• Tidak ada hasil yang ditemukan

KULTUR JARINGAN Tinjauan Pustaka

Dalam dokumen Hijauan Makanan Ternak Nabati Bahan (Halaman 94-117)

BAB III IDENTIFIKASI BIJI

KULTUR JARINGAN Tinjauan Pustaka

Perbanyakan tanaman dapat digolongkan menjadi dua, yaitu perbanyakan tanaman secara generatif dan perbanyakan secara vegetatif. Perbanyakan secara generatif adalah dengan menanam biji, sedangkan perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat dilakukan dengan okulasi, cangkok, penyambungan, merunduk dan yang paling mutakhir adalah dengan kultur jaringan (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Usaha pengembangan tanaman dengan kultur jaringan merupakan usaha perbanyakan vegetatif tanaman yang masih baru. Namun, saat ini sudah banyak sekali penemuan-penemuan tentang ilmu pengetahuan kultur jaringan dalam bidang pertanian, biologi, farmasi, kedokteran, dan sebagainya. Di bidang farmasi, teknik kultur jaringan sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan metabolit sekunder untuk keperluan obat-obatan dalam jumlah besar dan dalam waktu yang sangat singkat (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Teknik kultur jaringan dimulai dengan pengambilan eksplan, yaitu bagian kecil jaringan atau organ yang dipisahkan dari tanaman induk kemudian dikultur. Eksplan dari jaringan yang masih muda, diperkirakan masih dapat menghasilkan zat tumbuh sendiri dan sel-selnya masih aktif membelah, sehingga proses kultur jaringan dapat diharapkan berhasil sampai menjadi tanaman yang lebih lengkap. Jaringan yang masih muda serta belum banyak terdeferensiasi terdapat pada jaringan meristem. Dari semua jenis tanaman, bagian inilah yang paling banyak berhasil dikultur secara in vitro. Sel serta jaringan yang masih muda atau yang dinamakan juvenile akan tetap mudah dalam pengkulturan sehingga daya untuk regenerasi tetap ada, sedangkan sel-sel yang sudah tua kesanggupan untuk regenerasi sudah berkurang (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Pengertian kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptic yang kaya nutrisi dan zat pengatur

tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril (Anonimus, 2008).

Perkecambahan in vitro. Sifat dari kultur jaringan yaitu sel bersifat autonom dan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi merupakan kemampuan suatu sel untuk tumbuh, membelah, dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap. Sel yang belum terdeterminasi atau belum terdiferensiasi (pada awal perkembangan) merupakan sel-sel yang belum berkembang menjadi jaringan khusus dan mempunyai sifat mampu merubah pola perkembangan yang dipengaruhi lingkungan serta dapat memperbanyak diri secara cepat dan menghasilkan massa sel yang disebut kalus (Soetrisno et al., 2008).

Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) kalus adalah suatu massa sel yang terbentuk pada permukaan eksplan atau pada irisan eksplan. Kalus ini akan tumbuh pada eksplan di media padat, sedangkan di media cair akan tumbuh plb (protokormus).

Proses induksi kalus disebut sebagai proses dediferensiasi, yaitu proses dimana sel yang telah terspesialisasi atau terdiferensiasi dan sudah tidak lagi membelah mengalami pembelahan mitosis untuk memperbanyak diri. Kalus adalah kumpulan sel-sel yang belum terdiferensiasi, merupakan hasil poliferasi dari sel-sel jaringan eksplan yang ditanam secara in vitro (Soetrisno et al., 2008).

Media kultur jaringan. Dalam teknologi kultur jaringan, jenis medium dasar yang banyak digunakan adalah medium MS (Murashige-Skooge). Keunggulan medium jenis ini yaitu memiliki konsentrasi garam-garam mineral tinggi dan senyawa N dalam bentuk amonium nitrat yang baik untuk kultur kalus dan tunas. Larutan stok yang digunakan dalam medium MS adalah mikronutrien, hormon dan vitamin (Soetrisno et al., 2008).

