• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Kendi Terhadap Transpor Larutan

4 dikembangkan oleh Jurusan Teknik Pertanian IPB dan telah diuji coba di beberapa lokasi untuk

2.2 PENGUJIAN KENDI

2.2.1 Karakteristik Kendi Terhadap Transpor Larutan

Pada irigasi kendi terdapat dua media porus yang menjadi aliran air atau larutan, yakni dinding kendi dan tanah. Keadaan pori-pori dinding kendi dan tanah sebenarnya tidak seragam dan bahkan tidak beraturan, hal tersebut menyebabkan aliran air dari titik ke titik juga tidak beraturan. Oleh sebab itu sesungguhnya geometri dan pola aliran nya sangat sulit untuk dijelaskan secara rinci.

Aliran air pada sistem irigasi kendi dipengaruhi oleh konduktivitas hidrolika kendi, konduktivitas hidrolika tanah, luas permukaan dinding kendi, tekanan hidrostatik dan hisapan tanah. Dalam kaitannya dengan transpor larutan pada sistem vertigasi kendi, karakteristik kendi dan tanah laiinnya yang penting adalah koefisien difusi larutan melalui dinding kendi dan koefisien dispersi hidrodinamika larutan dalam tanah.

Setelah kendi digunakan untuk fertigasi ada kemungkinan dinding kendi mengalami penyumbatan. Pengukuran konduktivitas hidrolika dinding kendi sebelum dan sesudah kendi digunakan untuk sistem fertigasi dapat digunakan sebagai tolal ukur untuk mengevaluasi apakah terjadi penyumbatan pori-pori dinding kendi oleh penggunaan larutan pupuk.

5

2.2.2 Konduktivitas Hidrolika Kendi

Konduktivitas hidrolika tanah adalah sifat yang mengatakan kemampuan tanah untuk melewatkan air atau sering disebut sebagai permeabilitas tanah (Syarief, 1989). Konduktivitas hidrolika jenuh tanah-tanah pertanian di Amerika (US Soil Survey) berkisar antara < 0.13 cm/jam sampai dengan > 25.40 cm/jam (Syarief, 1989).

Pengukuran konduktivitas hidrolika kendi telah dilakukan oleh Stein (1994) dengan hasil pengukuran mempunyai konduktivitas hidrolika kendi berkisar antara 6.94x10-9 sampai 6.17x10-6 cm/dtk.

Percobaan irigasi kendi di Indonesia oleh Setiawan dan Saleh (1997) menggunakan kendi yang dibuat dari campuran bahan tanah liat, pasir dan serbuk gergaji. Hasil pengukuran konduktivitas hidrolika kendi berkisar antara 7.88x10-8 s.d. 8.78x10-6 cm/dtk. Kendi dengan berbagai campuran bahan pembuat dan nilai konduktivitas hidrolika kendi yang diperoleh disajikan dalam tabel berikut,

6

Tabel. 1 Komposisi bahan campuran kendi dan konduktivitas hidrolika kendi

No

Komposisi bahan campuran

K kendi (cm/det)

Liat Pasir Serbuk gergaji

1 100 0 0 7.8 x 10-8 2 95 2.5 2.5 8.64 x 10-8 3 90 5 5 1.14 x 10-7 4 85 7.5 7.5 7.43 x 10-7 5 80 10 10 1.94 x 10-7 6 75 12.5 12.5 2.10 x 10-6 7 70 15 15 2.28 x 10-6 8 65 17.5 17.5 3.73 x 10-6 9 60 20 20 6.28 x 10-6 10 55 22.5 22.5 8.78 x 10-6

Sumber : Setiawan dan Saleh, 1997

Dari tabel. 1 terlihat bahwa penambahan bahan pasir dan serbuk gergaji dapat meningkatkan porositas kendi. Penambahan pasir maupun serbuk gergaji masing-masing dapat dilakukan maksimum sampai dengan 22,5 % dari bahan pembuatan kendi. Konduktifitas kendi didapatkan dengan perhitungan seperti dibawah ini :

Kkendi = ���

��∆� (1)

Ket :

K = nilai konduktivitas (cm/detik) Q = debit terukur (cm3)

∆x = tebal kendi rata-rata (cm)

A = luas permukaan terselubung kendi luar (cm2) ∆h = beda tinggi permukaan air (cm)

