• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PELABELAN PRODUK PANGAN DAN PENGATURAN LABEL

B. LABEL SEBAGAI PERWUJUDAN DARI HAK KONSUMEN

dijualnya. Sehingga konsumen benar-benar mengetahui bahan-bahan apa saja yang digunakan, termasuk perisa yang ditambahkan pada produk yang akan dikonsumsinya. Pelabelan yang benar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan membantu terciptanya perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab, dimana semua pihak akan memperoleh informasi yang benar mengenai suatu produk. Sehingga akan memudahkan dalam pengawasan keamanan pangan dan melindungi konsumen dari terciptanya persepsi yang salah.

B. Label Sebagai Perwujudan Dari Hak Konsumen Mendapatkan Informasi

Setiap produk pangan yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai dengan informasi yang benar. Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang keliru atas produk barang dan/atau jasa. Informasi ini dapat disampaikan dengan berbagai cara, seperti lisan kepada konsumen, melalui iklan berbagai media atau mencantumkannya dalam atau diluar kemasan produk pangan (label pangan).79

Label pangan penting diketahui sebagai informasi yang sesungguhnya, terutama mengenai substansi dan standar pemakaian yang dilabelkan. Label ini merupakan media komunikasi antara pelaku usaha dengan konsumennya. Komunikasi harus dilakukan untuk menyampaikan informasi yang benar, jelas dan jujur. Hal ini berarti bahwa tidak boleh ada informasi yang menjadi hak konsumen ditutup-tutupi.80

79

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit., hal.34.

80

Akan tetapi dalam praktiknya, standar pelabelan produk pangan seringkali dilanggar oleh pelaku usaha. Akibatnya, banyak konsumen yang menderita kerugian hingga menjadi korban yang menghilangkan nyawa konsumen yang mengkonsumsi produk pangan tersebut. Kendatipun para konsumen ada yang memprotesnya secara terang-terangan, tetapi lebih banyak yang berdiam diri dan tetap menjadi silent victim.

Di dalam Pasal 2 PP No. 69 Tahun 1999 mengenai Label Pangan secara umum ditentukan bahwa:

1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemas pangan.

2) Pencantuman label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca.

Kemudian pada Pasal 3 dari PP No. 69 Tahun 1999 tersebut ditentukan mengenai standar isi dari label pangan bahwa:

1) Label sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan.

2) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya: a. Nama produk;

b. Daftar bahan yang digunakan; c. Berat bersih atau isi bersih;

d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia;

e. Tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa.

Banyak khalayak umum (konsumen) yang menganggap label adalah merek. Masyarakat kurang dapat membedakan label dengan merek. Dengan adanya ketentuan dari Pasal-Pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa label

berbeda dengan merek. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, menentukan bahwa yang dimaksud dengan “Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”. Merek memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain.81

Ditinjau dari fungsinya, merek berfungsi sebagai tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi seseorang/beberapa orang atau badan hukum lain, sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya serta sebagai jaminan atas mutu barangnya.82

1) Nama (brand name): Aqua, Rinso, LG, Samsung, Acer, Windows, Gucci, Versace, Calvin Klein (Ck), Sony, dan sebagainya.

Merek yang kuat ditandai dengan dikenalnya suatu merek dalam masyarakat, asosiasi merek yang tinggi pada suatu produk, persepsi positif dari pasar dan kesetiaan konsumen memakai merek yang tinggi. Merek dapat diperjelas ke dalam 3 (tiga) hal berikut:

2) Simbol (mark): gambar beruang pada susu Bear Brand, gambar kereta kuda pada California Fried Chicken (cfc), gambar orang tua berjenggot pada brand orang tua (ot) dan Tango, simbol bulatan hijau pada Sony Ericsson, simbol sayap pada motor Honda, dan masih banyak contoh-contoh lainnya yang dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Karakter Dagang (trade character): si domar pada Indomaret, burung dan

kucing pada produk makanan Gery, dan sebagainya.

81

Rachmad Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual : Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal.48.

82

Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal.89.

Dari ketiga hal ini, telah jelas bahwa label dan merek sangat berbeda. Merek lebih difungsikan sebagai tanda pengenal, pembeda, alat promosi suatu produk, sedangkan label sebagai sumber informasi yang lebih lengkap bagi konsumen karena di dalamnya termuat representasi, peringatan, maupun instruksi dari suatu produk.

Informasi sebagai pengertian merupakan stimulasi yang secara konsisten menggerakkan perilaku (behavior) antara si pengirim dan penerima informasi. Vincent Gaspersz menyatakan bahwa informasi adalah data yang telah diolah menjadi suatu yang berguna bagi si penerima dan mempunyai nilai yang nyata atau yang dapat dirasakan dalam keputusan-keputusan yang sekarang dan keputusan-keputusan yang akan datang.

Pada dasarnya informasi merupakan data yang penting yang dapat memberikan pengetahuan yang berguna dan bermanfaat. Suatu informasi tersebut berguna atau tidak tergantung kepada:

− Tujuan Si Penerima Informasi : apabila informasi itu tujuannya untuk memberi bantuan, maka informasi itu harus membantu si penerima dalam apa yang ia usahakan untuk memperolehnya.

− Ketelitian penyampaian dan pengolahan data : dalam menyampaikan dan mengolah data, inti pentingnya informasi harus dipertahankan. Jadi, dengan informasi tersebut orang akan memperoleh keterangan yang jelas mengenai sesuatu hal.

Bagi konsumen, informasi tentang barang dan/atau jasa merupakan kebutuhan pokok, sebelum menggunakan sumber dananya (gaji, upah, honor atau apapun nama lainnya) untuk mengadakan transaksi konsumen tentang barang dan/atau jasa tersebut. Dengan transaksi konsumen dimaksudkan diadakannya hubungan hukum (jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan sebagainya) tentang produk konsumen dengan pelaku usaha itu.

Informasi-informasi tersebut meliputi tentang ketersediaan barang dan/atau jasa yang dibutuhkan masyarakat konsumen, tentang kualitas produk, keamanannya, harga, tentang persyaratan dan/atau cara memperolehnya, terutama jaminan atau garansi produk, persediaan suku cadang, tersedianya pelayanan jasa purna jual, dan lain-lain yang berkaitan dengan itu.

Diantara berbagai informasi tentang barang dan/atau jasa konsumen yang diperlukan konsumen, yang paling berpengaruh pada saat ini adalah informasi yang bersumber dari kalangan pelaku usaha. Terutama dalam bentuk iklan dan label, tanpa mengurangi pengaruh dari berbagai bentuk informasi pengusaha lainnya.83

Adapun label merupakan informasi yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Permendag No.22/M-DAG/PER/5/2010 tentang Kewajiban Label pada Barang.

Informasi dapat memberikan dampak signifikan untuk meningkatkan efisiensi dari konsumen dalam memilih produk serta meningkatkan kesetiaannya terhadap produk tertentu, sehingga akan memberikan keuntungan bagi perusahaan yang memenuhi kebutuhannya.84

Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapat berupa representasi, peringatan, maupun yang berupa instruksi.

Ketiadaan informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat informasi) yang akan sangat merugikan konsumen.

85

Diperlukan representasi yang benar terhadap suatu produk, karena salah satu penyebab terjadinya kerugian terhadap konsumen adalah terjadinya

83

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit., hal.71.

84 Ibid. 85

representasi terhadap produk tertentu. Kerugian yang dialami oleh konsumen di Indonesia dalam kaitannya dengan mis-representasi banyak sekali disebabkan karena tergiur oleh iklan-iklan atau brosur-brosur produk tertentu, sedangkan iklan atau brosur tersebut tidak selamanya memuat informasi yang benar karena pada umumnya hanya menonjolkan kelebihan produk yang dipromosikan, sebaliknya kelemahan produk tersebut ditutupi.86

Informasi yang diperoleh konsumen melalui brosur tersebut dapat menjadi alat bukti yang dipertimbangkan oleh Hakim dalam gugatan konsumen terhadap produsen. Bahkan tindakan produsen yang berupa penyampaian informasi melalui brosur-brosur secara tidak benar yang merugikan konsumen tersebut, dikategorikan sebagai wanprestasi. Karena brosur dikategorikan sebagai penawaran dan janji-janji yang bersifat perjanjian, sehingga isi brosur tersebut dianggap diperjanjikan dalam ikatan jual-beli meskipun tidak dinyatakan secara tegas.

Pertimbangkan hakim yang menggolongkan perbuatan produsen sebagai wanprestasi diatas, dapat diartikan bahwa brosur yang dikeluarkan oleh produsen merupakan bagian dari perjanjian, sehingga sebagai konsekuensinya, yang dapat menuntut ganti kerugian hanya pihak yang terikat perjanjian dengan pelaku usaha. Pembebanan tanggung gugat/tanggung jawab terhadap produsen yang merepresentasikan suatu produk secara tidak benar, baik dengan alasan wanprestasi maupun dengan alasan perbuatan melanggar hukum, merupakan suatu sarana yang dapat memberikan perlindungan kepada konsumen, karena dengan adanya pertanggungjawaban/pertanggunggugatan tersebut dapat membuat produsen lebih berhati-hati dalam merepresentasikan suatu produk tertentu, sehingga konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar terhadap suatu produk.

Representasi suatu produk dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur dalam Bab IV mengenai perbuatan yang dilarang

86

bagi pelaku usaha. Salah satu larangan yang berkaitan dengan representasi tersebut terlihat dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) f dan Pasal 9 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999. Disamping larangan tersebut masih banyak larangan bagi pelaku usaha dalam menawarkan barangnya kepada konsumen, namun secara garis besar, kesemuanya adalah mengenai kualitas/kondisi, harga, kegunaan, jaminan atas barang tersebut, serta pemberian hadiah kepada pembeli.

Berdasarkan berbagai ketentuan yang berkaitan dengan representasi produk dalam UU No. 8 Tahun 1999, jika tidak terpenuhinya ketentuan tersebut oleh produsen yang merugikan konsumen, maka produsen dapat dituntut berdasarkan perbuatan melanggar hukum. Itu artinya, konsumen tidak harus terikat dengan perjanjian dengan pelaku usaha dalam menggugat pelaku usaha. Oleh karena itu, ketentuan dalam UU No. 8 Tahun 1999 memberikan perlindungan hukum kepada pihak ketiga yang tidak terikat dengan pelaku usaha sebagaimana halnya dalam ketentuan Section 402 B Rest 2d of Tort.87

Peringatan juga sama pentingnya dengan instruksi penggunaan suatu produk yang merupakan informasi penting bagi konsumen, walaupun keduanya memiliki fungsi yang berbeda yaitu instruksi terutama telah diperhitungkan untuk menjamin efisiensi penggunaan produk konsumen, sedangkan peringatan digunakan untuk menjamin keamanan penggunaan produk tersebut. Peringatan yang juga bagian dari pemberian informasi kepada konsumen adalah bagian pelengkap dari proses produksi. Peringatan yang diberikan kepada konsumen memegang peranan penting dalam kaitannya dengan keamanan penggunaan suatu produk.88

87

Anak Agung Ayu Diah Indrawati, Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Pelabelan Produk Pangan, Tesis untuk Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, 2011, hal.102.

Dengan demikian produsen (pabrikan) yang memproduksi produk tersebut wajib menyampaikan peringatan kepada konsumen. Dalam hal ini berarti tugas produsen tidak berakhir hanya dengan menempatkan suatu produk dalam pasar.

88

Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi & Keterkaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal.73.

Suatu produk pangan konsumen yang dibawa ke pasaran tanpa petunjuk cara pemakaian/petunjuk penggunaan dan peringatan yang sangat kurang/tidak memadai menyebabkan suatu produk dikategorikan sebagai produk yang cacat instruksi. Hal ini berlaku bagi peringatan yang sederhana, misalnya saja “simpan ditempat yang sejuk dan hindarkan dari jangkauan anak-anak” dan berlaku juga terhadap peringatan mengenai efek samping setelah pemakaian suatu produk tertentu. Peringatan tersebut maupun petunjuk-petunjuk penggunaannya harus disesuaikan dengan sifat produk dan kelompok pemakai produk.

Kelalaian dalam menyampaikan peringatan terhadap konsumen dalam produk memungkinkan timbulnya bahaya tertentu dan akan menimbulkan tanggung gugat bagi produsen, karena secara hukum produk tersebut dikategorikan sebagai produk cacat instruksi yang telah membahayakan konsumennya. Pembebanan tanggung gugat yang demikian hanya akan dibebankan kepada produsen manakala produsen tersebut mengetahui adanya kecenderungan bahaya pemakaian produk tersebut.

Permasalahan yang sering timbul ialah bahwa produsen telah menyampaikan petunjuk penggunaan dan peringatan secara jelas pada label suatu produk tetapi konsumen yang tidak membaca instruksi produk tersebut dengan jelas ataupun instruksi tersebut tidak mengundang perhatian konsumen untuk dibacanya. Akan tetapi, jika produsen tidak menggunakan cara yang wajar dan efektif dalam menyampaikan instruksi tersebut yang menyebabkan konsumen tidak membacanya, maka hal itu tidak menghalangi pemberian ganti rugi kepada konsumen yang telah dirugikan.

Instruksi juga ditujukan untuk menjamin efisiensi penggunaan produk juga penting untuk mencegah timbulnya kerugian bagi konsumen. Pencantuman informasi bagi konsumen berupa instruksi suatu produk juga merupakan kewajiban produsen/pelaku usaha agar produknya tidak dianggap cacat karena ketiadaan informasi. Begitu juga dengan konsumen wajib membaca atau

mengikuti petunjuk/prosedur pemakaian dan peringatan atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan dari konsumen sendiri.

Hak untuk mendapatkan informasi adalah salah satu hak konsumen yang paling mendasar. Melalui informasi yang benar dan lengkap inilah konsumen dapat menentukan/memilih produk pangan yang sesuai dengan kebutuhannya. Memberikan informasi yang salah, menyesatkan dan tidak jujur melalui label adalah melanggar hak konsumen. Melanggar hak orang lain berarti pula melakukan perbuatan melanggar hukum. Oleh karena itu, memberikan informasi yang benar mengenai produk berarti membantu konsumen menentukan pilihannya secara benar dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhannya. Ini berarti juga memberikan kesempatan kepada konsumen mempergunakan haknya yang lain, yakni hak untuk memilih.

Sebaiknya produsen tidak mengharapkan konsumen memilih produknya karena praktis, khilaf/sesat, tetapi cerminan dari keinginan dan kesesuaian dengan kebutuhannya. Dengan demikian, kebanggaan bagi produsen jika produk pangannya benar-benar diminati dan dibutuhkan oleh masyarakat banyak. Atas dasar inilah produsen menyusun kebijakan/strategi pengembangan melalui usahanya. Dengan demikian, memberi informasi yang benar melalui label adalah kebutuhan bersama antara konsumen dan produsen karena akan memberi keuntungan kepada produsen dan konsumen. UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Dokumen terkait