Tahapan yang dilakukan pada teknik kultur jaringan adalah pembuatan media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, aklimatisasi. Media yang digunakan biasabya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon, selain itu diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lainnya. Media yang digunakan harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf. Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan (bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur adalah tunas). Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat steril. Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman degan menanam eksplan pada media. Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang mendanai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan baik. Pengamatan dilakukan setiap hariuntuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri atau jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan oleh jamur) atau busuk (disebabkan oleh bakteri). Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptik ke bedeng (Anonim, 2009).

Zat Pengatur Tumbuh. Pelaksanaan kultur jaringan memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan membutuhkan nutrisi. Nutrisi ini harus tersedia dalam jumlah cukupdan seimbang, antara satu dengan yang lain. Nutrisi diambil tumbuhan dari dalam tanah dan udara. Unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu zat-zat organik (C, H, O, dan N) dan garam anorganik (Fe2+.Ca2+, dan lain-lain). Tumbuhan memerlukan makronutrien dan mikro nutrient dalam tumbuh dan berkembangnya (Soetrisno et al., 2008).

Materi dan Metode Materi

Alat. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah botol yang telah berisi medium (botol kultur), cawan petri, autoclave, pisau scapel steril, pinset, sarung tangan, kertas saring, dan entkas.

Bahan. Bahan yang digunakan adalah meristem apikal dari batang tanaman Glycine max var. detam, medium MS (Murashige dan Skoog) dengan zat pengatur tumbuh auksin 2,4-D 2 mg/L dan NAA, alkohol 70% dan aquades steril.

Metode

Jaringan meristem dari tunas tanaman Glycine max var. detam diambil dalam dalam lingkungan yang steril. Potong bagian meristem batang menggunakan pisau scapel dengan ukuran 2 mm sampai 3 mm sebanyak masing 3 potongan kemudian ditempatkan pada botol medium MS 2,4 D, diusahakan jangan sampai menempel satu sama lain. Inokulasi dalam botol yang berisi medium MS. Inkubasikan pada ruangan kultur bersuhu 20 0C dan pencahayaan menggunakan lampu TL 40 watt. Amati pembentukan akar, tunas, dan kalusnya setiap hari dan dicatat pertumbuhannya selama 14 hari.

Hasil dan Pembahasan

Praktikum kultur jaringan bertujuan untuk mengetahui teknik perkembangbiakan tanaman secara kultur jaringan. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk merapa lamambantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Tahapan yang dilakukan pada teknik kultur jaringan adalah pembuatan media, yaitu berupa larutan besi sebagai karbon, sukrosa (gula pasir), mineral, zat pengatur tumbuh semuanya dihomogenkan dan ditambah aquades sehingga pH netral 5,6, asam HCl, basa NaOH ditambah dengan aquades 100 ml kemudian dipanaskan agar larut. Kemudian dimasukkan dalm botol medium, disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 ºC dengan tekanan antara 15-17,5 psi (per square inci) atau 1 atm dengan waktu 20-40 menit setelah itu di isolasi eksplan, inokulasi, inkubasi dan yang terakhir di sub kulturing, tetapi dalam praktikum ini tidak dilakukan sub kulturing.

Medium yang digunakan dalam praktikum yaitu MS dan penambahan 2,4 -D. 2,4-D merupakan kepanjangan dari Dikloro Fenoksiasetat dan NAA merupakan singakatan dari Naftalen Acetid Acid Fungsi penambahan zat 2,4–D yaitu untuk merangsang pembelahan sel dan sel-sel penyusun eksplan sehingga terbentuk kalus. Hal yang perlu diamati dalam kultur jaringan yaitu tumbuhnya kalus pada bagian-bagian biji. Pembentukan kalus merupakan salah satu langkah yang paling penting menentukan keberhasilan teknik kultur jaringan (Indrianto, 2003).

