• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ASYHUR AL-HURÛM DALAM HADIS

B. Kualitas Sanad Tentang Asyhur al - Hurum

ibadah haji merupakan penutup rukun-rukun yang empat. Rukun-rukun Islam ini mencakup amal harta secara murni yaitu zakat, dan amal badan secara murni. Baian kedua ini terkadang dilakukan dengan anggota badan, yaitu shalat, dan terkadang dengan hati yaitu puasa, karena ia menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan, terkadang pula dengan harta dan badan, yaitu haji. Oleh karena haji adalah ibadah yang mengumpulkan keduanya, maka sangat cocok jika ia mendapatkan kelipatan dari yang diperoleh salah satu di antara amalan lainnya. Untuk itu, ia mendapatkan dua bulan dari empat bulan haram.

B. Kualitas Sanad Tentang Asyhur al-Hurum

Sebelum masuk kepada kritik sanad, maka penulis akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian dan metodologi dari kritik sanad ini, agar seseorang mudah dalam memahaminya sebelum masuk ke dalam pembahasan kritik ini.

1. Pengertian dan Metodologi Kritik Sanad

Kata ﺪ (naqd) dalam bahasa Arab biasa diterjemahkan dengan kritik14 yang berasal dari bahasa latin. Naqd dalam bahasa Arab berarti penelitian, analisis, pengecekan, dan pembedaan.15 Salinan arti Naqd dengan pembedaan, kiranya sesuai dengan judul karya Imâm Muslim bin Hajjaj (W. 261 H) yang membahas kritik hadis, yakni kitab al-Tamyîz. Selanjutnya, dalam pembicaraan umum orang Indonesia, kata kritik berkonotasi dengan pengertian tidak lekas        

14

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Yogyakarta : Unit PBIK PP al-Munawwir, 1984), h. 1551.

  15

Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, (London : George Allen & Unwa Ltd., 1970), h. 990.

35   

percaya, tajam dalam penganalisaan, ada uraian pertimbangan baik buruk terhadap suatu karya.16 Dari tebaran arti kebahasaan tersebut, kata kritik biasa diartikan dengan upaya membedakan antara yang benar (asli) dan yang salah (tiruan/palsu).

Tradisi pemakaian kata naqd di kalangan ulama hadis, menurut Ibn Abî Hâtim al-Râzi (W. 327 H) sebagaimana dikutip oleh Muhamad Mustafâ Azami adalah :

ﺎ ْﺮْ و ﺎ ْﺛْﻮ ةاوﺮ ا ﻰ ْﻜ او ﺔ ْ ﻀ ا ﻦ ﺔ ْ ا ْدﺎ ﻷا ﺰْ ْ

.

17

“Upaya menyeleksi (membedakan) antara hadis sahîh dan da’îf dan menetapkan status periwayat-periwayatnya dari segi kepercayaan atau cacat”.

Sedangkan menurut istilah, kritik berarti berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangka menemukan kebenaran. Kritik yang dimaksud di sini adalah sebagai upaya mengkaji hadis Rasulullah Saw. untuk menentukan hadis yang benar-benar datang dari Nabi Muhammad Saw.18

Kemudian makna kata ﺪﻨ (Sanad) mengandung kesamaan arti dengan kata ﺮ (tarîq) yaitu jalan atau sandaran. Sedangkan menurut istilah hadis, sanad ialah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadis.19

Kata hadis berasal dari bahasa Arab ﺪ ا (al-hadîts). Dari segi bahasa, kata ini memiliki banyak arti, diantaranya ﺪ ﺪ ا (al-jadîd) yang berarti baru, lawan dari kata ﺪ ا (al-Qadîm) berarti lama. Dalam hal ini semua yang disandarkan        

16

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), h. 466.

  17

Muhammad Mustafâ Azami, Manhaj al-Naqd ‘Inda al-Muhaditsîn, (Riyâd : al-Ummariyah, 1982), h. 5.

  18

Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 5.

  19

Bustamin dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, h. 5.

36   

Jadi, kritik sanad hadis ialah penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad hadis tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu kualitas hadis (sahîh, hasan, dan da’îf).

Kegiatan kritik atau penelitian hadis bertujuan untuk mengetahui kualitas hadis yang terdapat dalam rangkaian sanad hadis yang diteliti. Apabila hadis yang diteliti memenuhi kriteria ke-sahîh-an sanad, hadis tersebut digolongkan sebagai hadis sahîh dari segi sanad.21

Melihat perumusan pendefinisian kritik hadis di atas, maka pada hakikatnya kritik hadis bukanlah berfungsi untuk menilai salah atau membuktikan ketidak-benaran sabda Rasulullah Saw. tetapi sekadar penganalisaan (penelitian) orang-orang yang memuat informasi tentang beliau, termasuk uji kejujuran informatornya (periwayatnya). Kritik hadis pada dasarnya bertujuan untuk menguji dan menganalisa secara kritis apakah fakta sejarah kehadisan itu dapat dibuktikan, termasuk komposisi kalimat yang terekspos dalam ungkapan matan lebih jauh lagi, kritik hadis bergerak pada level menguji apakah kandungan ungkapan matan amat berhubungan dengan taraf intelektualitas periwayat hadis dan bayang-bayang bias informasi sebagai implikasi daya berfantasi dan kreasi        

20

Bustamin dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, h. 6. Lihat ; Muhammad Subhi al-Salih,

‘Ulûm al-Hadîts wa Mustalahuh, (Beirut : Dâr al-Fikr, 1989), h. 4-5.

