• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Luas Lahan yang dimiliki (dikuasai) / dikerjakan : No Jenis Lahan Digarap sendiri/

Orang lain

Status Lahan *

Luas (ha) Perbandingan bagi hasil Taksiran Nilai (Rp) Biaya Sewa Lahan (Rp) 1 Sawah (……%……%) 2 Tegalan (……%……%) 3 Kolam (……%……%) 4 Jumlah

* Ket : Pemilik Penggarap, Penyakap (Bagi Hasil), Penyewa 2. Penggunaan Tenaga Kerja

No Kegiatan Lama Waktu Jumlah Tenaga Kerja Total

TKDK TKLK UPAH BIAYA SEWA

L P L P L P Traktor Ternak 1. Persiapan Lahan 1. Pembersihan Lahan 2. Pengolahan Lahan 2. Persemaian 1. Pembuatan bedengan 2. Pemupukan 3. Penyemprotan 3. Penanaman 4. Pemeliharaan 1. Penyiapan 2. Pemupukan 1 3. Pemupukan 2 4. Pemupukan 3 5. Penyemprotan 1 6. Penyemprotan 2 7. Penyemprotan 3 5. Pemanenan 1. Panen 2. Pengangkutan Total

C. Biaya Inventarisasi dan Aset yang Digunakan Dalam Usahatani Padi 1. Sarana produksi pertanian :

Jenis Aset dan Investasi Jumlah yang dimiliki Jumlah yang disewakan Harga Beli (Rp/buah) Harga Sewa (Rp/buah/musim) Umur teknis (Tahun) Nilai Sekarang (Rp) Alat-alat 1. Cangkul 2. Kored 3. Sabit/Arit 4. Golok 5. Linggis 6. Sprayer 7. Traktor 8. Caplakan 9. Sorongan 10. Ember

D. Pengeluaran Usahatani Padi

1. Penggunaan Sarana Produksi (satu musim / masa tanam...) Jenis Sarana Produksi Harga (Rp/satuan) Jumlah (Satuan)

Jumlah Nilai (Rp) Asal Pembelian * Sistem Pembayaran ** 1. Benih/Bibit Padi a. Membeli b. Produksi sendiri 2. Pupuk Buatan a. Pupuk Kandang b. Pupuk Kompos c. Pupuk Jerami d. Bokashi e. f. g. 3. Pupuk Kimia a. Urea b. NPK c. TSP d. KCL e. f. 4. Obat-obatan a. Padat 1. 2.

3. b. Cair 1. 2. 3. Jumlah

Cat : Penggunaan sarana produksi ini hanya yang dibeli, harga satuan sarana produksi diperhitungkan pada tingkat usahatani / petani.

Ket :

* Asal pembelian : Kios saprotan desa, Kios saprotan kecamatan, Pabrik saprotan,KUD/Koperasi, dll

** Sistem pembayaran : Tunai, Kredit, dll

2. Pengeluaran Umum Usahatani (masa tanam...)

No Jenis Jumlah Nilai (Rp) Keterangan Satuan

1 Ipeda Lahan (PBB) 2 Iuran Pengairan

3 Iuran wajib lainnya (Listrik) 4 Zakat Produksi

5 Perbaikan Lahan 6 Upah buruh umum

7 Pembayaran bunga pinjaman 8 Sewa traktor 9 Sewa ternak 10 11 12 13 TOTAL E. PENDAPATAN USAHATANI PADI

1. Produksi dan Penggunaannya ( Masa Tanam ...)

Jenis Produk Jumlah (Satuan) Dikonsumsi Keluarga Dipakai dalam Usahatani

Dijual Yang Dibayarkan

Jumlah Jumlah Nilai (Rp)

Jumlah Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Jumlah Nilai (Rp) 1. Padi 2. Tanaman Lain a. b. c. 3. Hewan Ternak a.

b. c. Total

Cat : Produk adalah yang dihasilkan oleh petani, /hitungan nilai produk didasarkan pada harga-harga yang berlaku di tingkat petani.

