan Sudjadi et al. (1971) in Eviati dan Sulaeman (2009) dan memisahkan tekstur menjadi tiga fraksi yaitu pasir, lempung, dan lanau. Tekstur ditetapkan berdasarkan pengoksidasian bahan organik dengan H2O2 dan garam-garam yang mudah larut dihilangkan dari
Gambar 2. Tipe tekstur sedimen berdasarkan diagram Shepard (Shepard, 1954)
3.4.3. Analisis bahan organik total
Analisis bahan organik total pada sedimen diilakukan di laboratorium P2O- LIPI, Jakarta. Kandungan bahan organik total dinyatakan dengan persentase lost on ignition (%LOI) berdasarkan APHA (1992) (Lampiran 6). Analisa ini diawali dengan penyiapan cawan kosong yang dipanaskan selama 24 jam pada suhu 1050C dengan menggunakan oven. Pemanasan dilakukan kembali selama 30 menit pada suhu 5500 C dengan menggunakan tanur kemudian ditimbang. Setelah itu, sebanyak ±1 gram sedimen basah dimasukkan ke dalam cawan sebagai berat basah. Sampel basah kemudian dikeringkan dengan menggunakan suhu 1050C selama 24 jam, setelah itu sampel kering dibakar dengan suhu 5500 C selama 1 jam sebagai berat kering.
3.4.4. Analisis logam dalam sedimen
Pengukuran logam berat dilakukan di Laboratorium P2O-LIPI, Jakarta. Pengukuran logam berat total menggunakan metode Aquregia dengan
dengan United State Environmental Protection Agency (USEPA) method 3050B APHA (1992) (Lampiran 2). Pada tahap pengerjaan awal, sedimen kering yang halus ditimbang sebanyak kurang lebih 1 gram menggunakan timbangan analitik sebagai berat kering kemudian memasukkannya ke dalam gelas erlenmeyer 250 ml. Sampel kemudian ditambahkan pereaksi secara bertahap dan disertai dengan pemanasan seperti HNO3, H2O2, dan HCl. Tahap akhir yang dilakukan adalah
analisa logam berat dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) tipe Varian AA Spectraa. Data yang dihasilkan disajikan dalam satuan µg/g berat kering (Lampiran 3).
3.4.5. Analisis fraksi labil logam berat
Analisis fraksi labil logam berat dilakukan di laboratorium P2O LIPI, Jakarta. Analisis fraksi labil dilakukan berdasarkan Villares et al., (2002). Sebanyak 1 gram sedimen kering dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Setelah ditimbang, sampel sedimen dicampurkan dengan HCl 1 N sebanyak 20 ml dan didiamkan selama kurang lebih 12 jam. Proses pendiaman ini berguna untuk menghilangkan busa akibat
sampel siap diukur dengan menggunakan AAS. Data yang dihasilkan disajikan dalam satuan µg/g berat kering (Lampiran 4). Penggunaan HCl yang telah dilemahkan untuk analisis fraksi labil karena menurut ARZECC dan ARMCANZ (2000), 1 N HCl tidak menyerang matriks silikat yang tidak dapat diserap
organisme.
3.4.6. Analisis biplot
Analisis biplot memberikan informasi yang mencakup objek (stasiun penelitian) dan peubah (fraksi total, labil, LOI dan ukuran sedimen) dalam satu gambar. Analisis biplot data hasil penelitian menggunakan softwareMinitab 16 Statistical Software. Hasil analisis biplot yang didapatkan pada penelitian ini yaitu:
1. Kedekatan antar objek: informasi ini dapat dijadikan panduan mengenai suatu objek yang memiliki kesamaan karakteristik dengan objek tertentu 2. Korelasi antar peubah : Informasi yang digunakan untuk menilai pengaruh
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kualitas Perairan Teluk Jakarta
Kedalaman Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara 0.93-3.2 meter, dimana terdangkal pada Stasiun 3 dan terdalam pada Stasiun 2 (Gambar 3). Kedalaman rata-rata stasiun pengamatan yaitu yaitu 2.13 meter. Kedalaman perairan mempengaruhi waktu pengendapan partikel-partikel yang ada di kolom air menuju sedimen. Semakin dalam perairan maka semakin lambat pengendapan (solidifikasi), semakin dangkal perairan maka waktu pengendapan relatif lebih cepat.
Gambar 3. Kedalaman perairan (m) pada stasiun pengamatan
kimia. Semakin tinggi suhu dapat menyebabkan peningkatan aktivitas mikroba dalam mengurai bahan organik. Peningkatan aktivitas mikroba juga dapat menyebabkan peningkatan pemanfaatan oksigen terlarut di perairan yang akan mempengaruhi reaksi reduksi dan oksidasi. Temperatur dapat mempengaruhi kuantitas logam berat yang dapat diserap oleh organisme karena proses biologi akan meningkat dua kali lipat setiap peningkatan suhu sebesar 10 0C (Luoma,1983 in John dan Leventhal, 1995).
Gambar 4. Suhu perairan (0C) pada stasiun pengamatan
Gambar 5. Salinitas perairan pada stasiun pengamatan
4.2. Ukuran Butiran Sedimen (Grain Size)
Sedimen perairan terdiri dari berbagai tipe substrat dengan ukuran butiran yang berbeda karena perbedaan proses pembentukannya. Tipe sedimen secara umum didominasi oleh lanau dengan kisaran antara 6.7%-72.4%, terendah berada pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 5 (Gambar 6).
Tabel 1. Komposisi Ukuran Butiran Sedimen (%) pada Sampel Menurut Stasiun Pengamatan
Stasiun Lokasi Tekstur 3 Fraksi (%)
Tipe Sedimen
Berdasarkan tabel di atas, lanau (2-50 µm) mendominasi komposisi sedimen pada Stasiun 2,3,4,5,7, dan 8. Stasiun yang didominasi oleh lempung (<2 µ m) yaitu Stasiun 1 dan 6, sedangkan Stasiun 9 didominasi oleh tekstur pasir (50 µ m-2 mm) dengan persentasi sebesar 90.4% . Perbedaan dominasi tekstur sedimen mencirikan proses pengendapan atau pembentukan sedimen yang disebabkan oleh perbedaan arus. Perairan dengan kecepatan arus relatif kuat kurang mampu mengendapkan partikel relatif kecil dan sebaliknya, partikel dengan ukuran relatif besar seperti pasir akan dapat dengan mudah diendapkan daripada ukuran relatif kecil seperti lempung dan lanau. Kondisi variabilitas dan pola adveksi air laut memberikan peran penting dan diduga sebagai faktor penyebab terjadinya perbedaan komposisi tekstur yang ada di wilayah penelitian.
4.3. Kandungan Bahan Organik Total Dalam Sedimen
nilai LOI kisaran 3.85%-8.95%, dimana nilai terendah pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 7).
Gambar 7. Persentase kandungan bahan organik (LOI) pada sampel menurut stasiun pengamatan
limbah cair dan limbah padat yang menghasilkan senyawa organik. Limbah cair domestik biasanya mengandung senyawa organik berupa protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat (Fakhrizal, 2000 in Mukhtasor, 2007). Kawasan perumahan menghasilkan limbah cair berupa cucian air sabun, deterjen, dan buangan kakus. Limbah padat yang dihasilkan berupa sampah organik seperti sisa makanan, sayuran, dan kulit buah. Kawasan pelabuhan membuang minyak dari balas kapal, sedangkan kawasan persawahan, peternakan, dan pengolahan ikan menyumbang limbah organik berupa pestisida, kotoran hewan, dan buangan perikanan.
4.4. Konsentrasi Total Cu dan Zn Dalam Sedimen
Gambar 8. Konsentrasi total Cu dan Zn (µg/g) pada sampel menurut stasiun pengamatan
Tingginya konsentrasi Cu dan Zn diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitar daerah penelitian yang banyak terdapat berbagai aktivitas/daerah aktif. Konsentrasi pada bagian barat yaitu Stasiun 3 (muara Sungai Kamal), 4 (muara Sungai Dadap) dan pada bagian tengah yaitu Stasiun 5 (muara Sungai Ciliwung) dan 8 (muara Kali Koja) mempunyai konsentrasi Cu dan Zn yang tinggi.
Umumnya muara-muara tersebut berasal dari aliran sungai yang merupakan daerah aktif seperti kawasan industri, pergudangan, perumahan dan
Tabel 2. Konsentrasi Logam Berat Total (μg/g) dalam Sedimen Teluk Jakarta Tahun 2003-2008
No Lokasi/waktu Cu (µg/g) Zn (µg/g) Sumber
1 Bagian Barat/ 13.81-193.75 82.18-533.59 Razak, 2004
2003
2 Bagian Barat/ 7.41-72.27 115.71-256.85 Razak, 2004
Mei-Oktober 2004
3 Bagian Tengah/ 3.36-50.65 71.13-230.54 Razak, 2004
2003
4 Bagian Tengah/ 1.19-40.60 53.87-233.32 Razak, 2004
Mei-Oktober 2004
5 Barat dan Tengah 7.64-118.33 261.31-1826.98 Fadhlina,2008
(Muara)/ 2008
Data konsentrasi Cu dan Zn tiga tahun terakhir pada daerah muara yaitu Fadhlina (2008) menunjukkan bahwa konsentrasi logam total Zn lebih tinggi daripada logam Cu. Logam Zn memiliki konsentrasi total berkisar antara 261.31
μg/g-1826.98 μg/g, sedangkan logam Cu memiliki konsentrasi total berkisar
antara 7. 64 μg/g-118.33 μg/g. Apabila dibandingkan dengan data penelitian dapat
diketahui bahwa konsentrasi logam Cu dan Zn terdapat indikasi peningkatan selama 3 tahun terakhir pada Perairan Teluk Jakarta. Peningkatan konsentrasi ini kemungkinan disebabkan oleh kontinuitas masukan limbah seperti limbah
industri, pemukiman, dan transportasi laut dari tahun ke tahun. Konsentrasi logam berat pada perairan Teluk Jakarta dapat terus meningkat apabila masukan limbah logam berat tidak diatasi dengan baik.
4.5. Konsentrasi labil Cu dan Zn dalam sedimen
toksisitas logam berat di sedimen terhadap organisme dibandingkan dengan konsentrasi logam total. Logam berat fraksi labil umumnya lebih mudah diserap oleh biota. Konsentrasi Cu fraksi labil mempunyai nilai yang berkisar antara 9.90 µg/g-220.97 µg/g, dengan konsentrasi dan terendah pada Stasiun 9 (muara Kali Baru) dan tertinggi berada pada Stasiun 4 (muara Sungai Dadap). Konsentrasi Zn fraksi labil mempunyai nilai yang berkisar pada 116.80-597.25 µg/g, dengan konsentrasi terendah juga pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 9). Konsentrasi fraksi labil yang tinggi tersebar pada Stasiun 3 (muara Sungai
Kamal), 4 (muara Sungai Dadap), 5 (muara Sungai Ciliwung), dan 8 (muara Kali Koja).
Gambar 9. Konsentrasi labil Cu dan Zn (μg/g) pada sampel menurut stasiun pengamatan
dilihat bahwa konsentrasi Cu labil pada penelitian ini lebih tinggi dari pada penelitian pada tahun 2008, namun konsentrasi Zn labil lebih rendah dari pada pada tahun 2008. Perbedaan dan variabilitas konsentrasi dapat diakibatkan oleh perbedaan titik stasiun yang diambil dan perbedaan kondisi laut yang dinamis seperti keadaan arus, dan pasang surut.
Fraksi labil logam Cu berkisar antara 47.07%-68.23%, dengan persentase terendah pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 1, sedangkan fraksi non labil Cu berkisar antara 31.77%-52.93% dengan persentase terendah pada Stasiun 1 dan tertinggi pada Stasiun 9 (Gambar 10). Fraksi labil mendominasi semua stasiun penelitian kecuali Stasiun 9 dengan persentase rata-rata sebesar 61.56%,
sedangkan rata-rata fraksi non labil yaitu sebesar 38.44%.
Gambar 10. Persentase labil dan non labil logam Cu pada sampel menurut stasiun pengamatan
tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 11). Fraksi labil mendominasi hampir semua stasiun penelitian yaitu Stasiun 1, 2, 3, 5, 6, 7, dan 9 dengan persentase rata-rata sebesar 55.17%, sedangkan fraksi non-labil mendominasi stasiun 4 dan 8 dengan persentase rata-rata fraksi non-labil sebesar 44.83%.
Gambar 11. Persentase labil dan non labil logam Zn pada sampel menurut stasiun Pengamatan
Tabel 3. Persentase Labil dan Non-Labil Cu dan Zn Pada Stasiun Penelitian
Stasiun Cu (%) Zn (%)
Labil Non-labil Labil Non-labil
1 68.23 31.77 57.60 42.40
2 57.47 42.53 69.67 30.33
3 64.69 35.31 50.39 49.61
4 59.09 40.91 24.05 75.95
5 66.79 33.21 50.08 49.92
6 57.25 42.75 67.38 32.62
7 67.88 32.12 62.63 37.37
8 65.57 34.43 32.20 67.80
9 47.07 52.93 82.49 17.51
Pada Tabel di atas persentase rata-rata logam Cu fraksi labil lebih tinggi dibandingkan logam Zn, hal ini menggambarkan bahwa logam Cu lebih bioavailabel dibandingkan dengan logam Zn. Logam Cu sangat mudah terakumulasi dalam tubuh hewan laut seperti kerang. Fraksi labil merupakan fraksi yang berikatan lemah dengan komponen besi oksida, mangan oksida, dan komplek organik di dalam sedimen sehingga dapat diabsorpsi oleh biota
(bioavailable) (Bendell-Young dan Thomas, 1998), sedangkan fraksi non labil tidak biovailable karena berikatan kuat dengan molekul-molekul sedimen. Pada perairan yang tercemar logam berat, Cu adalah logam yang paling efisien
Gambar 12. Persentase labil dan non labil logam Cu dan Zn (Fadhlina, 2008)
Selain melalui analisis fraksi labil, analisis pengaruh aktivitas antropogenik yang mendominasi Perairan Teluk Jakarta dapat dikuatkan dari tingkat
sedimentasi di perairan tersebut. Aktivitas antropogenik dapat meningkatkan konsentrasi logam berat. Arman et al. (2009) menjelaskan mengenai estimasi laju sedimentasi dan geokronologi polutan Cu dan Zn dengan menggunakan alat sampling gravity core (Gambar 13).
Gambar 13. Konsentrasi Cu dan Zn (ppm) dalam sedimen berdasarkan usia sedimen (Arman et al., 2009)
Peningkatan aktivitas antropogenik diantaranya yaitu peningkatan buangan limbah logam berat akibat peningkatan populasi jumlah penduduk dan peningkatan industri di daerah Jakarta dan sekitarnya.
4.6. Hubungan Parameter Fisika dan Kimia Sedimen
Gambar 14. Biplot hubungan parameter fisik dan kimia sedimen pada sampel menurut stasiun pengamatan
Korelasi yang positif parameter logam berat fraksi total, fraksi labil, persentase LOI dan lanau menunjukkan bahwa keempat parameter saling
berkaitan, penambahan nilai satu parameter diikuti dengan penambahan parameter lainnya, sebagai contoh yaitu peningkatan nilai LOI dan juga lanau akan dikuti dengan peningkatan konsentrasi logam berat total, peningkatan nilai lanau diikuti dengan peningkatan LOI. Gaw (1997) in Perera (2004) menemukan hubungan yang positif antara kandungan materi organik dengan konsentrasi logam berat dalam sedimen walaupun bahan organik bukan merupakan faktor utama yang mengatur konsentrasi logam berat dalam sedimen khususnya di daerah estuari. Keberadaan bahan organik mampu mengikat 5-20 % atau lebih dari kandungan logam dalam sedimen (Campbell et al., 1988). Tekstur sedimen dan kadar bahan organik merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat logam berat dalam sedimen (Villares et al., 2003). Menurut Situmorang (2008), sedimen yang mengandung fraksi sedimen yang halus akan mengakumulasi bahan organik yang
jauh lebih besar daripada sedimen yang mengandung fraksi yang lebih kasar. Keempat parameter yaitu logam berat total, fraksi labil, persentase LOI dan lanau memiliki sudut yang berbeda dengan dengan fraksi lempung, hal ini menunjukkan bahwa parameter lempung berkorelasi negatif terhadap keempat parameter tersebut. Korelasi yang negatif diduga disebabkan oleh keberadaan parameter lempung tidak mempengaruhi keempat parameter tadi, tingginya nilai lempung tidak diikuti oleh tingginya niai keempat parameter. Parameter pasir memiliki sudut yang sangat jauh dan cenderung berlawanan arah. Hal ini menunjukkan bahwa parameter pasir cenderung tidak memiliki korelasi terhadap parameter logam total, logam fraksi labil, persentase LOI dan lanau. Posisi parameter pasir yang tersendiri pada kuadran III menunjukkan bahwa parameter pasir tidak mempunyai pengaruh terhadap parameter lainnya. Pada Gambar 12, semakin ke arah kanan garis maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai parameter logam fraksi total, fraksi labil, persentase LOI pada stasiun. Semakin ke arah atas garis semakin tinggi nilai parameter lempung pada stasiun.
Muara Angke, Muara Sungai Kamal, dan Muara Sunter memiliki karakteristik yang sama karena memiliki sedimen yang didominasi oleh ukuran sedimen lempung. Dominasi ukuran sedimen lempung dapat diduga bahwa perairan pada titik stasiun tersebut mempunyai arus yang tenang. Kelompok ketiga yaitu stasiun laut dan Muara Sungai Blencong merupakan stasiun yang paling lemah untuk berbagai objek peubah, karena tidak ada vektor peubah yang mengarah ke kedua stasiun tersebut. Kelompok terakhir yaitu stasiun Muara Kali Baru yang
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Keberadaan logam berat Cu dan Zn dalam sedimen Peraira Teluk Jakarta tidak lagi hanya bersumber dari alam tetapi juga bersumber dari aktivitas
antropogenik. Sumber logam berat dari aktivitas antropogenik dapat diketahui dari tingginya konsentrasi logam fraksi total dan labil. Persentase logam berat Cu dan Zn dalam fraksi labil (non resisten) yang mudah diserap oleh biota bentik
memiliki nilai rata-rata di atas 50% dengan Cu sebesar 61.56% dan Zn sebesar 55.17%. Tingginya konsentrasi logam total dan dominasi persentase labil menujukkan bahwa keberadaan logam berbahaya bagi biota.
5.2. Saran
Saran yang diperlukan untuk penelitian selanjutnya yaitu:
1. Penelitian sebaiknya menggunakan titik stasiun pengamatan sampai ke laut lepas agar sebaran konsentrasi logam berat dapat diketahui dengan lebih lengkap.