• Tidak ada hasil yang ditemukan

menyusun makalah dan digunakan sebagai instrumental input

dalam pemecahan persoalan berupa paradigma nasional yang meliputi Landasan ldiil Pancasila, Landasan konstitusional UUD Negara RI 1945, Landasan Visional Wawasan Nusantara, dan Landasan Konsepsional Ketahanan Nasional dan Landasan Operasional peraturan perundang-undangan yang terkait serta landasan teori yang relevan dan tinjauan pustaka.

c. BAB III, KONDISI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI, IMPLIKASI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI TERHADAP PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA SERTA PERMASALAHANNYA. Pada bab ini dibahas

tentang kondisi implementasi kepemimpinan RLA saat ini, dan implikasinya terhadap peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa, serta mengindentifikasi permasala-han yang dihadapi.

d. BAB IV, PENGARUH PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS. Pada bab ini diuraikan tentang perkembangan lingkungan strategis yang mencakup Lingkungan Global, Lingkungan Regional, dan Lingkungan Nasional, berikut Peluang dan Kendala yang mempengaruhi implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri guna peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.

e. BAB V, IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI YANG DIHARAPKAN YANG DAPAT MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA. Pada bab ini dibahas tentang implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri yang diharapkan, dan kontribusinya terhadap ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa, serta indikator keberhasilan.

f. BAB VI, KONSEPSI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA YANG DAPAT MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA. Pada Bab ini diuraikan konsepsi implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri guna peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa yang berisikan kebijakan yang ditempuh, strategi yang diterapkan dan upaya yang dilakukan.

g. BAB VII, PENUTUP. Pada Bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dan beberapa saran yang dikemukakan.

4. Metode dan Pendekatan

Dalam penulisan ini metode yang digunakan adalah deskriptif analitis, yakni menyajikan, menelaah, menjelaskan data maupun informasi

yang berkaitan dengan materi permasalahan, sekaligus analisis yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan (library research), serta menerapkan pendekatan yang komprehensif, integral dan holistik dengan menggunakan pisau analisis Ketahanan Nasional dengan beberapa gatra di dalamnya.

5. Pengertian

a. Kepemimpinan. Seperti diketahui kata Kepemimpinan adalah kata sifat yang berasal dari kata “pemimpin”, sehingga dapat dikatakan bahwa Kepemimpinan adalah sifat atau perilaku dari seorang pemimpin.8 Teori tentang Kepemimpinan ini seperti diketahui cukup banyak. Seperti George R. Terry misalnya mengatakan : Kepemimpinan merupakan hubungan seseorang dengan pimpinannya, dimana pemimpin tersebut dapat mempengaruhi untuk bekerja bersama-sama secara ikhlas. Sayidin Suryodiningrat dalam Kepemimpinan ABRI, 1996, menguraikan : Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk membawa atau mengajak orang-orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan memperoleh kepercayaan dan respek dari orang-orang itu. Harold Koontz dan Cyrill O’ Donnel menyatakan bahwa : Kepemimpinan dapat didifinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi seseorang dengan sarana komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Berkaitan dengan bangsa dan negara maka Kepemimpinan ini dimaksudkan sebagai Kepemimpinan Nasional yang dapat didifinisikan sebagai kelompok pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan nasional di dalam setiap gatra (Astagatra) pada bidang/ sektor profesi baik di supra struktur, infra struktur dan sub struktur, formal dan informal yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan/ mengerahkan segenap potensi kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD N RI 1945 serta memperhatikan

8 Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Kepemimpinan, Kepemimpinan

dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang.9

b. Rahmatan Lil Alamin diambil dari bahasa Al Qur’an atau Arab dari surat Al-Anbiya ayat (107), yang artinya “Dan tiada kami mengutus kamu (wahai Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”. Jadi sesungguhnya rahmatan lil alamin ini sesuatu yang melekat pada Nabi Muhammad SAW, sesuatu yang berhubungan dengan “diin” atau keyakinan Islam. Dengan tidak menghilangkan pemaknaan tersebut, penulis mengambil istilah rahmatan lil alamin (RLA) sebagai sebuah ungkapan yang bermakna “rahmat bagi semesta alam”, menebar cinta kasih bagi seluruh umat manusia di dunia dan segala ciptaan Tuhan di alam semesta baik benda hidup (biotik) maupun benda mati (abiotik). Rahmatan lil alamin yang dimaksud oleh penulis adalah sebuah paradigma yang harus memberi mashlahat (kebaikan atau kemanfaatan), tidak boleh merusak dan menghancurkan yang juga bermakna anti kekerasan (baik phisik maupun psikis) dan toleran terhadap perbedaan yang melampaui dari makna kebhinekaan.

c. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.10

d. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang

9 Ibid, hal. 12.

10 Lembaran Negara R.I Tahun 2002 Nomor 2, UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri,

diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.11

e. Ketahanan Pangan. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.12

f. Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya.13

g. Kemandirian diartikan hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Padanan katanya independent, otonom, swasembada, sendiri dan bebas. Dalam pembelajaran “Implementasi Sismennas Dalam Penyelengaraan Negara Guna Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa” yang disampaikan oleh Mayjend. TNI (Pur) SHM Lerrick, kemandirian bangsa tidak berarti bahwa segala upaya pembangunan diprogramkan dan dianggarkan sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Kebutuhan pangan nasional tidaklah mungkin dipenuhi dari dalam negeri saja, tetapi impor pangan tetap dibutuhkan tanpa mengorbankan produk-produk pangan nasional.

11 ______ UU Nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal 1 ayat (1) dan Peraturan

Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 ayat (2).

12 Lembaran Negara R.I Tahun 2002 Nomor 142, Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun

2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 ayat (1).

13 Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Ketahanan Nasional, Pokok

Kemandirian Bangsa diartikan sebagai kemampuan untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara melalui kerja keras secara mandiri dan mampu berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Suatu bangsa dikatakan mandiri apabila proses penyelenggaraan bernegara diarahkan sepenuhnya bagi kepentingan bangsa itu sendiri dan dilakukan oleh seluruh komponen bangsa secara berdaulat.

BAB II

LANDASAN PEMIKIRAN

6. Umum

Seperti telah sedikit disinggung di atas khususnya dalam pengertian tentang kepemimpinan, menegaskan bahwa betapa pentingnya posisi pemimpin dalam suatu organisasi. Dari difinisi kepemimpinan dan kepemimpinan nasional menegaskan kepada kita bahwa posisi dan kedudukan dari seorang pemimpin adalah sebagai unsur penggerak dalam berkehidupan di organisasi, apa lagi dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat untuk mencapai tujuan nasional. Posisi atau kedudukan para pemimpin sangat menentukan apakah tujuan organisasi, bangsa dan negara mereka dapat dicapai atau tidak. Dr. Adi Sujatno, S.H salah satu Tenaga Profesional Bidang Kepemimpinan Nasional Lemhannas R.I menegaskan tetang pengertian kepemimpinan sebagai berikut; (1)

Kepemimpinan merupakan sebuah kegiatan, (2) Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan untuk selalu berusaha mempengaruhi orang lain dan (3) Kepemimpinan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.14 Posisi yang penting dan strategis dari pemimpin ini dalam konteks kehidupan nasional, berbangsa dan bernegara setiap implementasi atau operasionalisasinya dalam bentuk gaya atau style haruslah berlandaskan pada nilai-nilai pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila sebagai landasan idiil, UUD N RI 1945 sebagai landasan konstitusional, Wawasan Nusantara sebagai landasan visional dan Ketahanan Nasional sebagai landasan konsepsional, dengan tetap meletakkan kepentingan nasional di atas segala-galanya.

Demikian juga halnya dengan pilihan style atau gaya kepemimpinan yang penulis kemukakan yaitu kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin (RLA) tidaklah terlepas dari paradigma nasional maupun nilai-nilai yang berlaku di lingkungan Polri seperti Tribrata, Catur Prasetya, Kode Etik Polri dan peraturan perundang-undangan tentang pembangunan nasional, tentang Polri maupun yang berkaitan dengan ketahanan pangan.