  21

Bustamin dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, h. 7.

37   

berfikir saat mengamati dan melaporkan kesaksian itu kepada orang lain. Sangat mungkin terjadi, periwayat tidak hadir pada saat fakta kehadisan berlangsung.22

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kajian (penelitian) sanad hadis menjadi penting: pertama, pada zaman Nabi Muhammad Saw. tidak seluruh hadis tertulis; kedua, sesudah zaman Nabi Muhammad Saw. banyak terjadi pemalsuan hadis; ketiga, penghimpunan hadis secara resmi dan massal terjadi setelah berkembangnya pemalsuan-pemalsuan hadis. Padahal hadis adalah salah satu sumber ajaran Islam. Hadis sebagai Sumber ajaran Islam maka meniscayakan adanya kepastian validitas bersumber dari Nabi Muhammad Saw.23

Kegiatan kritik sanad (naqd al-sanad) merupakan langkah awal kritik matan bertujuan untuk mengetahui kualitas periwayat hadis yang terdapat dalam rangkaian sanad hadis yang diteliti. Apabila periwayat hadis yang diteliti memenuhi kriteria kesahihan sanad, maka hadis yang diteliti dapat dikategorikan hadis sahîh.

Untuk meneliti keorsinilan hadis Nabi Saw., sehingga dapat dibenarkan keasliannya, maka ulama hadis telah menetapkan syarat-syarat kesahihan hadis, seperti yang pernah dijelaskan oleh Ibn al-Salâh (W. 643 H = 1245 M) :

ﺎﻀ ا لﺪ ا ْﻨ دﺎﻨْ إ ْ ﺘ يﺬ ا ﺪﻨْ ا ْﺪ ا ﻮﻬ ْ ا ْﺪ ا ﺎ أ

ﻻو ﺎﻬﺘْﻨ ﻰ إ ﺎﻀ ا لدﺎ ا ْﻦ

.

24

“Hadis sahîh adalah hadis yang bersambung sanad-nya, diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil25 dan dâbit26 sampai akhir sanad-nya, tidak terdapat kejanggalan (syâdz)27 dan cacat (‘illat)28”.

        22

Hasyim Abbas, Kritik Matan Hadis “Versi Muhadditsin dan Fuqaha”, (Yogyakarta : Teras, 2004), h. 10

  23

Bustamin dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, h. 11.

  24

Abû ‘Amr ‘Utsmân bin ‘Abd al-Rahmân bin Salâh, ‘Ulûm al-Hadîts, (Beirut : Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1987) h. 7.

38   

Dari definisi mengenai syarat-syarat hadis sahîh di atas, nampak jelas bahwa hadis sahîh harus memenuhi lima syarat: pertama, bersambung sanad-nya; kedua, diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil; ketiga, diriwayatkan oleh periwayat yang dâbit; keempat, terhindar dari syadz; dan kelima, terhindar dari ‘illat.

Untuk itu dalam penelitian sanad, penulis akan mengambil langkah-langkah kegiatan penelitian sanad hadis dengan melalui tiga cara, yaitu:

1) Melakukan i’tibar

2) Meneliti pribadi periwayat 3) Mengabil natîjah (kesimpulan)

2. Kritik Sanad Hadis Asyhur al-Hurum

Hadis yang akan diteliti adalah hadis yang berisi tentang “Asyhur al-Hurum”. Hadis tersebut yang diterima dari sahabat Abû Bakrah :

ةﺮْﻜ أ ْﻦ ﻦ ﺮ ﻦْ ﺪ ْﻦ بﻮ أ ﺎ ﺮ ْﺧأ ﺎ ْ إ ﺎﻨﺛﺪ

ﻰ ﺻ ﻨ ا نأ

ا

نإ ﺎ أ لﺎ ﻪﺘ ﻄﺧ و ﻪْ ﻪ

نﺎ ﺰ ا

ﻪ ا ﺧ مْﻮ ﻪﺘﺌْﻬآ راﺪﺘْ ا ْﺪ

       25

‘Adil menurut bahasa adalah pertengahan, lurus, condong kepada kebenaran, tidak memihak. Menurut istilah ulama hadis ‘adil itu adalah (1) beragama Islam; (2) mukallaf; (3) melaksanakan ketentuan agama; (4) memelihara muru’ah. Lihat Muhammad Syuhudi Ismail,

Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 67-68.

  26

Dâbit ialah orang yang kuat ingatannya, artinya ingatannya lebih banyak daripada lupanya, dan kebenarannya lebih banyak daripada kesalahannya. Lihat Fathurrahman, Ikhtisar Musthalahul Hadis, h. 121.

  27

Menurut bahasa, kata syâdz berarti: kejanggalan, yang jarang, yang menyendiri, yang asing, yang menyalahi aturan dan menyalahi orang banyak.

  28

Kata ‘Illat, jamaknya ‘illal yang menurut bahasa, kata illat’ berarti: cacat, kesalahan baca, penyakit dan keburukan.

39   

“Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun itu terdapat dua belas bulan. Empat diantaranya adalah bulan haram (disucikan). Tiga dari empat bulan itu, (jatuh secara) berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijah, Muharram. Sedangkan Rajab (yang disebut juga sebagai) syahru Mudhar, terletak diantara Jumada (ats-Tsaniyah) dan Sya’ban.” (HR. Ahmad).

Takhrij Hadis

Karena objek penelitian adalah hadis-hadis yang tercantum dalam kitab-kitab hadis, maka dalam proses pengumpulan data dilakukan kegiatan Takhrij al-Hadîts, yaitu pencarian teks hadis pada berbagai kitab hadis yang merupakan sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang didalamnya disebutkan secara lengkap sanad dan matan hadisnya.

Dalam pelacakan hadis, metode takhrij yang digunakan dalam kegiatan penelitian hadis ini yaitu metode takhrij dengan melalui penelusuran kata yang terdapat dalam hadis yang akan di bahas, dengan menggunakan kitab al-Mu’jâm al-Mufahrâs li Alfâz al-Hadîts al-Nabawi dari penelusuran lafaz

ﺮﻬ

30

adalah sebagai berikut :

اﺮْﻬ ﺎ ْاﺔ ﱠﺴﻟا

خ

اءﺪ

2

,

ةرﻮ ﺮ

8,9

,

ﻰ ﺎ ا

5

,

ﺪ ﻮ

24

م

ﺔ ﺎ

29

د

ﻚ ﺎﻨ

67

        29

Abû ‘Abdullah Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz VII, (Bairut : al-Maktabah Islami, 1978), , h. 307

  30

A. J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahrâs li Alfâz al-Hadîts al-Nabawi, Jilid 3., (Leiden : Breeil, 1943), h. 204. 

40   

ﻢﺣ

5

,

37

ه

5

:

165

Berikut ini penulis menyajikan riwayat-riwayat hadis tersebut dari setiap mukharrij berdasarkan naskah aslinya.

Susunan riwayat hadis yang mukharrij-nya al-Bukhâri:

أ ْﻦ ﺪْز ﻦْ دﺎ ﺎﻨﺛﺪ بﺎهﻮْا ﺪْ ﻦْ ﻪ ا ﺪْ ﺎﻨﺛﺪ

ْﻦ ﺪ ْﻦ بﻮ

نإ لﺎ و ﻪْ ﻪ ا ﻰ ﺻ ﻨ ا ْﻦ ةﺮْﻜ أ ْﻦ ةﺮْﻜ أ ﻦْا

نﺎ ﺰ ا

ْﺪ

ﺎﻬْﻨ اﺮْﻬ ﺮ ﺎﻨْﺛا ﺔﻨ ا ضْرﺄْاو تاﻮ ا ﻪ ا ﺧ مْﻮ ﻪﺘﺌْﻬآ راﺪﺘْ ا

يﺬ ا ﺮﻀ رو مﺮ ْاو ﺔ ْا وذو ةﺪْ ْا وذ تﺎ اﻮﺘ ثﺎ ﺛ مﺮ ﺔ ْرأ

نﺎ ْ وىدﺎ ﻦْ

.

31

“Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun itu terdapat dua belas bulan. Empat diantaranya adalah bulan haram (disucikan). Tiga dari empat bulan itu, (jatuh secara) berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijah, Muharram. Sedangkan Rajab (yang disebut juga sebagai) syahru Mudhar, terletak diantara Jumada (al-Tsaniyah) dan Sya’ban.” (HR. al-Bukhârî).

Adapun redaksi lain berbunyi:

بﺎهﻮْا ﺪْ ﺎﻨﺛﺪ ﻰﻨ ْا ﻦْ ﺪ ﻨﺛﺪ

أ ﻦْا ْﻦ ﺪ ْﻦ بﻮ أ ﺎﻨﺛﺪ

راﺪﺘْ ا ْﺪ نﺎ ﺰ ا لﺎ و ﻪْ ﻪ ا ﻰ ﺻ ﻨ ا ْﻦ ةﺮْﻜ أ ْﻦ ةﺮْﻜ

أ ﺎﻬْﻨ اﺮْﻬ ﺮ ﺎﻨْﺛا ﺔﻨ اضْرﺄْاو تاﻮ ا ﺧمْﻮ ﺔﺌْﻬآ

ﺔﺛﺎ ﺛ مﺮ ﺔ ْر

ىدﺎ ﻦْ يﺬ ا ﺮﻀ رو مﺮ ْاو ﺔ ْا وذو ةﺪْ ْا وذ تﺎ اﻮﺘ

نﺎ ْ و

.

32

ﺎﻨﺛﺪ مﺎ ﻦْ ﺪ ﺎﻨﺛﺪ

أ ﻦْا ْﻦ ﺪ ْﻦ بﻮ أ ﺎﻨﺛﺪ بﺎهﻮْا ﺪْ

نإ لﺎ و ﻪْ ﻪ ا ﻰ ﺻ ﻨ ا ْﻦ ﻪْﻨ ﻪ ا ر ةﺮْﻜ أ ْﻦ ةﺮْﻜ

تاﻮ ا ﻪ ا ﺧ مْﻮ ﻪﺘﺌْﻬآ راﺪﺘْ ا ْﺪ نﺎ ﺰ ا

ﺮ ﺎﻨْﺛا ﺔﻨ ا ضْرﺄْاو

رو مﺮ ْاو ﺔ ْا وذو ةﺪْ ْا وذ تﺎ اﻮﺘ ثﺎ ﺛ مﺮ ﺔ ْرأ ﺎﻬْﻨ اﺮْﻬ

نﺎ ْ و ىدﺎ ﻦْ يﺬ ا ﺮﻀ

.

33         31

al-Bukhari, al-Jamî’al-Sahîh (Sahîh Bukhârî), Juz II, h. 987

  32

Al-Bukhari, al-Jamî’ al-Sahîh (Sahîh Bukhârî), Juz V, h. 243

  33

Al-Bukhari, al-Jami’ al-Sahîh (Sahîh Bukharî), Juz VI, h. 293

41   

أ ﻦْا ْﻦ ﺪ ْﻦ بﻮ أ ﺎﻨﺛﺪ بﺎهﻮْا ﺪْ ﺎﻨﺛﺪ ﻰﻨ ْا ﻦْ ﺪ ﺎﻨﺛﺪ

راﺪﺘْ ا ْﺪ نﺎ ﺰ ا لﺎ و ﻪْ ﻪ ا ﻰ ﺻ ﻨ ا ْﻦ ةﺮْﻜ أ ْﻦ ةﺮْﻜ

ﻪﺘﺌْﻬآ

مﺮ ﺔ ْرأ ﺎﻬْﻨ اﺮْﻬ ﺮ ﺎﻨْﺛا ﺔﻨ ا ضْرﺄْاو تاﻮ ا ﻪ ا ﺧمْﻮ

ىدﺎ ﻦْ يﺬ ا ﺮﻀ رو مﺮ ْاو ﺔ ْا وذو ةﺪْ ْا وذ تﺎ اﻮﺘ ثﺎ ﺛ

نﺎ ْ و

.

34

Susunan riwayat hadis yang mukharrij-nya Muslim:

ﺎ ﺎ ﻆْ ا ﺎ رﺎ و ﺛرﺎ ْا ﻦْ ﻰ ْ و ﺔ ْ أ ﻦْ ﺮْﻜ ﻮ أ ﺎﻨﺛﺪ

ْﻦ ا بﺎهﻮْا ﺪْ ﺎﻨﺛﺪ

أ ْﻦ ةﺮْﻜ أ ﻦْا ْﻦ ﻦ ﺮ ﻦْا ْﻦ بﻮ أ

مْﻮ ﻪﺘﺌْﻬآ راﺪﺘْ ا ْﺪ نﺎ ﺰ ا نإ لﺎ ﻪ أ و ﻪْ ﻪ ا ﻰ ﺻ ﻨ ا ْﻦ ةﺮْﻜ

ﺮ ﺎﻨْﺛا ﺔﻨ ا ضْرﺄْاو تاوﺎ ا ﻪ ا ﺧ

ﺔﺛﺎ ﺛ مﺮ ﺔ ْرأ ﺎﻬْﻨ اﺮْﻬ

ىدﺎ ﻦْ يﺬ ا ﺮﻀ ﺮْﻬ رو مﺮ ْاو ﺔ ْا وذو ةﺪْ ْا وذ تﺎ اﻮﺘ

نﺎ ْ و

.

35

Susunan riwayat hadis yang mukharrij-nya Abû Daud:

ﻰ ﺻ ﻨ ا نأ ةﺮْﻜ أ ْﻦ ﺪ ْﻦ بﻮ أ ﺎﻨﺛﺪ ْ إﺎﻨﺛﺪ دﺪ ﺎﻨﺛﺪ

ﻄﺧ و ﻪْ ﻪ ا

نإلﺎ ﻪﺘ

نﺎ ﺰ ا

ﻪ ا ﺧ مْﻮ ﻪﺘﺌْﻬآ راﺪﺘْ ا ْﺪ

وذ تﺎ اﻮﺘ ثﺎ ﺛ مﺮ ﺔ ْرأ ﺎﻬْﻨ اﺮْﻬ ﺮ ﺎﻨْﺛا ﺔﻨ ا ضْرﺄْاو تاﻮ ا

ﺮﻀ رو مﺮ ْاو ﺔ ْا وذو ةﺪْ ْا

نﺎ ْ و ىدﺎ ﻦْ يﺬ ا

.

