• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman Asyhur al-Hurum dalam Hijriah Menurut Perspektif Hadis (Studi Kualitas Sanad dan Matan Hadis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemahaman Asyhur al-Hurum dalam Hijriah Menurut Perspektif Hadis (Studi Kualitas Sanad dan Matan Hadis)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

“PEMAHAMAN ASYHUR AL-HURUM DALAM HIJRIAH MENURUT PERSPEKTIF HADIS ;

(Studi Kualitas Sanad dan Matan Hadis)”

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana (S-1) Theologi Islam

Oleh :

Achmad Alviennoer NIM : 105034001199

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

“PEMAHAMAN ASYHUR AL-HURUM DALAM HIJRIAH MENURUT PERSPEKTIF HADIS ;

(Studi Kualitas Sanad dan Matan Hadis)”

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana (S-1) Theologi Islam

Oleh :

Achmad Alviennoer NIM : 105034001199

Dosen Pembimbing :

DR. Muhammad Zain, MA NIP : 150299520

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Skripsi yang berjudul “Pemahaman Asyhur al-Hurum dalam Hijriah Menurut Perspektif Hadis (Studi Kualitas Sanad dan Matan Hadis)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S-1) pada Jurusan Tafsir Hadis.

Jakarta, 14 September 2010

Sidang Munaqasyah,

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. Bustamin, M.Si Rifki Muhammad Fathi, MA.

NIP : 19630701 199803 1 003 NIP : 19770120 200312 1 003

Anggota,

Dr. Bustamin, M.Si Rifki Muhammad Fathi, MA.

NIP : 19630701 199803 1 003 NIP : 19770120 200312 1 003

Pembimbing,

Dr. Muhammad Zain, MA

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa tercurahkan kepada Allah Swt. ‘Azza Wajalla yang senantiasa memberikan rahmat, taufik inayah-Nya dan selalu mengiringi langkah-langkah penulisan ini. Dengan segala kemuliaan-Nya

dijadikan alam semesta ini hanya untuk hamba. Jika seandainya lautan dijadikan

tinta dan pepohonan dijadikan penanya, maka tidak akan mungkin cukup

menghitung segala nikmat yang telah Allah Swt. berikan. Atas segala nikmat dan

karunia-Nya itu pula melewati jalan panjang dan berliku, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini

Shalawat serta salam dihaturkan selalu kepada baginda besar Nabi

Muhammad Rasulullah Saw. semoga dengan syafaatnya kita memperoleh

ampunan dan rahmat-Nya, selamat dunia dan akhirat.

Penulis selalu menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tentu saja

didukung dan didorong oleh pihak-pihak luar yang berperan dalam membantu

penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, sebagai wujud syukur dan hormat penulis,

kiranya sangat perlu untuk memaparkan nama-nama tersebut dan tentu saja

penulis tidak mampu untuk menulis semuanya secara lengkap namun pada

hakikatnya penulis berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada siapapun yang

telah banyak membantu penulisan skripsi ini.

Terlebih dahulu sembah bakti dan do’a penulis haturkan kepada ayahanda

Hanafi dan ibunda Hidayah tercinta, yang telah mendidik dan mengarahkan

penulis dengan penuh kesabaran kasih sayang dan keikhlasan serta tak

bosan-bosannya mendo’akan penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan

(5)

ii 

 

skripsi ini. Semoga Allas Swt mengampuni dan memaafkan segala kesalahan

mereka serta menempatkan derajat keduanya pada derajat yang tinggi. Amîn.

Demikian kepada Habib Abdurrahman Assegaf dan Habib Abu Bakar al-Habsyi

(Alm) Pemimpin dan pembimbing majlis ta’lim Azzamzami, serta seluruh

keluarga besar yang penulis cintai.

Selanjutnya ucapan syukur dan hormat penulis haturkan dan tujukan

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A. selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

2. Bapak Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, M.A. selaku dekan Fakultas

Ushuluddin beserta para Pembantu Dekan I, II, dan III.

3. Bapak Dr. Bustamin, M.Si. selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis beserta

jajarannya.

4. Bapak Dr. Muhammad Zain, MA. selaku Dosen Pembimbing dalam skripsi

ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerelaannya

rela meluangkan waktu, bimbingan dan saran-sarannya mengarahkan penulis

dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini. Lalu Bapak Rifqi

Muhammad Fathi, M.A. selaku Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis, yang selalu

memfasilitasi penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, yang tidak bisa penulis sebutkan

namanya satu persatu. Terima kasih atas ketulusan dan keikhlasannya dalam

memberikan ilmu yang telah diberikan kepada penulis. semoga ilmu dan

pengalaman yang telah diajarkan menjadi amal jariah bagi mereka semua dan

(6)

iii 

 

6. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan

Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Umum Islam Iman

Jama’, yang telah membantu pengadaan sumber bacaan dari awal perkuliahan

hingga selesainya skripsi ini.

7. Keluarga Besar H. Zaini bin H. Abdul Somad dan H. Abdul Qodir bin Dahlan,

Bapak-Ibu Yang tercinta, Hanafi dan Hidayah, sebagai motivasi penulis untuk

menggali lebih dalam tema penelitian ini, terkhusus untuk “The Spesial One”

Adinda Maniah (Mia), yang selalu menjadi cahaya bagi penulis dan menjadi

obat disaat duka, menenangkan disaat langkah ini terasa berat. Terima kasih

atas dorongan semangat dan kesabaran dalam menemani penulis dari

detik-detik awal pembuatan skripsi ini hingga selesai. Tak lupa kepada Bapak Eva

Nugraha, MA. yang sudah memberikan masukannya dan kepada Ustaz Isma’il

H. Bahruddin, MA. yang juga sudah membantu dalam menerjemahkan dan

membimbing pada detik-detik menjelang sidang.

8. Kawan-kawan seperjuangan di Tafsir Hadis : Fitroh “cokins” Fuadi –Thanks

(7)

iv 

 

IRMAWAR yang selalu menyibukkan dan merepotkan, Yadin Dinosaurus,

Temi Lhenon, Aulia Kompor, Ozan Anduk, dan lain sebagainya. Tak lupa

pula buat Kawan-kawan dikelas Tafsir Hadis B angkatan 2005, semoga Allah

Swt. selalu melindungi kalian. Ingat, tuntutlah ilmu sampai ke negri Cina dan

masih banyak jalan menuju Roma. “Yakin Usaha Sampai” dan Jangan

berputus asa dari rahmatnya Allah.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil,

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Mengakhiri rangkaian pengantar ini, Penulis hanya bisa memohon kepada

Yang Maha Kuasa untuk membalas segala kebaikan mereka. Mudah-mudahan

Allah Swt. memberikan balasan yang setimpal atas segala amal kebaikannya.

Hanya kepada Allah Swt. penulis berserah diri dan bertawakkal serta memohon

ampunan-Nya atas segala kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan skripsi ini.

Dan penulis berharap karya tulis kecil ini dapat bermanfaat sebagai sumbangsih

sederhana dalam khazanah keilmuan hadis di Fakultas Ushuluddin tercinta.

ﻢهاﺰ

ﷲا

ﻦﺴﺣأ

ءاﺰ ﻟا

Jakarta, September 2010

Penulis,

Achmad Alviennoer

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….………...…i

PEDOMAN TRANSLITERASI……….…..v

DAFTAR ISI………...………..….vi

BAB I PENDAHULUAN……….…. 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.……….. 6

C. Kajian Pustaka ………... 7

D. Tujuan Penelitian ……….…... 8

E. Metodologi Penelitian……….…. 9

F. Sistematika Penulisan………. 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS HIJRIAH………..………. 11

A. Pengertian Hijriah……….. 11

B. Sejarah Penamaan Hijriah……….. 13

C. Makna Bulan-Bulan dalam Hijriah………..….. 17

D. Bulan-Bulan Hijriah Yang Memiliki Keutamaan……….…. 20

BAB III ASYHURAL-HURÛM DALAM HADIS..……… 29

A. Pengertian Asyhural-Hurum……….…………. 29

B. Kualitas Sanad Tentang Asyhural-Hurum ………... 34

1. Pengertian dan Metodologi Kritik Sanad…………...…. 34

2. Kualitas Sanad Hadis Tentang Asyhural-Hurum……… 38

C. Kualitas Matan Tentang Asyhural-Hurum ……….….. 53

(9)

vii 

 

 

1. Pengertian dan Metodologi Kritik Matan…………..…. 53

2. Kualitas Matan Hadis Tentang Asyhural-Hurum…….. 56

D. Analisa……….. 61

BAB IV PENUTUP………. 63

A. Kesimpulan……….….. 63

B. Saran……….… 64

(10)

PEDOMAN TRANSLITERASI

ا = Tidak dilambangkan ط = t Untuk Vokal Pendek /

ب = b ظ = z harokat dan tanwin

ت = t ع = ‘ = a pendek

ث = ts غ = g = i pendek

ج = j ف = f = u pendek

ح = h ق = q konsonan

خ = kh ك = k = an

د = d ل = l = in

ذ = dz م = m = un

ر = r ن = n rangkap / double

ز = z و = w

س = s ه = h

ش = sy ﻻ = lâ

ص = s ء = ٰ

ض = d ي = y

Untuk Vokal Panjang Untuk Madd dan Diftong

ا = â Panjang ْوا = aw

ْوا = û

و = û Panjang ْيا = ay

ْيا = î ي = î Panjang

(11)

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Ada dua hal yang dijadikan pedoman dan pegangan hidup manusia khususnya umat Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadis. Al-Qur’an adalah mu’jizat Nabi Muhammad Saw. dan sumber hukum Islam yang pertama dan merupakan Kalam atau Firman Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui perantaraan malaikat Jibril. Bagi yang membaca al-Qur’an dinilai dengan ibadah.1

Sedangkan Hadis adalah suatu narasi yang biasanya singkat dan bertujuan memberikan suatu informasi tentang perkataan Nabi, perbuatan Nabi, dan diamnya Nabi.2 Lebih jelasnya hadis Nabi merupakan penampung sunnah Nabi Muhammad Saw. yang memuat kebutuhan dasar hukum kaum muslimin, baik itu individu maupun suatu kelompok (komunitas).3

Ibnu al-Subki mengungkapkan bahwasanya hadis adalah segala sabda dan perbuatan Nabi Muhammad Saw. Beliau tidak memasukan taqrîr Nabi Muhammad Saw. sebagai bagian dari rumusan atau definisi hadis. Perhatian ulama terhadap sanad dan matan hadis begitu besar, begitu juga dalam mengetahui kualitas dan tingkat kesahihan suatu hadis. Menurut Muhammad

1

Manna’ Khalîl al-Qattân,“Studi Ilmu-Ilmu Qur’an”, Penterjemah: Mudzakir AS, (Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa, 2004), h.17

2

Fachtur Rahman, “Ikhtisar Musthalah Hadits”, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1991), h.27

3

Muhammad Mustafa Azami, “Memahami Ilmu Hadis”, Penterjemah: Meth Kiraha, (Jakarta: Lentera, 1995), h.27

(12)

2

Gazali tingkat kesahihan matan cukup terhindar dari syâdz dan ‘illat, beliau tidak mensyaratkan ketersambungan sanad sebagai salah satu syarat kesahihan sanad hadis.4

Model perilaku dan pola hidup Nabi Muhammad Saw. telah menjadi teladan bagi masyarakat muslim pada umumnya, baik itu perkataan Nabi maupun perbuatannya yang menjadi inspirasi dan panutan untuk orang-orang muslim.

Hadis Nabi yang disampaikan oleh Nabi sangatlah banyak, namun dari banyaknya hadis yang terhimpun dalam berbagai kitab hadis sepertinya sangat kontradiktif, tidak sedikit telah terjadi pertentangan atau perbedaan pendapat baik dikalangan ulama maupun di masyarakat muslim sendiri, terutama dalam menentukan sebuah hukum, padahal dalîl untuk menguatkan pendapatnya belum diteliti kualitas kesahihannya baik dari segi sanad ataupun matan. Untuk itulah, penulis belum menemukan ada yang mengkritik kualitas dan kekuatan dari hadis tersebut secara keseluruhan mengenai sahih dan tidaknya.

Keotentikan hadis di masa Nabi sangat terjaga, karena keputusan tentang keotentikan sebuah hadis berada ditangan Nabi sendiri. Misalnya pada saat sahabat menyampaikan hadis kepada sahabatnya yang lain, dan ia mendengarkannya dengan penuh keraguan, apakah hal tersebut adalah benar berasal dari perkataan Nabi, maka kemudian sahabat yang mendengar dengan penuh keraguan itupun langsung menanyakannya kepada Nabi. Namun setelah Nabi wafat, hal tersebut tidak bisa lagi ditanyakan kepada Nabi, melainkan

4

(13)

kepada orang yang ikut mendengar dan melihat hadis Nabi tersebut yakni para sahabat.5

Setelah masa sahabat para ulama memberikan perhatian penuh terhadap pengumpulan hadis. Karena hadis berangsur-angsur hilang bahkan banyak terjadi pemalsuan hadis yang mengatasnamakan pribadi dan golongan tertentu. Untuk itulah pada masa selanjutnya ketika banyak terjadi pemalsuan hadis, para ulama hadis bersikeras mengumpulkan hadis dan memilah-milah hadis agar tidak terjadi penyimpangan terhadap hadis Nabi. Oleh karena itu, berkembanglah ilmu-ilmu hadis yang bertujuan untuk meneliti sebuah hadis apakah hadis tersebut sahih atau tidak.

Mengenai bulan haram (Ashur al-Hurum), al-Qur’an menyebutkan :

⌧ ☺

☺ ⌧

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.”(Q.S. at-Taubah: 36)

Di dalam hadis-hadis Nabi ada beberapa hadis yang membahas tentang masalah bulan-bulan Hijriah atau bulan-bulan Islam. Dimana setelah penulis

5

(14)

4

meneliti tidak semua nama-nama bulan Hijriah disebutkan di dalam hadis Nabi tersebut.

Nabi pernah menyebutkan didalam hadisnya di bawah ini:

ﻦْا

ْﻦ

ْﻦ

بﻮ أ

ْﻦ

ﺪْز

ﻦْ

دﺎ

ﺎﻨﺛﺪ

بﺎهﻮْا

ﺪْ

ﻦْ

ﻪ ا

ﺪْ

ﺎﻨﺛﺪ

ﻪ ا

ﻰ ﺻ

ﻨ ا

ْﻦ

ةﺮْﻜ

أ

ْﻦ

ةﺮْﻜ

أ

نإ

لﺎ

و

ﻪْ

نﺎ ﺰ ا

راﺪﺘْ ا

ْﺪ

مﺮ

ﺔ ْرأ

ﺎﻬْﻨ

اﺮْﻬ

ﺎﻨْﺛا

ﺔﻨ ا

ضْرﺄْاو

تاﻮ ا

ﻪ ا

مْﻮ

ﻪﺘﺌْﻬآ

رو

مﺮ ْاو

ﺔ ْا

وذو

ةﺪْ ْا

وذ

تﺎ اﻮﺘ

ثﺎ ﺛ

ىدﺎ

ﻦْ

يﺬ ا

نﺎ ْ و

.

6

“Dari Ibnu Abi Bakrah Ra., dari Nabi Saw. bersabda : Zaman (tahun) itu berputar sebagaimana keadaanya pada hari diciptakan langit-langit dan bumi oleh Allah. Satu tahun adalah dua belas bulan, diantaranya adalah empat bulan mulia, yaitu tiga berurutan Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram, dan Rajab (yang diagungkan) Mudhar : yang (jatuh) antara bulan Jumada dan Sya’ban.” (HR. al-Bukhârî).

Pada konteks hadis di atas Nabi memang menyebutkan bahwasanya satu tahun itu ada dua belas bulan, tetapi dalam hadis di atas Nabi hanya menyebutkan beberapa nama bulan Islam dan tidak menyebutkan namanya secara keseluruhan. Mengapa tidak ada hadis yang menyebutkan nama-nama bulan Islam tersebut secara keseluruhan dalam satu hadis. Kemudian juga mengenai masalah penetapan Tahun Hijriah yang pada saat itu telah disahkan di masa kepemimpinan ‘Umar bin Khattâb dan bukan disaat Nabi, yang dimulai 17-18 tahun kemudian sesudah Nabi Hijrah.7 Mengapa di dalam bulan-bulan hijriah tersebut terdapat beberapa bulan haram, dan mengapa hanya empat bulan yang diharamkan, serta mengapa bulan tersebut diharamkan atau dinamakan bulan haram. Kemudian yang paling terpenting adalah mengapa bulan-bulan dalam bulan hijriah tersebut berbeda penamaannya dan keutamaannya terutama pada bulan haram, apakah

6

Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari, al-Jamî’al-Sahîh (Sahîh Bukhârî), (Beirut: Dar al-Fikr, 1994) Juz II, No. 3197, hal. 987

7

(15)

bulan haram itu lebih utama dan lebih suci daripada bulan-bulan hijriah yang lainnya, serta apakah pengharaman kepada keempat bulan tersebut sudah terjadi pada masa sebelum Nabi atau pada saat masa Nabi saja. Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti akan kebenaran hal tersebut. Dan di dalam hal ini dapat dikatakan bahwa apakah bulan-bulan Islam itu semua telah disebutkan dalam hadis ataukah hanya kesepakatan Nabi dan sahabat, atau sudah ada sebelum masa Nabi, dan apakah dimasa sahabat sudah terbentuk bulan-bulan Islam yang mana telah terorganisir hingga sekarang. Kemudian mengenai pengharaman keempat bulan tersebut, serta kenapa diharamkan dan dinamakan bulan haram, dan apakah pengharaman tersebut berlangsung terus-menerus atau tidak, dan apakah bulan haram itu lebih utama dan lebih suci diantara bulan-bulan hijriah yang lainnya.

Hal tersebut harus dijelaskan kembali agar setiap orang dapat mamahami bahwasanya apa yang dilakukan Nabi sama sekali tidak bertentangan dengan al-Qur’an, bahkan penjelasan-penjelasan mengenai waktu bilangan hari ataupun bulan, terutama mengenai keutamaan bulan haram dibandingkan dengan bulan yang lainnya yang mana Nabi telah menyebutkannya sedemikian rupa sehingga muncullah bulan-bulan Islam berdasarkan nama dan keutamaannya masing-masing, yang juga harus dijelaskan kebenarannya agar seseorang tidak salah dalam menanggapinya. Hadis-hadis ini secara sahih dan tidaknya, pasti akan memicu terjadinya pengkotakan sosial di antara ulama fiqih dan hadis maupun umat Islam yang mempertentangkan pemahaman mengenai bulan haram ini.

(16)

bulan-6

bulan hijriyah lainnya, dan apakah pengharaman kepada keempat bulan itu merupakan ijtihad Nabi sendiri atau sahabat, atau Nabi dan sahabat, atau telah ada sebelum masa Nabi, ataukah memang wahyu langsung dari Allah Swt., maka dengan pernyataan ini penulis akan mengangkatnya sebagai sebuah judul skripsi ini yaitu: “PEMAHAMAN ASYHUR AL-HURUM DALAM HIJRIAH MENURUT PERSPEKTIF HADIS ; (Studi Kualitas Sanad dan Matan Hadis)”.

