• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kubah Batu / Dome of The Rock (Qubbat al Sakhra)

Dalam dokumen Apakah Al Quran Wahyu Ilahi - By Jay Smith (Halaman 48-53)

D. Kritik Eksternal Terhadap Quran

D.5. Kubah Batu / Dome of The Rock (Qubbat al Sakhra)

Di tengah-tengah Yerusalem berdirilah bangunan mengesankan yang dikenal sebagai Kubah Emas atau Mesjid Kubah Emas (bhs. Inggris Dome of The Rock) yang dibangun oleh Abd al-Malik pada tahun 691 Masehi. Bagaimanapun kita akan mengenal bahwa Kubah Emas ini bukanlah sebuah mesjid, karena ia tidak memiliki kiblat. Bangunan ini berbentuk octagonal atau bersegi delapan dengan delapan pilar (Nevo 1994:113), dimaksudkan sebagai tempat untuk melakukan waqaf / pradaksina (berjalan mengitari). Dengan demikian, tampaknya bangun ini dimaksudkan sebagai tempat perlindungan (glasse 1991:102). Saat ini dianggap sebagai situs ketiga paling suci ketiga dalam agama Islam setelah Mekkah dan Madinah. Muslim berpendapat bahwa itu dibangun untuk memperingati malam ketika Muhammad pergi ke surga untuk berbicara

dengan Musa dan Allah menyoal berapa kali jumlah shalat yang harus dilakukan oleh umat (dikenal sebagai Miraj dalam bahasa Arab) (glasse 1991:102).

Namun, menurut riset yang dilakukan pada inskripsi yang terpahat di sana oleh Van Berchem dan Nevo, tanggal penulisan paling awal dari inskiripsi itu tidak mengatakan apa-apa tentang Mi'raj, tetapi hanya berisi kutipan yang menyoal polemik yang bernada pesan quran, meskipun inskripsi itu hanya bertujuan terutama pada orang Kristen.

Umat Islam akan segera menunjukkan Surah 17:01 dan 2:143-145, yang berbicara tentang 'tempat yang tak dapat diganggu gugat' dan 'perubahan kiblat', dapat ditemukan pada inskripsi drum kubah dan ambang pintu yang menghadap ke selatan. Mereka akan melakukannya dengan baik untuk membaca sejarah inskripsi tersebut. Namun apa sebenarnya terjadi adalah bahwa baik inskripsi ini tidak asli, tidak pula inskripsi ini berusia tua. Keseluruhan kubah dibangun kembali oleh al Zaher Li-L'zaz pada tahun 1022 M akibat gempa bumi yang terjadi pada tahun 1016 Masehi (Duncan 1972:46). Drum itu dibangun kembali pada 1318 M (Creswell 1969:30), tetapi inskrisinya (baik Surah 36 bagian bawah dan Surah 17 bagian atas ) tidak ditambahkan sampai 1876 Masehi oleh Abdul Hamid II (Duncan 1972:66). Pintu-pintu yang ada pada saat ini (dimana Surah 2:144 ditemukan) tidak didirikan sampai 1545 AD (Creswell 1969:26). Di bagian selatan dimana ditulis Surah 2:143-145 tidak dibangun sampai 1817 M oleh Sultan Mahmud (Duncan 1972:64). Jadi, sekali kita membaca sejarah kubah, kita menemukan bahwa tak satupun dari dua Surah ini ini ditulis ketika kubah itu dibangun oleh Abdul Malik pada tahun 691 M.

Prasasti paling awal, sejauh yang kita bisa buktikan, hanya berbicara tentang status mesianik Yesus, penerimaan para nabi, penerimaan wahyu oleh Muhammad wahyu, dan penggunaan istilah "islam" dan "muslim" (Van Berchem 1927: nos.215, 217; Nevo 1994:113). Harus dicatat, bagaimanapun, bahwa bahkan tanggal awalan ini meragukan dikarenakan adanya perbedaan desain pada plar-pilar penyangga berdasarkan catatan seorang Persia Nasir i Khusran di 1047 AD (lihat Duncan 1972: 44-46).

