• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kuasa MeyakinkanKOLOM TEP

N

ovemb er dikena l s e b a g a i b u l a n P a h l a w a n . D i b u l a n i n i p u l a s aya m en d enga r, Ko m i s i P e m b e r a n t a s a n Ko r u p s i (KPK) menetapkan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara sebagai t er s a ng ka d a la m s ka n d a l proyek E-KTP yang diduga menggarong uang rakyat dalam hitungan triliunan rupiah. Meski dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah, bagi saya, KPK adalah Pahlawan. Penetapan itu bukan yang pertama. Sebelumnya sudah sempat ditersangkakan, tetapi gagal di tangan palu hakim prapradilan.

Pahlawan selalu hadir dan menjadi tanda pada setiap zaman. Pada era kemerdekaan, tanda zaman itu bernama Soekarno, Moh. Hatta, dan para pejuang lainnya. Sebelum kemerdekaan, banyak Pahlawan yang bisa kita sebut: Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dhien, Pattimura, dan lain-lain. Pada era agak kekinian, kita juga mengenal Pahlawan Reformasi, seperti Elang Mulia Lesmana, Hafidhin Royan, Hendriawan Sie, dan Heri Hartanto. Kesemuanya menjadi tanda zaman atas pengorbanan yang telah diberikan.

Namun, menjadi Pahlawan tidak harus sampai kehilangan nyawa. Banyak cara untuk melakukannya. Salah satunya adalah dengan menggunakan kuasa meyakinkan. Meyakinkan diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang baik. Meyakinkan keluarga untuk mengisi kemerdekaan dengan belajar yang tekun. Juga meyakinkan orang-orang sekitar dengan tidak melakukan korupsi. Semua berawal dari kuasa meyakinkan.

Dalam konteks ketatanegaraan, kuasa meyakinkan ini juga seharusnya dilakukan oleh seorang Presiden. Sebagai

juga mempunyai kekuasaan untuk memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

Kekuasaan ini hadir menabrak benteng kuasa Yudikatif. Meski sebuah lembaga peradilan telah memutus seseorang dengan hukuman mati atas tindak pidana tertentu, namun Presiden bisa “menghidupkan” kembali. Nasib terpidana yang sudah diujung pelopor peluru itu, bisa diperintahkan Presiden untuk tetap hidup. Oleh karenannya, sekali lagi saya katakan, kuasa ini sangat besar. Kuasa yang bisa dijalankan oleh Presiden kapan saja.

Selain kuasa-kuasa di atas, Presiden juga masih memiliki ba nya k kek ua saa n konst it usiona l la innya, s ep ert i k ua sa berdiplomasi, kuasa sebaga Panglima Tertinggi Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, juga kuasa menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Namun meski begitu, yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa dengan kuasa yang sama, tiap Presiden kelihatan berbeda.

Menurut Richard Neustadt, dalam buku klasiknya yang berjudul Presidential Power (1960), dikatakan bahwa Presidential power is the power to persuade. Presidents are expected to do much more than their authority allows them to do. Persuasion and bargaining are the means that presidents use to inluence policy. Not only do presidents need to bargain to inluence other branches of government (particularly Congress), but presidents also must bargain to inluence the executive branch itself;

cabinet secretaries, agency heads, and individual bureaucrats all have leverage that they can use against the president, requiring

presidents to persuade even the executive branch, not merely command it.

Kekuasaan untuk meyakinkan ini menjadi sangat penting dalam memastikan bahwa semua orang bergerak bersama untuk mencapai tujuan yang telah dicita-citakan. Dalam rentang waktu yang pendek, misalnya, saya bisa katakan bahwa kekuasaan ini begitu ampuh. Kita bisa melihat bagaimana Bung Karno dalam memimpin. Begitu juga Pak Harto. Setelah reformasi, masih deras diingatan kita bagaimana Pak Habibie sewaktu menjabat sebagai Presiden. Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY, juga saat ini Pak Jokowi.

Dengan kekuasaan yang bisa dikatakan hampir sama, tetapi mengapa menghasilkan perubahan yang berbeda-beda. Saya katakan berbeda-beda dengan melihat apa yang sudah mereka perbuat. Misalnya dalam hal pelayanan, pembangunan SDM, infrastruktur, dan lain-lain, tiap Presiden menghasilkan

hal yang berbeda. Semua itu, merujuk pada pendapatnya Neustadt, sejatinya power to command (give orders, deploy troops, launch air strike, issue pardon, etc) is relatively rare.

Tetapi yang lebih penting dari itu, menurut Neustadt adalah power to persuade. Meyakinkan Parlemen agar rancangan UU yang diajukan disetujui. Meyakinkan birokrasi untuk mengikuti perubahan atau reformasi yang sedang dijalankan, meyakinkan rakyat untuk mendukung kebijakan politiknya, juga meyakinkan negara lain untuk setuju dengan kebijkan dalam negeri Indonesia. Namun demikian, kuasa tersebut tidak boleh berhenti di situ. Kuasa meyakinkan itu juga harus diimbangi dengan niat yang tulus untuk kemajuan negeri. Kemampuan itu akan menjadi sangat berbahaya jika diniatkan hanya untuk kepentingan diri atau kelompoknya saja. Dalam gambaran yang sederhana, kemampuan meyakinkan masyarakat dan media akan kebijakan dalam menjual berbagai aset negara, tentu akan sangat berbahaya untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat di masa yang akan datang.

Untuk itu, di bulan perjuangan ini, di bulan yang setiap tanggal 10-nya diperingati sebagai Hari Pahlawan, semua pihak harus menjadi Pahlawan. Dalam tingkatan tertinggi, seorang Presiden, harus menjadi Pahlawan. Harus bisa menunjukkan dirinya bahwa ia memang pantas dan layak dijadikan tanda zaman pada masanya. Bahwa pada kepemimpinan Presiden A, negara ini maju, rakyat sejahtera. Jika demikian adanya, saya meyakini tanpa diminta pun, tanpa dilakukan lobi-lobi, Presiden itu dikemudian hari akan dinobatkan menjadi seorang Pahlawan Nasional.

Begitu pula bagi kita rakyat biasa, sudah seharusnya bisa dan memiliki kemampuan meyakinkan itu. Setidaknya untuk diri kita sendiri. Lebih bagus lagi juga bisa mengajak orang lain untuk terus berbuat baik, melakukan berbagai hal yang berguna bagi bangsa dan negara.

Jika semua orang melakukan itu, jika semua orang sadar akan itu, maka perjuangan para pahlawan bangsa ini tidak sia- sia. Perjuangan yang lebih pedih dari torehan tinta sejarah itu, perjuangan yang memakan korban nyawa dalam jumlah yang tak seindah statistik itu, tidak akan hilang percuma. Kini saatnya, kita bersama-sama terus dan terus membangun bangsa ini dengan penuh keyakinan. Dengan semangat dan keyakinan kita punya kuasa meyakinkan itu, mari kita besarkan bangsa ini melebihi apa yang diimpikan oleh para pejuang kemerdekan. Salam!