Pada praktikum yang dilakukan tanaman yang digunakan ialah biji kedelai varietas detam, dikecambahkan dengan cara disterilisasikan dahulu dengan alkohol, di entkas (LAF), sterilisasi dengan larutan deterjen dan formalin, ditanam di medium agar, kemudian ditutup plastik dan pembentukan kalus diamati selama dua minggu.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil penanaman dengan menggunakan biji kedelai, semua eksplan tidak dapat tumbuh menjadi individu tanaman baru. Hal ini dapat disebabkan karena pada saat proses penanaman terkontaminasi oleh jamur atau bakteri pada

botol yang berisi medium MS. Faktor yang mempengaruhi tumbuh atau tidaknya kalus menurut (Indiarto, 2003) yaitu media yang digunakan dan tanaman yang dipakai. Dari pengamatan selama dua minggu yang dilakukan diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 10. Hasil pengamatan kalus

Parameter Hari ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Jumlah tunas/kalus 2 3 Jumlah akar Jumlah daun Tinggi tanaman Ada tidaknya kontaminasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa pada hari pertama terdapat 2 kalus, hari kedua dan ketiga terdapat 3 kalus, sedangkan hari keempat eksplan berjamur dan eksplan berwarna merah muda, penuh dengan jamur dan media tanamnya berubah warna yang tadinya warna agar putih menjadi berwarna kecoklatan. Hal ini dapat terjadi karena adanya kontaminasi pada media, alat atau eksplan yang digunakan. Terbentuknya kalus dapat dipengaruhi oleh keadaan eksplan, yaitu umur organ yang digunakan, komposisi nutrien yang terdapat pada media, dan lingkungan fisik di sekitar kultur seperti suhu, cahaya, dan kelembaban. Menurut Soetrisno et al. (2008), faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan yaitu faktor eksplan, media dan lingkungan fisik kultur.

Meskipun usaha sterilisasi untuk menciptakan lingkungan yang aseptik sudah sering dilakukan, namun kontaminasi masih sering terjadi. Kontaminasi yang terjadi diperkirakan disebabkan oleh mikrobia golongan protista. Yaitu Kapang lendir seluler yang menurut Susilowati (2001) adalah genus Dictyostelium. Hal ini ditentukan berdasarkan morfologi koloni yaitu adanya plasmodium yang tersebar di seluruh permukaan

medium kultur yang terkontaminasi. Plasmodium ini lama kelamaan membentuk agregrat berupa benang miselium yang sangat halus dan menjadi pusat koloni.

Organisme-organisme secara universal terdapat pada jaringan tanaman. Banyak yang bersifat non-patogenik, artinya mereka tidak menyebabkan bahaya bagi tanaman inang pada kondisi normal. Kondisi kering dan adanya organisme kompetitor menyebabkan mereka dalam kondisi terkontrol. Tapi, kondisi in vitro yang disukai eksplan, yaitu mengandung sukrosa dan hara dalam konsentrasi tinggi, kelembaban tinggi dan suhu yang hangat, juga disukai mikroorganisme yang seringkali tumbuh dan berkembang sangat cepat, mengalahkan eksplan (Anonim, 2009).

Dalam budidaya in vitro (kultur jaringan), menginduksi kalus merupakan salah satu langkah penting, setelah itu diusahakan agar terjadi diferensiasi akar dan tunas. Proses terjadinya kalus sampai diferensiasi berbeda–beda, tergantung pada bagian tanaman yang dipakai sebagai eksplan, metode budidaya in vitro, juga zat–zat tanaman yang dibubuhkan pada media dasar. Untuk mendapatkan kalus penggunaan eksplan dari daun umumnya lebih menguntungkan dari pada eksplan batang. Masalah yang perlu diantipasi adalah generasi kalus menjadi planlet. Untuk mendapatkan kalus, zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan adalah 2,4–D dari golongan auksin dan BAP dari golongan sitokinin (Ibrahim et al., 2004).

Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa kalus pada hari ke empat terdapat jamur, sehingga pengamatan tidak dapat dilanjutkan sampai hari ke 14. Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994), teknik kultur jaringan akan dapat berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang yang baik terutama untuk kultur air.

Dalam organogenesis terdapat tiga kemungkinan yang dapat menyebabkan eksplan gagal berorganogenesis. Pertama, sel-sel pada eksplan kekurangan totipotensi. Totipotensi adalah total genetic potential, yaitu bahwa setiap sel tumbuhan yang hidup dilengkapi dengan perangkat genetik dan fisiologis yang lengkap untuk dapat ditumbuhkan menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. Kedua, sel-sel pada eksplan tidak mampu berdiferensiasi dan berdediferensiasi karena kurangnya rangsangan induksi essensial setiap jenis atau konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tidak tepat (Prihatmanti dan Mattjik, 2004).