36

Susunan riwayat hadis yang mukharrij-nya Ahmad bin Hanbal:

بﻮ أ ﺎ ﺮ ْﺧأ ﺎ ْ إ ﺎﻨﺛﺪ

ةﺮْﻜ أ ْﻦ ﻦ ﺮ ﻦْ ﺪ ْﻦ

ﻨ ا نأ

نإﺎ أ لﺎ ﻪﺘ ﻄﺧ و ﻪْ ﻪ ا ﻰ ﺻ

نﺎ ﺰ ا

مْﻮ ﻪﺘﺌْﻬآ راﺪﺘْ ا ْﺪ

ْﻬ ﺮ ﺎﻨْﺛا ﺔﻨ ا ضْرﺄْاو تاﻮ ا ﻪ ا ﺧ

ثﺎ ﺛ مﺮ ﺔ ْرأ ﺎﻬْﻨ اﺮ

        34

Al-Bukhari, al-Jami’ al-Sahîh (Sahîh Bukhari), Juz VIII, h. 234 

35

Abû Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî, al-Jami’ al-Sahîh (Sahîh Muslim), Juz VI, Maktabat Dahlan, Indonesia, h.183

  36

Abû Daud Sulaimân bin al-‘Asy’as al-Sijistâni, Sunan Abi Daud, Juz II (Bairut : Dar al-Fikr, tth), h. 146

42   

Susunan riwayat hadis yang mukharrij-nya al-Baihaqî:

ﺄ أ ﺮ ﻰ أ ﻦ وﺮ ﻮ أ ﺮ ﺧا ﻪ ﻆ او ﻆ ﺎ ا ﷲا ﺪ ﻮ أ ﺎ ﺮ ﺧأو

ﺄ أ نﺎ ﻦ ﻦ ا

ﺔ ْ أ ﻦْ ﺮْﻜ ﻮ أ

ﺎﻨﺛ

بﺎهﻮْا ﺪْ

ا

بﻮ أ ْﻦ

ﻦْا ْﻦ

ﻪْ ﻪ ا ﻰ ﺻ ﻨ ا ْﻦ ةﺮْﻜ أ ْﻦ ةﺮْﻜ أ ﻦْا ْﻦ ﻦ ﺮ

لﺎ و

ﺔﻨ ا ضْرﺄْاو تاوﺎ ا ﻪ ا ﺧ مْﻮ ﻪﺘﺌْﻬآ راﺪﺘْ ا ْﺪ نﺎ ﺰ ا نإ

ﺔ ْرأ ﺎﻬْﻨ اﺮْﻬ ﺮ ﺎﻨْﺛا

مﺮ ْاو ﺔ ْا وذو ةﺪْ ْا وذ تﺎ اﻮﺘ ﺔﺛﺎ ﺛ مﺮ

نﺎ ْ و ىدﺎ ﻦْ يﺬ ا ﺮﻀ ﺮْﻬ رو

.

38

Dari riwayat-riwayat hadis yang dikutip di atas, terlihat adanya perbedaan susunan redaksi (tekstual) dari hadis yang bersangkutan. Misalnya, matan-matan hadis yang diriwayatkan oleh semua mukharrij di atas seperti al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad bin Hanbal dan al-Baihaqi. Hal itu memberi petunjuk bahwa hadis yang menjadi objek penelitian telah diriwayatkan secara makna.

Kemudian kegiatan i’tibar dilakukan untuk memperlihatkan seluruh jalur sanad yang diteliti dengan jelas begitu juga dengan periwayatnya, dan metode periwayatannya. Karena itu untuk mempermudah proses kegiatan i’tibar, penulis akan membuatkan skema untuk seluruh sanad bagi hadis yang menjadi objek penelitian.

Namun sebelum disusun dan dikemukakan skema sanadnya, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan terlebih dahulu, agar skema mudah disusun dan dipahami.

        37

Abû ‘Abdullah Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz VII, (Bairut : al-Maktabah Islami, 1978), , h. 307

  38

Imâm Muhadditsîn Hâfiz Jalîl Abû Bakar Ahmad bin Husain bin ‘Ali al-Baihaqî, al-Sunan al-Kubra, Juz V, (Beirut : Dar al-Fikr, tth), h. 165 

43   

1. Pada kedelapan sanad tertulis nama Ayyûb, namun maksudnya sama yaitu: Ayyûb al-Sakhtiyanî.

2. Di dalam semua riwayat tersebut nama Ibnu Sirrîn ditulis secara berbeda dengan nama Muhammad namun maksudnya sama, yaitu Muhammad bin Sirrîn. Oleh karena itu nama Ibnu sirrîn akan ditulis lengkap di dalam skema. Selanjutnya perhatikan skema berikut:

3. Di dalam mukharrij bukhari terdapat empat riwayat hadis, tetapi dikarenakan terdapat dua riwayat sanad hadis yang sama, oleh karena itu di dalam skema ditulis menjadi tiga riwayat dari sanad hadis yang diteliti.

