• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan Pemikiran Hizbut Tahrir

Hizbut Tahrir telah melakukan pengkajian, penelitian dan studi terhadap kondisi umat, termasuk kemerosotan yang dideritanya. Kemudian membandingkannya dengan kondisi yang ada pada masa Rasulullah saw, masa Khulafa ar-Rasyidin, dan masa generasi Tabi’in. Selain itu juga merujuk kembali sirah Rasulullah saw, dan tata cara mengemban dakwah yang beliau lakukan sejak permulaan dakwahnya, hingga beliau berhasil mendirikan Daulah Islamiyah di Madinah. Dipelajari juga perjalanan hidup beliau di Madinah. Tentu saja, dengan tetap merujuk kepada Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang ditunjukkan oleh dua sumber tadi, yaitu Ijma Shahabat dan Qiyas. Selain juga tetap berpedoman pada ungkapan-ungkapan maupun pendapat-pendapat para Shahabat, Tabi’in, Imam-imam dari kalangan Mujtahidin.25

Setelah melakukan kajian secara menyeluruh itu, maka Hizbut Tahrir telah memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum yang berkaitan dengan fikrah dan thariqah. Semua ide, pendapat dan hukum yang dipilih dan ditetapkan Hizbut Tahrir hanya berasal dari Islam. Tidak ada satupun yang bukan dari Islam. Bahkan tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang tidak bersumber dari Islam.

25 web HTI op., cit

II.7.1. Fikrah Hizbut Tahrir

Fikrah yang dijadikan landasan bagi Hizbut Tahrir telahmerasuk dalam diri pengikutnya, yang selalu diusahakan agar menjadi bagian dari umat serta yang dijadikan perkara utama mereka adalah fikrah Islam, yaitu berupa akidah Islam serta seluruh ide yang lahir dari akidah, termasuk seluruh hukum yang dibangun diatas akidah tadi. Hizbut Tahrir telah mengadobsi dari fikrah Islam ini perkara-perkara yang diperlukan oleh sebuah partai politik yang bertujuan ingin mewujudkan Islam ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

II.7.2. Akidah Islam

Akidah Islam adalah Iman kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitab Allah RasulNya hari kiamat dan iman kepada qadla –qadar baik atau buruknya datang dari Allah Swt.

Iman adalah tashdiq al-jazim (membenarkan sesuatu dengan pasti) yang sesuai dengan kenyataan, serta berdasarkan bukti dan dalil. Apabila pembenaran ini tidak berdasarkan dalil maka tidak dapat disebut sebut sebagai iman. Sebab didalamnya tidak terdapat unsur kepastian. Begitu pula pembenaran tidak akan mencapai tingakat pasti kecuali jika ia ditetapkan dengan dalil yang pasti. Oleh karena itu dalil-dalil aqidah harus bersifat pasti dan tidak boleh bersifat dugaan.26

Akidah berupa kalimat Syahadat (Laa ilaha illa Allah, wa anna Muhammad ar-Rasulullah), tidak dianggap syahadat kecuali dilaksanakan berdasarkan ilmu, keyakinan dan pembenaran.

26 Taqiyudin An-Nabani op., cit hl. 46

Akidah Islam adalah azas bagi Islam, azas bagi pandangan hidup, azas bagi negara, konstitusi perundang-undangan, serata azas bagi segala sesuatu yang lahir dan dibangun dari atau di atas akidah, baik itu berupa pemikiran, hukum maupun persepsi Islam. Kidah Islam juga menjadi Qiyadah fikriyah (kepemimpinan Ideologis), qa’idah fikriya (landasan pemikiran), sebagai aqidah siyasyah (akidah yang bersifat politis). Sebab, ide-ide, hukum-hukum, pendapat-pendapat dan persepsi-persepsi yang lahir atau tumbuh diatas akidah terkait dengan urusan-urusan dunia dan tatacara pengaturannya, seperti halnya juga terkait dengan urusan akhira27

Akidah Islam juga menjadi azas yang mengatur seluruh urusan dunia. Didalamnya terdapat hukum-hukum tentang jual-beli sewa menyewa, perwakilan, jaminan (garansi) pemilikan, pernikahan, syirkah, warisan dan lain-lain. Di dalamnya juga terdapat hukum-hukum yang berkaitan dengan penjelasan tentang tatacara pelaksanaan hukum yang mengatur urusan-urusan dunia, seperti hukum wajib adanya amir bagi sebuah jama’ah, termasuk hukum dan tatacaram pengangkatan amir, maelakukan koreksi/krirtik dan taat kepadanya. Sama halnya dengan hukum-hukum jihad, perdamaian, gencatan senjata, atau hukum tentang ‘uqubat (sanksi) dan lain-lain. Dengan demikian akidah Islam adalah akidah yang mengatur segala urusan sehingga bisa disebut sebagi aqidah siyasyah (akidah yang bersifat politik). Karena, arti dari politik (siyasyah) adalah pengaturan dan pemeliharaan seluruh urusan umat.

t.