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah

Permasalahan seputar Hijriyah merupakan masalah yang cukup luas. Penulis mengidentifikasi seputar Asyhur al-Hurum. Dengan demikian, Untuk menghindari pembahasan yang berbelit-belit dan tidak mengarah kepada maksud. Maka dari itu, penulis memberikan batasan pada hadis yang mengindikasikan Asyhur al-Hurum dan dianggap representatif, kemudian menelusuri hadis dengan menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîts al-Nabawi dengan pertimbangan : Kesamaan jalur sanad (sumber) dan isi atau kandungan mayoritas matan dari beberapa hadis, dan menganalisa secara komprehensif dari tema tersebut. Kemudian setelah didapati hadis tersebut, maka dilakukanlah penelitian sanad dan matan dari semua hadis yang berkaitan dan hanya satu yang akan diteliti.

(17)

ada, yaitu jalur sanad Ahmad bin Hanbal dalam satu hadis saja dan kebolehannya untuk dijadikan hujjah, serta menggali subtansi matan hadis tersebut dan muatan-muatan yang terkandung didalamnya.

Dari pembatasan masalah ini dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut : Bagaimana kualitas sanad dan matan hadis tentang Asyhur al-Hurum melalui satu jalur sanad hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal?

C. Kajian pustaka

Sampai sejauh ini, menurut pengamatan penulis setelah melakukan penelitian di berbagai perpustakaan yang ada di sekitar lingkungan Universitas, penulis belum menemukan karya-karya yang secara khusus membahas tentang masalah Bulan Haram (Asyhur al-Hurum) dalam hadis. Akan tetapi kebanyakan dalam kitab-kitab atau buku-buku hadis hanya sedikit menyinggung masalah ini, Berdasarkan pengamatan dan pencarian didalam beberapa katalog, bahwa penulis disini belum menemukan skripsi yang membahas tentang judul ini secara menyeluruh, hanya saja ada sedikit yang menyinggung masalah ini yang menyangkut kepada bulan hijriah. Yakni seperti skripsi yang berjudul “Pemahaman Hadis Tentang Umrah di Bulan Ramadan”,8 “ Takhrij Hadis Tentang Keutamaan Bulan Ramadan”,9 “Studi Kualitas Sanad Dan Matan Hadis

8

Lihat skripsi yang ditulis oleh Purwantoro, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, nomor 660, tahun 2008.

9

(18)

8

Tentang Penentuan Awal Dan Akhir Ramadan”,10 “ Hijrah Menurut Penafsiran Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim”,11 Hijrah Menurut Penafsiran Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah”,12 dan Hijrah dalam Perspektif Hadis”.13 Yang mana judul-judul itu semua membahas mengenai satu pengertian dan pemahaman tentang suatu bulan, dan tidak pada keempat bulan yang diharamkan yang ada pada bulan Hijriah (Asyhur al-Hurum), serta hanya terpacu kepada satu permasalahan saja. Dan hal ini disajikan secara umum (keseluruhan) dalam buku-buku atau kitab-kitab yang membahas tentang hadis.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini terdapat dua macam, di antaranya adalah:

1. Untuk mengetahui otentisitas hadis-hadis yang terdapat dalam hadis yang diteliti.

2. Memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu [S1] pada jurusan Tafsir –Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Manfaat penelitian ini diantaranya adalah:

1. Memberikan sumbangsih kepada perpustakaan fakultas maupun umum dalam bentuk karya ilmiah.

10

Lihat skripsi yang ditulis oleh Muhammad Nasir, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, nomor 339, tahun 2004.

11

Lihat skripsi yang ditulis oleh Badru Salam, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, nomor 1159, tahun 2003.

12

Lihat skripsi yang ditulis oleh M. Sukron, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, nomor 1298, tahun 2004.

13

(19)

2. Menambah khazanah keilmuan, baik bagi penulis sendiri maupun bagi orang lain yang membacanya.

E.Metodologi Penelitian

Metodologi yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Meneliti judul tersebut dengan penelitian yang bersifat kepustakaan (Library research), yakni dengan mencari kata-kata yang terkait dengan bulan-bulan hijriah, terutama bulan haram melalui kosakata-kosakata tertentu dengan menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîts al-Nabawi.

2. Mencari langsung kepada kitab inti dari masing-masing hadis yang telah didapat, seperti kitab Sahîh Bukhâri, Sahîh Muslim, Musnad Ahmad bin Hanbal, Sunan Abû Daud, , Sunan al-Kubra, dan kitab-kitab lain yang berkaitan dengan hadis tersebut.

3. Mengadakan sharing dengan dosen praktikum bimbingan skripsi mengenai masalah-masalah yang ada dan meminta nasehat mengenai kekurangan-kekurangan yang perlu ditambahkan dalam pembuatan skripsi ini.

4. Melacak hadis, mengumpulkan dan mengurutkannya secara tematis dari bulan-bulan haram yang ada.

5. Kemudian data yang telah dikumpulkan diolah dengan mengambil kesimpulan secara komprehensif (keseluruhan).

(20)

10

F. Sistematika Penulisan

Secara sistematis penulis membagi penulisan skripsi ini dalam empat bab; Bab I Membahas tentang materi yang terdapat pada latar belakang masalah, kemudian berurutan dibicarakan tentang pembatasan dan perumusan masalah, kajian pustaka, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan yang semuanya tercakup dalam pendahuluan.

Bab II Membahas tentang kajian teori yang terdiri dari pandangan Islam mengenai pengertian hijriah, sejarah penamaan hijriah, makna bulan-bulan dalam bulan hijriah, bulan-bulan hijriah yang memiliki keutamaan dan perbedaannya. Penulis memasukkan dalam bab ini dikarenakan penulis merasa perlu adanya penjelasan umum mengenai pengertian hijriah ini sebelum masuk pada penjelasan inti dari permasalahan yang akan dibahas.

(21)
(22)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS HIJRIAH

A.Pengertian Hijriah

Kata hijriah sebagai kata sifat yang berasal dari kata hijrah, yang secara bahasa kata al-Hijrah adalah pindah. Ha-ja-ra-hu, yah-ju-ru-hu, ran, dan hij-ra-nan yang artinya memutuskannya, mereka berdua yah-ta-ji-ran atau ya-ta-ha-ja-ran yaitu saling meninggalkan.1 Bentuk isim-nya adalah al-hijrah. Atau berasal dari kata hajara-yuhajiru-hijratun (ةﺮ ه -ﺮ ﻬ -ﺮ ه) yang berarti pindah,2 dan

meninggalkan tempat. Peristiwa besar yang menandai hijrah adalah peristiwa di tahun 622 Masehi ketika Rasulullah Saw. mendapat wahyu dari Allah untuk meninggalkan kota suci Mekkah bersama seluruh umat Islam menuju ke kota Yasrib atau yang belakangan diubah oleh Nabi menjadi Madinah (kota peradaban).3  Peristiwa hijrah yang amat penting bagi perkembangan sejarah umat Islam adalah hijrahnya (pindahnya) Rasulullah Saw., Muhammad bersama para pengikutnya dari Mekkah ke Yasrib (Madinah). Mereka yang berhijrah disebut Muhajirin, sedangkan penduduk yasrib yang menjadi penolong mereka disebut kaum Anshar.4

        1

Atabik ‘Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (al-‘Asri) Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998), Cet. Ke-9, hal. 1966. Lihat, Ahzami Sami’un Jazuli, Hijrah dalam Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), Cet.ke-1, h. 15

  2

Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1590

  3

Miracles, “Tahun Baru Hijriyah”, artikel diakses tanggal 01 Januari 2010 dari http://evys-reflection.blogspot.com/2010/01/tahun-baru-hijriyah.html

  4

Harun Nasution, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia. (Jakarta: Djambatan, tth), h.319 

(23)

12   

    Sedangkan secara istilah hijrah bermakna perpindahan dari negeri kaum

kafir atau kondisi peperangan (dârul kufri wal harbi) ke negeri muslim (dârul Islam).5 Pengertian tersebut diambil berdasarkan Firman Allah surat an-Nisa’ ayat 97 yang berbunyi:

☺ ☺

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". mereka menjawab: "Adalah Kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekkah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". orang-orang itu tempatnya neraka jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS: an-Nisa’: 97).6

     Menurut M. Quraish Shihab, hijrah adalah meninggalkan apa-apa yang

menurut Nabi dilarang Allah dan Rasulnya.7 Atau bisa juga diartikan sebagai keberangkatan Nabi Muhammad Saw. dari Mekkah al-Mukarramah, tempat kelahiran dan kota beliau ke Yasrib yang sejak saat ini dikenal sebagai Madinah al-Munawwarah.8

Dari beberapa uraian di atas yang mengetengahkan tentang pengertian hijrah menurut beberapa pakar bahasa dan tafsir, baik secara etimologis maupun

        5

Ahzami Sami’un Jazuli, Hijrah dalam Pandangan Al-Qur’an, h. 17.

  6

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Jakarta, 1984, h.137.

  7

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah;Pesan,Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati,2000), Cet. ke-1, Vol.2, h.540.

  8

(24)

13   

terminologis walaupun mereka berbeda dalam merumuskan makna hijrah, namun pada dasarnya mempunyai kesamaan pandangan dalam memberikan pengertian hijrah tersebut, yakni perpindahan dari suatu tempat kepada tempat yang lain yang bertujuan untuk mencari ridha Allah Swt.

B.