ا ةﺮﻜ   Gambar ﱠنإ نﺎ ﱠﺰﻟا ﺪﺘْ ا ْﺪ ﺔ ْرأ ﺎﻬْ اﺮْﻬ ﺎ ْا ﺔ ﱠﺴﻟا ضْرﺄْﻟاو تاﻮ ﱠﺴﻟا ﻪﱠﻟا مْﻮ ﻪﺘﺌْﻬآ را ْ وىدﺎ ﻦْ يﺬﱠﻟاﺮﻀ رومﱠﺮ ْﻟاوﺔﱠ ْﻟاوذوةﺪْ ْﻟاوذتﺎ ﻟاﻮﺘ ثﺎ مﺮﺣ نﺎ  

44    ﻦ ﻦ ﻦ ةﺮﻜ ا ﻦ ا  ا ﺎ ﺮ ﺧ ﻦ ﺎﻨﺛﺪ ﻦ ﺎﻨﺛﺪ ﺎﻨﺛﺪ ﺎﻨﺛﺪ ﺎﻨﺛﺪ ﺎﻨﺛﺪ ﺎﻨﺛ ﺎﻨﺛﺪ ﺄ ا ﺎﻨﺛﺪ ﺎﻨﺛﺪ ﺎﻨﺛﺪ ﺎﻨﺛﺪ ﺄ ا ﺄ ا ﺮ ﺧا ا ﺎ ﺘ ﺴﻟابﻮ   بﺎهﻮﻟاﺪ ﺎ ا  دﺎ ﺣ  دﺪﺴ   اﻦ ﺮﻜ ﻮ ا بﺎهﻮﻟا  ﷲاﺪ ﻟا ﻦﺴ   وﺮ ﻮ ا ﷲاﺪ ﻮ ا ﻆ ﺎ ﻟا ﻬ ﻟا دواد ﻮ ا  ﻦ ﺪ ﺣا ﻢ ﺴ   يرﺎ ﻟا  ﻦ ﺮ  

45   

Penelitian sanad

Memperhatikan skema seluruh sanad, terdapat lima mukharrij yang mencantumkan hadis yang dimaksud dalam kitab mereka melalui delapan jalur sanad. Walaupun sanad milik semua mukharrij yakni, al-Bukhâri, Muslim, Abû Daud, Ahmad bin Hanbal dan al-Baihaqi memiliki kesamaan, yakni berakhir pada Abû Bakrah namun berbeda pada tingkatan guru mereka berlima.

Dari kedelapan jalur sanad yang ada, sanad yang dipilih untuk diteliti dalam kegiatan ini adalah satu sanad, yaitu sanad Imam Ahmad bin Hanbal yang melalui Ismail. Pilihan tersebut dikarenakan atas alasan-alasan:

1. Musnad Ahmad bin Hanbal dipandang oleh jumhur ulama hadis sebagai kitab yang berada dibawah standar kitab-kitab hadis lainnya, terutama Lima Kitab Hadis yang berstatus standar (al-Kutub al-Khamsah).

2. Penulis sengaja melakukan penelitian terhadap sanad-sanad yang ada di dalam sanad Ahmad bin Hanbal agar dapat terhindar dari anggapan-anggapan bahwa seluruh sanad Ahmad bin Hanbal untuk hadis yang menjadi objek penelitian ini berkualitas da’if.

3. Sanad yang ada pada Ahmad bin Hanbal jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sanad yang ada pada mukharrij yang lainnya.

Urutan nama periwayat hadis riwayat Ahmad bin Hanbal di atas adalah sebagai berikut :

1. Periwayat I : Abû Bakrah 2. Periwayat II : Ibnu Sirrîn

3. Periwayat III : Ayyûb al-Sakhtiyanî 4. Periwayat IV : Ismâ’il

46   

5. Periwayat V : Ahmad bin Hanbal

Dalam kegiatan ini, kritik sanad (naqd al-Sanad) dimulai pada periwayat kelima yakni Ahmad bin Hanbal diikuti pada periwayat sebelum Ahmad dan seterusnya sampai periwayat pertama.

1. Ahmad bin Hanbal

a. Nama lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad al-Syaibanî Abû ‘Abdullah al-Marwazî al-Baghdadî.39

b. Guru dan muridnya di bidang periwayatan hadis:

Guru dari Ahmad bin Hanbal cukup banyak, antara lain Ismâ’il, Sufyan bin ‘Uyainah, Waki’, Yahya bin Sa’id al-Qattan, Yazid bin Harun, ‘Abdurrahman bin Mahdi, ‘Abdurrazzaq, Yahya bin Sa’id al-Amawî. Murid Ahmad bin Hanbal juga banyak, diantaranya adalah al-Bukhari, Muslim, Abû Daud, asy-Syafi’i, dan dua putranya, ‘Abdullah dan Salih.40 c. Pernyataan kritikus hadis tentang dirinya:

1) Ibnu Ma’in: Saya tidak melihat orang yang lebih baik (pengetahuannya di bidang hadis) melebihi Ahmad.

        39

Lihat Syihab ad-Din Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-Asqalânî (selanjutnya disebut sebagai al-Asqalani), Tahzîb at-Tahzîb, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), juz I, h. 62-63. Jamal ad-Din Abî Hajar Yusuf al-Mizzi, Tahzib al-Kamal fi Asma’i ar-Rijâl, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), Juz I, h. 226 dan 249; Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Usman al-Zahabi, Beirut: Dar al-Fikr, tth. Juz XI, h. 177; Abu al-Hasa ‘Ali bin ‘Umar bin Ahmad al-Daruqutni, Zikr Asma al-Tabiin wa man Ba’dahum mimman Shahhat Riwayatuh ‘an al-Siqat ‘Ind al-Bukhari wa Muslim, Mu’assasat al-Kutub al-Saqafiyat, Bairut, 1406 H = 1986 M, Juz I, h. 66

  40

Jamal ad-Din Abî Hajar Yusuf al-Mizzi, Tahzib al-Kamal fi Asma’i ar-Rijâl, juz I, h. 226-235; al-Asqalani, Tahzîb at-Tahzîb, juz I, h. 62-63: Abû Muhammad ‘Abdurrahman bin Abî Hâtim Muhammad bin Idrîs bin Munzir at-Tamimî ar-Razi (selanjutnya disebut ar-Razi), Kitab al-Jarh wa at-Ta’dil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1952), juz II, h. 68-69. 