Jika tempat suci ini dibangun ditujukan untuk mengenang peristiwa sejarah penting dalam kehidupan sang nabi (yakni Mi'raj), mengapa tidak ada inskripsi awal terlihat itu? Tidak ditemukan dalam inskripsi itu entah menyebutkan perjalanan malam ke surga, menaiki kuda bersayap, Buraq, juga tidak menyebutkan dialog Muhammad dengan Musa pertama –tama dan kemudian dengan Allah, atau tentang shalat lima waktu sehari, yang konon tujuan utama dari pendirian tempat suci itu !

Bagaimana hal ini bisa dijelaskan? Penjelasan yang mungkin adalah bahwa cerita tentang Mi'raj sama sekali tidak ada saat ini, tetapi dikarang di kemudian hari selama periode Abbasiyah (setelah 750 AD). Hal ini tidak sulit untuk memahami ketika seseorang menyadari bahwa gagasan dari shalat lima waktu dirangkai saat itu juga. Rujukan untuk shalat di Quran hanya ada di Surah 11:114, 17:78-79, 20:130, dan 30:17-18 (meskipun ada keraguan apakah mereka semua berbicara tentang shalat doa, atau apakah mereka berbicara tentang pujian [sabaha]). Apa yang kita temukan dalam rujukan ini adalah shalat wajib tiga kali. Ayat-ayat ini tidak berbicara tentang 5 kali sehari (meskipun banyak komentator muslim berusaha keras untuk menambahkan kedua shalat yang tak ditulis itu entah shalat subuh atau isha, melalui pembacaan yang dipaksakan.)

Kisah Isra Miraj konon terjadi ketika Muhammad tinggal di Madinah (paling mungkin sekitar 624M). Namun ketika kita merujuk pada Hadis yang dikumpulkan 200 – 250 tahun kemudian, kita mendapati bahwa tidak hanya shalat lima waktu saja yang diperdebatkan, tentang bagaimana shalat dilakukan. Jika Quran adalah firman allah,

mengapa tidak diketahui berapa kali muslim harus shalat dalam sehari? Dan lebih jauh lagi, jika Kubah Emas dibangun untuk memperingati kejadian yang momentum, mengapa quran tidak dibicarakan apa-apa sampai 100 tahun kemudian? Nampaknya jelas bahwa bangunan itu asalnya didirikan bukan untuk tujuan memperingati Isra Miraj. Fakta bahwa bangunan mengesankan itu berdiri lebih awal, memberi petunjuk bahwa tempat ini adalah sanctuary dan pusat islam sampai setidaknya abad 7 M dan bukan Mekkah (Van Bercham 1927:217)!

Dari apa yang kita baca sebelumnya tentang tujuan Muhammad untuk memenuhi hak waris yang ia dan kaumnya, Hagarin, miliki untuk kembali ke tanah Perjanjian, atau Palestina, adalah masuk akal jika Abdul Malik mendirikan bangunan ini sebagai titik pusat dari penggenapan tujuan itu. Dan tidak aneh apabila Abdul Malik membangun kubah dimana ia memproklamasikan misi kenabian Muhammad, lalu ia menaruhnya di atas bangunan itu sendiri (Van Berchem 1927:217).

Menurut tradisi Islam, Kalifah Sulaeman, yang berkuasa paling tidak 715-717 AD, pergi ke mekkah untuk bertanya tentang ibadah haji. Ia tidak puas dengan jawaban yang ia terima disana, dan memilih untuk mengikuti Abdul Malik, yakni mengitari Kubah Batu

