IMPLEMENTASI PENGATURAN SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG- UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA
A. Pengertian otonomi daerah
Kata otonomi daerah berasal dari dua kata yaitu otonomi dan daerah. Kata otonomi atau “autonomy” secara etimologis berasal dari kata yunani “autos”
(berarti sendiri) dan “nomous” (berarti hukum atau peraturan). Menurut
“Encyclopedia of Social Science”, otonomi dalam arti aslinya adalah “The legal self sufficiency of social body and its actual independence”.oleh karena itu, hakikat otonomi memiliki dua ciri, yaitu legal self sufficieny dan actual independence. Dalam hal politik atau pemerintahan, otonomi daerah berarti self governm ent atau condition of living under one’s own laws. Oleh karena itu, otonomi daerah adalah daerah yang memiliki legal self sufficinecy yang bersifat self government, yang otonom dan diatur serta diurus oleh undang-undangnya sendiri.1
Adapun pengertian Otonomi daerah menurut Undang-undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.2
Rondinelli dan Cheema mengartikan Otonomi Daerah sebagai berikut:
“Decentralization is the transfer of planning, decisionmaking, or administrative authority from the central government to its field organizations, local administrative units, semi-autonomous and parastatal (italics in original) organization, local government or non-governmental organization.”
Sedangkan menurut Dennis Rondinelli otonomi daerah adalah sebuah sistem pelimpahan wewenang dan kekuasaan: perencanaan, pengambilan keputusan dari
1 Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah: Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah, 2004. Bandung: P.T Alumni, h. 126
2 Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (organisasi-organisasi pelaksana daerah, unit-unit pelaksana daerah) kepada organisasi semi-otonom dan semi otonom atau kepada organisasi non-pemerintah.3 dan menurut Kansil, Otonomi daerah adalah suatu hak dan wewenang serta kewajiban daerah untuk mengatur serta untuk mengurus rumah tangganya atau daerahnya sendiri sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Selain pengertian otonomi daerah, selanjutnya adalah Asas-asas otonomi daerah, sebagai berikut:4
1. Asas kepastian hukum
Asas kepastian hukum sebuah asas yang menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai landasan utama dalam menentukan kebijakan keadilan penyelenggara negara.
2. Asas tertib penyelenggara
Asas tertib penyelenggara adalah tonggak utama landasan keteraturan, keseimbangan, serta keserasian dalam penanganan penyelenggara negara.
3. Asas kepentingan umum
Asas kepentingan umum adalah suatu asas yang memposisikan kesejahteraan umum sebagai yang utama melalui cara yang aspiratif, akomodatif, serta selektif.
4. Asas keterbukaan
Asas keterbukaan adalah suatu asas yang inklusif kepada hak-hak masyarakat supaya memperoleh bermacam informasi yang valid, jujur serta non-diskriminatif suatu penyelenggara negara dan masih tetap mempertimbangkan perlindungan hak asasi individu, golongan serta rahasia negara.
5. Asas proporsionalitas
3 Zainul Djumadin, Otonomi Daerah Di Indonesia Sejarah, Teori Dan Analisis (Jakarta selatan: LPU-UNAS, 2017), h. 100.
4 Zainul Djumadin, Otonomi Daerah Di Indonesia Sejarah, Teori Dan Analisis (Jakarta selatan: LPU-UNAS, 2017). h, 103.
38
Asas proporsionalitas adalah suatu asas yang jelas mengutamakan hak dan kewajiban.
6. Asas profesionalitas
Asas profesionalitas adalah suatu asas yang sangat mengedepankan keadilan berdasarkan kode etik serta bermacam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah suatu asas yang menetapkan bahwa hasil akhir dari sebuah pelaksanaan kegiatan merupakan hal yang wajib dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai yang mempunyai kedaulatan tertinggi negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Asas efisiensi dan efektivitas
Asas efisiensi dan efektivitas adalah suatu asas yang dapat menjamin terlaksananya suatu masyarakat yang dapat menggunakan sumber daya yang sudah tersedia secara optimal serta bertanggung jawab.
Sedangkan penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia menerapkan tiga asas sebagai berikut:5
1. Asas desentralisasi
Asas desentralisasi ialah suatu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam sebuah kerangka negara republik Indonesia. artinya, daerah di beri kebebasan untuk menetapkan kebijakan, meski harus tetap dalam bingkai negara kesatuan.
2. Asas dekonsentrasi
Asas dekonsentrasi adalah suatu pelimpahan wewenang dari aparatur pemerintah pusat kepada gubernur yang dijadikan sebagai wakil pemerintah atau sebuah perangkat pusat di
5 P. Rosodjatmika, ‘pemerintahan di Daerah dan Pelaksanaanya; Kumpulan Karangan Dr.
Ateng Syafrudin SH., (Bandung: Tarsito, 1982) h, 22-23.
daerah. Artinya, bahwa policy, perencanaan, pelaksanaan serta biaya akan menjadi tanggungan pemerintah pusat. Sedangkan perangkat pusat yang beroperasi di daerah bertugas menjalankan tugasnya.
3. Asas tugas pembantuan
Asas tugas pembantuan adalah suatu keterlibatan pemerintah daerah dalam rangka membantu tugas pemerintah pusat di daerah. serta desa dan dari suatu daerah ke desa juga melakukan berbagai tugas tertentu yang diiringi dengan pembiayaan, sarana, prasarana, dan sumber daya manusia dengan wajib melaporkan kegiatannya serta dapat mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan tugas tersebut.
B. Sejarah otonomi daerah di Indonesia 1. Selintas perjalanan otonomi daerah
Berbicara tentang otonomi daerah, sebenarnya dalam proses konstitusi klasik nusantara, otonomi fungsional telah diterapkan pada berbagai kerajaan yang sudah ada di berbagai pelosok Nusantara. Misalnya, di Tapanuli di Utara dan Selatan. Fungsi otonomi daerah saat ini sebenarnya dapat dilihat dalam sistem negara desa yang disebut bius yang telah ada di Tapanuli Utara sejak abad ke-13.6
Negara bius ini sifatnya otonom. Sehingga di tanah Batak ditemukan banyak bius yang mengikat puak-puak atau marga-marga induk. Dalam lingkup kekuasaan yang kecil ini, bius berhak menetapkan atau merumuskan peraturan yang di sebut “pitara” atau “patik” yang berarti
‘tertib aturan’. Bius juga mendelegasikan kekuasaan pada organisasi di bawahnya, yakni kepala huta atau ‘kepala desa’ yang di sebut raja huta serta kepala horja yang dinamakan raja parjolo atau raja terdepan. Dalam bidang hukum, misalnya, bius sebagai lembaga tertinggi berhak
6 Bungaran Antonius Simanjuntak, Dampak Otonomi Daerah Di Indonesia: Merangkai Sejarah Politik Dan Pemerintahan Indonesia (Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013).
40
memutuskan perkara jika berkaitan dengan sengketa antar huta atau horja, melalui persidangan yang di pimpin raja na opat atau empat raja doli.
Kemudian ketika era otoriter dan sentralisasi orde baru runtuh dan era reformasi dimulai, rakyat Indonesia melakukan gerakan desentralisasi tercepat dan terbesar dalam sejarah, dan gerakan desentralisasi ini diciptakan oleh kekuatan politik daerah yang muncul sejak jatuhnya pemerintahan Soeharto. Terlepas dari besar dan keragamannya, Indonesia pada saat itu memiliki sistem administrasi dan fiskal yang sangat terpusat.