Sejarah Penamaan Hijriah

Pada tanggal 6 bulan Agustus 610 M. Rasulullah Muhammad Saw. diangkat oleh Allah menjadi Rasul.9 Kemudian pada tanggal 28 Juni 623 M. beliau hijrah dari kota Mekkah ke kota Madinah. Tepat pada tanggal 9 Juni 633 Masehi Rasulullah wafat.10 Setelah Rasulullah wafat kemudian kepala Negara diganti oleh sahabat Abû Bakar Shiddiq r.a. selama 2 tahun dan pada tahun 635 M. setelah Sahabat Abû Bakar wafat. Selanjutnya Kepala Negara diganti oleh Sahabat ‘Umar bin Khattâb selama 10 tahun. Jadi Rasulullah Saw. menjabat sebagai Rasul selama 13 tahun dan kemudian menjadi Rasul dan Kepala Negara di Madinah selama 10 tahun. Sahabat Abû Bakar Shiddiq r.a. menjadi Kepala Negara di Madinah selama 2 tahun (633-635M). Sahabat ‘Umar Bin Khattâb r.a. menjadi kepala Negara di Madinah selama 10 tahun (635-646M).11

Pada waktu sahabat ‘Umar bin Khattâb menjadi Kepala Negara di Madinah, banyak Negara-negara yang takluk dengan Madinah seperti : Negara Mesir, Negara Irak atau Mesopotamia, Negara Yaman, Negara Bahrain, Negara        

9

Mengenai tanggal pengangkatan Nabi menjadi Rasul terdapat perbedaan, ada yang mengatakan tanggal 10 Agustus 610 M. Lihat, Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyyah, Penterjemah: Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), hal. 90

  10

Mengenai tahun wafat beliau juga terdapat perbedaan pendapat, ada yang mengatakan tahun 622 M. Lihat, M. Hamidullah, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, tth), hal. 25

  11 

Her Budiarto, “Informasi Adanya Tahun Hijriyah dalam Al-Qur’an,” artikel diakses tanggal 29 Agustus 2010 dari

(25)

14   

Persi atau Iran. Negara Palestina, Negara Syiria, Negara Turki. Sebelum Negara-negara seperti Syiria, Turki, Mesir dan Palestina masuk wilayah Madinah, negara tersebut masuk wilayah Negara Romawi yang Kristen. Negara-Negara seperti Kuffah, Baghdad, Basrah di Irak masuk wilayah Negara-Negara Persi.

Setelah Sahabat ‘Umar bin Khattâb r.a. menjadi kepala Negara Madinah selama 10 tahun (635-646M) beberapa Negara tersebut di atas dikuasai dan pusat pemerintahannya berada di Madinah al-Munawwarah. Selama Sahabat ‘Umar menjadi Kepala Negara, kemudian mengangkat beberapa Gubernur yaitu antara lain :

1. Sahabat Mu’awiyyah diangkat menjadi Gubernur di Syiria, termasuk wilayahnya adalah Yordania.

2. Sahabat ‘Amru bin ‘Ash diangkat menjadi Gubernur Mesir. 3. Sahabat Musa Al ‘As’ari diangkat menjadi Gubernur Kuffah. 4. Sahabat Mu’adz bin Jabal diangkat menjadi Gubernur Yaman. 5. Sahabat Abû Hurairah diangkat menjadi Gubernur Bahrain.

Ibu Kota Negara sebagai pusat kendali pemerintahan dibawah seorang Kepala Negara yang disebut Amîrul Mu’minîn adalah di Madinah dibawah

pimpinan Sahabat ‘Umar Bin Khattâb. Ketika Sayyidina ‘Umar bin Khattâb menjabat Kepala Negara mencapai tahun ke 5 beliau mendapat surat dari Sahabat Abu Musa Al-As’ari Gubernur Kuffah, adapun isi suratnya adalah sebagai berikut:

ﺘآ

ﻰ ﻮ

يﺮ ﻷا

ﻰ ا

ﻦ ﺮ

ا

بﺎﻄ

ﻪ ا

ﻚﻨ

ﺘآ

ﺎﻬ

(26)

15   

“Telah menulis surat Gubernur Musa Al As’ari kepada Kepala Negara Umar bin Khattâb. Sesungguhnya telah sampai kepadaku dari kamu beberapa surat-surat tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya.” 12

Kemudian Khalifah ‘Umar bin Khattâb mengumpulkan para tokoh-tokoh dan sahabat-sahabat yang ada di Madinah untuk mengadakan musyawarah. Khalifah ‘Umar r.a. lalu mengumpulkan beberapa sahabat senior waktu itu. Mereka adalah ‘Utsman bin ‘Affan r.a., ‘Ali bin Abî Tâlib r.a., ‘Abdurrahmân bin ‘Auf r.a., Sa’ad bin Abî Waqas r.a., Zubair bin Awwâm r.a., dan Talhah bin ‘Ubaidillâh r.a. Di dalam musyawarah itu membicarakan rencana akan membuat Tarikh atau kalender Islam. Di dalam musyawarah muncul bermacam-macam perbedaan pendapat. Di antara pendapat tersebut adalah sebagai berikut:

• Ada yang berpendapat sebaiknya tarikh Islam dimulai dari tahun lahirnya

Nabi Muhammad Saw.

• Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari Nabi

Muhammad Saw. diangkat menjadi Rasulullah.

• Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari Rasulullah

di Isra’ Mi’raj kan.

• Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari wafatnya

Nabi Muhammad Saw.

• Sayyidina Ali ra. Berpendapat, sebaiknya kalender Islam dimulai dari

tahun Hijrahnya Nabi Muhammad Saw. dari Mekkah ke Madinah atau pisahnya negeri syirik ke negeri mukmin. Pada waktu itu Mekkah dinamakan Negeri Syirik, bumi syirik.

        12

(27)

16   

Akhirnya musyawarah yang dipimpin oleh Amirul Mukminin ‘Umar Bin Khattab sepakat dengan usulan ‘Ali bin Abî Tâlib, dan memilih awal yang dijadikan kalender Islam adalah dimulai dari tahun Hijrahnya Nabi Muhammad Saw. dari Mekkah ke Madinah. Sedangkan nama-nama bulan dalam kalender hijriah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku di masa itu di bangsa Arab. Kemudian kalender Islam tersebut dinamakan Tahun Hijriah.13

Jadi adanya ditetapkan tahun Hijriah itu dimulai dari Sayyidina ‘Umar bin Khattâb menjabat Kepala Negara setelah 5 tahun. Sebelum itu belum ada tahun Hijriah baikpun zaman Rasulullah hidup maupun zaman sahabat. Dan tahun Hijriah mulai diberlakukan bertepatan dengan tahun 640 M. Setelah tahun Hijriah berjalan 5 tahun kemudian Sahabat ‘Umar Bin Khattâb wafat.

Kepentingan utama ini, yang telah mengilhami ‘Umar dengan terbentuknya persatuan Arab dibawah naungan Islam. Itulah yang mengilhaminya untuk menjadikan hijrah Rasulullah sebagai permulaan kalender Arab. Selama itu yang mereka gunakan adalah tahun gajah dan terkadang peristiwa-peristiwa besar lainnya dalam sejarah peperangan orang-orang Arab.14 Kalau tahun itu semua mengacu kepada tahun jahiliyah, Islam sudah menghapus segala yang sebelumnya. ‘Umar berpendapat bahwa hijrahnya Nabi ke Yasrib (Madinah) itu merupakan suatu peristiwa besar dalam sejarah ummat Islam masa Rasulullah

        13

Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabari, Târikh al-Umam wa al-Mulûk, h. 4-5. Lihat. Her Budiarto, “Informasi Adanya Tahun Hijriyah dalam Al-Qur’an,” artikel diakses tanggal 29 Agustus 2010 dari

http://herbudiarto.multiply.com/journal/item/559/Informasi_Adanya_Tahun_Hijriyah_Dalam_Al-Quran

 

14

Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabari, Târikh al-Umam wa al-Mulûk, h. 7

(28)

17   

Saw. Sebab dengan hijrah inilah permulaan pertolongan Allah kepada Rasul-Nya dan agama-Nya diperkuat.15

Jadi melihat penjelasan sejarah diatas dapat dikatakan bahwasanya penamaan Hijriah tersebut pada mulanya sudah ada sejak zaman Rasul hijrah dari Mekkah ke Madinah, yang disebabkan oleh kejahatan para kafir quraisy mekkah, namun pengesahan terhadap penamaan hijriah, tahun dan bulan hijriah telah dibentuk dimasa kepemimpinan para sahabat, yakni di masa Khalifah ‘Umar bin Khattâb atas inisiatif dari para sahabat yang lainnya.

 

C. Makna Bulan-bulan dalam Bulan Hijriah

Pada dasarnya penamaan tentang bulan-bulan hijriah ini sudah ada sebelum Islam datang. Orang-orang Arab memberi nama bulan-bulan mereka dengan melihat keadaan alam dan masyarakat pada masa-masa tertentu sepanjang tahun. Sebagaimana yang akan dijelaskan mengenai makna bulan dari Muharram sampai Dzulhijjah dibawah ini: 

1. Muharram artinya yang diharamkan atau yang menjadi pantangan.16

Penamaan Muharram, sebab pada bulan itu dilarang menumpahkan darah atau berperang. Larangan tesebut berlaku sampai masa awal Islam.

2. Saffar yang berarti kosong.17

        15 

Muhammad Husein Haekal, ‘Umar bin Khattâb, PT. Pustaka Litera Antarnusa, Jakarta, Cet. III, hal. 643. tth 

16

Luwis Ma’luf, Munjid, Beirut: Dar al-Masyrik, Cet. 17, 1986, hal. 130. Lihat, Atabik ‘Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (al-‘Asri) Arab-Indonesia, hal. 1645.

  17

Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 427.

(29)

18   

Penamaan Saffar, karena pada bulan itu semua orang laki-laki Arab dahulu pergi meninggalkan rumah untuk merantau, berniaga dan berperang, sehingga pemukiman mereka kosong dari orang laki-laki.

