• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Kualitas Hidup

Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap kedudukannya di kehidupan, dalam konteks budaya, sistem nilai di mana mereka berada dan hubungannya terhadap tujuan hidup, harapan, standar, dan lainnya yang terkait. Masalah yang mencakup kualitas hidup sangat luas dan kompleks termasuk masalah kesehatan fisik, status psikologik, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan lingkungan dimana mereka berada (World Health Organization, 2012).

Center For Disease Control and Prevention (CDC) mendefinisikan kualitas hidup adalah konsep multidimensi yang luas mencakup subjektif dan aspek positif dan negatif dari kehidupan. Meskipun kesehatan merupakan salah satu aspek penting dalam kualitas hidup, terdapat juga beberapa aspek lain yang mempengaruhi kualitas hidup seperti budaya, sistem nilai, dan spiritualitas (CDC, 2000).

2.2.2 Kualitas hidup terkait kesehatan

Kualitas hidup terkait kesehatan/health related quality of life adalah keadaan kesejahteraan (well being) yang merupakan gabungan dari dua komponen, yaitu kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang mencerminkan keadaan fisik, psikologis, sosial, dan kepuasan pasien terhadap tingkat fungsi dan pengendalian penyakit (Dian Ayu Juwita, Almahdy, 2018).

2.2.3 Kualitas hidup penderita rinitis alergi

Meskipun sering dilihat sebagai hal sepele, rinitis alergi dapat mengakibatkan keterbatasan fungsi dalam kehidupan sehari-hari sehingga mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Penderita rinitis alergi rentan terhadap gangguan tidur dan emosional serta gangguan dalam menjalankan aktifitas dan fungsi sosial. Hal ini tidak hanya dialami oleh orang dewasa tetapi juga terjadi pada anak-anak maupun

remaja. Anak-anak dapat mengalami kesulitan di sekolah karena gangguan belajar, kelelahan, atau kurang tidur. Pada orang dewasa juga dapat mengakibatkan penurunan konsentrasi dan produktivitas.

(a) Dampak terhadap tidur

Gangguan tidur bisa merusak kualitas hidup sehingga menyebabkan seseorang kelelahan, mudah tersinggung, gangguan memori, dan mengantuk di siang hari. Hidung tersumbat dan rinore adalah gejala yang memiliki dampak terbesar dalam gangguan tidur. Obstruksi hidung yang disertai dengan kongesti hidung merupakan faktor risiko terjadinya gangguan respirasi yang berhubungan dengan gangguan tidur seperti sleep apnea, hypopnea, dan mendengkur.

(b) Dampak terhadap pembelajaran dan kehidupan sosial

Penderita rinitis alergi yang memiliki gejala tidak terkontrol sehingga berdampak terhadap pembelajaran, baik karena gangguan gejala atau akibat gangguan kualitas atau kuantitas tidur malam hari yang menimbulkan kelelahan pada siang hari. Memori dan pembelajaran adalah karakteristik fungsional yang dapat terganggu pada penderita rinitis alergi.

Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 1.948 individu yang menyelesaikan kuesioner RQLQ terdapat 3 parameter yang paling mencirikan pengaruh rinitis alergi terhadap kehidupan sosial penderita yaitu rasa malu, frustasi dan masalah praktis, termasuk ketidaknyamanan membawa tidu atau sarung tangan ke mana-mana, kebutuhan untuk menyeka hidung atau mata, dan mengeluarkan cairan dari hidung terus menerus.

(c) Dampak terhadap produktivitas dan sosial ekonomi

Total beban untuk rinitis alergi tidak hanya terletak pada penurunan fungsi fisik dan sosial, tetapi juga berdampak pada sosial ekonomi yang besar terhadap kondisi sosial ekonomi pasien, keluarga, sistem perawatan kesehatan, dan juga masyarakat secara

keseluruhan. Biaya untuk berobat ke dokter, tes laboratorium, obat-obatan, dan imunoterapi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien rinitis alergi (Cristina Camelo-Nunes and Solé, 2010).

2.2.4 Pengukuran kualitas hidup penderita rinitis alergi

Kualitas hidup dapat diukur dengan menggunakan instrumen pengukuran kualitas hidup yang telah teruji dan memiliki reliabilitas, sensitivitas, dan spesifisitas yang cukup tinggi. Ada beberapa cara untuk mengukur kualitas hidup penderita RA, diantaranya kuesioner seperti SF-36, Rhinoconjunctivitis Quality of Life Questionnare, Symptom Score dan Visual Analgue Scale. Salah satu instrumen yang banyak digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah SF-36. Sebagai instrumen umum, SF-36 dibuat untuk dapat diterapkan pada berbagai tipe dan beratnya suatu penyakit. Instrumen umum ini berfungsi untuk memantau pasien dengan berbagai kondisi kesehatan untuk selanjutnya dibandingkan dengan status kesehatan pasien dengan kondisi kesehatan yang berbeda dan dibandingkan juga dengan populasi umum (Hutasoit, 2001). Pada penelitian yang dilakukan oleh Simon Salim (2015) di Jakarta bahwa kuesioner SF-36 berbahasa Indonesia dapat diterima baik oleh pasien dan bersifat valid-reliabel.

Kuesioner SF-36 mengukur 8 dimensi, yaitu (Lins & Carvalho, 2016) : 1. Fungsi fisik (Physical Functioning / PF)

2. Pembatasan aktivitas karena adanya masalah fisik (Role limitations due to physical health problems / RP)

3. Nyeri badan (Bodily Pain / BP)

4. Fungsi sosial (Social Functioning / SF)

5. Kesehatan mental secara umum (General mental health / MH)

6. Pembatasan aktivitas sosial karena adanya masalah emosional (Role limitations due to emotional problems / RE)

7. Vitalitas (Vitality / VT)

8. Persepsi terhadap kesehatan secara umum (General health perceptions / GH)

Berdasarkan faktor analisis, ada 2 komponen yang dapat dihitung menggunakan skala SF-36 yaitu komponen kesehatan fisik (Physical Component Score / PCS ) dan kesehatan mental (Mental Component Score / MCS) (Lins & Carvalho, 2016). Skala fungsi fisik (PF), pembatasan aktivitas karena adanya masalah fisik (RP) dan nyeri badan (BP) berhubungan dengan komponen fisik dan penilaian skor komponen fisik (Physical Component Score / PCS). Komponen kesehatan mental berhubungan dengan skala kesehatan mental secara umum (MH), pembatasan masalah sosial karena masalah emosional (RE) dan fungsi sosial (SF). Skala vitalitas (VT) dan persepsi terhadap kesehatan secara umum (GH) ada dalam penilaian komponen kesehatan fisik (PCS) maupun komponen kesehatan mental (MCS) (Cordier et al., 2018).

Metode RAND dapat digunakan untuk menilai setiap pertanyaan pada kuesioner SF-36. Untuk pertanyaan yang memiliki 2 kategori jawaban diberi kode 0 dan 100, untuk pertanyaan yang memiliki 3 kategori jawaban dikode 0, 50, dan 100, untuk pertanyaan yang memiliki 5 kategori jawaban diberikan kode 0, 25, 50, 75, dan 100, sedangkan untuk pertanyaan yang memiliki 6 kategori jawaban diberikan kode 0, 20, 40, 60, 80, dan 100. Kemudian nilai kode untuk pertanyaan-pertanyaan yang memiliki skala yang sama dijumlahkan kemudian dirata-ratakan. Pengukuran kualitas hidup adalah pengukuran yang bersifat pribadi, sehingga akan sulit untuk menyajikan nilai-nilai normatif yang pasti untuk kualitas hidup yang dikategorikan baik dan yang dikategorikan buruk. Persentase skor 0% pada suatu skala menunjukkan kemungkinan kualitas hidup terburuk dan 100%

menunjukkan kemungkinan kualitas hidup terbaik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor mengindikasikan kualitas hidup yang lebih baik (Rand Health, 1992). Nilai skor kualitas hidup rata-rata adalah 60,

di bawah skor tersebut kualitas hidup dinilai kurang baik dan nilai skor 100 merupakan tingkat kualitas hidup yang sangat baik (Elvina, 2011).

2.3 Kerangka penelitian

Dokumen terkait