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian semakin penting karena sebagai penyedia bahan pangan bagi masyarakat. Sekarang ini masyarakat sedang dihadapkan pada banyaknya pemakaian bahan kimia di setiap produk pangan. Semakin banyaknya informasi tentang dampak negatif yang diakibatkan dari bahan kimia maka masyarakat mengubah pola konsumsi ke produk makanan yang lebih sehat. Pemerintah beserta petani juga semakin sadar untuk menuju pertanian sehat yang ramah terhadap lingkungan. Program yang dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (BP2HP) telah menyusun agenda nasional Pengembangan Pertanian Organik dengan jargon “Go Organic 2010”. Program go organic disosialisasikan tahun 2001 dan mulai diregulasikan pada tahun selanjutnya. Diharapkan Indonesia pada tahun 2010 ini dapat menjadi salah satu produsen dan pengekspor pangan organik utama dunia1.

Sebagai negara yang dianugerahi kekayaan keanekaragaman hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari sepanjang tahun, suplai air melimpah dan kesuburan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, maka Indonesia punya modal dasar yang luar biasa besarnya yang diperlukan untuk mengembangkan pertanian organik. Karena itu diperlukan upaya percepatan transformasi keunggulan komparatif ini menjadi keunggulan kompetitif agar peluang pasar tersebut dapat benar-benar direbut untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Keunggulan itu harus ditopang dengan luas panen yang dihasilkan dari areal sawah padi sehingga peningkatan produktivitas padi dapat memberikan hasil yang maksimal.

Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hubungan antara pola makan dengan kesehatan, menjadikan permintaan beras organik terus mengalami kenaikan. Hal ini membuka peluang hingga saat ini masih menjanjikan. Pada tahun 2005, dengan pertumbuhan sekitar 22 persen pertahunnya, pasar beras organik di Indonesia mencapai Rp 28 milyar. Sementara itu volume produksi       

1

4 Tahun Go Organic 2010. Ditjen BPPHP. Departemen Pertanian. http://pphp.deptan.go.id/Pustaka/BabI&II_4thGO.pdf [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

beras organik meningkat dari 1.180 ton di tahun 2001 menjadi hampir 11.000 ton di tahun 2004. Beras organik tersebut sebagian besar dipasarkan di hipermarket dan supermarket tertentu di kota-kota di Indonesia2. Peningkatan produksi ini harus dipertahankan dan lebih ditingkatkan untuk menciptakan stabilitas pangan bagi rumah tangga dan nasional, sehingga keingginan sebagai produsen beras dan pengekspor beras dapat segera diwujudkan.

Perkembangan pasar organik di Indonesia mengalami tren kenaikan menurut laporan Surono dalam Saragih (2008), permintaan akan produk pertanian organik tumbuh sangat pesat. Pada tahun 2006 pertumbuhan permintaan domestik mencapai 600 persen disbanding tahun sebelumnya. Penjualan produk organik melalui supermarket di Jerman mencapai angka 40 persen, di Amerika Serikat mencapai 49 persen, di Argentina dan Inggris mencapai 80 persen, dan di Denmark sebanyak 85 persen.

Beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin bertambah banyak dengan tingkat konsumsi beras 139 kg/kapita/tahun, tingginya konsumsi beras dibandingkan negara lainnya di Asia seperti Jepang hanya 60 kilogram dan Malaysia 80 kg/kapita/tahun, mengakibatkan permintaan beras di dalam negeri tinggi dan tidak seimbang dengan ketersediaan3. Populasi penduduk Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan akan mencapai angka 290 juta penduduk, hal ini akan berimplikasi terhadap peningkatan permintaan beras mencapai 40 juta ton4.(Lampiran 1)

Peningkatan permintaan beras yang tinggi harus diimbangi oleh ketersediaan beras dalam jumlah yang besar. Ketersediaan beras yang tercukupi akan menciptakan ketahanan pangan bagi rumah tangga dan nasional. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang- Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang dirumuskan sebagai usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang       

2

Pasar beras organik mencapai Rp. 28 miliyar. www.euromonitor.com [Diakses Tanggal 28 Desember 2009] 

3

Konsumsi Beras Nasional 139 Kg/Kapita - Indonesia. www.endonesia.com [Diakses Tanggal 1 Desember 2009]

4

Departemen Pertanian. 2007. Perkembangan produksi pertanian. http://database.deptan.go.id/bdspweb/f4-free-frame.asp. [Diakses Tanggal 1 Desember 2009]

cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu5. Tingkat konsumsi dan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat membuat pemerintah dan petani harus bekerja ekstra keras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan beras. Pemerintah harus membuat kebijakan dan terobosan program yang mendukung petani untuk menciptakan ketersediaan pangan yang layak konsumsi, sehat dan ramah lingkungan.

