• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ASYHUR AL-HURÛM DALAM HADIS

A. Pengertian Asyhur al - Hurum

Kata Asyhur al-Hurum pada dasarnya terdiri dari dua kata, yakni Asyhur yang berarti bulan-bulan, berasal dari kata Syahrun,1 dan al-Hurum yang berarti haram (yang dilarang), berasal dari kata harama.2

Secara bahasa atau maknawiah bulan haram adalah bulan yang disucikan dimana orang dilarang berperang, kecuali kalau diserang, juga dilarang membunuh binatang darat buruan untuk menjamin kelangsungan hidup.

Bulan haram adalah bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Bulan-bulan ini di istimewakan oleh Allah Ta’ala dengan kesuciannya dan Dia menjadikan bulan-bulan ini sebagai bulan-bulan pilihan di antara bulan yang ada. Allah Ta’ala berfirman:

…….

“Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram…”(QS. At Taubah:36)3

        1

Atabik ‘Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (al-‘Asri) Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998), Cet. Ke-9, h. 1150.

  2

Atabik ‘Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (al-‘Asri) Arab-Indonesia, h. 758.

  3

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Jakarta, 1984, h. 284.

 

30   

Adapun dalil yang terdapat dalam al Qur’an tentang bulan-bulan Haram ini adalah firman Allah Ta’ala:

……..

“Mereka bertanya tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah:’ Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar…’” (QS. Al Baqarah:217).4 Juga firman Allah:

…….

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan Haram…” (QS. Al Maidah:2)5

Al-Hafiz Ibnu Katsir menyatakan,”Yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah pemuliaan dan pensucian bulan tersebut dan pengakuan terhadap kemuliaannya serta meninggalkan semua yang dilarang oleh Allah, seperti memulai peperangan dan penegasan terhadap perintah menjauhi hal yang diharamkan…”6

Allah Ta’ala berfirman:

…….

“Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram…”(QS. Al Ma’idah: 97)7

Al-Baghawi rahimahullâh menuturkan, “Maksudnya bahwa Allah menjadikan bulan-bulan Haram ini sebagai penunaikan kewajiban kepada        

4

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 52. 

5

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 156.

  6

Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, Jakarta: Gema Insani, 1999, h.12.

  7

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.178.

31   

manusia untuk menstabilkan keadaan pada bulan-bulan ini dari peperangan.”8 Di dalam Sahih al-Bukhâri terdapat hadis dari Abû Bakrah rahimahullâh dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda:

ﺪ بﺎهﻮْا ﺪْ ﻦْ ﻪ ا ﺪْ ﺎﻨﺛﺪ

ﻦْا ْﻦ ﺪ ْﻦ بﻮ أ ْﻦ ﺪْز ﻦْ دﺎ ﺎﻨﺛ

نإ لﺎ و ﻪْ ﻪ ا ﻰ ﺻ ﻨ ا ْﻦ ةﺮْﻜ أ ْﻦ ةﺮْﻜ أ

نﺎ ﺰ ا

راﺪﺘْ ا ْﺪ

ا ضْرﺄْاو تاﻮ ا ﻪ ا ﺧ مْﻮ ﻪﺘﺌْﻬآ

مﺮ ﺔ ْرأ ﺎﻬْﻨ اﺮْﻬ ﺮ ﺎﻨْﺛا ﺔﻨ

ىدﺎ ﻦْ يﺬ ا ﺮﻀ رو مﺮ ْاو ﺔ ْا وذو ةﺪْ ْا وذ تﺎ اﻮﺘ ثﺎ ﺛ

نﺎ ْ و

.

9

“Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun itu terdapat dua belas bulan. Empat diantaranya adalah bulan haram (disucikan). Tiga dari empat bulan itu, (jatuh secara) berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijah, Muharram. Sedangkan Rajab (yang disebut juga sebagai) syahru Mudhar, terletak diantara Jumada (al-Tsaniyah) dan Sya’ban.” (HR. al-Bukhârî).

Sekelompok orang dari generasi salaf berpandangan bahwa hukum diharamkannya peperangan pada bulan-bulan haram ini, adalah tetap dan berlangsung terus-menerus hingga saat ini, karena dalil-dalil terdahulu. Sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa sesungguhnya larangan memerangi kaum musyrikin pada bulan-bulan haram ini telah terhapus (mansukh) dengan firman Allah Ta’ala :

☺ ⌧ ☺ ☺ ⌧ ☺ ...         8

Imâm Abû Muhammad Husein bin Mas’ud al-Farra’ al-Baghawi al-Syafi’i, Tafsir al-Baghawi, Juz 2, (Beirut : Darul Kutub ‘Alamiyah), h. 56.

