• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5 Analisis Populasi

5.5.2 Kuota Panenan Berdasarkan Break Even Point

Penangkaran rusa timor di Hutan Penelitian Dramaga yang dikembangkan dengan tujuan menyediakan bibit rusa timor, memerlukan perencanaan pemanenan seperti target dan kuota panenan. Target pemanenan terkait dengan karakteristik panenan, sedangkan kuota panenan terkait dengan jumlah rusa yang akan dipanen. Kuota panenan dalam penelitian ini merupakan kuota panenan minimal yang ditetapkan dengan menggunakan analisisBreak Event Point (BEP).

Prinsip dasar BEP adalah total penerimaan sama dengan total pengeluaran. Dalam konteks pengelolaan penangkaran rusa, penerimaan yang diperoleh dari penjualan produk harus sama dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengelola penangkaran. Kondisi ini tercapai apabila jumlah produksi minimal dapat terjual. Dengan demikian, pengelola harus menentukan jumlah penjualan minimal berupa kuota panenan minimal setiap tahun, sehingga kegiatan penangkaran dapat terus terselenggara.

Penentuan BEP berdasarkan pada asumsi bahwa penangkaran rusa bertujuan menghasilkan bibit rusa timor untuk keperluan peningkatan jumlah populasi di habitat alamiah (restocking) dan memenuhi kebutuhan bibit rusa di unit-unit usaha penangkaran. Sehingga penentuan BEP hanya didasarkan pada penjualan satu jenis produk (single product) yaitu bibit rusa. Selain itu BEP ditentukan berdasarkan sistem penangkaran rusa yaitu sistem intensif, semi intensif dan ekstensif.

Perbedaan sistem penangkaran akan menyebabkan perbedaan komponen biaya investasi. Asumsi dalam penetapan biaya investasi untuk masing-masing penangkaran tidak sama, karena mempertimbangkan kondisi wilayah Hutan Penelitian Dramaga. Untuk sistem ekstensif dan semi intensif diasumsikan bahwa

areal yang efektif digunakan sebagai areal penangkaran rusa adalah keseluruhan lokasi I, II, III, dan IX seluas ± 6,5 ha. Hal ini didukung oleh kondisi fisik kawasan berupa tegakan hutan dan areal terbuka yang memungkinkan kegiatan penangkaran dilakukan dengan sistem ekstensif dan semi intensif. Selain itu, sistem ekstensif dalam penelitian ini merupakan areal yang dikelilingi pagar, sehingga dalam komponen biaya investasi terdapat biaya pemagaran sekeliling areal penangkaran. Pemagaran ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Pada sistem semi intensif, selain pemagaran diasumsikan juga terdapat beberapa kandang intensif yang berfungsi untuk pemeliharaan satwa sakit, bunting, melahirkan, atau kondisi khusus lainnya.

Untuk sistem intensif, areal yang digunakan lebih sempit dibandingkan sistem semi intensif dan ekstensif. Hal ini disebabkan oleh karakteristik kandang, berupa bangunan permanen dengan semua fasilitas pendukung di dalamnya, hanya dibangun pada sebagian areal penangkaran saja pada areal kurang dari 0,1 ha dengan kebun pakan seluas ± 3 ha. Terbatasnya areal yang digunakan tersebut dipengaruhi oleh kondisi dan peruntukan kawasan sebagai koleksi berbagai pohon, yang tidak memungkinkan pembangunan fisik bangunan pada sebagian besar areal tersebut. Perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan dalam biaya investasi masing-masing sistem penangkaran. Rincian biaya investasi pada masing-masing sistem penangkaran disajikan pada Lampiran 7.

Analisis BEP diperhitungkan berdasarkan biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan setiap tahun. Biaya tetap dalam pengelolaan penangkaran rusa timor di Hutan Penelitian Dramaga merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendukung terselenggaranya kegiatan penangkaran tetapi tidak langsung berhubungan dengan volume penjualan. Komponen biaya tetap yang digunakan meliputi: biaya pemeliharaan bangunan dan alat, biaya operasional perkantoran dan kegiatan penangkaran, serta gaji dan upah karyawan. Komponen biaya pemeliharaan dan operasional ditetapkan berdasarkan biaya investasi. Dalam hal ini persentase biaya pemeliharaan diasumsikan sebesar 4% untuk pemeliharaan sarana, prasarana, dan fisik bangunan, serta 7% untuk pemeliharaan peralatan dan sarana nonfisik bangunan. Untuk biaya operasional dihitung tersendiri

berdasarkan kebutuhan setiap komponen untuk selanjutnya digabungkan dengan biaya pemeliharaan.

Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mendukung terselenggaranya kegiatan penangkaran dan langsung berhubungan dengan volume penjualan. Biaya variabel turut berubah jika terjadi perubahan volume penjualan. Komponen biaya variabel meliputi biaya pembelian pakan tambahan, konsentrat dan vitamin, biaya perawatan kesehatan dan obat-obatan, serta biaya penangkapan dan pengangkutan rusa. Rincian biaya tetap dan biaya variabel disajikan pada Lampiran 8-9. Berdasarkan biaya tetap, biaya variabel, dan harga jual, maka diperoleh kuota panenan pada masing-masing sistem penangkaran sebagaimana disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Biaya tetap, biaya variabel, dan kuota panenan rusa timor pada tiga sistem penangkaran

Sistem penangkaran Jenis Biaya

Intensif Semi intensif Ekstensif Biaya Tetap (Rp/th) 185.238.831 167.123.486 114.302.236

Biaya Variabel (Rp/th) 6.680.100 2.446.500 147.000

Harga jual per individu (Rp.) 7.500.000 7.500.000 7.500.000

BEP/ Kuota panenan 226 33 16

Biaya tetap paling tinggi terdapat pada sistem intensif, dan terendah pada sistem ekstensif. Hal ini dapat dipahami karena pengelolaan yang semakin intensif membutuhkan komponen pengelolaan tertentu yang mengakibatkan tingginya biaya tetap. Biaya variabel dalam perhitungan ini merupakan biaya yang berhubungan langsung dengan segala keperluan yang dibutuhkan untuk memelihara satu individu rusa, sehingga perbedaan sistem penangkaran menyebabkan perbedaan besarnya biaya variabel pada masing-masing sistem. Biaya variabel pada sistem ekstensif merupakan yang terendah dibandingkan dua sistem lainnya. Hal ini disebabkan tidak adanya komponen biaya penyediaan atau pengolahan pakan pada sistem ekstensif, dimana seluruh kebutuhan pakan rusa diperoleh satwa dari areal penangkaran tanpa campur tangan manusia.

Harga jual per individu rusa ditetapkan dengan mempertimbangkan harga jual rusa di pasaran. Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, harga jual satu individu berumur minimal satu setengah tahun berkisar antara Rp.

3.500.000,- sampai dengan Rp. 5.000.000,-. Bahkan untuk satu rusa betina dewasa dalam keadaan bunting ditawarkan dengan harga Rp. 15.000.000,-. Dalam perhitungan BEP ini digunakan harga jual Rp. 7.500.000,- dengan pertimbangan bahwa pada harga jual tersebut telah diperoleh sejumlah keuntungan. Berdasarkan hasil perhitungan BEP sebagaimana disajikan pada Tabel 6, maka diperoleh kuota panenan minimal pada ketiga sistem penangkaran masing-masing adalah 226 individu pada sistem intensif, 33 individu pada sistem semi intensif, dan 16 individu pada sistem ekstensif.

Perbedaan BEP, yang merepresentasikan kuota panenan, pada ketiga sistem penangkaran selain ditentukan oleh biaya tetap juga ditentukan oleh unit contribution margin atau selisih antara harga jual dengan biaya variabel per unit produk pada masing-masing sistem penangkaran. Unit contribution margin menggambarkan besarnya kontribusi terhadap biaya operasional, sehingga semakin besarunit contribution margin maka semakin kecil nilai BEP (Martinet al. 1991). Dengan kata lain, semakin besar penerimaan maka semakin sedikit kuota panenan yang dapat ditetapkan.

Pengaruh biaya tetap dan unit contribution margin terhadap nilai BEP diperkuat oleh hasil penelitian Teddy (1998) di penangkaran Jonggol yang menggunakan sistem semi intensif. Biaya yang digunakan adalah biaya tetap sebesar Rp. 86.836.000,- untuk areal seluas 3 ha, biaya variabel per unit sebesar Rp. 1.317.500,-, dan harga jual sebesar Rp. 1.750.000,-. Berdasarkan nilai-nilai tersebut maka BEP diperoleh pada nilai 201 individu. Nilai tersebut lebih besar dari nilai BEP pada penelitian ini yaitu 33 individu.

Dokumen terkait