7. Paradigma Nasional

a. Pancasila sebagai Landasan Idiil

Sesuatu yang penting direnungkan dalam pemaknaan Pancasila sebagai falsafah pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila digali dari nilai-nilai luhur yang lebih mementingkan adanya keseimbangan hubungan antar manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Pancasila mengajarkan sebuah ketaqwaan kepada sang penciptanya dan religiusitas dimana hubungan manusia dengan Tuhan akan menjadi dasar hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam ciptaannya. Hubungan yang harmonis ini akan memunculkan suasana damai antar sesama manusia dan dengan alam sekitarnya. 15 Dengan bahasa lain dapat dikatakan

14 Dr. Adi Sujatno, SH., Teori-teori Kepemimpinan, Lemhannas R.I., Cetak Kedua, Jakarta,

2010, Hal. 15.

15 Lemhannas R.I., Tim B.S. Idiologi, TOR DAK B.S Idiologi PPRA XLVIII-2012, Jakarta,

bahwa kehadiran manusia yang ber-Pancasila akan memberikan kemanfaatan bagi sesamanya manusia serta alam dengan segala isinya atau dikatakan rahmatan lil alamin (membawa rahmat atau kemanfaatan bagi sesamanya manusia serta alam dan seisinya). Membawa rahmat bagi siapapun juga ini dimaksudkan baik bagi sesamanya manusia yang memang baik seperti patuh kepada ajaran agama dan Pancasila maupun bagi sesamanya yang tidak baik, dalam bahasa hukum yang patuh hukum maupun yang tidak patuh hukum.

Sebagai ideologi nasional, Pancasila merupakan panggilan hidup dan komitmen bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan visi pembangunan nasionalnya, yaitu terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai yang menjunjung tinggi hukum, ketenteraman dan hak asasi manusia, serta terwujudnya penghidupan yang layak guna memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan berkelanjutan. Pancasila memberikan pemahaman bahwa kodrat manusia ialah sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, Pancasila merupakan penuntun dan pengikat moral serta norma sikap dan tingkahlaku Bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk dalam kehidupan global.

a. UUD Negara RI 1945 (Amandemen) Sebagai Landasan Konstitusional

UUD Negara RI 1945 merupakan keputusan politik nasional yang dituangkan dalam norma-norma konstitusi dalam rangka menentukan sistem dan pemerintahan negara. Seluruh aspek kehidupan bangsa dan negara dengan demikian tercakup dalam pengaturan yang tertuang dalam perundang-undangan berdasarkan konstitusi. Negara RI bukanlah negara kekuasaan yang dilaksanakan dengan sistem totaliter, karena penyelenggaraan negara didasarkan atas hukum. Dengan demikian, kekuasaan

hanya dilaksanakan melalui pengaturan menurut hukum yang berlaku.

Hukum sebagai pranata sosial disusun bukan untuk kepentingan kekuasaan golongan maupun perorangan, termasuk bukan untuk keenakan bagi seorang pemimpin, namun untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia agar dapat berfungsi sebagai penjaga ketertiban bagi seluruh rakyat dengan peran pemimpin sebagai penggeraknya. Sebagai landasan konstitusional UUD Negara RI 1945 merupakan sumber hukum yang menuntun bagaimana penerapan hukum atau pelaksanaan kebijakan yang diantaranya untuk mewujudkan kepemimpinan yang RLA di lingkungan Polri guna peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.

c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional

Wawasan atau cara pandang dalam mencapai tujuan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara, yang mencakup perwujudan kepulauan Nusantara sebagai suatu kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial budaya dan kesatuan hankam dalam kaitan dengan ideologi nasional. Wawasan Nusantara merupakan operasionalisasi lebih lanjut dari ideologi nasional dalam memandang diri dan lingkungannya. Keyakinan yang mantap terhadap Pancasila dan UUD Negara RI 1945 merupakan modal dasar dalam pencapaian tujuan nasional dengan motor penggeraknya dari para pemimpin yang berada pada level apapun. Dengan demikian, sesungguhnya seluruh komponen bangsa seperti birokrat, politisi (supra struktur politik, infra struktur politik) lebih khusus para pemimpinnya harus berwawasan Nusantara, yaitu memberikan pengakuan dan kesadaran bahwa masyarakat Indonesia adalah manusia yang mendiami kepulauan Nusantara, serta memiliki komitmen menuju kesejahteraan bersama melalui pembangunan nasional di tengah-tengah keanekaragaman.

d. Ketahanan Nasional Sebagai Landasan Konsepsional Setiap bangsa dalam rangka mempertahankan kehidupannya, eksistensinya dan untuk mewujudkan tujuan berdasarkan ideologi nasionalnya perlu memiliki pemahaman ideologi nasional, konstitusi, wawasan geopolitik dan dalam implementasinya diperlukan suatu geostrategi. Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi, selaras dan berkeadilan dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berdasarkan Pancasila, UUD Negara RI 1945 dan Wawasan Nusantara. Ketahanan Nasional harus diwujudkan dan dibina secara dini dan terus menerus serta sinergis, mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan nasional berdasarkan pemikiran geostrategi yang dirancang dan dirumuskan dengan memperhatikan kondisi bangsa dan geografi Indonesia. Pemikiran tersebut merupakan konsepsi Ketahanan Nasional yang dapat digunakan untuk melandasi implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri guna peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.

e. Tribrata Sebagai Pedoman Hidup Polri

Seperti telah juga disinggung di atas tentang perubahan dan pemaknaan baru Tribrata sebagai pedoman hidup Polri, maka pemaknaan baru ini tentu harus menjadi landasan dari pada implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri. Tribrata adalah nilai dasar yang merupakan pedoman moral dan penuntun nurani bagi setiap anggota Polri serta dapat pula berlaku bagi pengembangan fungsi kepolisian lainnya. Pemaknaan baru tersebut dijelaskan sebagaimana dalam lampiran.16

Dengan pemaknaan baru akan Tribrata tersebut, menegaskan kepada kita bahwa implementasi kepemimpinan RLA

di lingkungan Polri guna ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa haruslah mendasarkan kepadanya. Dengan demikian gaya atau style kepemimpinan RLA merupakan pengejawantahanan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribarata.

f. Catur Prasetya Sebagai Pedoman Kerja Polri

Nilai-nilai yang juga berlaku di lingkungan Polri sebagai pedoman dalam bekerja dan tentu akan mempengaruhi terhadap implementasi kepemimpinan di lingkungan Polri adalah Catur Prasetya. Pemaknaan baru akan nilai-nilai tersebut terlampiran. 17

8. Peraturan Perundang-undangan

a. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri. Hal yang penting dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri ini diantaranya adalah pertimbangan pembentukan UU ini yang menyebutkan bahwa keamanan dalam negeri sebagai syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur dan beradap berdasarkan Pancasila dan UUD N RI 1945. Dikatakan juga bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri dilakukan melalui penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi harkamtibmas, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat yang dilakukan oleh Polri selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjungjung tinggi hak asasi manusia. Hal yang penting lainnya dalam UU ini adalah pengaturan tentang fungsi kepolisian yang dijelaskan adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang harkamtibmas, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Diatur juga tentang tujuan Polri, yaitu mewujudkan Kamdagri meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjungjung tinggi HAM. Hal lainnya UU ini mengatur tentang tugas pokok,

tugas dan wewenang Polri, tugas pokok Polri adalah (1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (2) Menegakkan hukum; dan (3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Demikian juga tentang wewenang diatur lebih rinci sebagai penjabaran dari tugas pokok sebagai pemelihara kamtibmas dan penegak hukum.

b. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. UU ini mengatur tentang pangan yang pembuatannya didasarkan pada beberapa pasal dalam UUD N RI 1945 (amandemen), yaitu : pasala 5 (1) tentang hak Presiden mengajukan rancangan UU, pasal 20 (1) tentang kekuasaan DPR membentuk UU, pasal 27 (2) tentang hak tiap-tiap warga negara atas pekerjaannya dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pasal 33 tentang perekonomian negara disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.

UU ini bertujuan mengatur, membina dan mengawasi masalah pangan agar :

1) Tersediannya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia.

2) Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan

3) Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.18

c. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan. PP ini dibuat atas dasar UUD N RI 1945 (amandemen) pasal 5 (2) dan sebagai penjabaran dari UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup,

aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. PP No. 68/ 2002 ini juga mengatur tentang ketersediaan pangan, cadangan pangan nasional, penganeka-ragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, pengendalian harga, peran pemerintah daerah dan masyarakat. Peran pemerintah daerah dijelaskan sebagai berikut : Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan/ atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan diwilayahnya masing-masing, dengan memperhatikan pedoman, norma, standar, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan/ atau Pemerintah Desa mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan. Dalam mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan :

1) Memberikan informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan penyelenggaraan ketahanan pangan;

2) Membantu kelancaran penyelenggaraan ketahanan pangan;

3) Meningkatkan motivasi masyarakat dalam penyeleng-garaan ketahanan pangan;

4) Meningkatkan kemandirian rumah tangga dalam mewujudkan ketahanan pangan.

d. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang ini mengatur perencanaan jangka panjang untuk kurun waktu 20 tahun, pembangunan jangka menengah untuk kurun waktu 5 tahun, dan pembangunan tahunan.19 Sebagaimana dikemukakan dalam pembelajaran Sismennas UU Sisren Bangnas ini merupakan salah

19 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Pokja Bidang Studi Sistem

satu ujud dari implementasi Sistem Informasi Nasional atau Simnas dalam Sistem Manajemen Nasional.

e. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Sebagaimana ditegaskan bahwa visi Indonesia 2005-2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, maju, adil dan makmur”. Dari visi ini dijabarkan dalam 8 (delapan) misi dan yang berkaitan dengan bidang tugas Kepolisian adalah misi ke tiga, yaitu mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum dengan penekanan melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif dan memihak kepada rakyat kecil. Sedangkan dibidang keamanan berada pada misi keempat yaitu mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu dengan penekanan memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat, mencegah tindak kejahatan dan menuntaskan tindakan kriminalitas. Tentu saja kebijakan pemerintah ini sangat mempengaruhi bagaimana implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri. Sebagai gambaran pentahapan pembangunan RPJPN 2005-2025 dapat dilihat dalam tabel berikut.

TABEL : 1

PENTAHAPAN PEMBANGUNAN DALAM RPJPN 2005-2025

f. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 Tentang RPJMN 2010-2014. Di dalam Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditentukan visinya adalah terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan yang memiliki program aksi sebelas prioritas pembangunan nasional dan tiga prioritas lainnya, dimana prioritas ke-lima adalah ketahanan pangan. Diluar 11 Prioritas Nasional 2010-2014 dalam salah satu prioritas lainnya adalah prioritas dibidang politik, hukum dan keamanan yang memprioritaskan masalah mekanisme prosedur penanganan terorisme, deradikalisasi menangkal terorisme, meningkatkan peran Indonesia mewujudkan perdamaian dunia, penguatan dan pemantapan hubungan kelembagaan dan pemberantasan korupsi, peningkatan kepastian hukum dan penguatan perlindungan HAM.

Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan revitalisasi pertanian untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan dan sumber daya alam dapat dilihat dalam lampiran.

g. Keputusan Kapolri No. Pol : Kep/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005 Tentang Grand Strategi Polri 2005-2025. Grand Strategi ini bukan dibuat oleh Polri semata, tetapi lebih melibatkan civitas akademika dari UI dan UGM. Dalam Grand Strategi ini secara umum mengarahkan pembangunan Polri untuk 20 tahun kedepan, Polri akan dibawa kemana, dan sesuai Grand Strategi tersebut secara garis besar arah pembangunan Polri adalah : Renstra pertama 2005-2009 yang lalu pembangunan Polri sesungguhnya diarahkan kepada pembangunan kepercayaan masyarakat kepada Polri atau Trust Building. Kemudia Renstra ke dua 210-2014 diarahkan kepada membangun kemitraan atau kebersamaan atau Pathnership Building dan kemudian Renstra ketiga 2015-2025 diarahkan kepada pembangunanyang

Dokumen terkait