7

2.3 LUMPUR LAPINDO

Semburan lumpur panas Lapindo sejak Mei 2006 sampai saat ini belum juga berhenti, hingga sekarang volume yang dikeluarkan mencapai 50.000 m3/hari dan luas genangan mencapai 110,84 ha. Lumpur hasil eksplorasi ini merupakan salah satu jenis material lempung yang memiliki kandungan kadar oksida SiO2 dan Al2O3 yang tinggi, selain itu terdapat kandungan logam berat Hg (raksa), ditemukan hasil 2,5 ppm senyawa phenol, kadmium (Cd), kromium (Cr), timbal (Pb), serta bakteri patogen Coliform, Salmonella, dan Stapylococcus yang dinyatakan dalam pemeriksaan oleh Pekerjaan Umum Jawa Timur.

Gambar 2. Luapan lumpur Lapindo Sidoarjo \

Kandungan lumpur yang menyembur di kawasan Porong-Sidoarjo itu juga sudah di atas ambang batas. Ir. Lily Pudjiastutik,MT mengatakan bahwa hasil dari laboratorium ITS menyimpulkan, nilai BOD dan COD serta kandungan minyak dan lemak dalam lumpur dan cairan lumpur di lokasi cukup tinggi, sehingga dapat menggangu ekologi perairan jika langsung dibuang ke perairan tanpa diolah, sementara untuk formasi padatan, relatif tidak toksik. Meski demikian tidak boleh masuk saluran irigasi, karena recovery-nya sulit dan lama. Selain itu, tingkat hidrokarbon di udaranya telah mencapai 55.000 ppm, dari ambang batas normal yang hanya 0,24 ppm. Artinya, terjadi peningkatan hingga lebih 220 ribu kali lipat. Data ini berdasarkan surat rekomendasi Gubernur Jawa Timur tanggal 24 Maret 2008. Kandungan hidrokarbon yang sedemikian tinggi dapat mengakibatkan sesak nafas pada manusia. Pada kandungan 1000 ppm saja, paling lama 8 jam waktu yang aman bagi manusia terpapar gas ini.

Berdasarkan penelitian WALHI Jawa Timur,didalam air dan lumpur Lapindo ditemukan jenis PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) yang diteliti, yakni Crysene dan Benzanthracene. Senyawa kimia ini bersifat karsinogenik atau memicu terjadinya penyakit kanker dan mudah mempengaruhi metabolisme tubuh. Senyawa PAH ini sulit terurai di air, lumpur, maupun ketika menjadi debu, namun mudah terurai di udara. Batas waktu yang diperkenankan terpapar senyawa PAH ini hanya 4 jam saja.

8

2.4TANAMAN LADA PERDU

Lada perdu merupakan tanaman yang diperbanyak secara vegetatif dari cabang buah (cabang primer, sekunder) dari tanaman lada sehingga tumbuh mendatar berbentuk perdu. Pengambilan stek pada kondisi yang cocok untuk akumulasi fotosintat akan menghasilkan stek dengan perakaran yang baik. Hasil penelitian Syakir et al. (1994) menun-jukkan bahwa pengambilan stek antara pukul 11.00-12.00 merupakan waktu yang paling baik untuk pertumbuhan akar dan tunas stek lada perdu mengingat pada saat kandungan karbohidrat tanaman paling tinggi. Bahan tanaman yang dipilih tersebut sebaiknya tidak terlalu tua. Dimana stek cabang buah dianjurkan untuk diperbanyak dengan 2-4 daun serta pemberian perlakuan awal agar laju pertumbuhan akar, tunas dan lama waktu dipembibitan lebih cepat. Tanaman lada memiliki struktur akar yang dangkal dengan perakaran 63,8% ter-konsentrasi pada kedalaman 0-50 cm dari permukaan tanah (Ippor et al., 1993). Ini merupakan Salah satu alternatif pembudidayaan dan pengembangan tanaman lada dengan biaya produksinya lebih rendah sebab tidak memerlukan penegak, pemeliharaan dan panen yang lebih mudah. Keuntungan lain adalah populasi persatuan luas lebih banyak, berproduksi lebih awal.

