• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Tidur Pasien Gagal Jantung

BAB II Tinjauan Pustaka

3. Kualitas Tidur Pasien Gagal Jantung

Kualitas tidur adalah suatu keadaan yang dapat dilihat dari kemampuan individu dalam mempertahankan tidur dan mendapat kebutuhan tidur REM dan Non REM ( Kozier.,et.al. 2004). Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur. Menurut Karota Bukit, 2003 Kualitas Tidur meliputi 7 Komponen yaitu total jam tidur malam, waktu memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, perasaan segar saat bangun pagi, kedalaman tidur, kepuasan tidur (kualitas tidur secara subjektif) dan perasaan lelah/Mengantuk pada siang hari. Menurut Buysse., dkk (1989) kualitas tidur meliputi kualitas tidur secara subjektif, tidur laten, lama waktu tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan medikasi sebelum tidur dan disfungsi siang hari.

Menurut Wartonah (2006), pada usia >60 tahun pola tidur normal yaitu kurang lebih 6 jam dan sering terbangun pada malam hari, pada usia dewasa pertengahan yaitu 40-60 tahun pola tidur normalnya kurang lebih 7 jam dan pada usia dewasa muda yaitu 18-40 tahun pola tidur normalnya adalah berkisar antara 7-9 jam. Menurut Potter & Perry (2005) Frekuensi terbangun tidur malam normal orang dewasa yaitu 1-2 kali. Waktu yang dibutuhkan untuk dapat tertidur normalnya yaitu antara 10-30 menit.

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah marah dan

gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur dapat diketahui dengan melakukan pengkajian yang meliputi data subjektif dan objektif ( Craven & Hirnle, 2000).

Data Subjektif merupakan kriteria yang sangat penting untuk menentukan kualitas tidur seseorang melalui pernyataan subjektif mengenai kualitas tidur yang dialaminya. Pernyataan subjektif ini sangat bervariasi pada individu. Contohnya, ada seseorang yang tidur selama 4 jam namun sudah merasa puas dengan tidurnya sementara yang lain memebutuhkan tidur selama 10 jam untuk merasa puas akan tidurnya (Potter & Perry, 2001). Data subjektif tidur yang baik atau buruk dapat dievaluasi dengan persepsi Pasien Gagal Jantung tentang parameter tidur diantaranya adalah total jam tidur pada malam hari, lama waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur, frekuensi terbangun pada malam hari, perasaan segar pada saat bangun pagi, kedalaman tidur, kepuasaan tidur pada malam hari dan mengantuk pada siang hari. Data Objektif bisa didapatkan melalui pengkajian fisik penderita penyakit yaitu dengan mengobservasi lingkaran mata, adanya respon yang lamban, ketidakmampuan/kelemahan, penurunan konsentrasi. Selain itu, data objektif kualitas tidur penderita penyakit juga bisa dianalisa melalui pemeriksaan laboratorium yaitu EEG, EMG, dan EOG sinyal listrik menunjukkan perbedaan tingkat aktivitas yang berbeda dari otak, otot, dan

mata yang berhubungan dengan tahap tidur yang berbeda (Sleep Research Society, 1993; dikutip dari (Potter & Perry, 2005).

Selain itu, menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda fisik dapat dilihat dari ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing. Sedangkan Tanda psikologis meliputi Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

Menurut Briones dkk (1996), tidur yang tidak adekuat dan kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan fisiologi dan psikologi. Dampak fisiologi meliputi penurunan aktivitas sehari-hari, rasa capai, lemah, koordinasi neuromukular buruk, proses penyembuhan lambat, daya tahan tubuh menurun dan ketidakstabilan tanda vital. Sedangkan dampak psikologi meliputi depresi, cemas, tidak konsentrasi, dan koping tidak efektif. Kurang tidur selama periode yang lama dapat

menyebabkan penyakit lain atau memperburuk penyakit yang ada (Potter & Perry, 2005).

Pada pasien Gagal Jantung terjadi penurunan cardiac output, kongesti vaskular pulmonal dan kongesti vena sistemik sehingga akan mengalami berbagai tanda dan gejala (Ignatavisius & Workman, 2010). Bengkak dan ortopnoe, merupakan gejala yang timbul akibat abnormalitas keseimbangan cairan akibat dari Disfungsi Jantung. Sesak nafas dan kelelahan menjadi gejala utama dan yang paling sering dilaporkan oleh Pasien Gagal Jantung (Rector, 2005).

Dispnu merupakan gejala umum dari penyakit jantung, dispnu terjadi karena kongesti vena pulmonalis. Adanya tekanan pada atrium kiri akan menimbulkan tekanan vena pulmonalis. Yang normalnya berkisar 5 mmHg. Jika meningkat, vena pulmonalis akan teregang dan dinding bronkus terjepit dan mengalami edema, menyebabkan batuk iritatif non-produktif dan mengi (Gray,. Dkk, 2005).

Pasien dengan Gagal Jantung sering terjadi retensi cairan dan oedem sehingga terjadi akumulasi oedem pada jaringan lunak leher dan faring yang mempersempit saluran napas atas dan membuat lebih kolaps. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pernafasan pasien (Leung., dkk, 1999).

Terjadinya edema pulmonal dapat menurunkan elastisitas paru dan meningkatkan kerja pernafasan sehingga pasien dengan Gagal Jantung mengalami dyspnoe, Orthopnoe/NPD (Dipsnoe Noktural Paroksimal) yang akan terasa enak dalam posisi duduk, dan batuk. Hal ini dapat

mengakibatkan gangguan tidur dengan kesulitan masuk dalam tahap tidur dan kesulitan mempertahankan tidur (Ruhyanudin, 2007). Pada PND penderita Gagal Jantung sering terbangun tengah malam diiringi batuk-batuk (Hasan, 2001).

Menurut Gray dkk, (2005). Dispnu Jantung akan memburuk dalam posisi berbaring telentang dan dapat membangunkan tidur pasien pada malam hari disertai keringat dan ansietas, dispnu noktural paroksisimal dan akan berkurang jika duduk tegak atau berdiri. Menurut Wilkinson (2005), pada Pasien Gagal Jantung dijumpai gangguan pada pola tidur, yang dapat disebabkan oleh nocturia, cemas, dan kesulitan mengatur posisi tidur karena Noctunal Dipsnue. Tanda dan gejala lain yang dijumpai pada pasien Gagal Jantung yaitu kelelahan, kelemahan, bernafas dangkal,dan edema.

Dokumen terkait