47   

2) Al-Qattan: Tak ada orang yang datang kepada saya yang kebaikannya melebihi Ahmad. Dia itu hiasan ummat (di bidang pengetahuan Islam, khususnya hadis Nabi).

3) Asy-Syafi’i: Saya keluar dari Baghdad dan di belakang saya tidak ada orang yang lebih paham tentang Islam, lebih zuhud, lebih wara’, dan lebih berilmu yang melebihi Ahmad bin Hanbal.

4) Ibnu Madini: Tidak seorang pun di antara sahabatku yang lebih hafiz dari Ahmad. Sesungguhnya Allah telah menguatkan Islam dengan Abû Bakar as-Siddîq pada peristiwa ar-Riddah dan dengan Ahmad bin Hanbal pada peristiwa al-Mihnah.

5) An-Nasa’i: Ahmad itu salah seorang ulama yang tsiqât ma’mûn. 6) Ibnu Hibban: Ahmad itu hafiz, mutqin, faqîh.

7) Ibnu Sa’ad: Ahmad itu tsiqât, sabt, sadûq. 41

Tidak ada seorang kritikus pun yang mencela Ahmad bin Hanbal. Pujian yang diberikan orang kepadanya adalah pujian yang berperingkat tinggi dan tertinggi. Dengan demikian, pernyataan Ahmad yang mengatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari Ismâ’il dengan metode al-sama’ (dengan lambang sana), dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Ahmad bin Hanbal dan Ismâ’il dalam keadaan muttasil (bersambung).

        41

Lihat, al-Asqalânî, Tahzîb at-Tahzîb, juz I, hal. 65

48   

2. Ismâ’il

a. Nama lengkapnya: Ismâ’il bin Ibrahim bin Miqsam Asadi Abu Bisr al-Basri, yang dikenal dengan nama Ibnu ‘Ulayyah.42

b. Guru dan muridnya di bidang periwayatan hadis:

Guru dari Ismâ’il cukup banyak, antara lain Ayyûb, Ibnu ‘Aun, Abdul ‘Aziz bin Suhaib, ‘Asim al-Ahwal, Sulaiman at-Taimi, Humaid, Ma’mar, Auf al-‘Arabi, Yunus bin ‘Ubaid. Murid Ismâ’il juga banyak, diantaranya adalah Ahmad bin Hanbal, Syu’bah, Ibnu Juraij, Himad bin zaid, Ibnu Wahab, Syafi’i, Yahya, ‘Ali, Ishaq, dan Ibnu Abî syaibah.43

c. Pernyataan kritikus hadis tentang dirinya:

1) ‘Ali bin al-Ju’di : Ismâ’il bin ‘Ulayyah rihânatul fuqahâ. 2) Yunus bin Bakîr : Ibnu ‘Ulayyah sayyidul Muhadditsîn.

3) Ibnu Mahdi : Ibnu ‘Ulayyah lebih terpercaya dibandingkan dengan Hasyim.

4) Al-Qattân : Ibnu ‘Ulayyah lebih terpercaya dibandingkan dengan Wuhaib.

5) Ibnu Mahrûz : Ismâ’il itu tsiqah ma’ mûn, shadûq, wara’.

6) Qutaibah : Huffaz itu ada empat orang yakni Ismâ’il bin ‘Ulayyah, ‘Abdul Waras, Yazid bin Zurai’ dan Wuhaib.

7) Abû Daud : Tidak ada dari seorang muhadditsin kecuali sungguh dia telah salah kecuali Ismâ’il bin ‘Ulayyah.

        42

Lihat, al-Asqalânî, Tahzîb at-Tahzîb, juz I, hal. 290

  43

49   

8) An-Nasa’i : Ismâ’il itu tsiqah, tsabt.44

Melihat pernyataan-pernyataan para kritikus hadis di atas dapat disimpulkan bahwasanya Ismâ’il bin ‘Ulayyah itu Tabi’in yang tsiqât dan dapat dipercaya. Tidak ada dari seorang kritik hadispun yang mencelanya. Banyak puji-pujian yang diberikan kepadanya. Dengan demikian, pernyataannya yang mengatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari Ayyûb, dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti sanad antara Ismâ’il bin ‘Ulayyah dan Ayyûb dalam keadaan bersambung.

3. Ayyûb as-Sakhtiyanî

a. Nama lengkapnya : Ayyûb bin Abî Tamîmah Kisan as-Syakhtiyanî Abû Bakar al-Bisrî.45

b. Guru dan muridnya di bidang periwayatan hadis:

Guru dari Ayyûb cukup banyak, diantaranya adalah Muhammad bin Sirrîn, A’raj, ‘Ukrimah, ‘Amr bin Salmah, Humaid bin Hilal, Abî Qilabah, Qasim bin Muhammad, Nafi’ bin ‘Asim, Hafsah binti Sirrîn. Murid Ayyûb juga banyak, diantaranya adalah Ibnu ‘Ulayyah, al-‘Amasy, Qatadah, Sufyan, Syu’bah, Abdul Waras, Malik, Ibnu Ishaq dan Sa’id bin Abû ‘Urubah.46

c. Pernyataan kritikus hadis tentang dirinya:

1) ‘Ali bin al-Madinî : Ayyûb mempunyai 800 hadis. 2) Ibnu ‘Ulayyah : Padanya terdapat 1000 hadis.        

44

Lihat, al-Asqalânî, Tahzîb at-Tahzîb, juz I, h. 291

  45

Lihat, al-Asqalânî, Tahzîb at-Tahzîb, juz I, h. 413

  46

50   

3) Abû al-Walid : Ayyûb adalah sayyidul fuqahâ.

4) Ibnu Khaisamah : Ayyûb tsiqah, dan dia lebih terpercaya dibanding dengan Ibnu ‘Aun.

5) Ibnu Sa’ad : Ayyûb itu tsiqah, tsabit di dalam hadis, mempunyai banyak ilmu, banyak dijadikan tempat berhujjah dan adil.

6) Abu Hâtim : Dia lebih aku sukai dalam segala sesuatu hal dibanding dengan Khalid. Dan dia itu tsiqah.

7) An-Nasa’i : Ayyûb tsiqah, tsabt.47

Dari penelitian kritikus hadis ini, penulis berkesimpulan bahwa Ayyûb as-Sakhtiyanî itu seorang yang tsiqah, tsabt. Karena tidak ada dari seorang kritikus hadispun yang mencelanya, justru menyanjungnya dan memberikan pujian kepadanya. Dengan demikian, pernyataan yang mengatakan bahwa dia telah menerima hadis dari Muhammad bin Sirrîn itu dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti sanad antara Ayyûb dan Muhammad bin Sirrîn dalam keadaan bersambung.

4. Ibnu Sirrîn

a. Nama lengkapnya : Muhammad bin Sirrîn al-ansharî Abû Bakar bin Abî ‘Amrah al-Basrî .48

b. Guru dan muridnya dibidang periwayatan hadis:

Guru dari Muhammad bin Sirrîn cukup banyak, diantaranya adalah Abû Bakrah, ‘Abdurrahman bin Abî Bakrah, Anas bin Malik, Zaid bin Tsabit, Hasan bin ‘Ali, Jundub bin ‘Abdullah, Huzaifah bin al-Yamanî, Ibnu        

47

Lihat, al-Asqalânî, Tahzîb at-Tahzîb, juz I, h. 414

  48

51   

Umar, Abû Qatadah, Abû Hurairah, ‘Aisyah, Mu’awiyah. Murid Muhammad bin Sirrîn juga banyak diantaranya adalah Ayyûb, as-Sya’bi, Tsabit, Khalid al-Haza’, Ibnu ‘Aun, Yunus bin ‘Ubaid, Qatadah, Malik bin Dinar dan Hisyam bin Hasan.49

c. Pernyataan kritikus hadis tentang dirinya: 1) Ibnu Ma’in : Ibnu Sirrîn itu tsiqah. 2) Al-‘Ajli : Bisri, Tabi’in, tsiqah.

3) Ibnu Sa’ad : Ibnu Sirrin itu tsiqah, ma’mûn, mempunyai banyak ilmu, seorang ahli fikih dan wara’.

4) Himad bin Zaid dari ‘Asim al-Ahwal : Saya tidak melihat seorangpun yang lebih faqih didalam kewara’annya dan yang lebih wara’ didalam kefaqihannya dari Muhammad bin Sirrîn.

5) Ibnu Hibban : Muhammad bin Sirrîn adalah seorang penduduk Basrah yang wara’, seorang yang faqîh dan hâfiz.50

Melihat pernyataan-pernyataan kritikus hadis di atas dapat disimpulkan bahwasnya Muhammad bin Sirrîn itu adalah seorang yang tsiqah dan juga wara’. Tidak ada satupun para kritikus hadis yang mencelanya, dan mereka semua memujinya. Dengan demikian, pernyataan yang menyatakan bahwa Muhammad bin Sirrîn menerima hadis dari Abî Bakrah itu dapat dipercaya kebenarannya. Dan itu berarti sanad antara Muhammad bin Sirrîn dan Abî Bakrah dalam keadaan bersambung.

        49

Lihat, al-Asqalânî, Tahzîb at-Tahzîb, juz VII, h. 200-201.

  50

52   

5. Abû Bakrah

a. Nama lengkapnya: Nufa’i bin Masruh, ia juga disebut dengan Nufa’i bin al-Haris bin Kaladah bin ‘Amr bin ‘Alaj bin Abî Salmah bin Abdul ‘Uzza

Dokumen terkait