Mu‘âwin adalah pembantu yang telah diangkat oleh Khalifah untuk membantunya dalam mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas-tugas kekhilafahan32
32 Ibid, . h. 90
. Karena banyaknya tugas-tugas kekhilafahan, khususnya ketika wilayah negara Khilafah menjadi semakin besar dan bertambah luas, Khalifah akan berat untuk mengembannya seorang diri. Karena itu, ia membutuhkan orang yang dapat membantunya dalam mengemban tanggung jawab kekhilafahan dan
melaksanakantugas-tugas kekhilafahan itu. Penyebutan para Mu‘âwin dengan sebutan Wuzarâ’ tanpa disertai pembatasan adalah tidak boleh agar pengertian Wazîr (Mu‘âwin) dalam Islam tidak rancu dengan pengertiannya dalam berbagai sistem pemerintahan kontemporer yang berdiri di atas asas demokrasi kapitalis-sekularis atau sistem-sistem lain yang dapat kita saksikan saat ini. Wazîr at-Tafwîdh atau Mu‘âwin at-at-Tafwîdh adalah Wazîr yang ditunjuk Khalifah untuk bersama-sama mengemban tanggung jawab pemerintahan dan kekuasaan. Dalam hal ini, Khalifah mendelegasikan kepadanya pengaturan berbagai urusan Wazîr at-Tanfîdz adalah wazir yang ditunjuk oleh Khalifah sebagai pembantunya dalam implementasi kebijakan, dalam menyertai Khalifah, dan dalam menunaikan kebijakan Khalifah.
Wazîr at-Tanfîdz merupakan penghubung Khalifah dengan struktur dan aparatur negara, rakyat, dan pihak luar negeri. Ia bertugas menyampaikan kebijakan-kebijakan Khalifah kepada mereka dan menyampaikan informasi dari mereka kepada Khalifah. Sebab, Wazîr at-Tanfîdz ditunjuk sebagai pembantu Khalifah dalam pelaksanaan berbagai urusan, bukan sebagai penanggung jawab dan bukan pula sebagai orang yang diserahi wewenang atas berbagai urusan tersebut. Tugasnya adalah tugas administrasi, bukan tugas pemerintahan. Departemennya merupakan lembaga pelaksana yang melaksanakan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Khalifah kepada instansi-instansi dalam negeri dan luar negeri, di samping menyampaikan informasi-informasi dari berbagai instansi itu. Dia merupakan penghubung Khalifah dengan struktur negara dan aparat yang lain; menyampaikan kebijakan dari Khalifah kepada bawahannya dan menyampaikan informasi dari bawahan Khalifah kepada Khalifah.
Khalifah adalah penguasa yang melaksanakan pemerintahan, menjalankan kebijakan, dan mengatur berbagai urusan rakyat. Pelaksanaan pemerintahan, implementasi kebijakan, dan pengaturan berbagai urusan itu memerlukan aktivitas–aktivitas administratif. Hal ini mengharuskan adanya instansi khusus. Instansi khusus ini senantiasa bersama mendampingi Khalifah untuk mengatur berbagai urusan yang diperlukan Khalifah dalam rangka melaksanakan tanggung jawab kekhilafahan. Hal ini mengharuskan adanya Mu‘âwin at-Tanfîdz yang ditunjuk oleh Khalifah. Mu‘âwin at-Tanfîdz ini melaksanakan tugas-tugas administratif, bukan tugas-tugas pemerintahan seperti halnya Mu‘âwin at-Tafwîdh. Karena itu, Mu‘âwin at-Tanfîdz tidak bisa mengangkat wali, amil, dan tidak mengurusi urusan-urusan masyarakat. Tugas-tugasnya hanyalah tugas administratif untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan tugas-tugas administratif yang dikeluarkan oleh Khalifah atau yang dikeluarkan oleh Mu‘âwin at-Tafwîdh. Atas dasar ini, instansi ini disebut Mu‘âwin at-Tanfîdz. Para fuqaha menyebutnya Wazîr at- Tanfîdz atau Mu‘âwin at-Tanfîdz, dengan dasar bahwa kata wazîr secara bahasa artinya adalah pembantu. Para fuqaha berkata, “Wazir ini merupakan penghubung Khalifah dengan rakyat dan wali. Ia menyampaikan apa saja yang diperintahkan oleh Khalifah, menjalankan apa saja yang dikeluarkan oleh Khalifah, dan menjalankan apa yang diputuskan Khalifah; memberitahukan pengangkatan para wali serta penyiapan pasukan dan para penjaga; dan menyampaikan apa saja yang berasal dari mereka semua kepada Khalifah. Ia senantisa mengikuti perkembangan dengan baik agar bisa melaksanakannya sesuai dengan apa yang telah diperintahkan kepadanya. Jadi, ia adalah pembantu Khalifah untuk mengimplementasikan berbagai urusan, bukan sebagai wali yang
mengendalikan dan memimpin urusan itu. Mu‘âwin at- Tanfîdz ini mirip dengan Kepala Kantor Kepala Negara (Kepala Kantor Kepresidenan atau Perdana Menteri) pada sistem sekarang.”
Mu‘âwin at-Tanfîdz itu berhubungan langsung dengan Khalifah sebagaimana Mu‘âwin at-Tafwîdh, dan dia dalam posisi sebagai orang dekat (bithânah) Khalifah, tugasnya juga senantiasa bersentuhan dengan penguasa (Khalifah); tugasnya mengharuskan dirinya senantiasa menyertai Khalifah dan bertemu empat mata dengan Khalifah setiap waktu, baik malam ataupun siang. Semua itu tidak sesuai dengan kondisi wanita menurut ketentuan hukum syariah. Karena itu, Mu‘âwin at-Tanfîdz harus seorang laki-laki. Mu‘âwin at-Tanfîdz juga tidak boleh dijabat oleh orang kafir, tetapi wajib dijabat oleh seorang Muslim karena keberadaannya sebagai orang dekat (bithânah) Khalifah.
Urusan-urusan yang di dalamnya Mu‘âwin at-Tanfîdz menjadi penghubung Khalifah dengan pihak lain ada empat urusan:
1. Hubungan Internasional, baik yang ditangani langsung oleh Khalifah maupun yang dibantu oleh Departemen Luar Negeri yang menjalankan urusan itu.
2. Militer atau tentara.
3. Aparat/instansi negara selain militer. 4. Hubungan dengan rakyat.
Khalifah adalah pemerintah secara real. Khalifahlah yang menjalankan pemerintahan secara langsung, mengimplementasikan dan mengurusi berbagai urusan masyarakat. Karena itu, Khalifah harus terus-menerus melakukan kontak dengan instansi-instansi negara, melaksanakan hubungan-hubungan internasional,
dan kontak dengan rakyat. Dia harus mengeluarkan berbagai hukum, menetapkan berbagai kebijakan, dan melaksanakan tugas-tugas mengurusi rakyat. Dia memonitor jalannya instansi negara dan apa yang disampaikan instansi-instansi negara itu kepadanya serta apa saja yang menjadi kebutuhannya; sebagaimana kepadanya juga disampaikan secara langsung berbagai tuntutan, keluhan, dan urusan rakyat. Dia juga harus senantiasa mengikuti aktivitas aktivitas kenegaraan. Karena fakta aktivitas-aktivitas itulah Mu‘âwin at-Tanfîdz menjadi perantara Khalifah dalam semua aktivitas itu; menyampaikan apa saja dari dan kepada Khalifah. Karena semua yang keluar dari Khalifah kepada instansi-instansi dan apa saja yang disampaikan dari instansi-instansi itu kepada Khalifah memerlukan monitoring secara intens untuk mengimplementasikannya, Mu‘âwin at-Tanfîdz juga wajib melakukan monitoring secara intens hingga implementasi semua itu bisa berjalan sempurna. Karena itu, Mu‘âwin at-Tanfîdz harus secara intens mengikuti Khalifah dan instansi-instansi negara yang lain. Dia tidak boleh menghindar dari tugas monitoring itu kecuali diminta oleh Khalifah sehingga ia melaksanakan perintah Khalifah dan menghentikan aktivitas monitoringnya. Sebab, Khalifah adalah penguasa dan perintahnya harus dilaksanakan.
Adapun berkaitan dengan pasukan dan hubungan internasional, urusan-urusan ini biasanya memerlukan delegasi dan hal itu adalah wewenang khusus Khalifah. Karena itu, Mu‘âwin at-Tanfîdz tidak memantau dan tidak memonitor pelaksanaannya, kecuali Khalifah memintanya untuk memantaunya, maka ia memantau perkara yang diminta oleh Khalifah saja dan tidak boleh memantau urusan yang lain.
Sementara itu, hubungan dengan rakyat dari sisi pemeliharaan urusan mereka, penunaian tuntutan-tuntutan mereka, dan penghilangan kezaliman yang menimpa mereka, maka semua itu adalah urusan Khalifah dan orang yang mewakilinya. Semua itu bukan urusan Mu‘âwin at-Tanfîdz; ia tidak boleh memantaunya, kecuali dalam urusan yang diminta oleh Khalifah agar dia memantaunya. Aktivitas Mu‘âwin at-Tanfîdz terkait dengan urusan tersebut adalah menunaikannya, bukan memantaunya. Semua itu mengikuti realita aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh Khalifah, dan berikutnya yang dilakukan oleh Mu‘âwin at-Tanfîdz.