Akidah Islam juga merupakan akidah yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan dan peperangan, baikdalam mengemban dakwahnya,

mempertahankannya maupun dalam menegakkan negara yang berlandaskan pada akidah tersebut, yang akan melindungi akidah dan tetap berdiri atas akidah Islam serta berusaha melaksanakan hukum-hukumnya. Juga dalam melakukan koreksi terhadap penguasa apa bila mereka mengabaikan pelaksanaan hukum-hukum Islam dan melalaikan penyebarluasan rislaah Islam dan melalaikan penyebarluasan risalah Islam keseluruh dunia. 28

Akidah Islam menuntut penegasan hanya terhadap Allah, melalui ibadah dan ketundukan serta pengakuan bahwa hanya Allah lah pembuat peraturan. Menolak segala bentuk ubudiyah kepada selain Allah dari kalangan makhluk-makhlukNya, baik berupa patung, thaghut (perturan perundangan-undangan yang bukan berasal dari Allah) atau mengikuti hawa nafsu dan syahwat semata.

Allah Swt satusatunya khaliq (pencipta) yang berhak diibadahi. Dialah Sang Maha Kuasa, Maha Pembuat Hukum Sang Penunjuk, Pemeberi Rizki, yang menghidupkan dan mematikan, serta Maha Penolong. Seluruh kekuasaan berada di tanganNya. Ia berkuasa atas segala sesuatu tidak bersekutu dengan segala sesuatu siapaun dari ciptaanNya.

Akidah Islam juga menuntut hanya Rasul Muhammad Saw sebagai satu-satunya panutan diantara semua makhluk yang ada. Tidak boleh megikuti selain Rasulullah Muhammad dan tidak diterima selain dari beliau.

28 Ibid., h. 47

II.7.3. DEFENISI-DEFENISI SYARA’ DAN DEFENISI-DEFENISI BUKAN SYARA’.

DEFENISI-DEFENISI SYARA’

Defenisi hukum syara’ adalah seruan (Khithab) syar’i (Allah) yang berkaitan dengan perbuatan hamba (manusia). Sedangkan defenisi wajib adalah sesuatu yang diminta dengan seruan yang bersifat pasti, atau sesuatu yang diberikan pahalbagi yang melakukannya dan disiksa bagi yang meninggalkannya. Haram adalah sesuatu yang dilarang dengan ketentuan yang bersifat pasti, atau di siksa (berdosa) bila melakukannya.

DEFENISI-DEFENISI BUKAN SYARA’.

Defenisi yang termasuk kategori ini misalnya defenisi tentang al-fikri (pemikiran) tariqah aqliyah (pola pikir rasional) taqriqah ilmiyah ( pola fikr ilmiyah) atau pun tentang masyarakat. Semua itu berhubungan dengan fakta.

BAB III

STRUKTUR NEGARA KHILAFAH

III. 1 Pengertian dan defenisi Khilafah

Dalam pembahasan ini kiranya hal yang paling awal perlu dipahami adalah memahami apa itu khilafah. Baik pemahaman secara terminologi maupun secara maknawi. Khilafah secara bunyi sangat dekat dengan khalifah begitu juga hubungan makna antara kedua kata ini. Kata khilafah dalam konteks sekarang tentunya secara umum dipahami sebagai sebuah pemerintahan Islam yang di pimpim oleh seorang khalifah.

Khilafah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fiil madhi khalafa, berarti: menggantikan atau menempati tempatnya (Munawwir, 1984:390). Makna khilafah menurut Ibrahim Anis (1972) adalah orang yang datang setelah orang lain lalu menggantikan tempatnya (jaa`a ba’dahu fa-shaara makaanahu) (Al-Mu’jam Al-Wasith, I/251).

Dalam pengertian syariah, Khilafah digunakan untuk menyebut orang yang menggantikan Nabi SAW dalam kepemimpinan Negara Islam (ad-dawlah al-islamiyah) (Al-Baghdadi, 1995:20). Inilah pengertiannya pada masa awal Islam. Kemudian, dalam perkembangan selanjutnya, istilah Khilafah digunakan untuk menyebut Negara Islam itu sendiri (Al-Khalidi, 1980:226).

Pada dasarnya khalifah adalah sebutan bagi seorang pemimpin yang menggantikan kedudukan pemimpin sebelumnya (dalam urusan kenegearaan). Dalam periode pemerintahan Islam kita sering mendengar istilah ke khalifahan untuk menunjukkan sebuah kepemimpinan. Istilah khilafah sebagi suatu bentuk pemerintahan diamabil dari sebutan bagi pemimpinnya yaiyu sang Khalifah, suatu bentuk kepemimpinan dalam Islam yang juga mewakili suatu bentuk pemerintahan bahkan berkembang menjadi sebuatan bagi bentuk negara Islam (negara Khilafah).

Khilafah adalah sistem pemerintahan yang merujuk pada pemerintahan yang pernah dijalankan Rasulullah dan Khulafa Rasyidin. Sistem pemerintahan khilafah adalah sistem pemerintahan yang diwajibkan oleh Tuhan alam semesta dimana pemilihan atau pengangkatan khilafah sebagai seorang pemimpin dilakukan berdasarkan kitabullah dan Sunnah Rasul-nya untuk memerintah sesuai dengan wahyu yang diturunkan.

Istilah khalifah pertama sekali muncul sebagai sebutan bagi pengganti kepemimpinan Rasul setelah wafatnya. Masa-masa setelah pemerintahan Rasul dikenal sebagai masa kepemimpinan Khulafa Ar Rasyidin yakni dimulai sejak naiknya Abu Bakar As-Siddiq sebagai Khalifah pertama, kemudian digantikan oleh umar bin Khattab sebagai khalifah kedua dan kemudian digantikan oleh Ustman bin Affan sebagai khalifah ketiga dan khalifah keempat di duduki oleh Ali bin Abu Thalib. Hingga saat ini oleh sebagian kalangan konsep ataupun model pemerintahan Khilafah ini diyakini sebagai suatu bentuk pemerintahan Islam yang harus ditegakkan karena juga dianggap sebagai bentuk pemerintahan Islam yang murni.

Sebelum kita merinci bagaimana sistem dan struktur negara khilafah itu ada beberapa hal pokok yang terlebih dahulu harus kita pahami29

Pertama dalam pemahaman dan ide yang diyakini oleh Hizbut Tahrir

tentang khilafah adalah bahwa Sistem Pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Tuhan alam semesta adalah sistem Khilafah. Dimana dalam sistem ini pemimipin atau khilafah diangkat melalui bai’at berdasarkan dalil Al-Quran, Sunnah Rasul dan Ijmak sahabat. Salah satu dalil Al- Quran tentang hal ini adalah:

:

Karena itu, putuskanlah perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. (TQS al-Maidah [5]: 48).

Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dan berhati-hatilah terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepadamu. (TQS al-Maidah [5]: 49).

Berdasarkan dalil di ataslah ide penegakan khilafah itu muncul dan menguat sebagai sebuah bentuk pemerintahan yang wajib dijalankan. Seruan untuk memutuskan suatu perkara bedasarkan ketentuan Allah di artikan sebagai sebuah bentuk kewajiban mengikuti sumber hukum Allah yakni Al-Qur’an dan Sunnah. Allah telah menyerukan kepada rasul untuk memutuskan perkara berdasarkan Hukum dan ketentuan Allah maka setelah Rasul wafat kaum muslimin wajib memilih pemimpin untuk menegakan hukum dan memutuskan perkara di tengah mereka sesuai dengan wahyu dan ketentuan Allah.

29 syabab.com (situs pemuda Hizbut tahrir)