Kesimpulan

Teknik kultur jaringan dicirikan dengan kondisi yang aseptik atau steril dari segala macam bentuk kontaminan, menggunakan media kultur yang memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan menggunakan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang tempat pelaksanaan kultur jaringan diatur suhu dan pencahayaannya. Manfaat dari kultur jaringan yakni untuk pelestarian plasma nutfah, memperbanyak tanaman yang sulit diperbanyak secara vegetatif konvensional, dan perbanyakan klon secara cepat.

Daftar Pustaka

Adriansyah. 2008. Perkecambahan dan Perbanyakan Gaharu secara In Vitro. Available at http://hairulsani.blogspot.com/2008/03/perk ecambahan-dan-perbanyakan-gaharu.html. Accession date tanggal 15 April 2013 Pukul 22.18 WIB.

Anonim. 2009. Kultur Jaringan Alternatif Pengadaan Bibit Unggul. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Anonim. 2009. Pembentukan Kultur Aseptik. Available at http://www.fp.unud.ac.id/biotek/kultur-jaringan-tanaman/5 pembe ntukan-kultur-aseptik/. Accession date tanggal 15 April pukul 19.45 WIB.

Hendaryono, Sriyanti dan Ari Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Penerbit Kanisius Yogyakarta. Anonim. 1980. penuntun Produksi Benih Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Jendral Peternakan. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Jakarta.

Ibrahim,M.S.D., N. Nova K., Nurliani B. 2004. Studi Pendahuluan : Induksi Kalus Embriogenik Dari Eksplan Daun Echinaceae purpurea. Buletin TRO Vol. XV No. 2, 2004.

Indrianto, A. 2003. Bahan Ajar Kultur Jaringan Tumbuhan. Fakultas Biologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Prihatmanti, D. dan N.A.Mattjik. 2004. Penggunaan ZPT NAA (Naphtaleine Acetic Acid) dan BAP (6-Benzil Amino Purin) serta Air Kelapa untuk Menginduksi Organogenesis Tanaman Anthurium (Anthurium andraeanum Lin). Buletin Agronomi 32(1): 20-25.

Soetrisno, Djoko.Suhartanto ,Bambang, Umami, Nafiatul. 2008. Bahan Ajar Ilmu Hijauan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Susilowati, Ari. Shanti Listyawati. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS. Jurnal Biodiversitas Volume 2 No. 1 hlm 110-114.

BAB VII HERBARIUM Tinjauan Pustaka Definisi Herbarium

Herbarium adalah tumbuhan utuh yang telah kering. Utuh maksudnya lengkap organ vegetatif dan generatif. Organ vegetatif terdiri dari akar, batang, daun sedangkan organ generatif terdiri dari bunga, buah dan biji. Biasanya herbarium dibuat untuk tumbuhan yang berukuran kecil hingga sedang. Hal ini berhubungan dengan cara pengeringannya yang praktis karena biasanya herbarium dibuat dengan menggunakan buku tebal yang relatif ukurannya kecil (Bridson and Forman, 1998).

Manfaat Herbarium

Herbarium sangat penting untuk digunakan dalam pekerjaan taksonomi, sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki tingkatan tertentu, dimana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik terkait misalnya jenis tanaman atau daun. Herbarium merupakan suatu bukti autentik perjalanan dunia tumbuh-tumbuhan selain berfungsi sebagai acuan identifikasi untuk mengenal suatu jenis pohon. Istilah Herbarium adalah pengawetan specimen tumbuhan dengan berbagai cara.untuk kepentingan koleksi dan ilmu pengetahuan (Bridson and Forman, 1998).

Cara Pembuatan Herbarium

Cara pembuatan herbarium adalah sediakan tumbuhan yang akan dibuat herbarium dan dipisahkan bagian-bagiannya. Siapkan kardus dan digunting dengan panjang 50 cm dan lebar 40 cm. Disusun dan diatur dengan rapi masing-masing bagian dan dilekatkan dengan selotip. Beberapa daun, bunga, akar atau batang yang tidak perlu ditampilkan dipotong. Diatur serapi dan sedetail mungkin. Setelah semua bagian tersusun rapi, lekatkan dan pipihkan keseluruhan dengan selotip. Ditulis nama tumbuhannya. Hasil herbarium disimpan ke dalam lemari tertutup

rapat dalam bentuk kering. Herbarium siap untuk ditampilkan (Bengen dan Andrianto, 2001).