Gambar 3. Tanaman lada perdu

Berdasarkan karakter morfologi, fisiologi, dan lingkungan tumbuhnya, lada perdu sangat berpotensi untuk dikembangkan dalam berbagai bentuk pola tanam, seperti monokultur, pola tanam di bawah tegakan tanaman tahunan atau dikombinasikan dengan tanaman pangan semusim. Dengan keuntungan, yaitu : meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, mampu memberikan nilai tambah yang cukup signifikan, dan risiko kematian tanaman akibat cekaman kekeringan relatif lebih kecil dibandingkan penanaman secara monokultur (tanpa naungan).

9

Secara morfologi lada tergolong tanaman dimorfik yang memiliki dua macam sulur, yaitu sulur panjat (orthotropic climbing shoot) dan sulur buah (axillary plagiotropic fruiting branches). Berdasarkan morfologinya perbedaan yang jelas antara sulur panjat dan sulur buah yaitu sulur panjat memiliki akar lekat (hold fast), sedangkan sulur buah tidak memilikinya. Sementara itu secara fisiologi sulur panjat memiliki sifat negatif fototrof, sedangkan sulur buah bersifat positif fototrof.

Lada perdu memiliki tajuk tanaman yang berbentuk perdu dengan diameter 100 – 150 cm dan tinggi tanaman 90 – 120 cm. Berbeda halnya dengan lada tiang panjat yang memiliki dua macam akar (di bawah permukaan tanah dan akar lekat), lada perdu hanya memiliki satu macam akar, yaitu akar yang berada di bawah permukaan tanah. Jumlah akar utama dari pembibitan tidak bertambah setelah dipindah ke kebun dan selanjutnya yang berkembang hanyalah cabang-cabang akar. Perakaran lada perdu lebih banyak terkonsentrasi di sekitar permukaan tanah dan tidak menghujam lebih dalam. Perakaran efektif hanya mencapai kedalaman 30 cm, sedangkan penetrasi akar dapat mencapai 60 cm.

Berdasarkan karakter fisiologinya lada tergolong tanaman yang adaptif terhadap naungan karena mempunyai lintasan fotosintesis C3. Oleh karena itu lada perdu pun termasuk dalam kelompok tanaman lindung (scyophit), yaitu tanaman yang dapat tumbuh baik dalam keadaan ternaungi. Dengan karakter morfologi dan fisiologi tersebut di atas, lada perdu di samping dapat dikembangkan secara monokultur, juga sangat berpotensi untuk dikembangkan di bawah tegakan tanaman tahunan, seperti kelapa, sengon, dan lainnya dalam berbagai bentuk pola tanam.

2.4.1 Lingkungan Tumbuh

Pertumbuhan dan produksi tanaman merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor biotik dan abiotik. Lingkungan tumbuh merupakan salah satu faktor abiotik yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi lada perdu. Di antara faktor lingkungan tumbuh yang paling dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi lada perdu adalah iklim, elevasi, dan tanah

.

2.4.2 Iklim dan Elevasi.

Selama ini unsur-unsur iklim yang diketahui berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi lada perdu antara lain : curah hujan, penerimaan radiasi surya, suhu, dan kelembaban. Pada dasarnya kondisi iklim yang dikehendaki lada perdu relatif sama dengan lada tiang panjat. Hasil penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa curah hujan yang dikehendaki tanaman lada yaitu 2.000-3.000 mm/tahun dengan rata-rata curah hujan 2.300 mm/tahun. Jumlah hari hujan dalam setahun rata-rata 177 hari dan tidak terdapat bulan-bulan kering dengan curah hujan kurang dari 60 mm/bulan. Hasil pengamatan di Lampung menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman lada mulai tertekan apabila jumlah curah hujan setiap bulannya kurang dari 90 mm. Di samping itu tanaman lada dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik apabila ditanam pada elevasi kurang dari 500 m di atas permukaan laut (dpl). Wahid et al. (1988) telah menyusun batas kesesuaian lingkungan (curah hujan, bulan kering, hari hujan, dan elevasi) untuk tanaman lada seperti disajikan pada Tabel dibawah ini,

10

Tabel 2. Batas kesesuaian lingkungan untuk tanaman lada di Indonesia

Sumber: Wahid et al. (1988).

Walaupun tanaman lada tergolong adaptif terhadap naungan, namun untuk mendukung pertumbuhan dan produksinya memerlukan kisaran radiasi surya yang optimal.

