• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil wawancara dengan Indra Tammoron, penata artistik film Ruma Maida Tanggal 14 Desember 2011 pukul 10.00 WIB

Wawancara ini dilakukan via telepon dan di follow up via SMS.

Tanya: Untuk tim penata artistik, apakah Anda melakukan riset? Jawab: Ya, sebagian.

Tanya: Bagaimana Anda melakukan riset?

Jawab: Saya melakukan riset sendiri, dibantu dengan tim riset, Bapak Rusdi. Jadi saya mencari informasi lewat internet dan buku-buku, serta menyesuaikan pula dengan pendapat para sejarawan.

Tanya: Bagaimana cara Anda menyediakan sepeda Onthel untuk kebutuhan shooting?

Jawab: Onthel yang digunakan semua kami cari dan sewa di Semarang, lokasi shootingnya.

Tanya: Apakah sepeda Onthel tersebut Anda sesuaikan dengan zamannya, atau menggunakan sepeda onthel masa kini?

Jawab: Saya melihat perbedaan antara ontel yang ada zaman dulu dengan ontel yang ada sekarang, tidak banyak berubah, sehingga saya menggunakan onthel masa kini saja.

Tanya: Untuk mobil Jeep yang digunakan, boleh tahu mereknya apa?

Jawab: Jeep yang digunakan saya lupa mereknya apa, tetapi saat itu, ketika ketemu Jeep dan tahun pembuatannya sesuai, saya langsung pakai.

Tanya: Untuk senapan tentara Jepang dalam film Ruma Maida, apakah Anda memiliki referensi khusus?

Jawab: Untuk senapan, kami membuat sendiri berdasarkan riset yang kami dapatkan melalui internet. Artinya tidak benar-benar otentik dan sama dengan yang dipakai Jepang, tetapi dari data beberapa referensi senapan kami melihat senapan yang paling mudah dibuat dan disesuaikan dengan tahunnya, apakah pada tahun tersebut senapan ini sudah ada.

Tanya: Bagaimana dengan patung J.P.Coen?

Jawab: Untuk pembuatan patung J.P. Coen, kami mendapatkan satu foto dari tim riset kami, yaitu dari Pak Rusdi, tetapi dari foto tersebut, sangat susah untuk kami buat patungnya, karena posisi patung yang hanya terlihat dari samping. Oleh karena itu kami melakukan riset lagi dan menemukan ada patung yang hampir serupa di daerah Belanda. Kami membuat patung J.P. Coen terebut berdasarkan patung yang ada di Belanda. Untuk ukurannya ada beberapa yang mengatakan ukurannya 1:1, tetapi ada juga footage yang kami lihat bahwa ukurannya 5:1 ukuran tubuh manusia biasa, akhirnya kami putuskan untuk membuat patung tersebut berukuran 1:1 untuk juga memudahkan framing.

Tanya: Berdasarkan hasil riset saya, dibawah patung J.P.Coen yang tegak berdiri, ada seperti tangga atau undakan yang mengalasi patung tersebut, tetapi dalam film, hal ini tidak tergambarkan, apakah Anda memiliki alasan khusus untuk hal tersebut?

Jawab: Ya, memang ada tangga yang tidak kami buat, hal ini untuk lebih memudahkan. Karena film Ruma Maida ini adalah bukan film yang otentik mengenai sejarah, dan lokasi peletakan patung tersebut juga tidak otentik, maka kami juga menyesuaikan pembuatan properti dengan lokasi shooting.

Tanya: Untuk adegan pesawat Dakota, Bagaimana Anda mendapatkan pesawat tersebut?

Tanya: Untuk adegan pesawat yang terbang, bagaimana pengambilan gambarnya? Boleh tahu pesawat apa yang digunakan untuk shot tersebut karena menurut data riset saya, pada bagian luar pesawat tersebut terdapat garis berwarna putih, sedangkan pada film tidak digambarkan. Apakah ada alasan tertentu yang membuat pesawat yang terlihat polos?

Jawab: Pesawat yang terbang tersebut pembuatannya merupakan animasi. Kami sudah membantu dengan mengirimkan foto tentang pesawat Dakota yang ada di museum Dirgantara Mandala.

Tanya: Pada diorama di dalam Museum Sumpah Pemuda, saya menemukan

tulisan pada banner menuliskan “Kongres Pemoeda ke-II Djakarta 27-28 Oktober 1928” sedangkan pada Ruma Maida, tertulis “Kongres Pemoeda Indonesia

Djakarta 27-28 Oktober 1928” Apakah hal itu memang disengaja atau ada alasan khusus?