Kedua Sistem Pemerintahan Islam (Khilafah) berbeda dengan seluruh

bentuk pemerintahan yang dikenal di seluruh dunia. Baik dari segi asas yang mendasarinya, dari segi pemikiran, pemahaman, standard dan hukum-hukmnya untuk mengatur berbagai urusan darisegi segi konstitusi dan undang-undang yang dilegalisasi untuk diimplementasikan dan di terapkan, ataupun dari segi bentuknya yang mencerminkan Daulah Islam sekaligus membedakannya dari semua bentuk pemerintahan yang ada di dunia ini. Sering kali muncul banyak kesalahan dalam memahami sistem khilafah itu diantaranya adalah seringnya timbul anggapan bahwa bentuk pemerintahan Islam sam dengan bentuk kerajaan dan bahkan disamakan dengan model Imperium. Namun sesungguhnya hal pemerintahan Islam sangat jauh berbeda dari keduanya, Hal itu karena dalam sistem kerajaan, seorang anak (putra mahkota) menjadi raja karena pewarisan. Umat tidak memiliki andil dalam pengangkatan raja. Adapun dalam sistem Khilafah tidak ada pewarisan. Akan tetapi, baiat dari umatlah yang menjadi metode untuk mengangkat khalifah. Sistem kerajaan juga memberikan keistimewaan dan hak-hak khusus kepada raja yang tidak dimiliki oleh seorang pun dari individu rakyat. Hal itu menjadikan raja berada di atas undang-undang dan menjadikannya simbol bagi rakyat, yakni ia menjabat sebagai raja tetapi tidak memerintah, seperti yang ada dalam beberapa sistem kerajaan. Atau ia menduduki jabatan raja sekaligus memerintah untuk mengatur negeri dan penduduknya sesuai dengan keinginan dan kehendak hawa nafsunya, sebagaimana yang ada dalam beberapa sistem kerajaan yang lain. Raja tetap tidak tersentuh hukum meskipun ia berbuat buruk atau zalim. Sebaliknya, dalam sistem Khilafah, Khalifah tidak diberi kekhususan

dengan keistimewaan yang menjadikannya berada di atas rakyat sebagaimana seorang raja. Khalifah juga tidak diberi kekhususan dengan hak-hak khusus

yang mengistimewakannya di hadapan pengadilan dari individu-individu umat. Khalifah juga bukanlah simbol umat dalam pengertian seperti raja dalam sistem kerajaan. Khalifah merupakan wakil umat dalam menjalankan pemerintahan dan kekuasaan. Ia dipilih dan dibaiat oleh umat untuk menerapkan hukum-hukum syariah atas mereka. Khalifah terikat dengan hukum-hukum syariah dalam seluruh tindakan, kebijakan, keputusan hukum, serta pengaturannya atas urusan-urusan dan kemaslahatan umat.

Sistem Pemerintahan Islam juga bukan sistem imperium (kekaisaran). Sebab, sesungguhnya sistem imperium itu sangat jauh dari Islam. Berbagai wilayah yang diperintah oleh Islam meskipun penduduknya berbeda-beda suku dan warna kulitnya, yang semuanya kembali ke satu pusat tidak diperintah dengan sistem imperium, tetapi dengan sistem yang bertolak belakang dengan sistem imperium. Sebab, sistem imperium tidak menyamakan pemerintahan di antara suku-suku di wilayah-wilayah dalam imperium. Akan tetapi, sistem imperium memberikan keistimewaan kepada pemerintahan pusat imperium, baik dalam hal pemerintahan, harta, maupun perekonomian. Metode Islam dalam memerintah adalah menyamakan seluruh orang yang diperintah di seluruh wilayah negara. Islam menolak berbagai sentimen primordial (‘ashbiyât al-jinsiyyah). Islam memberikan berbagai hak pelayanan dan kewajibankewajiban kepada non-Muslim yang memiliki kewarganegaraan sesuai dengan hukum syariah. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kaum Muslim secara adil. Bahkan lebih dari itu, Islam tidak menetapkan bagi seorang pun di antara rakyat di

hadapan pengadilan apapun mazhabnya sejumlah hak istimewa yang tidak diberikan kepada orang lain, meskipun ia seorang Muslim. Sistem pemerintahan Islam, dengan adanya kesetaraan ini, jelas berbeda dari imperium. Dengan sistem demikian, Islam tidak menjadikan berbagai wilayah kekuasaan dalam negara sebagai wilayah jajahan, bukan sebagai wilayah yang dieksploitasi, dan bukan pula sebagai “sapi perah” yang diperas untuk kepentingan pusat saja. Akan tetapi, Islam menjadikan semua wilayah kekuasaan negara sebagai satu kesatuan meskipun jaraknya saling berjauhan dan penduduknya berbeda-beda suku. Semua wilayah dianggap sebagai bagian integral dari tubuh negara. Seluruh penduduk wilayah memiliki hak seperti penduduk pusat atau wilayah lainnya. Islam menetapkan kekuasaan, peraturan pemerintahan adalah satu untuk semua wilayah.

Ketiga bahwa struktur negara khilafah berbeda dengan struktur semua

sistem yang dikenal di dunia saat ini, keski ada kemiripan dalam penampakannya. Struktur negar khilafah ditetapkan berdasarkan negara madinah yang pernah didirikan Rasulullah. Adapun struktur negara khilafah akan di rincikan dalam bagian bahasan berikutnya.

III.2. Struktur Negara Khilafah

Dokumen terkait