  9

Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari, al-Jami’ al-Sahîh (Sahîh Bukhârî), (Beirut: Dar al-Fikr, 1994) Juz II, h. 987

32   

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah menganiaya diri sendiri dalam bulan yang empat itu, dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya…” (QS. At Taubah:36).10 Asbabul Wurud

ﻦْ دﺎ ﺎﻨﺛﺪ بﺎهﻮْا ﺪْ ﻦْ ﻪ ا ﺪْ ﺎﻨﺛﺪ

ﻦْا ْﻦ ﺪ ْﻦ بﻮ أ ْﻦ ﺪْز

نإ لﺎ و ﻪْ ﻪ ا ﻰ ﺻ ﻨ ا ْﻦ ةﺮْﻜ أ ْﻦ ةﺮْﻜ أ

نﺎ ﺰ ا

راﺪﺘْ ا ْﺪ

ﺮ ﺎﻨْﺛا ﺔﻨ ا ضْرﺄْاو تاﻮ ا ﻪ ا ﺧ مْﻮ ﻪﺘﺌْﻬآ

مﺮ ﺔ ْرأ ﺎﻬْﻨ اﺮْﻬ

ىدﺎ ﻦْ يﺬ ا ﺮﻀ رو مﺮ ْاو ﺔ ْا وذو ةﺪْ ْا وذ تﺎ اﻮﺘ ثﺎ ﺛ

نﺎ ْ و

.

11

“Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun itu terdapat dua belas bulan. Empat diantaranya adalah bulan haram (disucikan). Tiga dari empat bulan itu, (jatuh secara) berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram. Sedangkan Rajab (yang disebut juga sebagai) syahru Mudhar, terletak diantara Jumâda (at-Tsaniyah) dan Sya’ban.” (HR. al-Bukhârî).

Asbabul wurud dari hadis mengenai bulan haram ini adalah dikarenakan bahwasanya perbuatan mereka pada masa jahiliyah tidak konsisten, selalu memutar balikkan bulan haram ini. Ada yang berpendapat bahwa mereka mengganti Muharram dengan Safar, dan sebaliknya, agar tidak datang kepada mereka tiga bulan berturut-turut yang tidak diperbolehkan untuk berperang. Oleh karena itu dikatakan, “berturut-turut”. Sementara mereka pada masa jahiliyah memilki pandangan yang beragam. di antara mereka ada yang menamai Muharram sebagai Safar, sehingga halal berperang, dan haram berperang pada bulan Safar karena mereka menamainya dengan bulan Muharram. Di antara mereka ada yang mengadakan pergantian nama bulan dalam satu tahun, dan satu        

10

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 284.

  11

al-Bukhari, al-Jami’ al-Sahîh (SahîhBukhârî), Juz II, No. 3197, h. 987

33   

tahun lagi tetap seperti biasanya. Ada juga yang mengadakan pergantian nama bulan dalam dua tahun dan satu tahun lagi tetap seperti biasa. Diantara mereka ada yang mengakhirkan bulan Safar kepada Rabi’ul Awwal dan bulan Rabi’ul Awwal kepada bulan sesudahnya dan seterusnya hingga Syawwal menempati posisi Dzulqa’dah dan Dzulqa’dah menempati Dzulhijjah.12

Pengharaman keempat bulan haram ini secara mutlak berasal dari Sunnah. Maka makna hadis tersebut bahwa bulan-bulan telah kembali kepada keadaannya dan semua pengakhiran seperti di atas dinyatakan batil. Al-Khattabi berkata, “Mereka biasa menghalalkan dan mengharamkan, memajukan dan mengakhirkan bulan-bulan dalam setahun, karena sebab-sebab tertentu , diantaranya adalah keinginan melakukan peperangan secepatnya. Oleh karena itu, mereka menghalalkan bulan Haram dan mengharamkan bulan lain sebagai penggantinya, akibatnya terjadi pertukaran dan perpindahan bulan-bulan dalam setahun. Apabila berlalu beberapa tahun, maka zaman berputar dan kembali kepada keadaaan semula.13

Sebagian ulama mengungkapkan satu kesesuaian sehubungan dengan penyebutan bulan haram tersebut secara berurutan. Ringkasnya, bulan-bulan haram memiliki kelebihan atas bulan-bulan-bulan-bulan lainnya, maka sangat sesuai bila awal tahun adalah bulan haram, di tengahnya bulan haram, dan di akhirnya juga bulan haram. Hanya saja pada akhir tahun terdapat dua bulan haram, dikarenakan        

12

Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-Asqalânî, Fathul Bâri, (Beirut: Dar al-Kutub ‘Alamiyah, tth), juz II, h. 751. Lihat Fathul Bâri (Penjelasan Kitab Sahîh al-Bukhâri), Penterjemah: Amiruddin, Pustaka Azzam, Jakarta, 2007, Cet.II, Buku ke-22, hal. 617

  13

Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al- Asqalânî, Fathul Bâri, h. 751. Lihat Fathul Bâri

(Penjelasan Kitab Sahîh al-Bukhâri), Penterjemah: Amiruddin, hal. 617

34   

ibadah haji merupakan penutup rukun-rukun yang empat. Rukun-rukun Islam ini mencakup amal harta secara murni yaitu zakat, dan amal badan secara murni. Baian kedua ini terkadang dilakukan dengan anggota badan, yaitu shalat, dan terkadang dengan hati yaitu puasa, karena ia menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan, terkadang pula dengan harta dan badan, yaitu haji. Oleh karena haji adalah ibadah yang mengumpulkan keduanya, maka sangat cocok jika ia mendapatkan kelipatan dari yang diperoleh salah satu di antara amalan lainnya. Untuk itu, ia mendapatkan dua bulan dari empat bulan haram.

Dokumen terkait