Menurut Wahid (1989) tanaman lada membutuhkan 50-70 % intensitas sinar matahari. Pada intensitas sinar yang rendah laju fotosintesisnya akan rendah dan serapan unsur-unsur hara juga lambat, yang berakibat poduksi tanaman rendah. Sedangkan untuk s uhu dan kelembaban udara juga turut mempengaruhi pertumbuhan dan produksi lada. Suhu yang dikehendaki tanaman lada yaitu antara 20oC (minimum) – 34o

C (maksimum) dengan kisaran terbaik antara 21-27 oC pada pagi hari, 26-32 oC siang hari, dan 24-30 oC sore hari. Kelembaban nisbi udara yang dikehendaki antara 50-100%, dengan kisaran optimal 60-80% (Wahid, 1988).

2.4.3 Tanah

Lada perdu dapat ditanam di hampir seluruh ilayah Indonesia, kecuali kepulauan Nusa Tenggara yang cenderung kering, dapat dikatakan baha tanaman ini bisa tumbuh di jenis tanah apapun. Meskipun demikian, secara umum untuk pertumbuhan yang optimal lada menghendaki tanah yang subur dan

Curah hujan (mm/tahun) Bulan kering (<90 mm/bulan) Elevasi (m dpl) Hari hujan Kendala Kesesuaian

2.000-2.500 <2 <500 110-150 Tidak ada Amat sangat

sesuai

2.500-3.000 <2 <500 115-160 Tidak ada Sangat sesuai

2.000-3.000 3 <500 110-160 Tidak ada Sesuai

3.000-4.000 <2 <500 145-190 Curah hujan agak

tinggi

Agak sesuai

1.500-2.000 <3 <500 90-135 Kekeringan Agak sesuai

1.500-4.000 4-5 <500 90-175 Kekeringan

periodik

Kurang sesuai

- - >500 - Suhu rendah Tidak dianjurkan

<1.500 - - - Kurang air Tidak dianjurkan

>4.000 - - - Terlalu basah,

cahaya kurang

Tidak dianjurkan

11

bertekstur gembur dengan pH 5,5-6,5. Kesuburan tanah sebenarnya merupakan hal yang dilematis bagi tanaman lada. Disatu sisi tanah yang subur akan memberikan hara yang cukup, sehingga tanaman tumbuh subur, tetapi disisi lain tanah subur umumnya merupakan sarang beberapa jenis nematoda dan fungi yang berbahaya bagi tanaman. Para petani biasanya menanganinya dengan pencegahan dan pengendalian yang intensif, sehingga nematoda dan fungi tidak sampai merusak tanaman. Komposisi tanah yang paling baik untuk budidaya lada adalah tanah liat berpasir, tetapi jumlah pasirnya tidak terlalu banyak. Di tanah seperti ini peredaran air dan udara didalamnya cukup lancar, sehingga baik untuk akar tanaman. Sebaliknya, tanah liat berat dengan kandungan butir-butir tanah liatnya lebih dari 60%, tidak baik untuk budidaya lada. Tanah liat berat ini butir-butir tanahnya sangat halus, sehingga susunannya rapat sekali dan jika terkena air akan becek karena air terjebak didalamnya. Akar lada juga sulit menembus tanah seperti ini dan bahkan bisa mengalami pembusukan.

12

III. METODOLOGI

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November 2010 di Greenhouse dan Laboraturium Wageningen IPB.

3.2 ALAT DAN BAHAN

Pada penelitian ini ada beberapa alat dan bahan yang akan digunakan yaitu : 1. Pengukuran Konduktivitas Hidrolika Kendi Untuk Media Air

Kendi, tabung mariot, selang plastik, sumbat, wadah air, stopwatch, mistar, gelas ukur dan pressure transducer untuk mengukur perubahan kelembaban tanah selama irigasi. 2. Kalibrasi Alat Kelembaban Tanah (Digital Soil Tester)

Ring samplers sebanyak 5 (diameter 5 cm dan tinggi 5 cm), semprotan air ukuran kecil, wadah tempak pengayak, selotip.

3. Pola Pembasahan Tanah, Nilai Konduktivitas Hidrolika dan Laju Rembesan Kendi Pada Media Tanah dengan Karakteristik Lempung Berpasir.