3. Rabi’ul Awwal yakni rabi’ artinya menetap18 dan awwal artinya pertama.19 Maksudnya masa kembalinya kaum laki-laki yang telah meninggalkan rumah atau merantau. Jadi awal menetapnya kaum laki-laki di rumah. Pada bulan ini banyak peristiwa bersejarah bagi umat Islam, antara lain: Nabi Muhammad Saw. lahir, diangkat menjadi Rasul, melakukan hijrah, dan wafat pada bulan ini juga.

4. Rabi’ul Akhir yang berarti masa menetapnya kaum laki-laki untuk terakhir atau penghabisan.

5. Jumâdil Awwal yakni jumâdi yang artinya kering20 dan awwal artinya pertama.21

Penamaan Jumâdil Awwal, karena bulan ini merupakan awal musim kemarau, di mana mulai terjadi kekeringan.

6. Jumâdil Akhir yang artinya musim kemarau yang penghabisan.22

Dinamakan demikian dikarenakan bulan ini merupakan akhir dari penghabisan musim kemarau.

7. Rajab yang berarti mulia.23        

18

Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 246.

  19

Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 21. 

20

Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 100.

  21

Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 21.

  22

Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 100.

  23

(30)

19   

Rajab terdiri dari tiga huruf akronim yaitu : Ra dari kalimah rahmatullah (rahmat Allah), Jim dari kalimah jinayatul 'abd (kesalahan hamba Allah), dan Ba dari kalimah birrullah (kebajikan Allah). Bulan Rajab disebut juga dengan nama Al-Summun artinya tuli. Tuli disini bermakna tidak dapat mendengar bunyi senjata karena peperangan diharamkan sepanjang bulan Rajab.

Rajab juga berarti yang berarti mulia. Penamaan Rajab, karena bangsa Arab tempo dulu sangat memuliakan bulan ini, antara lain dengan melarang berperang. Bulan ini juga dinisbatkan kepada suku Mudhar, karena suku ini sangat komitmen dalam mengagungkan bulan Rajab, berbeda dengan suku-suku lainnya.24

8. Sya’ban yang artinya berkelompok.25

Penamaan Sya’ban karena orang-orang Arab pada bulan ini lazimnya berkelompok mencari nafkah. Peristiwa penting bagi umat Islam yang terjadi pada bulan ini adalah perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah (Baitullah).

9. Ramadân yang berarti sangat panas.26

Bulan Ramadhan merupakan satu-satunya bulan yang tersebut dalam Al-Quran, Satu bulan yang memiliki keutamaan, kesucian, dan aneka keistimewaan. Hal itu dikarenakan peristiwa-peristiwa penting seperti: Allah

        24

Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al- Asqalânî, Fathul Bâri, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah, tth), juz II, h. 751. Lihat Fathul Bâri (Penjelasan Kitab Sahih al-Bukhâri), Penterjemah: Amiruddin, Pustaka Azzam, Jakarta, 2007, Cet.II, Buku ke-22, hal. 617.

  25

Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 390.

  26

(31)

20   

menurunkan ayat-ayat Al-Quran pertama kali, ada malam Lailatul Qadar, yakni malam yang sangat tinggi nilainya, karena para malaikat turun untuk memberkati orang-orang beriman yang sedang beribadah, bulan ini ditetapkan sebagai waktu ibadah puasa wajib, pada bulan ini kaurn muslimin dapat rnenaklukan kaum musyrik dalarn perang Badar Kubra dan pada bulan ini juga Nabi Muhammad Saw. berhasil mengambil alih kota Mekkah dan mengakhiri penyembahan berhala yang dilakukan oleh kaum musyrik.

10. Syawwâl yang artinya kebahagiaan.27

Maksudnya kembalinya manusia ke dalam fitrah (kesucian) karena usai menunaikan ibadah puasa dan membayar zakat serta saling bermaaf-maafan. Itulah yang mernbahagiakan.

11. Dzulqa’dah yakni dzul artinya pemilik28 dan qa’dah artinya duduk.29

Penamaan Dzulqaidah, karena bulan itu merupakan waktu istirahat bagi kaum laki-laki Arab dahulu. Mereka menikmatinya dengan duduk-duduk di rumah. 12. Dzulhijjah yang berarti yang menunaikan haji.30

Penamaan Dzulhijjah, dikarenakan pada bulan ini umat Islam sejak Nabi Adam as. menunaikan ibadah haji.31

 

        27

Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 409.

  28

Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 237. Lihat, Atabik ‘Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (al-‘Asri) Arab-Indonesia, hal. 936.

  29

Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 643.

  30

Luwis Ma’luf, Munjid, hal. 118.

  31

Chibikuro, “Arti Nama Bulan,” artikel diakses tanggal 02 Juli 2009 dari http://azharsmp13.wordpress.com

(32)

21   

D. Bulan-bulan Hijriah yang Memiliki Keutamaan

Pada dasarnya semua bulan memiliki keutamaan, yang mana satu daripada bulan yang lainnya memiliki keunggulan masing-masing. Seperti keutamaan pada bulan ramadhan. Bulan ini adalah bulan yang suci yang mana bulan ini mempunyai banyak keutamaan dan keberkahan di dalamnya. Terutama dalam melaksanakan ibadah-ibadah. Di dalam bulan tersebut kita dianjurkan untuk berpuasa dan melaksanakan banyak amalan-amalan sunnah lainnya, dan akan mendapat ganjaran yang berlimpah. Kemudian keutamaan bulan lainnya terdapat pada keempat bulan, yang mana Allah dan Rasul-Nya telah menyebutnya sebagai bulan Haram (asyhur al-hurum). Dimana bulan-bulan ini mempunyai beberapa keutamaan yang besar. Yang mana bulan-bulan haram ini terdiri atas bulan muharram, rajab, dzulqa’dah dan dzulhijjah.

Bulan haram merupakan bulan yang mulia dan yang di agungkan oleh

Allah Swt., yang mana telah dijelaskan dalam firman Allah: 

⌧ ……..

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan Haram…” (QS. Al Maidah:2)32

 

Kemudian di dalam hadis Nabi Saw. bersabda :

ﻦْا

ْﻦ

ْﻦ

بﻮ أ

ْﻦ

ﺪْز

ﻦْ

دﺎ

ﺎﻨﺛﺪ

بﺎهﻮْا

ﺪْ

ﻦْ

ﻪ ا

ﺪْ

ﺎﻨﺛﺪ

نإ

لﺎ

و

ﻪْ

ﻪ ا

ﻰ ﺻ

ﻨ ا

ْﻦ

ةﺮْﻜ

أ

ْﻦ

ةﺮْﻜ

أ

نﺎ ﺰ ا

راﺪﺘْ ا

ْﺪ

ﺘﺌْﻬآ

مﺮ

ﺔ ْرأ

ﺎﻬْﻨ

اﺮْﻬ

ﺎﻨْﺛا

ﺔﻨ ا

ضْرﺄْاو

تاﻮ ا

ﻪ ا

مْﻮ

        32

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 156

(33)

22   

“Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun itu terdapat dua belas bulan. Empat diantaranya adalah bulan haram (disucikan). Tiga dari empat bulan itu, (jatuh secara) berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram. Sedangkan Rajab (yang disebut juga sebagai) syahru Mudhar, terletak diantara Jumâda (al-Tsaniyah) dan Sya’ban.” (HR. al-Bukhârî).

Dan diantara keutamaan yang ada pada bulan-bulan haram ini adalah: 1. Bulan Dzulqa’dah

Dia merupakan salah satu bulan Haji (asyhur al-hajji) yang dijelaskan oleh

Allah dalam firman-Nya:

⌦ …….

“(Musim) Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi…” (QS.Al Baqarah:197)34

Asyhurun ma’lûmât (bulan-bulan yang dikenal) merupakan bulan yang tidak sah ihram haji kecuali pada bulan-bulan ini (asyhurun ma’lûmât) menurut pendapat yang sahih.35 Dan yang dimaksud dengan bulan-bulan Haji (asyhur

al-hajji) adalah bulan Syawwâl, Dzulqa’dah dan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Diantara keistimewaan bulan ini, bahwa empat kali ‘Umrah Rasulullah Saw.

terjadi pada bulan ini, hal ini tidak termasuk ‘Umrah beliau yang dibarengi

dengan Haji, walaupun ketika itu beliau Saw. berihram pada bulan Dzulqa’dah

        33

Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari, al-Jami’ al-Sâhih

(Sâhih Bukhâri), (Beirut: Dar al-Fikr, 1994) Juz II, No. 3197, h. 987

  34

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 48.

  35

Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani, 1999, Jilid 1, h. 322.

(34)

23   

dan mengerjakan ‘Umrah tersebut di bulan Dzulhijjah bersamaan dengan

hajinya.36

Karena itu terdapat riwayat dari beberapa ulama Salaf bahwa disukai

melakukan ‘Umrah pada bulan Dzulqa’dah.37 Akan tetapi ini tidak menunjukkan

bahwa ‘Umrah di bulan Dzulqa’dah lebih utama daripada ‘Umrah di bulan

Ramadhan. Keistimewaan lain yang dimiliki bulan ini, bahwa masa tiga puluh

malam yang Allah janjikan kepada Musa untuk berbicara pada-Nya jatuh pada

malam-malam bulan Dzulqa’dah. Sedangkan al-‘asyr (sepuluh malam)

tambahannya jatuh pada periode sepuluh malam dari bulan Dzulhijjah.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

☺ ☺

 …….. 