(catatan: jangan tertukar dengan Imam Malik bin Anas yang baru berumur 3 tahun saja pada saat itu, sebab terlahir tahun 712 M). Dari fakta ini saja, menurut Dr. Hawting dari SOAS, menunjukkan bahwa masih terdapat kebingungan sampai awal abad ke delapan tentang bangunan suci yang mana yang harusnya jadi acuan. Kelihatannya baru baru saat ini saja Mekkah mengambil tempat sebagai pusat keagamaan islam. Untuk itu kita mulai mengerti mengapa, berdasarkan tradisi, Walid I, yang berkuasa sebagai kalifah antara tahun 705 – 715 M, menuliskan kepada semua wilayah yang menitahkan perombakan dan pelebaran mesjid (mengacu pada 'Kitab al-'uyun wa'l-hada'iq,' yang diedit oleh M. de Goeje dan P. de Jong 1869:4). Mungkinkah pada saat ini kiblat diarahkan ke Mekkah? Jika demikian, ini menunjukkan suatu kontradiksi lagi terhadap Quran yang mensahkan Mekkah sebagai tempat suci, dan kemudian arah kiblat, 80 - 90 tahun setelah Muhammad meninggal. (lihat Surah 2:144-150).

Dan itu bukanlah satu-satunya masalah. Sebab kita masih memilki bukti arkeologis dan manuskrip yang menunjukkan perbedaan dengan apa yang kita baca di dalam Quran.

D.6. Muhammad

Tulisan-tulisan para penulis sejarah Armenia dari sekitar 660 M ( telah disebut sebelumnya) memberi kita narasi paling awal dari karir Muhammad yang masih ada sampai saat ini dibanding dalam bahasa apa pun, yang menyatakan bahwa Muhammad adalah seorang pedagang yang berbicara banyak tentang Abraham, sehingga hal ini memberikan kita bukti sejarah awal keberadaan Muhammad (Cook 1983:73). Namun penulis sejarah ini tidak mengatakan apa-apa tentang kenabian universal dari Muhammad, hanya mengisyaratkan bahwa ia seorang nabi lokal.

Bahkan dokumen Islam awal, menurut Dr John Wansbrough, tidak mengatakan apapun tentang kenabian yang diklaim bersifat universal. Catatan Maghazi, yang Wansbrough rujuk yang memuat cerita tentang pertempuran nabi dan kampanye, adalah dokumen-dokumen Islam yang paling awal yang kita miliki (Wansbrough 1978:119). Mereka seharusnya memberi kita gambaran terbaik waktu itu, namun mereka hanya

bagianpun dalam dokumen ini terdapat penghormatan terhadap Muhammad sebagai nabi! Jika, menurut Al Quran, Muhammad dikenal terutama sebagai "segel dari semua nabi" (QS 33:40), maka mengapa dokumen-dokumen ini tidak berkata apa-apa sama sekali tentang hal yang sangat penting ini ?

Analisa Nevo Pada Prasasti-Prasasti

Untuk mengenal siapa Muhammad dan apa yang dia lakukan, kita harus kembali ke waktu ketika ia hidup dan melihat bukti yang ada pada saat itu. dan masih ada sampai sekarang, untuk melihat informasi apa yang bisa memberitahu kita tentang tokoh yang sangat penting ini. Wansbrough, yang telah melakukan penelitian yang begitu banyak pada tradisi awal dan Al Quran berpendapat bahwa, karena sumber-sumber Islam semua sangat terlambat, dari 150 tahun untuk dokumen Sira-Maghazi, serta Al Qur'an yang paling awal, mengharuskan kita untuk tidak menganggapnya otoritatif (Wansbrough 1977:160-163; Rippin 1985:154-155). Adalah ketika kita melihat dari sumber-sumber non-muslim maka kita menemukan beberapa peringatan yang agak menarik siapa manusia Muhammad ini.

Sumber non-muslim terbaik berasal dari Saudi abad ketujuh yang kita miliki adalah yang ditunjukan oleh batu prasasti Arab yang tersebar di seluruh gurun Siro-Yordania dan Semenanjung Arab, dan terutama padang pasir Negev (Nevo 1994:109). Adalah Yehuda Nevo dari Universitas Ibrani Yerusalem.yang telah melakukan penelitian terbesar pada batu prasasti tersebut. Dan sumber yang akan saya rujuk ini berasal dari penelitian Yehuda Nevo yang ia tulis dalam bukunya berjudul Towards a Prehestory of Islam, yang diterbitkan pada tahun 1994.