Jawab: Karena film ini berlatarbelakang sejarah bukan film sejarah, jadi beberapa konten yang bersentuhan dengan real sejarah agak kita ubah sedikit tapi ngga lari dari kebenarannya. Jadi spanduk di belakang acara sumpah pemuda itu pun kita sesuaikan dengan script tanpa merubah inti dari acara tersebut.

Tanya: Untuk adegan di dalam Rumah, apakah Anda melakukan riset juga untuk menentukan barang-barang apa saja yang harusnya ada di dalam rumah dan menjadi hiasan dinding?

Jawab: Untuk adegan di dalam rumah, saya tidak melakukan riset, tetapi saya menggunakan memori saya tentang rumah masa kecil saya, dimana saat itu saya tinggal di daerah Cepu, Jawa Tengah, dan orang tua saya sangat menyukai barang-barang antik sehingga rumah saya memiliki dekorasi seperti Rumah Belanda. Untuk adegan di dalam rumah ini juga, saya banyak memboyong barang-barang dari rumah orang tua saya, dipinjam untuk keperluan shooting.

Tanya: Apa saja kesulitan dalam membuat film berlatar belakang sejarah, menurut Anda?

Jawab: Kesulitannya, satu, file-file sejarah tersebut susah didapat. Contohnya file mengenai patung J.P Coen. Karena kebanyakan bangsa kita bukan orang yang suka sejarah, kita paling suka menghancurkan bukti-bukti sejarah. Bukan hanya pemerintah, tetapi orang-orang yang memiliki uang lebih juga tidak pernah menginvestasikan uangnya untuk melestarikan sejarah, malah menghancurkannya dan membangun kembali hanya untuk kepentingna bisnis, hal ini yang juga digambarkan dalam film Ruma Maida. Sehingga untuk mencari bukti yang otentik sangat susah, karena sudah tidak ada.

Kedua, jika ingin membuat film sejarah yang baik, dibutuhkan waktu untuk persiapan yang panjang, tetapi hal tersebut tidak dimungkinkan, karena pembuat film nya membiayai dengan dana yang terbatas, sehingga waktu persiapannya dilakukan dengan sangat mepet dan hal ini menyebabkan kurangnya waktu riset.

Ketiga, susahnya mencari lokasi yang masih sesuai untuk penggambaran masa lalu. Seperti untuk film Ruma Maida ini saja kami harus mencari lokasi di Semarang. Setelah mendapatkan lokasi, hal yang menjadi kendala adalah mengurus perijinan. Untuk mengurus perijinan lokasi shooting sangat susah, karena harus menutup tempat tersebut atau jalanan untuk sementara. Perijinan tersebut tidak hanya kepada pemerintah, tetapi juga harus membayar uang keamanan kepada preman-preman setempat.

Yang terakhir, dalam membuat film sejarah pasti dibutuhkan dana yang besar untuk melakukan riset, dan membuat agar apa yang ditampilkan dapat terlihat seotentik mungkin. Ketika dananya terbatas, yang harus dilakukan adalah mengakali bagaimana supaya dengan dana yang terbatas, kita dapat menyajikan look yang benar-benar seperti zaman dulu.

Lampiran IV.

Hasil wawancara dengan Ve Verdinand, penata kostum film Ruma Maida Tanggal 14 Desember 2011 pukul 10.30

Wawancara ini dilakukan via telepon dan di follow up via SMS.

Tanya: Apakah bagian kostum juga melakukan riset dalam pembuatan film Ruma Maida?

Jawab: Ya, sebenarnya kami bersama-sama dengan kru lainnya melakukan riset ke museum-museum seperti Museum PETA di bogor, dan dari sana kami mendapatkan sumber-sumber seperti patung dan foto yang dapat digunakan sebagai acuan. Kami juga bertanya kepada ahli sejarah dan orang-orang yang benar-benar tahu mengenai bahan dan warna pakaian zaman dulu. Riset juga dilakukan dengan membeli buku-buku mengenai tokoh yang ingin digambarkan, seperti Soekarno.

Tanya: Berapa lama Anda melakukan riset?

Jawab: Saya rasa hampir tiga bulan. Kami melakukan riset yang tidak main-main karena film ini ada di dalalm sejarah dan kami tidak mau salah dalam penggambarannya. Segala hal detail mengenai baju Soekarno di tiap tahunnya, serta bentuk dasinya selalu kami perhatikan agar tidak salah. Begitu pula dengan tanda pangkat, jika beli dibutuhkan dana yang besar karena mahal, akhirnya kami mengakali dengan membordir sendiri tetapi disesuaikan dengan bentuk di dalam foto yang kami punya.

Tanya: Untuk pakaian tentara Jepang, boleh tahu darimana Anda mendapatkan Referensi?