Misalnya, pada fiskal 1999, Pemerintah pusat mengumpulkan 94% dari pendapatan pemerintah umum dan sekitar 60% dari belanja daerah ditransfer dari pemerintah pusat. Sistem ini melemahkan hubungan antara permintaan lokal dan pengambilan keputusan dalam layanan publik lokal, mengurangi akuntabilitas lokal, dan menyediakan alokasi sumber daya fiskal yang bersifat ad hoc di seluruh wilayah.7
Karena sifat yang sangat terpusat ini mengakibatkan ketidakpuasan masyarakat daerah terlebih saat suatu daerah yang di nilai mempunyai sumber daya yang kaya malah tidak menerima manfaat yang setara akibat dari sistem yang terpusat ini. Maka akibat alasan tersebutlah akhirnya arus protes yang timbul sudah tidak terbendung, tujuan utamanya adalah untuk secepatnya dilaksanakan perimbangan kekuasaan dengan menciptakan proyek desentralisasi atau otonomi daerah.
2. Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah merupakan pilihan politik suatu bangsa., hal ini merupakan dampak penerapan dari bentuk sebuah negara.
Masing-masing negara menerapkan otonomi daerah sesuai dengan kondisi politik kekuasaan negara tersebut. penerapan otonomi daerah juga dimaksud sebagai upaya mewujudkan terciptanya pusat-pusat kota baru yang bersifat metropolitan, kosmopolitan, sebagai sentra-sentra perdagangan, bisnis dan industri. Inti pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya kekuasaan
7 Muhammad Noor, Memahami Desentralisasi Indonesia (UNDP) (Yogyakarta:
Interpena, 2012). H, 55
pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintah sendiri atas dasar prakarsa, kreatifitas, peran serta aktif masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya.8
Setelah masa penjajahan Jepang berakhir pada tahun 1945 dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, salah satu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sejarah otonomi daerah di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 yang pada pokoknya mengatur tentang pembentukan daerah otonom keresidenan, kota dan kabupaten. Pada masa diundangkannya undang-undang tersebut, otonomi yang diberikan kepada berbagai daerah di sebut “Otonomi Indonesia” yang didasarkan pada kedaulatan rakyat dan oleh karena itu otonomi daerah lebih luas daripada pada zaman Belanda. Jenis urusan dan wewenang yang digunakan untuk urusan rumah tangga daerah belum ditentukan secara rinci. Pembatasannya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pusat dan daerah yang lebih tinggi, daerah dapat membuat dan memutuskan kebijakan. Hampir 100% dana rumah tangga daerah ditanggung daerah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Saat itu, kebijakan otonomi daerah dan pelaksanaannya lebih difokuskan untuk menjaga kemandirian dan mempertahankan kemerdekaan.9
Tahun 2001 merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah sesuai yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang secara serempak ditetapkan di seluruh wilayah di Indonesia. Menurut Widjaja “dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999, mulai tanggal 1 Januari 2001 Menteri Dalam Negeri dan otonomi daerah memberi arahan yang bisa dijadikan pedoman dalam penyusunan dan pelaksaaan APBD”.
8 Irfan Setiawan, Handbook Pemerintahan Daerah (Yogyakarta: Wahana Resolusi, 2018). h, 3-4
9 Dadang Sufianto, ‘Pasang Surut Otonomi Daerah Di Indonesia’, Jurnal Academia Praja, 3.2 (2020), 271–88.
42
Sedangkan menurut Djoko Hidayanto selaku Sekretaris Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Departemen Keuangan Negara mengatakan “Pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia efektif berlaku pada tanggal 1 Januari 2001”. Dan menurut Direktur dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Departemen Keuangan Republik Indonesia Kadjatmiko (2004) “1 Januari 2001 merupakan momentum pertama yang memiliki arti penting bagi negara Indonesia terutama untuk penyelenggara pemerintah di wilayah, sebab pada tahun tersebut kebijakan tentang otonomi daerah mulai diberlakukan secara efektif”.10
Kemudian seiring berjalannya waktu peraturan terkait otonomi daerah mengalami pergantian mengikuti kebutuhan zaman. Undang-Undang terakhir sebelum adanya Undang-Undang-Undang-Undang Cipta Kerja yang mengatur tentang otonomi daerah adalah Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang akhirnya harus tergantikan dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang berlaku sampai dengan sekarang.