IMPLEMENTASI PENGATURAN SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG- UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA
C. Landasan Konstitusional Pasal 18 dan 27 Ayat (2) UUD 1945
Pada masa Undang-Undang Dasar 1945 berlaku, Otonomi daerah diatur di dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi sebagai berikut:
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang” (Pasal 18 Ayat 1)
“Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan” (Pasal 18 Ayat 2) Pasal 18 tersebut di atas mengatur bahwa UUD 1945 tidak melekat pada negara federal, dan tidak ada negara bagian dalam negara bagian.
Hanya Pemerintah Daerah. Selain itu, UUD 1945 juga mengakui daerah-daerah yang bersifat otonom atau administratif. Dalam negara kesatuan,
10 Zainul Djumadin, Otonomi Daerah Di Indonesia Sejarah, Teori Dan Analisis (Jakarta selatan: LPU-UNAS, 2017).
tanggung jawab penyelenggaraan tugas pemerintahan pada dasarnya berada di tangan pemerintah pusat. Namun, karena sistem pemerintahan Indonesia menganut salah satu asas desentralisasi dan negara kesatuan, maka tugas-tugas tertentu dikelola secara mandiri, yang menciptakan hubungan yang saling menguntungkan, sehingga berjalan hubungan wewenang dan pengawasan.11
Ketika sidang tahunan MPR RI pada tahun 2000 (Tanggal 7- 18 Agustus 2000) sudah dilaksanakan amandemen kedua UUD 1945, yaitu:
terkait pembagian daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pemerintahan Daerah. meliputi struktural dan substansi, amandemen tersebut sangat fundamental. Menurut struktural, pasal 18 (lama) sangat total diubah baru. Yang awalnya berupa satu pasal saja, akhirnya berubah menjadi tiga pasal (pasal 18, pasal 18A, pasal 18B). amandemen menyeluruh ini, berdampak kepada penjelasan. Penjelasan yang biasanya hanya ‘manut-manut saja’ berubah menjadi patokan untuk mengatur pemerintahan daerah tidak berlaku lagi. Sehingga, pasal 18, pasal 8A dan pasal 18B menjadi sumber konstitusional pemerintah daerah secara utuh.12 Lalu, mengikuti bergulirnya waktu, Undang-Undang yang pertama kali ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengatur tentang pemerintahan daerah dan otonomi daerah adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah. Tujuan diundangkannya Undang-Undang tersebut menurut Bayu Suryaningrat adalah sebagai berikut:13 diundangkannya undang-undang ini memiliki agenda menyusun Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah yang demokratis. Agenda ini memiliki latar belakang politis yang kental mengingat kondisi menghadapi propaganda pemerintahan Belanda yang
11 Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah (Bandung: Nusa Media, 2009). h, 24
12 Reynold Simandjuntak, ‘Sistem Desentralisasi Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Perspektif Yuridis Konstitusional’, Journal de Jure, 7.1 (2016), 57.
13 Bayu Suryaningrat, Sejarah Pemerintahan Di Indonesia, Babak Hindia Belanda Dan Jepang, Cetakan pe (Jakarta: Dewaruci, 1981), h. 67.
44
mengatakan bahwa pemerintahan Indonesia adalah pemerintahan fasis.
Maka dari itu, undang-undang ini diiringi dengan membuat unit kenegaraan di beberapa daerah diikuti oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang dipropagandakan sebagai tindakan konstruktif dalam upaya penyelenggaraan demokratis di Indonesia.
Terdapat arti lain yang sedikit berbeda tentang otonomi daerah dalam undang-undang ini dibandingkan dengan undang-undang setelahnya, bisa dipahami dalam pasal 2 undang-undang No 1 Tahun 1945, bahwa Komite Nasional Daerah yang sama-sama dengan dan dipimpin oleh kepala daerah melaksanakan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya selama tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang lebih tinggi daripadanya. Undang-undang ini memutuskan adanya tiga macam pemerintahan daerah, yakni: Karesidenan, Kabupaten dan Kota Besar, yang berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya secara mandiri sesuai dengan yang ditetapkan dalam pasal 18 UUD 1945 menggunakan istilah daerah besar dan daerah kecil.14
Undang-undang No 1 Tahun 1945 menetapkan ciri acuan terkait penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah sebagai berikut:15
1) Daerah yang ditetapkan sebagai daerah otonom adalah karesidenan, Kabupaten, dan Kota. Ketiga Provinsi di Jawa yang walaupun pada masa Hindia Belanda merupakan daerah otonom tidak dibangun sendiri.
2) Bentuk susunan pemerintahan terdiri atas Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD), dan badan Eksekutif. Kedua badan ini dipimpin oleh Kepala daerah yang berkedudukan sebagai organ daerah dan merupakan jabatan pemerintah pusat di daerah.
14 M. Solly Lubis, Pergeseran Garis Politik Dan Perundang-Undangan Mengenai Pemerintahan Daerah (Bandung: Alumni, 1978). h, 87
15 The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Negara Republik Indonesia, Suatu Analisis Tentang Masalah Desentralisasi Dan Cara Penyelesaiannya, Jilid 1 (Jakarta:
Gunung Agung, 1958). h, 90
3) BPRD sebagai badan legislative berwenang mengatur otonomi, medebewind (menjalankan peraturan-peraturan atasan), sedangkan Badan Eksekutif menjalankan pemerintahan sehari-hari.
4) Daerah itu diberi otonomi Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat.
5) Daerah-daerah mempunyai keuangan sendiri dengan kemungkinan mendapat bantuan dari pemerintah pusat.
Semenjak tahun 1945 hingga masa Orde Baru, pemerintah cenderung bersifat sentralistik dan di masa Reformasi ini diubah menjadi asas desentralisasi atau otonomi yang untuk kali pertama ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian diteruskan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Pemerintah Pusat menyerahkan kebebasan kepada masyarakat agar dapat mengelola dan mengatur potensi yang dipunyai daerah masing-masing agar difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.16
Di dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menjelaskan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pemenuhan kedua hal ini antara pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagai point penting dalam mencapai tujuan bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera secara keseluruhan.
Kondisi bangsa saat ini diperlihatkan bahwa pertumbuhan jumlah usia produktif sangat tinggi, namun hal ini tidak diimbangi dengan meningkatnya kualitas SDM dan ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai di Indonesia.Maka, perlunya upaya yang harus dipikirkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas lapangan pekerjaan kita. Seperti
16 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Badan Pengkajian MPR Pusat
Pengembangan Otonomi Daerah, Kajian Akademik Pelaksanaan Otonomi Daerah, ed. by Tommy Andana and Siti Aminah, Cetakan Pe (Jakarta: Badan Pengkajian MPR RI).
46
halnya dalam meningkatkan investasi, penguatan UMKM dan menciptakan kualitas SDM masyarakat Indonesia yang mumpuni.17
Untuk itu perlunya peningkatan kualitas dan kuantitas mengenai lapangan pekerjaan itu sendiri dan juga dari segi peningkatan SDM-nya.
Dalam hal ini menjadi tanggung jawab bersama antara kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan daerah dengan otonominya harus mampu memaksimalkan potensi yang ada terkait kedaerahannya untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan juga ketenagakerjaan yang proporsional.
D. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang