• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

1. Kurikulum

a. Pengertian Kurikulum

Pengertian kurikulum berasal dari bahasa Latin curir yaitu pelari,

dan curere yang artinya tempat berlari. Secara etimologis adalah tempat

berlari. Kurikulum merupakan sesuatu jarak yang harus ditempuh oleh

pelari mulai dari garis awal sampai akhir. Dalam dunia pendidikan

pengertian kurikulum adalah sebagai rencana dan pengaturan tentang

sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik dalam

menempuh pendidikan di lembaga pendidikan (Imas Kurniasih, 2014:

3).

Menurut Madjid (2014), kurikulum merupakan program

pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi

siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan

berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan

pertumbuhannya sesuai dengan tujuan yang ditetapkannya (Madjid,

2014: 1).

Beberapa ahli yang memperkuat pandangan tentang kurikulum di

1. Menurut J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku

Curriculum Planning for Better Teaching and Learning

menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut, “The Curriculum is the sum total of school’s efforts to influence learning whether in the

classroom, on the playground, or out of school.”Jadi segala usaha

sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan

kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum.

Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstrakurikuler

(Hendyat dan Wasty, 1986: 13).

2. Menurut Harold B. Albertycs, dalam Reorganizing the High School

Curriculum memandang kurikulum sebagai, “all of the activities

that are provided for students by the school.” Sepertihalnya dengan

definisi Saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata

pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan–kegiatan lain, di dalam

dan di luar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab sekolah

(Nasution, 2006: 5).

3. Menurut B. Othanel Smith W. O. Stanley dan J. Harlan Shores

memandang kurikulum sebagai“a sequence of potential experiences

set up in the school for the purpose of disciplining children and

youth in group (Nasution, 2006: 5).

Berdasarkan dari pendapat-pendapat di atas senada dengan

pengertian kurikulum menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengetahuan

mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan tertentu (Imas Kurniasih, 2014: 3).

Kurikulum secara garis besar mempunyai tiga konsep

(Sukmadinata, 2013: 27), yaitu: kurikulum sebagai substansi, kurikulum

sebagai sistem dan kurikulum sebagai bidang studi. Kurikulum sebagai

substansi adalah kurikulum dipandang sebagai rencana pendidikan di

sekolah atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu

kurikulum digambarkan sebagai dokumen tertulis yang berisi tentang

rumusan tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan

evaluasi yang telah disepakati dan disetujui bersama oleh para penyusun

kurikulum dan pemangku kebijaksanaan dengan masyarakat.

Kurikulum sebagai sistem adalah sistem kurikulum yang

merupakan bagian dari sistem sekolah, sistem pendidikan, dan sistem

masyarakat. Hasil dari sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu

kurikulum. Kurikulum sebagai sistem mempunyai fungsi bagaimana

cara memelihara kurikulum agar tetap berjalan dinamis. Kurikulum

sebagai suatu bidang studi berfungsi sebagai suatu disiplin yang dikaji

di lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi. Tujuan kurikulum

sebagai suatu bidang studi adalah untuk mengembangkan ilmu

Secara umum, kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan

sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Dari uraian di atas

kurikulum disimpulkan sebagai sesuatu yang direncanakan sebagai

pedoman yang dapat memberikan pengaruh kepada anak untuk

mencapai tujuan persekolahannya.

b. Fungsi Kurikulum

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menjelaskan tentang definisi kurikulum yang telah diuraikan

sebelumnya. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat empat fungsi

kurikulum (Reksoatmodjo, 2010: 4), yaitu:

1) Kurikulum sebagai rencana. Kegiatan sebagai rencana kegiatan

belajar mengajar dikembangkan berdasarkan suatu tujuan yang

ingin dicapai (Taba, 1962:11).

2) Kurikulum sebagai pengaturan. Pengaturan dalam kurikulum dapat

diartikan sebagai pengorganisasian materi pembelajaran pada arah

horizontal (ruang lingkup dan integrasi) dan vertikal (urutan dan

kontinuitas).

3) Kurikulum sebagai cara. Pengorganisasian kurikulum

mengisyaratkan penggunaan metode pembelajaran yang efektif

berdasarkan konteks pembelajaran. Pemilihan metode mengajar erat

hubungannya dengan sifat materi pelajaran atau pratikum dan

4) Kurikulum sebagai pedoman. Sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran harus, kurikulum memiliki kejelasan tentang

gagasan-gagasan dan tujuan yang hendak dicapai melalui penerapan

kurikulum.

c. Pengembangan Kurikulum

Ada dua prinsip yang digunakan dalam pengembangan kurikulum

(Sukmadinata, 2013: 150) yaitu prinsip umum dan prinsip khusus.

Beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum adalah: (1)

prinsip relevansi, (2) prinsip fleksibilitas, (3) prinsip kontinuitas, (4)

prinsip praktis, dan (5) prinsip efektivitas. Sedangkan prinsip khusus

adalah: (1) prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, (2) prinsip

berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, (3) prinsip berkenaan

dengan pemilihan proses belajar mengajar, (4) prinsip berkenaan

dengan pemilihan media dan alat pengajaran, serta (5) prinsip berkenaan

dengan pemilihan kegiatan penilaian.

d. Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Kurikulum yang diterapkan di Indonesia sudah mengalami

beberapa pergantian atau pengembangan. Perubahan kurikulum

dikelompokan berdasarkan tiga kelompok kurikulum (Imas Kurniasih,

2014: 10) yaitu rencana pelajaran, kurikulum berbasis tujuan, dan

kurikulum berorientasi kompetensi.

Dari rentang waktu 1947-1968 telah terjadi beberapa

pergantian kurikulum, di antaranya adalah:

a) Kurikulum Tahun 1947 (Rencana Pembelajaran 1947)

Rencana pembelajaran 1947 merupakan pengganti sistem

pendidikan kolonial Belanda. Kurikulum ini memiliki tujuan

yang tidak hanya menekankan pada pendidikan pikiran, tetapi

yang diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara

dan bermasyarakat. Dalam kurikulum 1947 terdapat dua hal

pokok yaitu: (1) Daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya, (2)

Garis–garis besar pengajaran. Rencana pembelajaran 1947 baru

dilaksanakan oleh sekolah-sekolah pada tahun 1950.

b) Kurikulum 1952 (Rencana Pembelajaran Terurai)

Pada tahun ini Menteri P dan K, yang dijabat oleh Mr.

Soewandi, melakukan usaha untuk mengubah sistem pendidikan

dan pengajaran. Kemudian, Menteri P dan K membentuk Panitia

Penyelidik Pengajaran dalam rangka mengubah sistem

pendidikan kolonial ke dalam sistem pendidikan nasional. Hasil

kerja panitia tersebut adalah terkait kurikulum rencana

pembelajaran pada setiap tingkat pendidikan harus

mempertahankan hal-hal sebagai berikut (Depdikbud

1979:108): (1) Pendidikan pikiran harus dikurangi, (2) Isi

watak, (4) Pendidikan jasmani, dan (5) Kewarganegaraan dan

masyarakat

Setelah Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran

Nomor 4 Tahun 1950 dikeluarkan, lahirlah beberapa hal penting: (1) Kurikulum pendidikan rendah ditujukan untuk menyiapkan anak memiliki dasar–dasar pengetahuan, kecakupan, dan

ketangkasan baik lahir maupun batin serta mengembangkan

bakat dan kesukaannya.

(2) Kurikulum pendidikan menengah ditujukan untuk menyiapkan pelajar ke pendidikan tinggi serta mendidik

tenaga ahli dalam berbagai lapangan khusus sesuai dengan

bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat.

(3) Kurikulum pendidikan tinggi ditujukan untuk menyiapkan pelajar agar dapat menjadi pimpinan dalam masyarakat, dan

dapat memelihara kemajuan ilmu, dan kemajuan hidup

kemasyarakatan.

c) Rencana Pembelajaran 1964

Rencana Pendidikan 1964 melahirkan kurikulum yang

menitikberatkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karya dan

moral. Rencana pendidikan tersebut dikenal dengan istilah

Pancawardhana, karena terdiri dari lima kelompok bidang studi,

yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional

pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan

kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan

perkembangan anak.

d) Kurikulum 1968

Pada kurikulum ini lebih menitikberatkan pada

peningkatan mental-moral budi pekerti dan memperkuat

keyakinan beragama, mempertinggi kecerdasan dan

keterampilan, membina atau mengembangkan fisik yang kuat

dan sehat.

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum

1964. Pembaharuan pada kurikulum 1968 mencakup pembinaan

jiwa pancasila, pengetahuan dasar dan kecakupan khusus.

Dilihat dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan

bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk

manusia Pancasila sejati, kuat dan sehat jasmani, mempertinggi

kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan

keyakinan beragama. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan

organisasi materi pelajaran: (1) Kelompok pembinaan pancasila,

(2) Pengetahuan dasar, dan (3) Kecakapan khusus (dengan total

jumlah pelajaranya sembilan).

e) Kurikulum Berorentasi Pancapaian Tujuan (1975-1994)

Dari rentang waktu 1975-1994 telah terjadi beberapa

(1) Kurikulum 1975

Pada kurikulum inilah untuk pertama kalinya terlihat

dengan jelas tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut

dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan yang ingin dicapai

seperti tujuan intruksional umum, tujuan intruksional

khusus dan berbagai rincian lainnya sehingga jelas apa yang

akan dicapai melalui kurikulum tersebut.

Kurikulum 1975 dimaksudkan untuk mencapai tujuan

pendidikan sekolah yang secara umum mengharapkan

lulusannya: (a) Memiliki sifat-sifat dasar sebagai negara

yang baik, (b) Sehat jasmani, dan rohani, (c) Memiliki

pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar, yang

diperlukan untuk melanjutkan pelajaran, (d) Bekerja di

masyarakat, (e) Mengembangkan didri sesuai asas

lingkungan hidup.

(2) Kurikulum 1984

Pada dasarnya materi pada kurikulum 1984 ini tidak

banyak berbeda dengan materi kurikulum 1975, yang

berbeda adalah organisasi pelaksanaannya saja, sehingga

dengan demikian kurikulum 1984 dapat dilaksanakan

dengan memanfaatkan bahan-bahan dan buku-buku yang

pembelajaran pada kurikulum sekolah dasar 1984 diarahkan

guna membentuk keterampilan murid.

Hal yang menonjol dalam pelaksanaan kurikulum ini

adalah adanya cara belajar siswa aktif (CBSA) dan sistem

spiral. Di sini siswa akan lebih dilibatkan dalam

pengembangan proses belajar mengajar. Meski sistem

instruksional masih tetap dipertahankan namun siswa diberi

kebebasan untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, ada

pula sistem spiral yang setiap jenjang pendidikan mata

pelajaran akan berbeda dari segi kedalaman materi.

Semakin tinggi jenjang pendidikannya, maka materi yang

diberikan akan semakin dalam dan detail.

(3) Kurikulum 1994

Dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Pendidikan

Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, kurikulum 1984 disempurnakan kembali lewat

kurikulum 1994. Pelaksanaan kurikulum 1994 dimulai pada

tahun 1994/1995 dan diterapkan pada kelas 1 dan 4 SD,

kelas 1 SMP, dan kelas 1 SMA . Dengan demikian, di dalam

jangka waktu 10 tahun seluruh Kurikulum 1994 telah

f) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004

Kurikulum 1994 digantikan oleh Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK), seiring pergantian kekuasaan. Kurukulum

ini mengharapkan agar siswa yang mengikuti pendidkan di

sekolah memmilki kompetensi yang diinginkan karena

konsentrasi kompetensi adalah pada perpaduan antara

pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang ditunjukkan

dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mencakup

beberapa kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran

yang harus dicapai siswa. Kegiatan pembelajaran diarahkan

untuk membantu siswa mengusai kompetensi-kompetensi agar

tujuan pembelajaran tercapai.

g) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) ini disusun

untuk menjalankan amanah yang tercantum dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan (Muslich 2009:1). Guru memiliki otoritas dalam

mengembangakan kurikulum secara bebas dengan

memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan di sekolah

h) Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 menekankan pengembangan kompetensi

pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik secara

seimbang.

Terdapat empat aspek yang menjadi fokus dalam rencana

implementasi dan keterlaksanaan Kurikulum 2013:

(1) Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar

yang menyangkut metodolgi pembelajaran yang nilainya

pada pelaksanaan uji kompetensi baru mencapai rata-rata

46,66.

(2) Kompetensi akademik dimana guru harus menguasai

metode penyampaian ilmu pengetahuan kepada siswa.

(3) Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak

bertindak asosial kepada siswa dan sederajat lainnya.

(4) Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru

sebagai seorang yang akan digugu dan ditiru siswa.

i) Kurikulum 2013 Edisi Revisi

Menurut Anbarini (2016), Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan telah melakukan perbaikan terhadap Kurikulum

2013. Setiap perbaikan dan pengembangan yang dilakukan

pemerintah terhadap kurikulum dari waktu ke waktu bertujuan

untuk menghasilkan generasi yang memiliki tiga kompetensi,

Beberapa perbaikan yang dilakukan oleh Kemmendikbud

di antaranya:

(1) Penataan Kompetensi Sikap Spiritual dan Sikap Sosial pada

Semua Pelajaran.

Sebelum adanya perbaikan kurikulum, guru setiap mata

pelajaran diberi beban formal untuk melakukan

pembelajaran dan penilaian terhadap kompetensi sikap

spiritual dan sikap sosial siswa. Guru mata pelajaran

Pendidikan Agama-Budi Pekerti dan mata pelajaran PPKn,

pembelajaran sikap spiritual dan sosial dilaksanakan

melalui pembelajaran langsung dan tidak langsung. Selain

kedua guru pengampu mata pelajaran Pendidikan Agama-

Budi Pekerti dan mata pelajaran PPKn, pembelajaran sikap

spiritual dan sosial dilaksanakan melalui pembelajaran

tidak langsung.

(2) Koherensi KI-KD dan penyelarasan dokumen.

Perbaikan dilakukan dengan memperbaiki dokumen

Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), silabus,

serta buku teks pelajaran. Perbaikan tersebut berdasarkan

masukan-masukan yang diberikan masyarakat, seperti guru,

pegiat pendidikan, praktisi, pemerhati pendidikan, serta

(3) Pemberian Ruang Kreatif Kepada Guru dalam

Mengimplementasikan Kurikulum.

Pemberian ruang kreatif itu membuat guru memiliki

otonomi dalam proses pembelajaran sehingga mendorong

pembelajaran yang aktif. Perbaikan itu juga menekankan

bahwa pendekatan saintifik bukan satu-satunya pendekatan

dalam pembelajaran. Guru memiliki keleluasaan dalam

mengembangkan pengalaman belajarnya bagi peserta didik.

(4) Penataan Kompetensi yang Tidak Dibatasi oleh

Pemenggalan Taksonomi Proses Berpikir.

Kompetensi Dasar (KD) pada kurikulum 2013 yang telah

direvisi tidak dibatasi oleh tingkatan taksonomi pada

jenjang pendidikan dasar dan menengah supaya terlihat

bahwa dalam jenjang pendidikan tersebut siswa mampu

membangun kemampuan berpikir tinggi (High Orded

Thinking Skill) dengan berbagai kategori pengetahuan.

e. Implementasi Kurikulum 2013

1) Pengertian Implementasi

Menurut Arifin (2015), Implementasi berasal dari bahasa

Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan.

Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan

Pengertian implementasi juga dikemukakan oleh beberapa ahli,

yaitu:

a) Menurut Cleaves (oleh Wahab 2008;187), secara tegas

menyebutkan bahwa implementasi itu mencakup proses

bergerak menuju tujuan kebijakan dengan cara langkah

administratif dan politik.

b) Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab, 2008: 65)

Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik

oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-

kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada

tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam

keputusan kebijakan.

Secara umum, implementasi adalah suatu yang dijalankan

berdasarkan kebijakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2) Implementasi Standar Proses Pembelajaran

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 mengatur tentang

Standar Proses pada Kurikulum 2013 edisi revisi. Standar Proses

Pendidikan Dasar dan Menengah, selanjutnya disebut Standar Proses

Pembelajaran, merupakan kriteria mengenai pelaksanaan

pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan

dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan.

Peraturan ini menjelaskan bahwa proses Pembelajaran pada

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,

dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu,

setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran,

pelaksanaan proses pembelajaran, pengelolaan kelas dan

laboratorium, penilaian proses dan hasil pembelajaran, serta

pengawasan proses pembelajaran dalam upaya meningkatkan

efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.

Sebelum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses

Pembelajaran ini diberlakukan, standar proses pendidikan di

Indonesia menganut sistematika yang dijelaskan pada Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65

Tahun 2013 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar

dan Menengah. Namun pada saat Peraturan Menteri ini mulai

berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 65 Tahun

2013 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku hal ini dijelaskan

dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses

Seiring dengan diberlakukannya Permendikbud Nomor 22 Tahun

2016 tentang Standar Proses, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi

kemampuan guru dalam mengimplementasikan Permendikbud Nomor 22

tahun 2016 tentang Standar Proses antara lain: (1) Pengalaman Mengajar

Guru, (2) Ketersediaan Sumber Belajar Guru, dan (3) Frekuensi

Mengakses Internet.

Dokumen terkait