“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi)…”(QS. Al A’raaf:142)38

2. Bulan Dzulhijjah

Diantara beberapa keutamaan dan keberkahan bulan ini, bahwa seluruh

manasik haji dilakukan pada bulan ini. Kesemuanya itu merupakan syi’ar-syi’ar

yang besar dari berbagai syi’ar Islam. Terdapat di dalamnya sepuluh hari pertama

yang penuh dengan keberkahan dan keutamaan, lalu tiga hari berikutnya

merupakan hari-hari tasyriq yang agung.39

        36

Ibnu Rajab al-Hanbali, Latâ’if al-Ma’arif, Beirut: Darul Kutub ‘Alamiyah, Cet. ke1, 1989, h. 301.

  37

Ibnu Rajab al-Hanbali, Latâ’if al-Ma’arif , h. 301.

  38

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 243.

  39

Ibnu Rajab al-Hanbali, Latâ’if al-Ma’arif , h. 302.

(35)

24   

3. Bulan Muharram

Di antara keutamaan dan keberkahan bulan ini, sebagaimana yang

tercantum dalam Sahîh Muslim dari Abû Hurairah ra, ia berkata, “Rasulullah Saw. bersabda:”

ﻨﺛﺪ

ﺔ ْﺘ

ﻦْ

ﺎﻨﺛﺪ

ﻮ أ

ﺔ اﻮ

ْﻦ

أ

ﺮْ

ْﻦ

ﺪْ

ﻦْ

ﺪْ

ﻦ ْ ﺮ ا

يﺮ ْ ْا

ْﻦ

أ

ةﺮْﺮه

ر

ﻪ ا

ﻪْﻨ

لﺎ

لﺎ

لﻮ ر

ﻪ ا

ﻰ ﺻ

ﻪ ا

ﻪْ

و

ﻀْأ

مﺎ ا

ﺪْ

نﺎﻀ ر

ﺮْﻬ

ﻪ ا

مﺮ ْا

ﻀْأو

ةﺎ ا

ﺪْ

ﺔﻀ ﺮ ْا

ةﺎ ﺻ

ْ ا

.

40

“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah (puasa yang jatuh pada) bulan Allah, (yaitu) Muharram, dan salat yang paling utama setelah salat fardu adalah salat malam (qiyâmul laîl)” (HR. Muslim)

Ibnu Rajab rahimahullâh mengatakan, “Nabi Saw. menamakan Muharram dengan bulan Allah (syahru Allâh). Penisbatan nama bulan ini dengan lafaz ‘Allah’ menunjukkan kemuliaan dan keutamaan bulan ini, karena sesungguhnya

Allah tidak menyandarkan (menisbatkan) lafaz tersebut kepada-Nya kecuali

karena keistimewaan dan kekhususan yang dimiliki oleh makhluk-Nya tersebut

dan seterusnya.41

Sebagian ulama memberikan alasan yang mengaitkan tentang keutamaan

puasa pada bulan ini. Maksudnya, bahwa sebaik-baik bulan untuk melakukan

puasa sunat secara penuh setelah bulan Ramadhan, adalah Muharram. Karena

berpuasa sunnat pada sebagian hari, seperti hari ‘Arafah, sepuluh hari bulan 

        40

Abû Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, al-Jami’ al-Sahîh (Sahîh Muslim). Darul Kutub ‘Alamiyah, (Beirut). Juz I, h.474

  41

Ibnu Rajab al-Hanbali, Latâ’if al-Ma’arif, h. 41.

(36)

25   

Zulhijjah atau enam hari di bulan Syawâl lebih utama (afdal) daripada berpuasa pada sebagian hari-hari bulan Muharram.42

    Diantara keberkahan bulan Muharram berikutnya, jatuh pada hari

kesepuluh, yaitu hari ‘Asyûrâ’. Hari ‘Asyûrâ’ ini merupakan hari yang mulia dan penuh berkah. Hari ‘Asyûrâ’ ini memiliki kesucian dan kemuliaan sejak dahulu. Dimana pada hari ‘Asyûrâ’ ini Allah ta’ala menyelamatkan seorang hamba sekaligus Nabi-Nya, Musa ‘Alaihis Salâm dan kaumnya serta menenggelamkan musuhnya, Fir’aun dan bala tentaranya. Sesungguhnya Nabi Musa ‘Alaihis Salâm berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukurnya kepada Allah. Sedangkan

orang-orang Quraisy di zaman Jahiliyah juga berpuasa pada hari ini, begitu juga Yahudi.

Mereka dulu berpuasa pada hari ‘Asyûrâ’. Berdasarkan pendapat kebanyakan ulama, puasa ini pada mulanya wajib bagi kaum muslimin sebelum diwajibkannya

puasa Ramadhan, kemudian (berubah) menjadi sunnah. Sebagaimana yang

tedapat dalam Sahîh Bukhâri dari ‘Aisyah ra, ia berkata:

ﻨﺛﺪ

ﻦْ

ﻰﻨ ْا

ﺎﻨﺛﺪ

ﻰ ْ

ﺎﻨﺛﺪ

مﺎ ه

لﺎ

ﺮ ْﺧأ

أ

ْﻦ

ﺔ ﺎ

ر

ﻪ ا

ﺎﻬْﻨ

ْ ﺎ

نﺎآ

مْﻮ

ءارﻮ ﺎ

ﻪ ﻮ

ْﺮ

ﺔ هﺎ ْا

نﺎآو

ﻨ ا

ﻰ ﺻ

ﻪ ا

ﻪْ

و

ﻪ ﻮ

مﺪ

ﺔﻨ ﺪ ْا

ﻪ ﺎﺻ

ﺮ أو

ﻪ ﺎ

لﺰ

نﺎﻀ ر

نﺎآ

نﺎﻀ ر

ﺔﻀ ﺮ ْا

كﺮ و

ءارﻮ ﺎ

نﺎﻜ

ْﻦ

ءﺎ

ﻪ ﺎﺻ

ْﻦ و

ءﺎ

ْ

ﻪْ

.

43  

“Dahulu orang-orang Quraisy berpuasa ‘Asyura pada zaman Jahilliyah. Dan Rasulullah Salallâhu ‘Alahi Wassalam sendiri juga berpuasa ‘Asyura. Ketika beliau hijrah ke Madinah, beliau terus melaksanakan puasa ‘Asyûrâ’, dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa. Lalu ketika diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadhan, beliau bersabda:’Barangsiapa yang mau berpuasa ‘Asyûrâ’, berpuasalah dan barangsiapa yang ingin meninggalkannya, tinggalkanlah.” (HR. al-Bukhârî)

        42

Ibnu Rajab al-Hanbali, Latâ’if al-Ma’arif, h. 38.

  43

al- Bukhârî, al-Jami’ al-Sahîh (SahîhBukhârî), Juz II, hal: 284

(37)

26   

Dan juga tertera dalam Sahîh Bukhârî dari Ibnu ‘Abbâs ra, bahwa Rasulullah Saw. datang ke Madinah dan beliau mendapati orang-orang Yahudi 

berpuasa pada hari ‘Asyûrâ’. Maka Rasulullah Saw. bertanya pada mereka, “Hari apakah ini, yang kalian berpuasa di dalamnya?” Mereka menjawab: “Ini adalah

hari yang agung, pada hari inilah Allah menyelamatkan Musa ‘as. dan kaumnya,

dan menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya. Maka Musa berpuasa pada hari

‘Asyûrâ’ ini sebagai tanda syukurnya.” Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: “Maka, kami lebih berhak terhadap Musa ‘As. dan lebih diutamakan daripada

kamu sekalian.” Lalu Rasulullah Saw. berpuasa ‘Asyûrâ’ dan memerintahkan kaum muslimin agar berpuasa.44

Berpuasa pada hari ini memiliki keutamaan yang besar, dimana puasa ini

dapat meleburkan dosa-dosa setahun yang lalu, sebagaimana tertera dalam Sahîh Muslim, dari Abû Qatadah al-Ansari ra. Sesungguhnya Rasulullah Saw. ditanya tentang puasa pada hari ‘Asyûrâ’, maka beliau bersabda, “Dia akan menggugurkan (dosa-dosa) setahun yang lalu.”45

Sebagian ulama berpendapat sunnah berpuasa pada hari kesembilan

bersamaan dengan hari kesepuluh karena Nabi Saw. berpuasa pada hari kesepuluh

dan berniat akan berpuasa pada hari kesembilan. Imam Nawawi rahimahullâh

        44

al-Bukhari, al-Jami’ al-Sahîh (SahîhBukhârî), hal: 284

  45

Abû Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, al-Jami’ al-Sahîh (Sahîh Muslim), Juz IV, hal: 305

(38)

27   

menyatakan, “Barangkali sebab dari puasa dua hari ini agar tidak tasyabbuh

(serupa) dengan Yahudi yang berpuasa hanya di hari kesepuluh.”46

4. Bulan Rajab

Adapun tentang keutamaan bulan Rajab, kebanyakan ulama mengatakan bahwa dasarnya sangat lemah, bahkan boleh dikatakan tidak ada keterangan yang kuat yang mendasarinya dari sabda Rasulullah Saw. Bahkan sebahagian kaum muslimin berpendapat bahwa bulan Rajab memiliki berbagai keutamaan, sehingga umat Islam dianjurkan untuk melakukan ibadah-ibadah tertentu agar mereka dapat meraih fadilah atau keutamaan tersebut.

Di antara contoh-contoh amalan-amalan yang sering dipercaya umat Islam untuk dilakukan pada bulan Rajab adalah:

1. Mengadakan salat khusus pada malam pertama bulan Rajab.

2. Mengadakan salat khusus pada malam Jum’at minggu pertama bulan. 3. Salat khusus pada malam Nisfu Rajab (pertengahan atau tanggal 15 Rajab). 4. Shalat khusus pada malam 27 Rajab (malam Isra’ dan Mi’raj).