1.2. Perumusan Masalah

Keadaan saat sekarang ini mengharuskan pemerintah dan swasta yang bergerak pada bidang pertanian bisa memilih menjadi produsen padi organik ataupun yang mengarah ke tujuan pertanian organik. Pertanian organik merupakan teknik budidaya yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan masukan pupuk kimia dan pestisida kimia sintesis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Peralihan antara pertanian non organik menjadi organik disebut dengan pertanian semi organik.

Budidaya padi sehat yang mengarah pada pertanian organik juga terlihat pada proses produksi yang dilakukan oleh petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Silih Asih. Luas areal tanam padi sehat hingga tahun 2009 mencapai 80 hektar. Usahatani yang dilakukan disesuaikan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berstandar pada pertanian padi sehat. SOP ini mengacu pada input yang digunakan dalam sarana tani untuk pengendalian dan pencegahan hama penyakit melalui pestisida nabati. Padi sehat merupakan teknologi budidaya pertanian yang menggunakan pupuk kimia dalam proses produksi namun penggunaan pestisida kimia digantikan dengan pestisida nabati. Untuk pupuk kimia sendiri penggunaan dalam proses produksi dikurangi secara bertahap sampai nantinya tidak tergantung pada pupuk kimia tetapi digantikan dengan pupuk kompos yang dibuat sendiri oleh petani melalui dari bahan pupuk kandang, jerami dan bahan pengurai yang mempercepat pembusukan.

       5

Krisnamurthi, Bayu. 2003. Penganeka-Ragaman Pangan : Pengalaman 40 Tahun dan Tantangan Kedepan. Artikel Th. II No. 7. www.ekonomirakyat.org [Diakses Tanggal 1 Desember 2009]

Usahatani yang terletak di Desa Ciburuy ini memiliki sebelas kelompok, enam diantaranya fokus terhadap produksi padi sehat dan lainnya fokus pada tanaman perkebunan, peternakan, dan perikanan. Rata-rata petani dapat menghasilkan padi 4 sampai 7 ton per hektar. Tabel 1 menunjukkan deskripsi sederhana kelompok tani yang menghasilkan padi.

Tabel 1. Deskripsi Gabungan Kelompok Tani Silih Asih di Desa Ciburuy

Nama Jumlah Anggota Luas Lahan (ha) Rata-rata produksi (ton/tahun GKP) Silih Asih I 23 11.7 204.3 Silih Asih II 21 15.9 262.3 Manunggal Jaya 15 14 168 Saung Kuring 10 13.5 230.8 Tunas Inti 16 7.1 106.5 Lisung Kiwari 39 16.8 282.2

Sumber : Gapoktan Silih Asih 2009

Sejak tahun 2002 petani telah melakukan proses produksi padi secara sehat. Peralihan produksi non organik menjadi organik pada petani terjadi bertepatan dengan berdirinya Gapoktan Silih Asih. Proses pertanian semi organik ini didukung oleh lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pertanian. Lembaga tersebut antara lain: Lembaga Pertanian Sehat, Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan. Manfaat yang diberikan dari beberapa lembaga tersebut berupa pendanaan, pemasaran produk, pelatihan, informasi, dan pengembangan teknologi pertanian.

Usahatani padi sangat dipengaruhi oleh kondisi alam Indonesia yang memiliki iklim tropis. Situasi ini memberi dampak yang sangat berpengaruh pada penurunan dan kegagalan panen dalam produksi padi. Kondisi lahan yang kekeringan dapat menyebabkan petani gagal memanen hasil pertaniannya. Seperti dampak kemarau panjang akibat fenomena iklim, dimana musim kemarau yang lebih panjang telah mengakibatkan kerugian bagi petani karena tidak cukupnya ketersediaan air. Air yang dibutuhkan tanaman pada saat ini tidak terpenuhi untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan padi. Fluktuasi produktivitas padi sehat yang terjadi di Desa Ciburuy karena iklim kemarau yang terjadi pada bulan-bulan tersebut.

Pola tanam padi sehat yang dilakukan petani tidak diselingi dengan tanaman lain pada saat musim kemarau sehingga hama dan penyakit tanaman mudah datang. Hal ini memicu perkembangan hama dan penyakit yang dapat menimbulkan kerugian bagi petani. Penyakit yang sering menyebabkan kerugian bagi petani adalah tungro dan kresek.. Hama yang kerap menyerang padi di Desa Ciburuy adalah kupu-kupu putih, walang sangit, dan keong mas.

Indikasi produksi dan pendapatan usahatani, yang kemudian menyebabkan perlunya suatu manajemen dalam menghadapi kerugian yang akan ditimbulkan. Diperlukan suatu usaha-usaha dalam mewujudkan sistem pertanian alternatif yang ramah lingkungan ini, maka hal ini menunjukkan adanya perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan sistem pertanian tersebut. Mengacu pada perumusan masalah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dapat diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana langkah-langkah sistem usahatani padi sehat yang diterapkan oleh para petani Desa Ciburuy ?

2. Bagaimana tingkat pendapatan petani padi sehat di Desa Ciburuy jika dibandingkan dengan pendapatan petani padi konvensional setempat ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis dan mempelajari langkah-langkah usahatani padi sehat. 2. Untuk menganalisis tingkat pendapatan petani yang menerapkan usahatani

padi sehat yang dibandingkan dengan pendapatan petani padi anorganik atau konvensional.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

1. Sebagai masukan bagi petani agar lebih teliti dalam melakukan usahatani sehingga yang menjadi tujuan dapat tercapai.

2. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan agar dapat menuangkan kebijakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. 3. Sebagai bahan referensi dan literatur bagi penelitian selanjutnya.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertanian Berkelanjutan (Sustainable Agriculture)

Sistem pertanian ini mementingkan keberlanjutan berlangsungnya pola usahatani pada masa yang akan datang. Pertanian berkelanjutan sebagai pengelolaan sumberdaya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam. Dengan memperhatikan input-input pertanian yang ramah lingkungan menurut Reijntjes, et al 2004.

Konsep model dari pertanian berkelanjutan terus berkembang saat ini. Menurut Fahmi, dkk (2004) penerapan konsep tersebut agar berkembang dan berbagai variasi sebutan seperti pertanian selaras alam, pertanian ramah lingkungan, pertanian pengendalian hama dan penyakit terpadu, pertanian organik dan berbagai sebutan lainnya. Gagasan pertanian berkelanjutan sendiri dikembangkan dalam rangka membangun kembali sistem pertanian yang mampu menjaga, memelihara dan melindungi keberlanjutan alam serta dalam rangka menegakkan kembali kedaulatan petani yang telah dihancurkan oleh pertanian modern (revolusi hijau). Reijntjes, et al (2004) menambahkan ada dua kekeliruan penilaian yang telah dilakukan sebelum pengenalan revolusi hijau sebagai berikut: 1. Tidak terduganya peningkatan harga pupuk kimia dan bahan baku minyak serta penurunan harga-harga di pasar dunia internasional sebagai akibat produksi biji-bijian yang berlebihan. Perubahan ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi ditingkat konsumen, sementara harga ditingkat produsen lebih rendah. Sehingga yang diuntungkan adalah ditingkat supplier pupuk buatan dan bahan bakar minyak.

2. Tidak terduganya ketergantungan yang semakin meningkat terhadap pestisida dan pupuk buatan. Input tersebut telah mencemari sungai dan air tanah dalam tingkat yang membahayakan.

Sistem pertanian semakin berkembang dan modern dari waktu ke waktu, perubahan ini menandakan sesuatu yang mengarah pada teknologi biologis dalam mempertahankan alam sebagai ekosistem yang harus selalu dijaga. Teknologi memerlukan suatu input baik dari luar maupun dari dalam suatu sistem itu sendiri.

Dengan input tersebut suatu sistem teknologi dapat bergerak untuk mendorong dan meningkatkan kesejahteraan manusia sebagai penggerak sekaligus manager dalam siklus konsep sistem. Manajemen dalam input harus dikelola dengan baik sehingga apa yang menjadi masukan dapat mengeluarkan hasil yang optimal dan maksimal. Ada dua pengelolaan input yang menandakan sistem pertanian tersebut:

1. High External Input Agriculture (HEIA)

HEIA merupakan sistem pertanian modern yang menggunakan input anorganik dengan jumlah atau sistem pertanian konvensional. Sistem ini mengkonsumsi sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi dan posfat dalam tingkat yang membahayakan. Sistem pertanian ini berorientasi pada pasar dan membutuhkan modal besar (Rejntjes, et al, 2004) 2. Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA)

Sistem pertanian LEISA adalah pertanian yang telah memperhatikan lingkungan dalam penggunaan input. Meskipun demikian, sistem pertanian ini tetap memanfaatkan teknologi modern, termasuk menggunakan benih hibrida berlabel, melaksanakan konservasi tanah dan air, serta pengolahan tanah yang berasaskan konservasi (Sutanto, 2006). Sebagian besar input usahatani yang dimanfaatkan berasal dari lahan, desa, wilayah atau negara sendiri dan diupayakan tindakan yang tepat untuk menjamin dan menjaga keberlanjutan. Penerapan pertanian LEISA di beberapa daerah telah dilakukan pemerintah dengan cara mengurangi penggunaan input anorganik seperti urea, TSP dan KCL serta menambahkan bahan organik ke areal usahatani. Hasil produksi yang diperoleh dapat melebihi produksi pertanian modern. Pertanian padi ramah lingkungan metode budidaya padi sehat yang menjadi objek penelitian termasuk dalam konsep pertanian LEISA.

2.2. Pertanian Organik (Organic Agriculture)

Pertanian organik di definisikan sebagai “sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan”. Lebih lanjut IFOAM (International

Federation of Organik Agriculture Movements) menjelaskan pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversity, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi. Dalam hal ini penggunaan GMOs (Genetically Modified Organisme) tidak diperbolehkan dalam setiap tahapan pertanian organik mulai produksi hingga pasca panen6.

Padi organik adalah padi yang disahkan oleh sebuah badan independen, untuk ditanam dan diolah menurut standar ‘organik’ yang ditetapkan. Belum ada satu definisi pun untuk organik, kebanyakan definisi memiliki elemen umum. Misalnya, organik sebagaimana digunakan pada kebanyakan tanaman sawah yang umumnya berarti bahwa:

1. Tidak ada pestisida dan pupuk dari bahan kimia sintetis atau buatan yang telah digunakan.

2. Kesuburan tanah dipelihara melalui proses “alami” seperti penanaman tumbuhan penutup dan/atau penggunaan pupuk kandang yang dikompos dan limbah tumbuhan.

3. Tanaman dirotasikan di sawah untuk menghindari penanaman tanaman yang sama dari tahun ke tahun di sawah yang sama.

4. Pergantian bentuk-bentuk bukan-kimia dari pengendalian hama digunakan untuk mengendalikan serangga, penyakit dan gulma, misalnya serangga yang bermanfaat untuk memangsa hama, jerami setengah busuk untuk menekan gulma, dan lain-lain.

Pertanian organik menurut FAO (Food Association Organization) (1999), adalah suatu system manajemen yang holistic dalam mempromosikan dan meningkatkan pendekatan system pertanian ber-wawasan kesehatan lingkungan, termasuk biodiversitas, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Dalam pengertian ini ditekankan pada preferensi penerapan input of farm dalam manajemen dengan memperhatikan kondisi regional yang sesuai.

       6

http://klipingut.wordpress.com/2007/12/16/mungkinkah-pertanian-organik-di-indonesia/ [Diakses Tanggal 28 Desember 2009]

2.2. Pertanian Konvensional

Sistem pertanian tradisional, meskipun akrab lingkungan tetapi tidak mampu mengimbangi laju kebutuhan pangan dan sandang yang meningkat lebih tajam dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak temuan baru yang menggeser sistem tradisional menjadi sistem pertanian konvensional.

Sistem pertanian konvensional telah terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara global, khususnya di bidang pertanian. Dibalik keberhasilan tersebut, sistem pertanian konvensional tidak terlepas dari resiko dampak negatif. Menurut Schaller (1993) dalam Winangun (2005) menyebutkan beberapa dampak negatif dari sistem pertanian konvensional, yaitu sebagai berikut:

1. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia sintesis dan sedimen.

2. Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan.

3. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia sintesis tersebut pada mutu dan kesehatan pangan.

4. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture).

5. Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu, dan jasad berguna lainnya.

6. Peningkatan daya tahan organisme pengganggu terhadap pestisida.

7. Peningkatan daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik.

8. Ketergantungan yang semakin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbaharui (non renewable nature resources).

9. Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian.

2.3. Beras

Padi merupakan tanaman yang tumbuh di areal sawah, beras yang dihasilkan dari tanaman padi (Orzya sativa Sp) merupakan tanaman pangan yang dikonsumsi 90 persen penduduk Indonesia. Beras memiliki nilai gizi yang tinggi dan merupakan sumber energi dan protein bagi tubuh. Nilai gizi yang terkandung pada beras sangat di butuhkan karena tubuh memerlukan energi dan protein.

Pengembangan komoditi beras merupakan sektor strategis yang sangat penting untuk kelangsungan rumah tangga petani dan tingkat nasional. Sebagian besar penduduk Indonesia adalah petani yang mengusahakan sawah untuk ditanami padi. Program diversifikasi pangan sudah dilakukan untuk penggantian alternatif konsumsi beras ke tanaman pangan lainnya, tetapi tingkat konsumsi beras rumah tangga tiap tahun meningkat. Ketahanan pangan di sektor ini harus segera diwujudkan untuk menciptakan tingkat stabilitas nasional dan mengatasi krisis pangan yang bisa terjadi setiap saat.

2.5. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai usahatani padi ramah lingkungan merupakan penelitian lanjutan mengenai komoditas padi. Penelitian mengenai komoditas ini telah banyak dilakukan, antara lain penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani, analisis tataniaga padi, namun penelitian mengenai padi sehat masih terbatas. Berikut ini akan dikemukakan beberapa penelitian terdahulu mengenai komoditas padi.

2.5.1. Analisis Usahatani Padi

Rohmani (2000) menganalisis sistem usahatani padi organik. Perhitungan produktivitas menunjukkan bahwa produktivitas usahatani padi yang dilaksanakan secara organik lebih rendah bila dibandingkan padi yang dibudidayakan secara anorganik. Produktivitas padi yang diperoleh petani organik pemilik penggarap untuk Masa Tanam 1999/2000 adalah 4,79 ton per hektar dan penyakap sebesar 4,75 ton per hektar. Sedangkan produktivitas padi yang dibudidayakan secara anorganik/konvensional oleh petani lebih besar, untuk pemilik penggarap adalah 5,74 ton per hektar dan penyakap 5,71 ton per hektar.

Hasil pendapatan usahatani organik menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh petani organik lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh petani anorganik/konvensional pada masa tanam sama untuk karakteristik petani yang sama. Analisis kepekaan (sensitivity analysis) menunjukkan bahwa usahatani padi yang dilaksanakan secara organik tetap layak (nilai R/C lebih besar dari satu) bila harga pupuk kandang naik dari Rp 7500 per sak menjadi Rp 14000 per sak; demikian pula bila harga jual beras organik turun dari Rp 2400 per kg menjadi Rp 1500/kg. Bila harga pupuk kandang naik dan harga jual beras turun secara bersamaan seperti di atas, usahatani padi organik pemilik penggarap masih layak, tetapi tidak untuk penyakap.

Nainggolan (2001) melakukan penelitian analisis usahatani padi organik dan anorganik di Kabupaten Karawang. Berdasarkan analisis pendapatan kotor dan pendapatan bersih petani organik lebih besar dibandingkan dengan petani anorganik. Jumlah produksi padi yang dihasilkan petani organik lebih besar daripada petani anorganik. Rata-rata produksi padi yang dihasilkan petani organik sebesar 4,9 ton per hektar, petani organik penggarap 5,1 ton per hektar. Sedangkan rata-rata produksi padi anorganik pada petani pemilik 4,4 ton per hektar dan penggarap 4,7 ton per hektar. Penggunaan pestisida kimia tidak mempengaruhi produksi padi, bahkan produksi padi dengan pestidia botanis lebih tinggi. Nilai R/C rasio dapat dilihat bahwa nilai R/C rasio usahatani padi organik lebih tinggi daripada nilai R/C rasio usahatani padi anorganik, maka penerimaan setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani organik lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh petani anorganik.

Dokumen terkait