2 buah Drum (D dalam 57 cm dan tinggi 41 cm), 2 buah kendi, selang plastik, dirigen sebagai tabung mariot (volume 8 liter), tanah dengan karakteristik lempung berpasir, pupuk kandang, alat kelembaban tanah (Digital soil tester), kawar, tali kasur, mistar 15 cm, serta

greenhouse ukuran 4 x 3 m yang berada di laboraturium wageningen IPB. 4. Pengujian Sistem Irigasi Kendi Pada Tanaman Lada Perdu.

Polibag 5 x 5 cm, campuran tanah dengan kompos, potongan daun tanaman lada perdu.

3.3 TAHAPAN PENELITIAN

1. Pengukuran Nilai Konduktivitas Hidrolika Kendi Lapindo Pada Media Air

a. Pengukuran dimensi masing-masing kendi Lapindo yang setelah didapatkan dimensinya kemudian masukkan kendi kedalam ember kosong. Isi kendi dengan air secara berangsur-angsur, biarkan kendi merembeskan air lewat dindingnya hingga air yang tertampung dalam ember setinggi leher kendi.

13

(b) (b)

Gambar 4. (a) Kendi Lapindo 1 dan (b) Kendi Lapindo 2

b. Setelah kendi jenuh, masukkan ke dalam wadah air tempat pengukuran, dihubungkan dengan selang plastik ke tabung mariot.

c. Setelah laju aliran air mantap, lakukan pengukuran volume setiap interval waktu tertentu (Q/t).

d.

Hitung nilai K kendi dengan persamaan (1)

Gambar 5. Pengujian konduktifitas kendi Lapindo media air.

14

2. Kalibrasi Alat Kelembaban Tanah (Digital Soil Tester)

Spesifikasi alat yang digunakan yaitu pH range 3.5 – 9 dengan ketelitian ± 0.5. Suhu -9°C hingga 50°C dengan ketelitian ± 1°C. Pencahayaan 9 tingkat (Low-, Low, Low+, Nor-, Nor, Nor+, High-, High, High+). Tingkat kelembaban mempunyai 5 tingkat diantaranya (Dry +, Dry, Nor, Wet, Wet +) dengan Dry + < 5 %, Dry 5 – 10 %, Nor 10 – 20 %, Wet 20 – 30%, Wet + > 30 %.

(a) (b) Gambar 6. (a) dan (b) Alat pengukur kelembaban tanah

.

Sedangkan metode yang digunakan yaitu :

a. Ambil tanah yang sudah disiapkan dalam drum kemudian semprotkan air ke tanah tersebut. b. Ratakan dengan menggoyang – goyangkannya.

c. Buat contoh tanah diatas sebanyak 5 sampel dari mulai yang kering sampai yang basah (Dry +, Dry, Nor, Wet, Wet +)

d. Masukkan sample tadi masing-masing kedalam ring sampler kemudian berikan seloip agar air yang meresap dalam tanah tidak menguap.

15

3.4 Pengujian Laju Rembesan Kendi dan Nilai Konduktivitas Hidrolika

Media Tanah Lempung Berpasir serta Pola Pembasahan Tanah.

1. Tanah dan pupuk kandang yang telah diayak kemudan dicampur kemudian dimasukkan kedalam drum hingga 5 cm dari batas atas drum.

Gambar 7. Kendi dalam drum yang telah terpasang mariot

2. Tanam kendi dalam tanah dengan kedalaman hingga badan kendi sehingga yang terlihat hanyalah lehernya saja.

Gambar 8. Kendi yang telah di tanam untuk irigasi

3. Dirigen yang masih kosong dan sudah dipasangi selang plastik sebagai tabung mariot atau tangki penyuplai air juga ditanam disebelah kendi sampai sebatas lubang atau selang udara mariotnya serta selevel/sejajar dengan leher kendi yang telah ditanam.

16

4.

Sekeliling kendi dibuat garis untuk mengetahui pola perembesan dan kelembaban dengan benang kasur dan kawat. Pembuatan garis-garis ini dimulai 5 cm pertama dari dinding kendi kemudian 10 cm dan 15 cm dari dinding kendi

.

Gambar 9. Pola pembasahan yang dilakukan kendi lapindo

5. Isi penuh tabung mariot dengan air kemudian masukkan selangnya ke dalam kendi hingga air berhenti bergelembung (tanda keluarnya air) atau hingga air dalam kendi setinggi leher kendi. 6. Ukur kelembaban tanah pada titik yang sama pada garis 5 cm pertama dari dinding kendi

dengan menggunakan alat ukur kelembaban tanah (Digital Soil Tester) setiap 3 jam sekali tiap harinya yaitu pada pukul 08.00, 11.00, 14.00 dan 17.00.

17

7. Ukur juga penurunan air dalam tabung mariot untuk mengetahui laju perembesan tanah serta nilai konduktivitasnya. Penelitian ini dilakukan di dalam Greenhouse (rumah tanaman) Wageningen IPB.

Gambar 11. Greenhouse (rumah tanaman)yang digunakan dalam pengujian sistem irigasi kendi Lapindo

3.5 Pengujian Sistem Irigasi Kendi Lapindo Pada Tanaman Lada Perdu.

1. Tanaman lada yang akan ditanam dalam sistem irigasi kendi adalah tanaman lada perdu yang diperoleh dari proses stek. Sehingga sebelum diujikan ke sistem irigasi kendi terlebih dahulu dilakukan proses stek lada perdu.

2. Bagian pucuk-pucuk daun dari tanaman lada perdu dipotong melebihi ruas tunas nya sebagai calon tanaman baru.

3. Bagian ujung ruas tunasnya masing-masing diberikan gumpalan tanah yang dipadatkan.

4. Tancapkan tiap calon tanaman lada perdu ke polibag yang sudah diisi campuran tanah dan kompos kemudian siram tanaman dengan menggunakan spray sehingga semprotan air dapat meresap ke daun dan tanah. Siram tiap pagi dan sore.

5. Setelah hasil stek lada perdu terlihat tumbuh dan sedikit mengeluarkan akar, setelah itu pindahkan hasil stek nya ke pot sebagai tempat pengujian sistem irigasi kendi lapindo.

6. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan pengambilan data laju rembesan air yang keluar dari kendi sebagai suplai air lada perdu. Namun pengukuran tinggi dan lebar tanaman dilakukan setiap seminggu sekali untuk melihat pertumbuhan lada perdu.

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengukuran Nilai Konduktivitas Hidrolika Kendi Lapindo Media Air.

Sebelum dilakukan pengukuran nilai konduktivitas hidrolika, terlebih dahulu kendi Lapindo diukur dimensinya, hal ini untuk mempermudah dalam mendapatkan nilai konduktivitas hidrolika yang sangat terkait dengan dimensi kendi terutama tebal kendi dan luas permukaan kendi. Dari 2 kendi Lapindo yang dilakukan pengujian didapatkan dimensinya pada tabel dibawah :

Tabel 3. Dimensi kendi Lapindo.

No. Tebal (cm) Diameter atas

(cm) Diameter bawah (cm) Badan kendi (cm) Leher-kepala (cm) Kendi 1 0.5 6 16.5 14 9 Kendi 2 0.5 5.5 16 13 9

Setelah pengukuran dimensi masing-masing kendi Lapindo, kemudian masing-masing kendi dilakukan proses penjenuhan kendi dengan cara memasukkan kendi ke dalam ember kosong, lalu masukkan air ke dalam kendi secara terus menerus hingga kendi mengeluarkan air sedikit demi sedikit lewat dindingnya ke ember hingga air dalam ember setinggi dinding kendi. Kemudian dipasanglah tabung mariot yang disambungkan selang untuk mulai pengukuran konduktivitas hidrolika kendi Lapindo media air. Debit kendi Lapindo dapat diukur dari penurunan air yang ada di tabung mariot dan volum air yang keluar lewat selang yang menetes keluar dari ember. Volume yang keluar dalam interval waktu tertentu tersebut kemudian dihitung dengan rumus, didapatkan nilai K (konduktivitas hidrolika) kendi Lapindo.

19

Gambar 12. Transpor air kendi Lapindo media air

Dari hasil pengukuran ini didapatkan nilai konduktivitas hidrolika, dimana kendi Lapindo 1 sebesar 5.046x10-7 cm/detik sedangkan kendi Lapindo 2 sebesar 1.768x10-7 cm/detik. Perbedaan nilai konduktivitas hidrolika antara kendi Lapindo 1 dan kendi Lapindo 2 memang cukup berjarak atau lima kali dari kendi Lapindo 1. Namun hasil keseluruhan nilai kondutivitas hidrolika untuk kendi Lapindo ini tidak berbeda jauh dari pengukuran yang dilakukan oleh Setiawan dan Saleh (1997) antara 1.14x10-7 sampai 7.43x10-7 cm/detik pada kendi yang terbuat dari tanah liat dan beberapa kendi dari campuran bahan lainnya. Bila dibandingkan dengan kelas konduktivitas hidrolika jenuh tanah dari US Soil Survey, kendi lapindo ini termasuk dalam kelas sangat lambat dalam kemampuan merembeskan air dari dindingnya dimana kurang dari 3.61x10-05 cm/detik. Hal ini dikarenakan bahan utama dalam membuat kendi bukan dari tanah liat dengan campuran bahan lainnya seperti yang digunakan untuk membuat kendi pada sistem irigasi kendi pada umumnya sehingga laju rembesan air melalui dinding kendi lebih kecil. Sedang untuk laju rembesan yang didapatkan sebesar 0.49 liter/hari untuk kendi Lapindo 1 dan kendi Lapindo 2 sebesar 0.13 liter/hari.

4.2 Kalibrasi Alat Kelembaban Tanah (Digital Soil Tester).

Sebelum alat digunakan untuk mengukur kelembaban tanah, alat ini dilakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan cara mengambil sampel tanah yang akan digunakan dalam sistem irigasi kendi lapindo kemudian dimasukkan ke dalam ring samplers yang terlebih dulu disemprotkan air dan diukur dengan alat kelembaban tanah. Ke-5 ring sampler yang digunakan merupakan keterangan dari tiap kondisi kelembaban tanah yang diukur dengan alat pengukur kelembaban tanah ini, dimana untuk sample tanah dengan nama G-5/1 dengan kondisi dry +, H-2/2 kondisi untuk dry, E-4/3 untuk kondisi normal, E-13/4 untuk kondisi wet dan B-5/5 untuk kondisi wet +. Setelah itu sampel tanah tersebut diuji sifat fisik di Laboraturium tanah dan didapatkan hasilnya pada tabel berikut,

20

Tabel 4. Hasil analisis contoh fiska tanah

No Kode Contoh Kadar Air (% Vol) Permeabilit as (Cm/jam)

Tekstur (%) Pori Drainase

(% Vol)

Pasir Debu Liat Cepat Lambat

1. G-5/1 34.7 10.22 15 59 26 23.3 7.4 2. H-2/2 36 8.25 13 60 27 21.6 9.6 3. E-4/3 38.3 6.15 9 48 43 20.2 6.6 4. E-13/4 37.5 5.92 7 51 42 19.7 6.0 5. B-5/5 39.1 9.36 14 62 24 24.9 7.3

Dari hasil pengujian sifat fisik tanah yang didapatkan bahwa untuk nama sampel G-5/1 dengan kondisi dry+ mempunyai kadar air sebesar 34.7%, H-2/2 dengan kondisi dry mempunyai kadar air sebesar 36 %, E-4/3 dengan kondisi normal mempunyai kadar air sebesar 38.3%, E-13/4 dengan kondisi wet

memunyai kadar air sebesar 37.5% dan B-5/5 dengan kondisi wet + mempunyai kadar air sebesar 39.1 %. Informasi ini nantinya akan digunakan untuk mengetahui kadar air tanah dalam tiap-tiap kondisi kelembaban tanah yang terbaca dalam alat. Selain itu dari hasil pengujian sifat fisik tanah didapatkan pula nilai pF tiap sampelnya, pF 1 merupakan kadar air jenuh dimana tanah sudah tidak dapat menerima air sehingga bila dipaksakan akan terjadi run off, pF 2 merupakan kadar air kapasitas lapang dimana kekuatan maksimal tanah dalam menyimpan air, pF 2.54 merupakan kadar air tersedia didalam tanah untuk dapat dimanfaatkan dengan baik oleh tanaman, sedangkan pF 4.2 merupakan kadar air titik layu permanen dimana ketersediaan air sudah kritis dan sulit dimanfaatkan. Dapat dilihat pada tabel dibawah Nilai pF dari analisis fisika tanah.

21

Tabel 5. Nilai pF dari analisis fisika tanah

Dokumen terkait