Pembuatan herbarium menurut Syamsuri (2001) adalah dilakukan pengumpulan tumbuhan secara lengkap yaitu ada bagian akar, batang, daun dan bunga. Tumbuhan yang berukuran kecil dapat diambil seluruhnya secara lengkap. Tumbuhan berukuran besar cukup diambil sebagian saja, terutama ranting, daun dan jika ada bunganya. Tumbuhan disemprot terlebih dahulu dengan alkohol 70% untuk mencegah pembusukan oleh bakteri atau jamur. Kemudian sediakan Koran. Bagian tumbuhan diatur dan diletakkan di atas Koran. Daun hendaknya menghadap ke atas dan sebagian menghadap ke bawah terhadap kertas Koran tersebut. Agar posisinya baik, dapat dibantu dengan mengikat tangkai atau ranting dengan benang yang dijahitkan di kertas membentuk ikatan. Kemudian ditutup kembali dengan Koran lalu dijepit kuat-kuat dengan kayu atau bambu, diikat dengan tali. Hasil ini disebut spesimen. Spesimen disimpan selama 1-2 minggu ditempat kering dan tidak lembab. Apabila telah kering, spesimen tumbuhan diambil dan ditempelkan pada kertas karton. Caranya harus pelan-pelan dan hati-hati. Bagian-bagian tertentu dapat diisolasi agar melekat pada kertas herbarium. Kemudian dibuat label yang memuat : nama kolektor, nama koleksi (jika banyak), tanggal pengambilan spesimen, nama spesimen (ilmiah dan daerah), nama suku (Familia) spesimen, dan catatan khusus tentang bunga, buah atau ciri lainnya. Herbarium ditutup plastik. Apabila disimpan, tumpukan herbarium harus diberi kapur barus (kamper).

Materi dan Metode Materi

Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum herbarium adalah koran 1 kg, kayu ukuran 1 m sebanyak 10 buah, tali rafia, lakban, isolasi dan gunting.

Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum herbarium adalah tanaman rumput alang-alang (Imperata cylindrica).

Metode

Dikumpulkan contoh tanaman rumput berupa alang-alang (Imperata cylindrica) yang diambil dari daerah Berbah, Bantul. Bagian tanaman yang diambil lengkap yakni akar, batang, daun, bunga dan biji, kemudian dikeringkan dan diatur dalam kertas yang kasar dan kering yang dapat menyerap air yaitu beruap kertas koran. Kertas koran disususn berlapis-lapis kemudian ditekan menggunakan kayu atau bambu dengan cara megikatkan tali rafia ditepi-tepi kertas. Tanaman dibiarkan sampai kering selama satu bulan. Setelah tanaman kering tanaman diambil dan ditempel pada kertas herbarium dengan pita perekat, diberi etiket tempel (meliputi familia, genus, spesies, nama daerah, tanggal pengambilan) diletakkan pada sebelah kiri bawah kertas herbarium dan diberi etiket gantung dengan ukuran 3 cm x 7 cm ditulis nomor / kode / tanggal pengambilan. Penulisan etiket degan penggunakan pensil. Selanjutnya diberikan pula deskripsi mengenai tempat pengambilan, kondisi sewaktu pengambilan, diambil bersama tanaman apa, digunakan sebagai apa, serta manfaat tanaman tersebut.

Hasil dan Pembahasan Definisi Herbarium

Herbarium adalah sampel tumbuhan yang dikeringkan. Herbarium berguna di dalam pengenalan dan identifikasi jenis-jenis tumbuhan. Herbarium yang baik adalah yang memuat bagian-bagian tumbuhan yang representatif, yaitu organ-organ yang penting untuk identifikasi. Herbarium pada tumbuhan tingkat rendah organ-organ tersebut adalah spora atau kumpulan-kumpulan spora dan bagian - bagian tertentu yang spesifik. Sedangkan untuk tumbuhan tingkat tinggi, bagian-bagian tersebut berupa bunga, buah, dan biji karena dasar klasifikasi tumbuhan tersebut adalah struktur bunga. Karenanya sampel yang berupa bunga adalah syarat utama untuk berhasilnya identifikasi sampai ke tingkat suku atau spesies. Sedangkan organ - organ lain seperti akar, batang, dan daun sifatnya adalah tambahan (Bengen and Adrianto, 2001).