Jawab: Pertama-tama saya cari menggunakan Internet, lalu saya juga mendapat referensi dari film tentang zaman perjuangan yang dipinjamkan oleh gedung Jendral Maida yang ada di Menteng kepada saya. Tetapi melihat melalui film

sulit, karena masih berwarna hitam putih. Saya juga menghubungi ahli sejarah yang tahu mengenai kostum dan saya mendapatkan keterangan bahwa seragam tentara Jepang pada waktu itu menggunakan warna kecoklatan, bukan hijau. Karena warna hijau dipakai oleh tentara PETA.

Saya mencari bahan untuk pakaian tersebut di daerah Tanah Abang dan saya menemukan bahan bernama Driel untuk bahan jas yang berwarna coklat, yang sekarang banyak digunakan untuk baju kantoran, tetapi bahan tersebut sangat cocok untuk dibuat menjadi baju, topi dan tanda pangkat tentara.

Sedangkan untuk sepatu, kami memesan sepatu kulit khusus yang kami pesan di Bogor. Begitu juga ikat pinggang, terbuat juga dari kulit. Dan semua kostum tersebut dibuat untuk 150 pemain tambahan.

Tanya: Dalam film ruma Maida terlihat bahwa antara sepatu dan celana panjang tentara tersebut, dililit kain di daerah pergelangan kaki, apakah hal itu memiliki makna khusus?

Jawab: Ya, saya tidak tahu dengan jelas, makna bagian tersebut apa, tetapi saya pikir adalah kaus kaki. Saya berusaha meniru dan membuat sehingga tampak nyata, sehingga saya mengakalinya dengan melilitkan kain sebesar 4 cm mengikuti kaki dan dililitkan dengan kencang.

Tanya: Untuk penggambaran Issac Pahing kecil, mengapa digambarkan bahwa ia memakai pakaian seperti pakaian militer?

Jawab: Dalam cerita dikisahkan bahwa Issac Pahing merupakan keturunan orang asing yang bercita-cita ingin menjadi penerbang. Issac pahing digambarkan dalam balutan pakaian angkatan udara, dan dikesankan rapi sehingga terlihat sebagai anak berpendidikan atau anak bangsawan.

Tanya: Bagaimana dengan pakaian Bertha dan Hans Smutcher?

Jawab: Bertha digambarkan menggunakan baju terusan, hal ini menggambarkan kalau ia adalah orang kalangan atas dan bukan orang asli Indonesia, karena orang asli Indonesia biasanya menggunakan kebaya dan kain sarung.Sedangkan Hans

Smutcher digambarkan menggunakan Suspender untuk menggambarkan orang Belanda zaman dulu.

Tanya: Berdasarkan hasil riset yang saya lakukan, seharusnya para pemimpin Sumpah Pemuda menggunakan jas, tetapi hal ini tidak tergambarkan dalam film, apakan Anda memiliki alasan tertentu?

Jawab: Ya, saya mengakui pada bagian ini saya seperti blank. Saya terlalu banyak memfokuskan riset mengenai pakaian tentara Jepang, Soekarno, Hatta, dan Jendral Maida. Hal ini juga berkaitan dengan waktu untuk riset yang tidak sampai empat bulan dan sangat mepet, serta terbatasnya budjet untuk membuat jas untuk pemain ekstras. Tetapi saya rasa pada bagian ini dapat dilihat bahwa adegan tersebut cukup menggambarkan gerakan pemuda dan bagaimana semangat pemuda saat itu.

Tanya: Menurut riset yang saya dapatkan, pada topi penerbang Indonesia yang ada di dalam pesawat Dakota VT-CLA, terdapat titik tiga seperti kancing, tetapi hal itu tidak terlihat dalam film Ruma Maida, apakah ada alasan khusus atau sengaja dibedakan agar tidak terlalu sama dengan kostum AURI pada masa terebut?

Jawab: Mungkin yang buatnya kurang perhatiin, karena saya sudah kasi gambaran tentang topi penerbang itu. Itu topi kita buat dan jait. Karna lumayan banyak, jadi mungkin faktor waktu juga berpengaruh.

Tanya: Menurut Anda, apa kesulitan dalam membuat film sejarah?

Jawab: Saya mendapat tekanan bahwa ini adegan sejarah, dan ini tidak boleh salah. Risetnya harus benar-benar dan kalau bisa, semaksimal mungkin, apa yang disuguhkan adalah kejadian yang benar-benar seperti aslinya. Harus melakukan riset mulai dari bahan, sepatu, dan kondisi kostum. Maksudnya, seperti sepatu, tidak mungkin terlihat baru, harus sedikit di rusakan sehingga terkesan tua. Tetapi meski sudah dijaga agar tidak salah sedemikian rupa, masih saja ada kesalahan di satu adegan peristiwa sumpah pemuda itu.

Dokumen terkait