5. Puasa khusus pada tanggal 1 Rajab.

6. Puasa khusus hari Kamis minggu pertama bulan Rajab. 7. Puasa khusus pada hari Nisfu Rajab.

8. Puasa khusus pada tanggal 27 Rajab.

9. Puasa pada awal, pertengahan dan akhir bulan Rajab.

10.Berpuasa khusus sekurang-kurangnya sehari pada bulan Rajab. 11.Mengeluarkan zakat khusus pada bulan Rajab.

        46

(39)

28   

12.Umrah khusus di bulan Rajab.

13.Memperbanyakkan Istighfar khusus pada bulan Rajab.

Akan tetapi, semua pendapat tersebut tidak dapat dipegang, karena kalau kita jujur terhadap sumber-sumber asli agama ini, nyaris tidak satu pun amalan-amalan di atas yang berdasarkan kepada hadis-hadis yang sahih.47

Kemudian diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah Saw. memasuki bulan

Rajab beliau berdo’a: 

ﺎﻨﺛﺪ

ﺪْ

ﻪ ا

ﺎﻨﺛﺪ

ﺪْ

ﻪ ا

ﻦْ

ْﻦ

ةﺪ از

ﻦْ

أ

دﺎ ﺮ ا

ْﻦ

دﺎ ز

يﺮْ ﻨ ا

ْﻦ

أ

ﻦْ

ﻚ ﺎ

لﺎ

نﺎآ

ﻨ ا

ﻰ ﺻ

ﻪ ا

ﻪْ

و

اذإ

ﺧد

ر

لﺎ

ﻬ ا

ْكرﺎ

ﺎﻨ

ر

نﺎ ْ و

ْكرﺎ و

ﺎﻨ

نﺎﻀ ر

48

“Apabila masuk bulan rajab dahulu Nabi Saw. berdo’a: Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).

Adapun ‘Umrah di bulan Rajab telah disebutkan oleh Ibnu Rajab bahwa

“umrah dibulan Rajab itu adalah hukumnya sunnah menurut pendapat mayoritas

generasi Salaf. Diantaranya ‘umar bin Khattâb ra. dan ‘Aisyah ra.49

    Dari berbagai penjelasan dan keterangan di atas, dapat dipahami bahwa

bulan rajab adalah bulan yang memiliki keistimewaan sendiri. Didalamnya juga banyak terdapat anjuran-anjuran untuk beribadah di bulan rajab.

 

        47

Subki Albughury, “Hikmah Bulan Rajab”artikel diakses tanggal 18 Juni 2010 dari http://www.subkialbughury.com

 

48

Abû ‘Abdullah Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz V, (Bairut : al-Maktabah Islami, 1978), h. 260

  49

(40)

BAB III

ASYHUR AL-HURUM DALAM HADIS

A. Pengertian Asyhur al-Hurum

Kata Asyhur al-Hurum pada dasarnya terdiri dari dua kata, yakni Asyhur yang berarti bulan-bulan, berasal dari kata Syahrun,1 dan al-Hurum yang berarti haram (yang dilarang), berasal dari kata harama.2

Secara bahasa atau maknawiah bulan haram adalah bulan yang disucikan dimana orang dilarang berperang, kecuali kalau diserang, juga dilarang membunuh binatang darat buruan untuk menjamin kelangsungan hidup.

Bulan haram adalah bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Bulan-bulan ini di istimewakan oleh Allah Ta’ala dengan kesuciannya dan Dia menjadikan bulan-bulan ini sebagai bulan-bulan pilihan di antara bulan yang ada. Allah Ta’ala berfirman:

…….

“Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram…”(QS. At Taubah:36)3

        1

Atabik ‘Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (al-‘Asri) Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998), Cet. Ke-9, h. 1150.

  2

Atabik ‘Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (al-‘Asri) Arab-Indonesia, h. 758.

  3

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Jakarta, 1984, h. 284.

 

(41)

30   

Adapun dalil yang terdapat dalam al Qur’an tentang bulan-bulan Haram ini adalah firman Allah Ta’ala:

……..

“Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:’ Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar…’” (QS. Al Baqarah:217).4 Juga firman Allah:

…….

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan Haram…” (QS. Al Maidah:2)5

Al-Hafiz Ibnu Katsir menyatakan,”Yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah pemuliaan dan pensucian bulan tersebut dan pengakuan terhadap kemuliaannya serta meninggalkan semua yang dilarang oleh Allah, seperti memulai peperangan dan penegasan terhadap perintah menjauhi hal yang diharamkan…”6

Allah Ta’ala berfirman:

…….

“Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram…”(QS. Al Ma’idah: 97)7

Al-Baghawi rahimahullâh menuturkan, “Maksudnya bahwa Allah menjadikan bulan-bulan Haram ini sebagai penunaikan kewajiban kepada        

4

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 52. 

5

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 156.

  6

Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, Jakarta: Gema Insani, 1999, h.12.

  7

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.178.

(42)

31   

manusia untuk menstabilkan keadaan pada bulan-bulan ini dari peperangan.”8 Di dalam Sahih al-Bukhâri terdapat hadis dari Abû Bakrah rahimahullâh dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda:

بﺎهﻮْا

ﺪْ

ﻦْ

ﻪ ا

ﺪْ

ﺎﻨﺛﺪ

ﻦْا

ْﻦ

ْﻦ

بﻮ أ

ْﻦ

ﺪْز

ﻦْ

دﺎ

ﺎﻨﺛ

نإ

لﺎ

و

ﻪْ

ﻪ ا

ﻰ ﺻ

ﻨ ا

ْﻦ

ةﺮْﻜ

أ

ْﻦ

ةﺮْﻜ

أ

نﺎ ﺰ ا

راﺪﺘْ ا

ْﺪ

ا

ضْرﺄْاو

تاﻮ ا

ﻪ ا

مْﻮ

ﻪﺘﺌْﻬآ

مﺮ

ﺔ ْرأ

ﺎﻬْﻨ

اﺮْﻬ

ﺎﻨْﺛا

ﺔﻨ

ىدﺎ

ﻦْ

يﺬ ا

ﺮﻀ

رو

مﺮ ْاو

ﺔ ْا

وذو

ةﺪْ ْا

وذ

تﺎ اﻮﺘ

ثﺎ ﺛ

نﺎ ْ و

.

9

“Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun itu terdapat dua belas bulan. Empat diantaranya adalah bulan haram (disucikan). Tiga dari empat bulan itu, (jatuh secara) berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijah, Muharram. Sedangkan Rajab (yang disebut juga sebagai) syahru Mudhar, terletak diantara Jumada (al-Tsaniyah) dan Sya’ban.” (HR. al-Bukhârî).

Sekelompok orang dari generasi salaf berpandangan bahwa hukum diharamkannya peperangan pada bulan-bulan haram ini, adalah tetap dan berlangsung terus-menerus hingga saat ini, karena dalil-dalil terdahulu. Sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa sesungguhnya larangan memerangi kaum musyrikin pada bulan-bulan haram ini telah terhapus (mansukh) dengan firman Allah Ta’ala :

⌧ ☺

☺ ⌧

...        

8

Imâm Abû Muhammad Husein bin Mas’ud al-Farra’ al-Baghawi al-Syafi’i, Tafsir al-Baghawi, Juz 2, (Beirut : Darul Kutub ‘Alamiyah), h. 56.

  9

Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari, al-Jami’ al-Sahîh (Sahîh Bukhârî), (Beirut: Dar al-Fikr, 1994) Juz II, h. 987

(43)

32   

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah menganiaya diri sendiri dalam bulan yang empat itu, dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya…” (QS. At Taubah:36).10

Asbabul Wurud

ﻦْ

دﺎ

ﺎﻨﺛﺪ

بﺎهﻮْا

ﺪْ

ﻦْ

ﻪ ا

ﺪْ

ﺎﻨﺛﺪ

ﻦْا

ْﻦ

ْﻦ

بﻮ أ

ْﻦ

ﺪْز

نإ

لﺎ

و

ﻪْ

ﻪ ا

ﻰ ﺻ

ﻨ ا

ْﻦ

ةﺮْﻜ

أ

ْﻦ

ةﺮْﻜ

أ

نﺎ ﺰ ا

راﺪﺘْ ا

ْﺪ

ﺎﻨْﺛا

ﺔﻨ ا

ضْرﺄْاو

تاﻮ ا

ﻪ ا

مْﻮ

ﻪﺘﺌْﻬآ

مﺮ

ﺔ ْرأ

ﺎﻬْﻨ

اﺮْﻬ

ىدﺎ

ﻦْ

يﺬ ا

ﺮﻀ

رو

مﺮ ْاو

ﺔ ْا

وذو

ةﺪْ ْا

وذ

تﺎ اﻮﺘ

ثﺎ ﺛ

نﺎ ْ و

.

11

“Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun itu terdapat dua belas bulan. Empat diantaranya adalah bulan haram (disucikan). Tiga dari empat bulan itu, (jatuh secara) berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram. Sedangkan Rajab (yang disebut juga sebagai) syahru Mudhar, terletak diantara Jumâda (at-Tsaniyah) dan Sya’ban.” (HR. al-Bukhârî).

Asbabul wurud dari hadis mengenai bulan haram ini adalah dikarenakan bahwasanya perbuatan mereka pada masa jahiliyah tidak konsisten, selalu memutar balikkan bulan haram ini. Ada yang berpendapat bahwa mereka mengganti Muharram dengan Safar, dan sebaliknya, agar tidak datang kepada mereka tiga bulan berturut-turut yang tidak diperbolehkan untuk berperang. Oleh karena itu dikatakan, “berturut-turut”. Sementara mereka pada masa jahiliyah memilki pandangan yang beragam. di antara mereka ada yang menamai Muharram sebagai Safar, sehingga halal berperang, dan haram berperang pada bulan Safar karena mereka menamainya dengan bulan Muharram. Di antara mereka ada yang mengadakan pergantian nama bulan dalam satu tahun, dan satu        

10

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 284.