Tanaman yang digunakan dalam praktikum herbarium ini adalah rumput alang – alang (Imperata cylindrica). Tanaman ini diambil di daerah Berbah pada tanggal 1 Maret 2013 oleh Ramdhan Dwi Nugroho. Imperata cylindrica (Alang – alang), memiliki perawakan herba, rumput, dan merayap. Tumbuhan ini juga merupakan jenis tumbuhan rumput menahun dengan tunas panjang dan bersisik, merayap di bawah tanah. Ujung (pucuk) tunas yang muncul di tanah runcing tajam, serupa ranjau duri. Batang pendek, menjulang naik ke atas tanah dan berbunga dengan tinggi tanaman 0,2 sampai 1,5 m. Helaian daun berbentuk garis (pita panjang) lanset berujung runcing, dengan pangkal yang menyempit dan berbentuk talang panjang 12 sampai 80 cm, bertepi sangat kasar dan bergerigi tajam, berambut panjang di pangkalnya, dengan tulang daun yang lebar dan pucat di tengahnya. Karangan bunga dalam malai, panjangnya 6 sampai 28 cm, dengan anak bulir berambut panjang (putik) lebih kurang 1 cm, sebagai alat melayang bulir buah bila masak (Adimihardja dan Mappaona, 2005).

Berikut adalah klasifikasi tentang alang-alang : Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Classis : Monocotyledoneae Ordo : Poales (Glumiflorae) Familia : Poaceae (Graminae) Genus : Imperata

Species : Imperata cylindrica L.

(Disperta, 2012). Imperata cylindrica merupakan tumbuhan asli dari daerah tropis, dapat berkembang biak dengan cepat, dengan benih-benihnya yang tersebar cepat bersama angin, atau melalui rimpangnya yang lekas menembus tanah dan tersebar luas di seluruh kawasan tropis dan sub-tropis Asia Tenggara, Afrika, sub-kontinental India dan Australia. Dalam jumlah yang kecil persebarannya hingga ke Amerika Utara, Tengah, dan Selatan. Persebarannya juga mencapai kawasan beriklim sedang sampai hangat di New Zealand dan Jepang. Selain sebagai pakan ruminansia, daun, bunga, dan akar berguna dalam menanggulangi masalah kesehatan antara lain mimisan, demam, batuk, sesak, darah tinggi, dan sakit kuning. Imperata cylindrica cepat kering dan mudah terbakar pada musim kemarau dan cepat tumbuh kembali pada musim hujan. Sifat fisik tanah yang dikehendaki yaitu tanah kapur yang memililik tubuh tanah kering, kurang akan zat hara dan air (Wijayakusuma, 1993).

Manfaat Herbarium

Manfaat pembuatan herbarium adalah mengenal cara pengawetan tumbuhan dan mengidentifikasi tumbuhan yang bersangkutan, merupakan tempat penyimpanan material dan data tanaman dan sebagai bahan untuk mengajar dan menganalisis (Syamsuri, 2001). Herbarium juga berguna sebagai penyedia data asli dari suatu tanaman yang telah diidentifikasi atau bisa juga disebut museum tanaman. Herbarium penting untuk

mempelajari taksonomi tumbuhan, mempelajari distribusi geografisnya dan stabilitas nomenclatusnya. Peneliti tidak hanya menyimpannya, tetapi juga meneliti tanaman tersebut, yang biasanya digunakan untuk materi referensi dalam menyusun taksonomi (Sutrisna et al., 1998).

Spesies yang dipakai untuk herbarium bisa digunakan sebagai katalog atau alat identifikasi flora pada suatu area. Koleksi yang banyak dari suatu area yang kecil digunakan untuk mengetahui atau menunjukkan tanaman-tanaman apa saja yang bisa ditanam di daerah tersebut

Dalam dokumen Hijauan Makanan Ternak Nabati Bahan (Halaman 94-117)

Dokumen terkait