Nevo menemukan dalam teks-teks relijius Arab berasal dari 150 tahun pertama berkuasanya bangsa Arab, sebuah keyakinan monoteis. Namun, ia berpendapat bahwa kredo ini "menunjukkan bukan Islam, tetapi [sebuah kredo] yang darinya Islam mungkin berkembang." (Nevo 1994:109)

Nevo juga menemukan bahwa "di semua lembaga keagamaan Arab selama periode

Sufyani [661-684 AD] benar-benar tidak pernah ada rujukan kepada nama Muhammad." (Nevo

1994:109). Faktanya tidak nama Muhammad, tidak pula formula yang merujuk pada Muhammad (bahwa ia adalah nabi Allah) tertulis pada setiap prasasti tertanggal sebelum tahun 691 Masehi. Hal ini terbukti, entah tujuan utama dari prasasti bersifat agamawi, seperti misalnya doa, atau apakah itu digunakan sebagai prasasti peringatan, yang mana seharusnya ada kandungan penekanan keagamaan, seperti prasasti di bendungan dekat kota Thaif yang dibangun oleh Muawiyah Khalifah dalam AD 660s (Nevo 1994:109).

Fakta bahwa nama Muhammad tidak pernah hadir pada semua prasasti awal, terutama yang bersifat relijius adalah signifikan. Padahal banyak catatan dari tradisi kemudian (yaitu Sirah dan Hadis, yang merupakan literatur Muslim awal yang kita miliki) dikarang hampir seluruhnya berdasarkan kisah kehidupan nabi. Dia adalah contoh yang harus diikuti semua muslim. Lalu mengapa kita tidak menemukan penekanan yang sama dalam tulisan-tulisan Arab yang jauh lebih awal yang sebenarnya lebih mendekati jaman dimana ia hidup? Bahkan yang lebih merisaukan lagi, mengapa namanya tidak disebut-sebut sama sekali? Namanya hanya baru ditemukan pada prasasti Arab setelah 690 AD (Nevo 1994:109-110).

Dan apa lagi, tanggal kemunculan pertama frase ‘Muhammad rasul Allah’ ditemukan pada koin Arab-Sassanian dari Xalid bin Abdallah dari tahun 690 Masehi, yang melimpah di Damaskus (Nevo 1994:110).

Yang lebih mencolok lagi, penampilan pertama dari apa yang Nevo sebut sebagai “Syahadat Berlapis tiga” (triple Confession of faith), yang meliputi Tauhid (bahwa Allah adalah satu), kalimat Muhammad Rasul Allah (bahwa Muhammad adalah utusan-Nya , dan sifat kemanusiaan Yesus (rasul Allah wa-abduhu), ditemukan dalam prasasti Abd al-Malik di Kubah Batu di Yerusalem, tertanggal 691 AD (Nevo 1994:110)! Sebelum tulisan ini pengakuan iman Muslim tidak dapat dibuktikan sama sekali. Harus dicatat, bagaimanapun, bahwa tanggal tulisan ini bisa sendiri jauh kemudian , yakni sekitar 1022 AD yang mungkin ditambahkan oleh al Zaher Li-L'zaz ketika ia membangun kembali tembok melingkar (ambulatories) dalam dan luar di mana di sebelah atasnya prasasti itu terletak (Duncan 1972 : 46).

Sebagai aturan, setelah 691 AD dan semua melalui dinasti Marwanid (sampai 750 AD), nama Muhammad biasanya muncul manakala rumus keagamaan digunakan, seperti pada koin, tonggak, dan papirus "protokol" papyrus (Nevo 1994:110).

Mungkin kita bisa berargumen bahwa bisa saja tanggal-tanggal kemunculan nama Muhammad ini terlambat dikarenakan fakta bahwa gagasan-gagasan agama memang memerlukan waktu untuk bisa dijadikan prasasti Arab. Namun, menurut Nevo, papirus bahasa Arab pertama, seorang entaqion Mesir, yang merupakan tanda terima pajak yang dibayar, tertanggal 642 AD dan ditulis dalam Yunani dan Arab yang dimulai dengan kata "Basmala," namun tidak bercorak Kristen tidak pula bercorak Islam (Nevo 1994:110).

Konten relijius dalam prasasti-prasasti batu itu tidak menonjol sampai setelah 661 M. Namun, meskipun mereka membawa-bawa teks-teks relijius, mereka tidak pernah menyebutkan nabi atau formula muslim apapun (Nevo 1994:110). "Ini berarti," menurut Nevo, "bahwa pengakuan agama resmi Arab tidak menyertakan Muhammad atau formula

muslim lainnya dalam frasa repertoar mereka saat itu selama 60 tahun penuh dan bahkan lebih setelah kematian Muhammad.” (Nevo 1994:110 ). Apa yang prasasti-prasasti itu indikasikan

adalah bahwa ia adalah suatu bentuk kepercayaan monoteis, yang dimiliki oleh suatu literatur sekte dengan konsepsi Yahudi-kristen yang dikembangkan dalam dalam gaya sastra tertentu, tapi tidak berisi fitur spesifik setiap agama monoteisme dikenal (Nevo 1994:110,112).

Signifikansi yang lebih besar lagi, prasasti ini menunjukkan bahwa ketika rumus muslim diperkenalkan, selama periode Marwanid (pasca 684 AD), itu dilakukan "hampir semalam" (Nevo 1994:110). Tiba-tiba a menjadi satu-satunya bentuk deklarasi keagamaan resmi negara, dan digunakan secara eksklusif dalam dokumen formal dan prasasti, seperti "protokol" papirus (Nevo 1994:110).

Namun, bahkan setelah teks-teks muslim menjadi resmi, mereka tidak diterima oleh masyarakat begitu cepat. Selama bertahun-tahun setelah penampilan mereka dalam deklarasi negara, orang-orang terus menyertakan legenda non-muslim di prasasti pribadi, serta tulisan-tulisan arsip umum rutin (Nevo 1994:114). Maka dari itu misalnya Nevo telah menemukan juru tulis tertentu yang tidak menggunakan rumus muslim dalam korespondensi bahasa Arab dan Yunani, meskipun ia melakukannya di papirus "protokol" dengan membawa nama dan gelarnya (Nevo 1994:114).

Kenyataannya, menurut Nevo, formula muslim baru mulai digunakan dalam inskripsi di batu tulis popular di Negev Tengah sekitar 30 tahun (atau satu generasi) setelah

diperkenalkan oleh Abd al-Malik, di suatu masa pada masa pemerintahan Khalifah Hisyam (antara 724 -743). Dan bahkan ini, menurut Nevo, meskipun mereka bercorak muhammadan, namun bukan Muslim. Nevo percaya bahwa teks Islam baru mulai muncul pada awal abad kesembilan (sekitar 822 AD), bertepatan dengan Al Qur’an tertulis pertama, serta catatan Tradisi Islam pertama (Nevo 1994:115).

Akibatnya, tampak dari inskripsi-inskripsi ini bahwa hanya selama dinasti Marwanid (setelah 684 AD), dan tidak selama hidup Muhammad bahwa ia diangkat ke posisi seorang nabi universal, dan bahkan kemudian, rumusan muslim yang diperkenalkan masih tidak setara dengan apa yang kita miliki saat ini.

Untuk diskusi lebih lanjut pada enam klasifikasi atau periode dari inskripsi batu tulis ini, serta isinya, saya akan merekomendasikan artikel Nevo's (halaman 111-112).

Dalam dokumen Apakah Al Quran Wahyu Ilahi - By Jay Smith (Halaman 48-53)

Dokumen terkait