  11

al-Bukhari, al-Jami’ al-Sahîh (SahîhBukhârî), Juz II, No. 3197, h. 987

(44)

33   

tahun lagi tetap seperti biasanya. Ada juga yang mengadakan pergantian nama bulan dalam dua tahun dan satu tahun lagi tetap seperti biasa. Diantara mereka ada yang mengakhirkan bulan Safar kepada Rabi’ul Awwal dan bulan Rabi’ul Awwal kepada bulan sesudahnya dan seterusnya hingga Syawwal menempati posisi Dzulqa’dah dan Dzulqa’dah menempati Dzulhijjah.12

Pengharaman keempat bulan haram ini secara mutlak berasal dari Sunnah. Maka makna hadis tersebut bahwa bulan-bulan telah kembali kepada keadaannya dan semua pengakhiran seperti di atas dinyatakan batil. Al-Khattabi berkata, “Mereka biasa menghalalkan dan mengharamkan, memajukan dan mengakhirkan bulan-bulan dalam setahun, karena sebab-sebab tertentu , diantaranya adalah keinginan melakukan peperangan secepatnya. Oleh karena itu, mereka menghalalkan bulan Haram dan mengharamkan bulan lain sebagai penggantinya, akibatnya terjadi pertukaran dan perpindahan bulan-bulan dalam setahun. Apabila berlalu beberapa tahun, maka zaman berputar dan kembali kepada keadaaan semula.13

Sebagian ulama mengungkapkan satu kesesuaian sehubungan dengan penyebutan bulan haram tersebut secara berurutan. Ringkasnya, bulan-bulan haram memiliki kelebihan atas bulan-bulan-bulan-bulan lainnya, maka sangat sesuai bila awal tahun adalah bulan haram, di tengahnya bulan haram, dan di akhirnya juga bulan haram. Hanya saja pada akhir tahun terdapat dua bulan haram, dikarenakan

        12

Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-Asqalânî, Fathul Bâri, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah, tth), juz II, h. 751. Lihat Fathul Bâri (Penjelasan Kitab Sahîh al-Bukhâri), Penterjemah: Amiruddin, Pustaka Azzam, Jakarta, 2007, Cet.II, Buku ke-22, hal. 617

  13

Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al- Asqalânî, Fathul Bâri, h. 751. Lihat Fathul Bâri

(Penjelasan Kitab Sahîh al-Bukhâri), Penterjemah: Amiruddin, hal. 617

(45)

34   

ibadah haji merupakan penutup rukun-rukun yang empat. Rukun-rukun Islam ini mencakup amal harta secara murni yaitu zakat, dan amal badan secara murni. Baian kedua ini terkadang dilakukan dengan anggota badan, yaitu shalat, dan terkadang dengan hati yaitu puasa, karena ia menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan, terkadang pula dengan harta dan badan, yaitu haji. Oleh karena haji adalah ibadah yang mengumpulkan keduanya, maka sangat cocok jika ia mendapatkan kelipatan dari yang diperoleh salah satu di antara amalan lainnya. Untuk itu, ia mendapatkan dua bulan dari empat bulan haram.

B. Kualitas Sanad Tentang Asyhur al-Hurum

Sebelum masuk kepada kritik sanad, maka penulis akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian dan metodologi dari kritik sanad ini, agar seseorang mudah dalam memahaminya sebelum masuk ke dalam pembahasan kritik ini.

1. Pengertian dan Metodologi Kritik Sanad

Kata ﺪ (naqd) dalam bahasa Arab biasa diterjemahkan dengan kritik14 yang berasal dari bahasa latin. Naqd dalam bahasa Arab berarti penelitian, analisis, pengecekan, dan pembedaan.15 Salinan arti Naqd dengan pembedaan, kiranya sesuai dengan judul karya Imâm Muslim bin Hajjaj (W. 261 H) yang membahas kritik hadis, yakni kitab al-Tamyîz. Selanjutnya, dalam pembicaraan umum orang Indonesia, kata kritik berkonotasi dengan pengertian tidak lekas        

14

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Yogyakarta : Unit PBIK PP al-Munawwir, 1984), h. 1551.

  15

Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, (London : George Allen & Unwa Ltd., 1970), h. 990.

(46)

35   

percaya, tajam dalam penganalisaan, ada uraian pertimbangan baik buruk terhadap suatu karya.16 Dari tebaran arti kebahasaan tersebut, kata kritik biasa diartikan dengan upaya membedakan antara yang benar (asli) dan yang salah (tiruan/palsu).

Tradisi pemakaian kata naqd di kalangan ulama hadis, menurut Ibn Abî Hâtim al-Râzi (W. 327 H) sebagaimana dikutip oleh Muhamad Mustafâ Azami adalah :

ﺎ ْﺮْ و

ﺎ ْﺛْﻮ

ةاوﺮ ا

ْﻜ او

ﺔ ْ ﻀ ا

ﺔ ْ

ا

ْدﺎ ﻷا

ﺰْ ْ

.

17

“Upaya menyeleksi (membedakan) antara hadis sahîh dan da’îf dan menetapkan status periwayat-periwayatnya dari segi kepercayaan atau cacat”.

Sedangkan menurut istilah, kritik berarti berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangka menemukan kebenaran. Kritik yang dimaksud di sini adalah sebagai upaya mengkaji hadis Rasulullah Saw. untuk menentukan hadis yang benar-benar datang dari Nabi Muhammad Saw.18

Kemudian makna kata ﺪﻨ (Sanad) mengandung kesamaan arti dengan kata ﺮ (tarîq) yaitu jalan atau sandaran. Sedangkan menurut istilah hadis, sanad

ialah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadis.19

Kata hadis berasal dari bahasa Arab ﺪ ا (al-hadîts). Dari segi bahasa, kata ini memiliki banyak arti, diantaranya ﺪ ﺪ ا (al-jadîd) yang berarti baru, lawan dari kata ﺪ ا (al-Qadîm) berarti lama. Dalam hal ini semua yang disandarkan        

16

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), h. 466.

  17

Muhammad Mustafâ Azami, Manhaj al-Naqd ‘Inda al-Muhaditsîn, (Riyâd : al-Ummariyah, 1982), h. 5.

  18

Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 5.

  19

Bustamin dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, h. 5.

(47)

36   

Jadi, kritik sanad hadis ialah penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad hadis tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu kualitas hadis (sahîh, hasan, dan da’îf).

Kegiatan kritik atau penelitian hadis bertujuan untuk mengetahui kualitas hadis yang terdapat dalam rangkaian sanad hadis yang diteliti. Apabila hadis yang diteliti memenuhi kriteria ke-sahîh-an sanad, hadis tersebut digolongkan sebagai hadis sahîh dari segi sanad.21

Melihat perumusan pendefinisian kritik hadis di atas, maka pada hakikatnya kritik hadis bukanlah berfungsi untuk menilai salah atau membuktikan ketidak-benaran sabda Rasulullah Saw. tetapi sekadar penganalisaan (penelitian) orang-orang yang memuat informasi tentang beliau, termasuk uji kejujuran informatornya (periwayatnya). Kritik hadis pada dasarnya bertujuan untuk menguji dan menganalisa secara kritis apakah fakta sejarah kehadisan itu dapat dibuktikan, termasuk komposisi kalimat yang terekspos dalam ungkapan matan lebih jauh lagi, kritik hadis bergerak pada level menguji apakah kandungan ungkapan matan amat berhubungan dengan taraf intelektualitas periwayat hadis dan bayang-bayang bias informasi sebagai implikasi daya berfantasi dan kreasi

        20

Bustamin dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, h. 6. Lihat ; Muhammad Subhi al-Salih,

‘Ulûm al-Hadîts wa Mustalahuh, (Beirut : Dâr al-Fikr, 1989), h. 4-5.

  21

Bustamin dan M. Isa, Metodologi Kritik Hadis, h. 7.

(48)

37   

berfikir saat mengamati dan melaporkan kesaksian itu kepada orang lain. Sangat mungkin terjadi, periwayat tidak hadir pada saat fakta kehadisan berlangsung.22

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kajian (peneli

Gambar

 Gambar   �ﺔ����ْر�أ ﺎ�ﻬْ��� ا�ﺮْﻬ�� �ﺮ���� ﺎ��ْ�ا �ﺔ��ﱠﺴﻟا �ضْر�ﺄْﻟا�و �تا�ﻮ��ﱠﺴﻟا �ﻪﱠ�ﻟا

Referensi

Dokumen terkait

March dan Smith (2001) dan Parham (1970) mengemukakan bahwa jika pada temperatur rendah (25 0 C) akan menghasilkan produk para- hidroksiasetofenon sedangkan pada

Berdasarkan hasil analisa uji Friedman menunjukkan adanya pengaruh yang nyata ( α = 0,05) pada perlakuan berbagai konsentrasi karagenan dan rumput laut terhadap

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menganalisis saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur, dan perilaku pasar oleh lembaga-lembaga pemasaran pada komoditi garam rakyat

Kebiasaan “ngobat” juga merupakan fenomena yang biasa terjadi di tempat Clubbing .Dengan mengkomsumsi obat-obat ini biasanya dapat meningkatkan kepercayaan

Waktu kematian nimfa dan imago sangat bervariasi, karena itu pengamatan dilakukan terhadap estimasi rata-rata hati kematian nimfa dan imago dengan mengamati jumlah

Hasil ini mendukung penelitian Choudhary et al ., (2013) yang didalam penelitiannya menemukan bahwa keadilan organisasi mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasinya. b)

Tujuan penelitian ini adalah (1) memperoleh informasi nilai daya gabung umum galur-galur jagung manis, yang akan dijadikan tetua dalam persilangan dialel, (2)

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, perlindungan serta anugerah kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat