KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa serta atas segala rakhmat dan perkenan-Nya, penulis sebagai salah satu peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVIII Tahun 2012 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, telah berhasil menyelesaikan tugas Kertas Karya Perorangan (TASKAP) ini. Berbagai kendala yang penulis hadapi, baik berupa keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, maupun keterbatasan waktu, namun berkat dukungan berbagai pihak yang dengan tulus membantu penulis, maka tugas ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Kertas Karya Perorangan ini memilih judul : “Implementasi Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin di Lingkungan Polri Guna Peningkatan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa”.
Implementasi kepemimpinan yang RLA di lingkungan Polri pada tataran realitas akan membawa organisasi Polri sebagai bagian dari aparat pemerintahan yang transparan dan akuntabel dan dapat menjadi pengungkit terwujudnya pemerintahan yang bersih atau baik dan sistem tata kelola pemerintahan yang amanah atau yang baik dan bertangung jawab (clean government and good governance). Kehadiran Polri sebagai bagian dari pemerintah yang dapat dipercaya, berkemitraan dengan seluruh pemangku kepentingan serta memberikan pelayanan yang prima, adalah ujud atau keluaran dari pada Polri yang RLA. Dengan demikian, dalam pelaksanaan tugas pokok Polri yang bernuansakan ramatan lil alamin, dengan senantiasa melalui pendekatan komprehensif, integratif dan holistik, akan memberikan kontribusi kepada penguatan ketahanan pangan dan penguatan ketahanan pangan pada gilirannya akan memperkuat kemandirian bangsa Indonesia.
Dengan segala kerendahan hati, menjadi suatu kehormatan bagi penulis apabila dalam kesempatan ini dapat menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :
1. Bapak Gubernur Lemhannas RI, beserta para pejabat utama dan seluruh staff Lemhannas RI yang dengan penuh perhatian telah membimbing dan mengarahkan penulis selama mengikuti Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVIII Tahun 2012.
2. Bapak Dr. Adi Sujatno, Bc.Ip, SH, MH sebagai Tenaga Profesional Bidang Pimnas Lemhannas R.I dan sebagai tutor Taskap penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis sehingga Kertas Karya Perorangan ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
3. Rekan-rekan peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVIII Tahun 2012 Lemhannas RI, yang dengan setia memberikan dorongan semangat kepada penulis sehingga Kertas Karya Perorangan ini dapat penulis selesaikan.
ADINEGARA dan BERLIAN ZULIA ADINEGARA, doa dan pemberian semangat mereka menjadi bekal bagi penulis dalam menekuni tugas belajar di Lemhannas RI ini.
Penulis menyadari bahwa TASKAP ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, sumbang saran dan kritik membangun dari berbagai pihak akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penulis dalam menyempurnakan tulisan ini.
Semoha Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkah dan petunjuk serta bimbingan kepada kita semua dalam melaksanakan tugas dan pengabdian kepada negara dan bangsa Indonesia yang kita cintai dan kita banggakan.
Jakarta, 31 Oktober 2012 Penulis Taskap,
Drs. Zulkarnain
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ZULKARNAIN
Pangkat : KOMISARIS BESAR POLISI
Jabatan : KEPALA LEMBAGA PENJAMIN MUTU STIK PTIK POLRI
Instansi : KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Alamat : Jl. TIRTAYASA NO. 6 JAKARTA SELATAN
Sebagai peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVIII Tahun 2012 menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
a. Kertas Karya Perorangan (TASKAP) yang saya tulis adalah asli.
b. Apabila ternyata sebagian tulisan TASKAP ini terbukti tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia untuk dibatalkan.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Jakarta, 31 Oktober 2012
Penulis Taskap
Drs. ZULKARNAIN KOMISARIS BESAR POLISI
DAFTAR ISI
IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RAHMATAN LIL ALAMIN DI LINGKUNGAN POLRI GUNA MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
3 Ruang Lingkup dan Sistimatika ... 13
4 Metode dan Pendekatan ... 15
20 Umum ... 71
21 Implementasi Kepemimpinan RLA yang Diharapakan ... 71
22 Kontribusi Impelementasi Kepemimpinan RLA Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan dan Kontribusi Peningkatan Ketahanan Pangan Terhadap Kemandirian Bangsa ... 75 23 Indikator Keberhasilan ... 78
Bab VI Konsepsi Implementasi Kepemimpinan RLA yang Dapat Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Bangsa 24 Umum ... 83
25 Kebijakan ... 84
26 Strategi ... 85
27 Upaya ... 85
Bab VII Penutup 28 Kesimpulan ... 101
29 Saran ... 106
LAMPIRAN :
1. ALUR PIKIR. 2. POLA PIKIR.
3. DAFTAR PUSTAKA. 4. DATA TAMBAHAN.
BAB I PENDAHULUAN
1. Umum
Pada saat Polri masih di lingkungan ABRI (sebelum tahun 2000), Kepemimpinan di lingkungan Polri tentu saja senantiasa berkorelasi dengan nilai-nilai Kepemimpinan yang ada di lingkungan ABRI pada saat itu yang cukup dikenal yaitu dengan “11 (sebelas) asas Kepemimpinan ABRI”.1 Walaupun tentu saja ada nilai-nilai secara khusus yang berlaku di
lingkungan Polri sebagaimana adanya nilai-nilai falsafah hidup Polri yang
1 11 Asas Kepemimpinan ABRI atau saat ini TNI adalah : (1) TAQWA, (2) ING NGARSA SUNG
bersumber dari Pancasila yaitu Tribrata dan pedoman kerja Polri yaitu Catur Prasetya, yang dengan sendirinya akan mempengaruhi gaya atau
style Kepemimpinan di lingkungan Polri. Akan tetapi setelah berpisah
dengan ABRI, gaya atau style kepemimpinan di lingkungan Polri secara khusus belum ada yang dapat dikatakan sebagai ciri khas Kepemimpinan yang berlaku di lingkungan Polri seperti ketika berlaku 11 (sebelas) asas Kepemimpinan ABRI waktu itu. Memang telah banyak diskusi dan kajian-kajian khususnya di Sespimmen dan Sespimti Polri yang membahas tentang Kepemimpinan di lingkungan Polri ini yang pada dasarnya identik dengan pembahasan di Lemhannas yang membahas tentang Kepemimpinan Nasional, Kepemimpinan Negarawan, Kepemimpinan Visioner, Kepemimpinan Kontemporer, bahkan karena salah satu tugas pokok Polri adalah pengayoman, perlindungan dan pelayanan masyarakat maka dikemukakan juga tentang “kepemimpinan pelayanan” yang pada dasarnya juga mendasari dari teori-teori Kepemimpinan Negarawan dan Visioner. Berkaitan dengan falsafah hidup dan pedoman kerja di atas, seiring dengan perkembangan reformasi birokrasi Polri telah terjadi perubahan pemaknaan tentang Tribrata dan Catur Prasetya, 2 dengan
ditandai oleh perubahan kata-kata dan pemaknaanya. 3 Sehingga
sesunguhnya dengan mencermati perubahan ini, dimana Tribrata sebagai falsafah hidup Polri dan Catur Prasetya sebagai pedoman kerja Polri dengan sendirinya akan berpengaruh pada Kepemimpinan di lingkungan Polri.
Sehubungan dengan kondisi belum adanya “brand” 4 ataupun
“merk” khusus yang berlaku dalam kepemimpinan Polri dan dengan didasarkan kepada pemahaman kehadiran seorang pemimpin ataupun fitrah dari kehadiran umat manusia yang seharusnya membawa rahmat bagi sesama manusia maupun alam serta seisinya (rahmatan lil alamin)
2 Tribrata yang lama adalah; Tribrata, Polisi ialah : (1) Rastra Sewakottama, (2) Nagara Yanottama,
(3) Yana Anusasana Dharma. Catur Prasetya yang lama adalah; Catur Prasetya, (1) Satya Habrabu, (2) Hanyaken musuh, (3) Giniung Pratidina, (4) Tansa Trisna. Lebih lengkap dengan maknanya lihat dalam lampiran.
3 Perubahan kata-kata dan pemaknaan baru Tribrata dan Catur Prasetya lihat dalam lampiran.
4 Hermawan Kertajaya, Bahan Ceramah Ilmiah Kuliah Sespati Polri 2008, Strategi
sebagaimana yang dicontohkan oleh junjungan dan panutan umat manusia Nabi Besar Muhammad S.A.W dan didasarkan akan tujuan kehadiran Polri ditengah-tengah masyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara maka penulis mengemukakan dalam kaitan dengan masalah penegakan hukum maupun pengembanan tugas-tugas Polri lainnya, kepemimpinan yang baik di lingkungan Polri itu adalah “Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin”. Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin (RLA) ini tentu saja pada dasarnya adalah pengejawantahanan dari teori-teori kepemimpinan nasional, negarawan, visioner maupun kontemporer maupun bersumber dari sifat-sifat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yaitu fatonah, amanah, shiddiq dan tablig yang dikaitkan dengan tugas pokok Polri yaitu penegakan hukum, pemeliharaan kamtibmas dan selaku pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat. Kepemimpinan rahmatan lil alamin ini bila dikaitkan dengan teori “Scenario Learning” 5 adalah sebuah focal
concern sebagai pernyataan strategis yang menjadi obsesi dengan menitik beratkan pada pendorong perubahan atau driving forces berupa variabel-variabel kritikal yaitu Moral dan Profesional. Tentu saja variabel-variabel-variabel-variabel atau driving forces yang memberikan kontribusi kepada terujudnya kepemimpinan rahmatan lil alamin cukup banyak, tetapi kedua driving forces Moral dan Profesionalisme merupakan variabel pengungkit yang dapat digambarkan sebagai garis ordinat dan aksis. Artinya kepemimpinan rahmatan lil alamin yang diobsesikan di lingkungan Polri khususnya dalam penegakan hukum itu adalah kepemimpinan yang menekankan pada moral yang positif dan profesionalisme yang positif sebagai daya pengungkit untuk membawa organisasi penegak hukum yang bermamfaat bagi sesamanya umat manusia serta memberikan kemanfaatan dan kebaikan bagi alam dan seisinya. Tidak justru sebaliknya fenomena yang sering ditunjukkan justru aparat penegak hukum atau Polri atas kehadirannya membuat keresahan, keberpihakan dan memberikan keadilan yang tidak proporsional sehingga berpengaruh pada “kepercayaan” masyarakat kepada institusi Polri itu sendiri. Tidak justru kehadiran aparat penegak hukum atau Polri berkolusi dengan para pengusaha tambang, logging,
5 Nusyirwan Zen, Bahan Ceramah Ilmiah di Sespati Polri 2008, Scenario Learning Suatu
fishing yang serba illegal sehingga justru membuat kerusakan bagi alam dan lingkungannya. Pemilihan focal concern Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin ini juga berkaitan dengan kondisi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri, misalnya hasil survey dan analisis yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC), Citra Publik Indonesia dan lain-lain dapat di lihat pada Bab III di bawah.
Disisi lain, sebagai sebuah tema dari pendidikan reguler di Lemhannas angkatan XLVIII/ 2012, bangsa dan negara ini sangat membutuhkan sebuah ketahanan dibidang pangan sebagai bagian dari kemandirian bangsa. Dalam UU NO. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dikatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan SDM yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.6 Dikatakan bahwa
pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan dikatakan bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.7 Untuk mewujudkan ketahanan pangan ini, tentu Polri sebagai
salah satu pemangku kepentingan dalam sistem pemerintahan negara khususnya sebagai aparat penegak hukum terdepan dan pemeliharaan kamtibmas bersama-sama Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) lainnya mempunyai peran yang sangat penting. Oleh karenanya melalui
6 ______ Undang-undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal Pertimbangan.
7 Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan mengatur;
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan/ atau
implementasi kepemimpinan yang RLA di lingkungan Polri diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mewujudkan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang baik untuk mendukung suasana yang memungkinkan terjadinya proses pembangunan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan nasional. Untuk lebih mendalami bagaimana implementasi kepemimpinan RLA, penulis selaku salah satu peserta PPRA XLVIII-2012 Lemhannas R.I mencoba menguraikan dalam bentuk karya tulis perorangan (Taskap) dengan judul : “Implementasi Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin (RLA) di Lingkungan Polri Guna Meningkatkan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa”. Tidaklah berlebihan penulisan Taskap ini juga dikandung maksud sebagai kontribusi strategis penulis dalam upaya membantu pemerintah khususnya Polri dalam mengatasi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini baik masalah kepemimpinan di lingkungan Polri sendiri maupun masalah ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
2. Maksud dan Tujuan
a. Maksud. Tulisan ini dimaksudkan untuk membahas bagaimana implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri secara umum maupun lebih khusus dalam penegakan hukum peraturan perundang-undangan di bidang pangan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh Polri dikaitkan dengan masalah peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa. Tulisan ini dimaksudkan juga untuk memberikan gambaran driving forces atau pengungkit utama apa saja yang dapat mewujudkan kepemimpinan RLA maupun alternatif asas-asas atau prinsif-prinsif kepemimpinan RLA itu sendiri.
khususnya di lingkungan Polri untuk menerapkan kepemimpinan nasional, negarawan, kontemporer ataupun visioner dan RLA dalam meningkatkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
3. Ruang Lingkup dan Sistimatika
Ruang lingkup penulisan naskah ini dibatasi pada implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri, yang dengan demikian anggota Polri khususnya dalam pelaksanaan tugas sebagai aparat penegak hukum serta memelihara kamtibmas untuk berperan serta secara aktif menegakkan berbagai peraturan perundang-undangan maupun melakukan upaya-upaya yang berkaitan dengan pangan dalam peningkatan ketahanan pangan. Tata urut penulisan naskah ini disusun sebagai berikut :
a. BAB I, PENDAHULUAN. Pada bab ini diuraikan secara singkat garis besar latar belakang makalah, Maksud dan Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup dan Tata Urut serta beberapa Pengertian yang terkait dengan judul penulisan.
b. BAB II, LANDASAN PEMIKIRAN. Bab ini membahas dasar-dasar pemikiran yang digunakan sebagai landasan dalam menyusun makalah dan digunakan sebagai instrumental input
dalam pemecahan persoalan berupa paradigma nasional yang meliputi Landasan ldiil Pancasila, Landasan konstitusional UUD Negara RI 1945, Landasan Visional Wawasan Nusantara, dan Landasan Konsepsional Ketahanan Nasional dan Landasan Operasional peraturan perundang-undangan yang terkait serta landasan teori yang relevan dan tinjauan pustaka.
tentang kondisi implementasi kepemimpinan RLA saat ini, dan implikasinya terhadap peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa, serta mengindentifikasi permasala-han yang dihadapi.
d. BAB IV, PENGARUH PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS. Pada bab ini diuraikan tentang perkembangan lingkungan strategis yang mencakup Lingkungan Global, Lingkungan Regional, dan Lingkungan Nasional, berikut Peluang dan Kendala yang mempengaruhi implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri guna peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
e. BAB V, IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI YANG DIHARAPKAN YANG DAPAT MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA. Pada bab ini dibahas tentang implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri yang diharapkan, dan kontribusinya terhadap ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa, serta indikator keberhasilan.
f. BAB VI, KONSEPSI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA YANG DAPAT MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA. Pada Bab ini diuraikan konsepsi implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri guna peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa yang berisikan kebijakan yang ditempuh, strategi yang diterapkan dan upaya yang dilakukan.
g. BAB VII, PENUTUP. Pada Bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dan beberapa saran yang dikemukakan.
4. Metode dan Pendekatan
yang berkaitan dengan materi permasalahan, sekaligus analisis yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan (library research), serta menerapkan pendekatan yang komprehensif, integral dan holistik dengan menggunakan pisau analisis Ketahanan Nasional dengan beberapa gatra di dalamnya.
5. Pengertian
a. Kepemimpinan. Seperti diketahui kata Kepemimpinan adalah kata sifat yang berasal dari kata “pemimpin”, sehingga dapat dikatakan bahwa Kepemimpinan adalah sifat atau perilaku dari seorang pemimpin.8 Teori tentang Kepemimpinan ini seperti
diketahui cukup banyak. Seperti George R. Terry misalnya mengatakan : Kepemimpinan merupakan hubungan seseorang dengan pimpinannya, dimana pemimpin tersebut dapat mempengaruhi untuk bekerja bersama-sama secara ikhlas. Sayidin Suryodiningrat dalam Kepemimpinan ABRI, 1996, menguraikan : Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk membawa atau mengajak orang-orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan memperoleh kepercayaan dan respek dari orang-orang itu. Harold Koontz dan Cyrill O’ Donnel menyatakan bahwa : Kepemimpinan dapat didifinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi seseorang dengan sarana komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Berkaitan dengan bangsa dan negara maka Kepemimpinan ini dimaksudkan sebagai Kepemimpinan Nasional yang dapat didifinisikan sebagai kelompok pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan nasional di dalam setiap gatra (Astagatra) pada bidang/ sektor profesi baik di supra struktur, infra struktur dan sub struktur, formal dan informal yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan/ mengerahkan segenap potensi kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD N RI 1945 serta memperhatikan
8 Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Kepemimpinan, Kepemimpinan
dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang.9
b. Rahmatan Lil Alamin diambil dari bahasa Al Qur’an atau Arab dari surat Al-Anbiya ayat (107), yang artinya “Dan tiada kami mengutus kamu (wahai Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”. Jadi sesungguhnya rahmatan lil alamin ini sesuatu yang melekat pada Nabi Muhammad SAW, sesuatu yang berhubungan dengan “diin” atau keyakinan Islam. Dengan tidak menghilangkan pemaknaan tersebut, penulis mengambil istilah rahmatan lil alamin (RLA) sebagai sebuah ungkapan yang bermakna “rahmat bagi semesta alam”, menebar cinta kasih bagi seluruh umat manusia di dunia dan segala ciptaan Tuhan di alam semesta baik benda hidup (biotik) maupun benda mati (abiotik). Rahmatan lil alamin yang dimaksud oleh penulis adalah sebuah paradigma yang harus memberi mashlahat (kebaikan atau kemanfaatan), tidak boleh merusak dan menghancurkan yang juga bermakna anti kekerasan (baik phisik maupun psikis) dan toleran terhadap perbedaan yang melampaui dari makna kebhinekaan.
c. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.10
d. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang
9 Ibid, hal. 12.
10 Lembaran Negara R.I Tahun 2002 Nomor 2, UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri,
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.11
e. Ketahanan Pangan. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.12
f. Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya.13
g. Kemandirian diartikan hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Padanan katanya independent, otonom, swasembada, sendiri dan bebas. Dalam pembelajaran “Implementasi Sismennas Dalam Penyelengaraan Negara Guna Mendukung Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa” yang disampaikan oleh Mayjend. TNI (Pur) SHM Lerrick, kemandirian bangsa tidak berarti bahwa segala upaya pembangunan diprogramkan dan dianggarkan sendiri tanpa bantuan dari negara lain. Kebutuhan pangan nasional tidaklah mungkin dipenuhi dari dalam negeri saja, tetapi impor pangan tetap dibutuhkan tanpa mengorbankan produk-produk pangan nasional.
11 ______ UU Nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan, Pasal 1 ayat (1) dan Peraturan
Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 ayat (2).
12 Lembaran Negara R.I Tahun 2002 Nomor 142, Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun
2002 Tentang Ketahanan Pangan, Pasal 1 ayat (1).
13 Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Ketahanan Nasional, Pokok
Kemandirian Bangsa diartikan sebagai kemampuan untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara melalui kerja keras secara mandiri dan mampu berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Suatu bangsa dikatakan mandiri apabila proses penyelenggaraan bernegara diarahkan sepenuhnya bagi kepentingan bangsa itu sendiri dan dilakukan oleh seluruh komponen bangsa secara berdaulat.
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
6. Umum
Kepemimpinan merupakan sebuah kegiatan, (2) Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan untuk selalu berusaha mempengaruhi orang lain dan (3) Kepemimpinan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.14 Posisi yang
penting dan strategis dari pemimpin ini dalam konteks kehidupan nasional, berbangsa dan bernegara setiap implementasi atau operasionalisasinya dalam bentuk gaya atau style haruslah berlandaskan pada nilai-nilai pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila sebagai landasan idiil, UUD N RI 1945 sebagai landasan konstitusional, Wawasan Nusantara sebagai landasan visional dan Ketahanan Nasional sebagai landasan konsepsional, dengan tetap meletakkan kepentingan nasional di atas segala-galanya.
Demikian juga halnya dengan pilihan style atau gaya kepemimpinan yang penulis kemukakan yaitu kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin (RLA) tidaklah terlepas dari paradigma nasional maupun nilai-nilai yang berlaku di lingkungan Polri seperti Tribrata, Catur Prasetya, Kode Etik Polri dan peraturan perundang-undangan tentang pembangunan nasional, tentang Polri maupun yang berkaitan dengan ketahanan pangan.
7. Paradigma Nasional
a. Pancasila sebagai Landasan Idiil
Sesuatu yang penting direnungkan dalam pemaknaan Pancasila sebagai falsafah pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila digali dari nilai-nilai luhur yang lebih mementingkan adanya keseimbangan hubungan antar manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Pancasila mengajarkan sebuah ketaqwaan kepada sang penciptanya dan religiusitas dimana hubungan manusia dengan Tuhan akan menjadi dasar hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam ciptaannya. Hubungan yang harmonis ini akan memunculkan suasana damai antar sesama manusia dan dengan alam sekitarnya. 15 Dengan bahasa lain dapat dikatakan
14 Dr. Adi Sujatno, SH., Teori-teori Kepemimpinan, Lemhannas R.I., Cetak Kedua, Jakarta,
2010, Hal. 15.
15 Lemhannas R.I., Tim B.S. Idiologi, TOR DAK B.S Idiologi PPRA XLVIII-2012, Jakarta,
bahwa kehadiran manusia yang ber-Pancasila akan memberikan kemanfaatan bagi sesamanya manusia serta alam dengan segala isinya atau dikatakan rahmatan lil alamin (membawa rahmat atau kemanfaatan bagi sesamanya manusia serta alam dan seisinya). Membawa rahmat bagi siapapun juga ini dimaksudkan baik bagi sesamanya manusia yang memang baik seperti patuh kepada ajaran agama dan Pancasila maupun bagi sesamanya yang tidak baik, dalam bahasa hukum yang patuh hukum maupun yang tidak patuh hukum.
Sebagai ideologi nasional, Pancasila merupakan panggilan hidup dan komitmen bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan visi pembangunan nasionalnya, yaitu terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai yang menjunjung tinggi hukum, ketenteraman dan hak asasi manusia, serta terwujudnya penghidupan yang layak guna memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan berkelanjutan. Pancasila memberikan pemahaman bahwa kodrat manusia ialah sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, Pancasila merupakan penuntun dan pengikat moral serta norma sikap dan tingkahlaku Bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk dalam kehidupan global.
a. UUD Negara RI 1945 (Amandemen) Sebagai Landasan Konstitusional
hanya dilaksanakan melalui pengaturan menurut hukum yang berlaku.
Hukum sebagai pranata sosial disusun bukan untuk kepentingan kekuasaan golongan maupun perorangan, termasuk bukan untuk keenakan bagi seorang pemimpin, namun untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia agar dapat berfungsi sebagai penjaga ketertiban bagi seluruh rakyat dengan peran pemimpin sebagai penggeraknya. Sebagai landasan konstitusional UUD Negara RI 1945 merupakan sumber hukum yang menuntun bagaimana penerapan hukum atau pelaksanaan kebijakan yang diantaranya untuk mewujudkan kepemimpinan yang RLA di lingkungan Polri guna peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional
d. Ketahanan Nasional Sebagai Landasan Konsepsional Setiap bangsa dalam rangka mempertahankan kehidupannya, eksistensinya dan untuk mewujudkan tujuan berdasarkan ideologi nasionalnya perlu memiliki pemahaman ideologi nasional, konstitusi, wawasan geopolitik dan dalam implementasinya diperlukan suatu geostrategi. Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi, selaras dan berkeadilan dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu berdasarkan Pancasila, UUD Negara RI 1945 dan Wawasan Nusantara. Ketahanan Nasional harus diwujudkan dan dibina secara dini dan terus menerus serta sinergis, mulai dari pribadi, keluarga, lingkungan, daerah dan nasional berdasarkan pemikiran geostrategi yang dirancang dan dirumuskan dengan memperhatikan kondisi bangsa dan geografi Indonesia. Pemikiran tersebut merupakan konsepsi Ketahanan Nasional yang dapat digunakan untuk melandasi implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri guna peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
e. Tribrata Sebagai Pedoman Hidup Polri
Seperti telah juga disinggung di atas tentang perubahan dan pemaknaan baru Tribrata sebagai pedoman hidup Polri, maka pemaknaan baru ini tentu harus menjadi landasan dari pada implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri. Tribrata adalah nilai dasar yang merupakan pedoman moral dan penuntun nurani bagi setiap anggota Polri serta dapat pula berlaku bagi pengembangan fungsi kepolisian lainnya. Pemaknaan baru tersebut dijelaskan sebagaimana dalam lampiran.16
Dengan pemaknaan baru akan Tribrata tersebut, menegaskan kepada kita bahwa implementasi kepemimpinan RLA
di lingkungan Polri guna ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa haruslah mendasarkan kepadanya. Dengan demikian gaya atau style kepemimpinan RLA merupakan pengejawantahanan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribarata.
f. Catur Prasetya Sebagai Pedoman Kerja Polri
Nilai-nilai yang juga berlaku di lingkungan Polri sebagai pedoman dalam bekerja dan tentu akan mempengaruhi terhadap implementasi kepemimpinan di lingkungan Polri adalah Catur Prasetya. Pemaknaan baru akan nilai-nilai tersebut terlampiran. 17
8. Peraturan Perundang-undangan
a. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri. Hal yang penting dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri ini diantaranya adalah pertimbangan pembentukan UU ini yang menyebutkan bahwa keamanan dalam negeri sebagai syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur dan beradap berdasarkan Pancasila dan UUD N RI 1945. Dikatakan juga bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri dilakukan melalui penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi harkamtibmas, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat yang dilakukan oleh Polri selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjungjung tinggi hak asasi manusia. Hal yang penting lainnya dalam UU ini adalah pengaturan tentang fungsi kepolisian yang dijelaskan adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang harkamtibmas, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Diatur juga tentang tujuan Polri, yaitu mewujudkan Kamdagri meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjungjung tinggi HAM. Hal lainnya UU ini mengatur tentang tugas pokok,
tugas dan wewenang Polri, tugas pokok Polri adalah (1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (2) Menegakkan hukum; dan (3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Demikian juga tentang wewenang diatur lebih rinci sebagai penjabaran dari tugas pokok sebagai pemelihara kamtibmas dan penegak hukum.
b. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. UU ini mengatur tentang pangan yang pembuatannya didasarkan pada beberapa pasal dalam UUD N RI 1945 (amandemen), yaitu : pasala 5 (1) tentang hak Presiden mengajukan rancangan UU, pasal 20 (1) tentang kekuasaan DPR membentuk UU, pasal 27 (2) tentang hak tiap-tiap warga negara atas pekerjaannya dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pasal 33 tentang perekonomian negara disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
UU ini bertujuan mengatur, membina dan mengawasi masalah pangan agar :
1) Tersediannya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia.
2) Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan
3) Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.18
c. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan. PP ini dibuat atas dasar UUD N RI 1945 (amandemen) pasal 5 (2) dan sebagai penjabaran dari UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup,
aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. PP No. 68/ 2002 ini juga mengatur tentang ketersediaan pangan, cadangan pangan nasional, penganeka-ragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, pengendalian harga, peran pemerintah daerah dan masyarakat. Peran pemerintah daerah dijelaskan sebagai berikut : Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan/ atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan diwilayahnya masing-masing, dengan memperhatikan pedoman, norma, standar, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan/ atau Pemerintah Desa mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan. Dalam mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan :
1) Memberikan informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan penyelenggaraan ketahanan pangan;
2) Membantu kelancaran penyelenggaraan ketahanan pangan;
3) Meningkatkan motivasi masyarakat dalam penyeleng-garaan ketahanan pangan;
4) Meningkatkan kemandirian rumah tangga dalam mewujudkan ketahanan pangan.
d. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang ini mengatur perencanaan jangka panjang untuk kurun waktu 20 tahun, pembangunan jangka menengah untuk kurun waktu 5 tahun, dan pembangunan tahunan.19 Sebagaimana dikemukakan dalam
pembelajaran Sismennas UU Sisren Bangnas ini merupakan salah
19 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Pokja Bidang Studi Sistem
satu ujud dari implementasi Sistem Informasi Nasional atau Simnas dalam Sistem Manajemen Nasional.
e. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Sebagaimana ditegaskan bahwa visi Indonesia 2005-2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, maju, adil dan makmur”. Dari visi ini dijabarkan dalam 8 (delapan) misi dan yang berkaitan dengan bidang tugas Kepolisian adalah misi ke tiga, yaitu mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum dengan penekanan melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif dan memihak kepada rakyat kecil. Sedangkan dibidang keamanan berada pada misi keempat yaitu mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu dengan penekanan memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat, mencegah tindak kejahatan dan menuntaskan tindakan kriminalitas. Tentu saja kebijakan pemerintah ini sangat mempengaruhi bagaimana implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri. Sebagai gambaran pentahapan pembangunan RPJPN 2005-2025 dapat dilihat dalam tabel berikut.
TABEL : 1
PENTAHAPAN PEMBANGUNAN DALAM RPJPN 2005-2025
f. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 Tentang RPJMN 2010-2014. Di dalam Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ditentukan visinya adalah terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan yang memiliki program aksi sebelas prioritas pembangunan nasional dan tiga prioritas lainnya, dimana prioritas ke-lima adalah ketahanan pangan. Diluar 11 Prioritas Nasional 2010-2014 dalam salah satu prioritas lainnya adalah prioritas dibidang politik, hukum dan keamanan yang memprioritaskan masalah mekanisme prosedur penanganan terorisme, deradikalisasi menangkal terorisme, meningkatkan peran Indonesia mewujudkan perdamaian dunia, penguatan dan pemantapan hubungan kelembagaan dan pemberantasan korupsi, peningkatan kepastian hukum dan penguatan perlindungan HAM.
Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan revitalisasi pertanian untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan dan sumber daya alam dapat dilihat dalam lampiran.
mengkukuhkan organisasi untuk dapat memberikan pelayanan secara prima kepada publik atau Stive for Excellence. Setiap Renstra tersebut tentulah tidak parsial, tetapi saling bersinergi dan saling menguatkan. Sedangkan visi Grand Strategi Polri 2005-2025 dapat dilihat terlampir.20 THP I KE THP II GRANDSTRA POLRI
PIMPINAN POLRI Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat (Polmas) Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Peraturan Kapolri ini sesungguhnya merupakan pilihan bagaimana polisi melaksanakan tugas-tugasnya dengan cara-cara yang lebih modern bersama-sama masyarakat dalam rangka memelihara kamtibmas, menegakkan hukum dengan pendekatan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Dikatakan Falsafah Polmas mendasari pemahaman bahwa masyarakat bukan merupakan obyek pembinaan dari petugas yang berperan sebagai subyek penyelenggara keamanan, melainkan masyarakat harus menjadi subyek dan mitra yang aktif dalam memelihara keamanan dan ketertiban di lingkungannya sesuai dengan hukum dan hak
asasi manusia. Falsafah Polmas mendasari pemahaman bahwa penyelenggaraan keamanan tidak akan berhasil bila hanya ditumpukan kepada keaktifan petugas polisi semata, melainkan harus lebih ditumpukan kepada kemitraan petugas dengan warga masyarakat yang bersama-sama aktif mengatasi permasalahan di lingkungannya. Falsafah Polmas menghendaki agar petugas polisi di tengah masyarakat tidak berpenampilan sebagai alat hukum atau pelaksana undang-undang yang hanya menekankan penindakan hukum atau mencari kesalahan warga, melainkan lebih menitikberatkan kepada upaya membangun kepercayaan masyarakat terhadap Polri melalui kemitraan yang didasari oleh prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, agar warga masyarakat tergugah kesadaran dan kepatuhan hukumnya. Oleh karenanya, fungsi keteladanan petugas Polri menjadi sangat penting. Prinsip-prinsip penyelenggaraan Polmas setidaknya adalah komonikasi intensif, kesetaraan, kemitraan, transparan, akuntabilitas, partisipasi, personalisasi, desentralisasi, otonomisasi, proaktif, berorientasi pada pemecahan masalah dan berorientasi pada pelayanan. Dengan demikian pemilihan strategi dan filosofi Polmas ini tentulah sangat berhubungan erat dengan implementasi kepemimpinan RLA guna peningkatan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa.
9. Landasan Teori
Dalam Taskap ini ada beberapa teori yang dapat digunakan sebagai pisau analisis atau pembahasan tentang kepemimpinan RLA di lingkungan Polri secara umum maupun dikaitkan dengan masalah ketahanan pangan dan kemandirian bangsa. Teori-teori ini setidaknya tentang kepemimpinan itu sendiri, teori scenario learning dan Positioning Diffrensiation and Brand Triangel (Segitiga PDB) dan tentang ketahanan pangan.
2010) melihat teori kepemimpinan dari lahirnya seorang pemimpin. Untuk itu Prof. Ermaya Suradinata melihatnya ada 4 jenis teori, yaitu teori genetis, yang mengatakan bahwa kepemimpinan seseorang telah melekat sejak ia dilahirkan atau dikatakan leaders
are bond not made. Teori ini dikenal juga sebagai teori The Great
Man. Sedangkan teori siosial mengatakan bahwa pemimpin harus diciptakan melalui persiapan berupa pendidikan dan pelatihan atau
leaders are made and not born. Dari pertentangan kedua teori genetik dan sosial ini lahirlah teori sintetis. Teori sintesis ini menguraikan bahwa seorang pemimpin akan lahir menjadi pemimpin yang sukses dalam kepemimpinannya manakala sejak lahir ia telah memiliki bakat yang melekat dalam dirinya dan bakat tersebut dikembangkan melalui pendidikan dan latihan, serta dibentuk dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan hubungan organisme dengan lingkungannya.21
Dalam buku literatur yang lain seperti misalnya buku Bidang Studi Kepemimpinan yang dikeluarkan oleh Lemhannas R.I melihat teori kepemimpinan dikaitkan dengan pengertiannya dalam pendekatan teoritis, diantaranya dikemukakan antara lain :
1) Geoge R. Terry, yang mengatakan Leader is the relationship in which one person or the leader influences other to work together willingly on related task to affair that which
the leader desires. Yang terjemahannya “Kepemimpinan
merupakan hubungan seseorang dengan pemimpinnya dimana pemimpin tersebut dapat mempengaruhi untuk bekerja bersama-sama secara ikhlas”.
2) Joseph L. Massie dan John Douglas, mengatakan
Leadership accurs when one person influences others to work
to word some predeter missed obyektive. Yang
terjemahannya “Kepemimpinan terjadi bilamana seseorang
21 Dr. Adi Sijatno, S.H., M.H., Teori-teori Kepemimpinan, Lemhannas R.I., Jakarta, 2010,
mempengaruhi orang lain untuk bekerja mencapai suatu tujuan”.
3) Harold Koontz dan Cyriil O’Donnel, mengatakan
Leadership may be defined as theability to exercthiter personal influence, by means of communication to word the
achievement of a goal. Yang terjemahannya “Kepemimpinan
dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi seseorang dengan sarana komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan”. 22
Dari uraian di atas dapat disimpulkan tentang teori kepemimpinan dari pengertiannya adalah kepemimpinan sebagai ilmu dan seni dalam mempengaruhi orang dan organisasi untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, sedangkan pengertian yang lain dikatakan bahwa kepemimpinan adalah ilmu dan seni mempengaruhi orang lain (yang dipimpin) untuk mentaati perintah/ anjuran dengan tulus dan ikhlas guna mencapai tujuan organisasi sesuai kehendak pimpinan.
4) Kepemimpinan Nasional. Dalam Taskap ini sangat penting sekali untuk mengetahui teori kepemimpinan nasional sebagai alat untuk menganalisis kepemimpinan RLA di lingkungan Polri. Hal ini tentu berkaitan dengan Polri sebagai salah satu gatra dalam lembaga pemerintah secara nasional, yaitu pada gatra hankam dan sosial budaya (penegak hukum). Kepemimpinan nasional dimaknakan adalah :
Kelompok pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan nasional didalam setiap gatra (Asta Gatra) pada bidang/ sektor profesi baik di supra struktur, infra struktur dan sub struktur, formal dan informal yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan/ mengerahkan segenap potensi kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD N RI 1945 serta memperhatikan dan memahami
22 Tim Pokja Bidang Studi Kepemimpinan Lemhannas R.I., Kepemimpinan Nasional,
perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang. 23
Dalam kepemimpinan nasional ini yang perlu diketahui adalah rumusan sifat-sifat kepemimpinan nasional. Sifat-sifat ini dikatakan sebagai sebuah hasil studi tentang kehidupan dan karier pemimpin-pemimpin besar yang berhasil dan telah menunjukkan adanya sifat-sifat pribadi tertentu yang merupakan kualitas pribadi pemimpin yang paling esensi dan harus dipunyai oleh setiap pemimpin. Sifat-sifat ini dapat dilihat dalam lampiran.24
Hal lain dari kepemimpinan nasional yang perlu diketahui adalah moral dan etika kepemimpinan nasional. Dikatakan moral dan etika kepemimpinan nasional bersumber dari nilai-nilai Pancasila yang diambil dari tiap-tiap sila sebagai pandangan hidup bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Moral-moral kepemimpinan nasional ini adalah (a) Moral ketaqwaan, (b) Moral Kemanusiaan, (c) Moral kebersamaan dan kebanggan, (d) Moral kerakyatan dan (e) Moral keadilan.
5) Kepemimpinan Transformatif. Dikatakan bahwa perubahan itu adalah sebagai sebuah keniscayaan, artinya segala sesuatu dalam kehidupan sosial akan mengalami perubahan seiring dengan bergulirnya waktu. Latar belakang yang memicu sebuah perubahan itu adalah : (a) Keadaan krisis, (b) Keinginan keberhasilan dimasa depan, (c) Pembaharuan pendekatan, (d) Perlu strategi baru dan (e) Memecahkan curreent isues. Pemimpin perubahan atau transformatif pada tataran kepemimpinan nasional dikatakan untuk memulihkan keadaan akibat krisis melakukan suatu upaya-upaya : yaitu (a) Memperbaiki mutu sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya untuk mengembalikan kebanggaan nasional, (b) Tidak hanya mencatat dan
23 Ibid, Hal. 12
memperdebatkan kegagalan beserta sebab-sebabnya, tetapi lebih focus membantu pemecahan berbagai kesulitan, (c) Menciptakan lingkungan yang kondusif, produktif dan inovatif. Penjelasan lebih lanjut landasan teori Kepemimpinan Kontemporer ini terlampir.25
b. Teori Scenario Learning. 26 Mengapa teori Scenario
Learning yang digunakan untuk membangun Polri dimasa depan
yang dibatasi oleh target waktu, karena senyatanya learning atau belajar bukan sekedar sarana untuk menghasilkan atau mengejar pengetahuan tetapi juga untuk menggunakannya. Scenario adalah tantangan “mindset” para manajer ataupun pemimpin dengan mengembangkan alternatif yang plausible atau mungkin, kridibel dan relevan, sebagai masukan yang sinambung pada pembuatan keputusan. Learning, menggunakan dialog dan diskusi mengenai gagasan, persepsi, temuan dan lain-lain. Scenario Learning melatih para manajer untuk mengorganisasikan apa yang mereka ketahui dengan apa yang dapat mereka bayangkan menjadi cerita-cerita bermakna dan logis tentang masa depan, serta melihat dan mempertimbangkan implikasi-implikasi cerita masa depan tersebut terhadap pilihan-pilihan strategi masa kini maupun masa depan.
Dibutuhkannya kepemimpinan rahmatan lil alamin diawali dengan sebuah kehendak atau keinginan yang menjadi Focal
Concern (FC) yaitu “Membangun Polri yang Rahmatan Lil Alamin
2020”. Dari analisis teori Scenario Learning, membangun polisi yang rahmatan lil alamin 2020 adalah sebuah alternatif masa depan yang plausible atau sesuatu yang mungkin terjadi. Penjelasan lebih lanjut tentang membangun Polri yang RLA tahun 2020 terlampir.27
25 Kepemimpinan Kontemporer, Penjelasan lebih lanjut terlampir.
26 Nusyirwan Zen, Ceramah Ilmiah Pada Peserta Sespati Angkatan XV Tahun 2008,
Scenario Learning Suatu Pengantar Untuk Merngkai Plausibilitas Masa Depan, Bandung, 2008.
c. Teori PDB Triangle. Teori ini digunakan untuk menganalisis kebijakan atau strategi apa yang bersifat differentiation atau ada nilai perbedaannya untuk dilakukan agar organisasi atau kebijakan yang selama ini diambil tetap berjalan dengan baik dan memberikan makna bagi kebijakan itu sendiri. Dalam hal ini yang akan disoroti adalah kebijakan atau strategi penerapan kepemimpinan di lingkungan Polri yaitu kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin (RLA) itu sendiri.
d.
e. Teori Kependudukan dan Kebutuhan Pangan Malthus. Teori Malthus adalah teori tentang Kependudukan Malthus (pertumbuhan penduduk) yang dikaitkan dengan kebutuhan pangan, yang menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk menurut deret ukur dan pertumbuhan ekonomi menurut deret hitung. Maksudnya adalah bahwa jumlah penduduk akan berkembang lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi sehingga mengakibatkan upah tenaga kerja menjadi sangat murah dan hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari (subsistensi). Malthus memulai dengan merumuskan dua postulat yaitu : (1) Bahwa pangan dibutuhkan untuk hidup manusia, (2) Bahwa kebutuhan nafsu seksuil antar jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjang masa. Atas dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak ada pengekangan, kecenderungan pertambahan jumlah
POSITIONING BEING STRATEGI
DIFFERENTIATION CORE TACTIC
BRAND VALUE INDICATOR
BRAND IMAGE BRAND IDENTITY
KEPEMIMPINAN RAHMATAN LIL
manusia akan lebih cepat dari pertambahan subsisten (pangan). Perkembangan penduduk akan mengikuti deret ukur sedangkan perkembangan subsisten (pangan) mengikuti deret hitung dengan interval waktu seperti berikut :
Penduduk : 1 2 4 8 16 32 dst
Subsistem (Pangan) : 1 2 3 4 5 6 dst
Dari postulat Malthus, terdapat pengekangan perkembangan penduduk dapat berupa pengekangan segera dan pengekangan hakiki atau mutlak. Yang dimaksud dengan factor pengekangan adalah pangan, sedangkan pengekangan segera dapat berbentuk pengekangan prefentif dan pengekangan positif. Pengekangan prefentif adalah factor-faktor yang bekerja mengurangi angka kelahiran. Pengekangan prefentif yang dianjurkan Malthus adalah pengendalian diri dalam hal nafsu seksual antar jenis seperti penundaan perkawinan. Pengekangan positif merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian, dapat berupa epidemi, penyakit-penyakit dan kemiskinan.
10. Tinjauan Pustaka
a. Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia (IKNI). IKNI yang diuraikan dalam buku “Traktat Etis Kepemimpinan Nasional dan IKNI” Karangan Prof. Dr. Muladi, S.H. dan Dr. Adi Sujatno, S.H., M.H. Dalam uraiannya IKNI mengandung identitas terhadap 4 (empat) kategori sebagai “Cita Susila” atau Moralitas dan Akuntabilitas, yaitu :
1) Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat sipil atau individual.
2) Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat Sosial Kemasyarakatan.
3) Moralitas dan Akuntabilitas yang bersifat Institusional atau kelembagaan.
Selanjutnya setiap kategori ini diperinci pada perilaku atau semacam parameter yang bersifat perilaku moralitas dan akuntabilitas seorang pemimpin nasional. Dijelaskan lebih lanjut bahwa penekanan kepemimpinan nasional ini adalah pada karakter, baik karakter yang bersifat umum maupun karakter yang bersifat khusus atau karakteristik.
Dalam uraian masalah IKNI ini Lemhannas juga menyampaikan beberapa harapan, yang salah satunya dikemukakan bahwa “Pemerintah agar dapat lebih menjaga jarak dari praktek-praktek politisasi di dalam rekruitmen pemimpin sampai pada tingkat eselon satu yang merupakan jabatan karier. Penunjukan pejabat karier harus lepas dari campur tangan partai politik (non political appointee)”.
Dari uraian singkat di atas tentu saja kita sebagai bagian dari anak bangsa sangat setuju. Akan tetapi menurut penulis berdasarkan fakta realita di lapangan perlu adanya penambahan kategori ataupun parameter yang menekankan pada kemampuan profesionalisme dari pemimpin nasional, khususnya sesuai dengan bidang atau gatra masing-masing. Hal tersebut juga ditekankan dalam harapan Lemhannas bahwa dalam rekruitmen pemimpin nasional sampai tingkat eselon satu yang merupakan jabatan karier diharapkan non political appointee. Ini menunjukkan bahwa parameter profesionalisme bagi pemimpin menjadi sangat penting.
dan kebijakan pangan serta kebijakan otonomi dan desentralisasi akan pangan. Disamping itu ditentukan juga oleh sumber daya, antara lain seperti ketersediaan lahan, air irigasi, SDM, tehnologi, kelembagaan dan budaya.
Kondisi ketahanan pangan ini juga dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti kondisi penduduk, perubahan iklim, kinerja ekonomi, dinamika pasar sektor non pangan maupun pangan sendiri di dalam negeri maupun luar negeri dan shock atau bencana.
Aspek manajemen, keberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang meliputi aspek perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan dan program. Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah : (1) Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten, dipercaya dan mudah diakses yang diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan. Disini berarti peran teknologi sangatlah dominan. (2) Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang pangan. (3) Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup instansi dan antar instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan daerah dan antar daerah.
BAB III
KONDISI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI LINGKUNGAN POLRI, IMPLIKASI IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN RLA DI
LINGKUNGAN POLRI TERHADAP PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN
BANGSA SERTA PERMASALAHANNYA 11. Umum
kepemimpinan hal ini dicontohkan oleh junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. “Wama arsalnaha illa rahmatan lil alamin” (Surat Al-Anbiya : 107) yang dimaknakan “... dan tiada kami mengutus kamu (wahai Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”.
Kepemimpinan yang RLA di lingkungan Polri pada dasarnya berorientasi dari pada embanan ataupun tugas pokok yang melekat pada Polri itu sendiri, yaitu selaku pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum dan memberikan pengayoman, perlindungan serta pelayanan kepada masyarakat. Bersumber dari tugas pokok serta pengejawantahanan dari berbagai paradigma nasional, khususnya Pancasila dan landasan teori kepemimpinan yang dipelajari seperti kepemimpinan nasional, negarawan, kontemporer, visioner, transformatif maupun sifat-sifat kepemimpinan Nabi Besar Muhammad SAW khususnya fatonah, amanah, shiddig dan tabligh, maka kepemimpinan yang RLA inilah sebagai alternatif gaya atau style yang harus diberikan oleh setiap pemimpin di lingkungan Polri. Bertitik tolak dari pemaknaan kepemimpinan RLA inilah maka dalam sub-bab berikut ini akan dijelaskan bagaimana kondisi implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri saat ini, implikasi implementasi kepemimpinan RLA di lingkungan Polri terhadap peningkatan ketahanan pangan dan implikasi peningkatan ketahanan pangan terhadap kemandirian bangsa serta permasalahan yang ditemukan.
12. Kondisi Implementasi Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Saat Ini
c. Belum Diimplementasikannya Kepemimpinan RLA di Lingkungan Polri Saat Ini.
Dengan dipisahkannya dari ABRI, bukanlah berarti kemudian terputusnya seketika itu juga pengamalan akan nilai-nilai atau asas-asas dari kepemimpinan di lingkungan Polri yang selama ini berlaku. Senyatanya ada nilai-nilai dan etika Polri yang dapat menjadi sumber implementasi kepemimpinan di lingkungan Polri, yaitu pedoman hidup dan pedoman kerja berupa Tribrata dan Catur Prasetya yang pada hakekatnya merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila dan tugas pokok Polri yang juga telah dicantumkan dalam UUD N RI 1945 (amandemen). Sesungguhnya reformasi Polri yang secara struktural baru terlihat di tahun 2000, yaitu dengan dipisahkannya dari ABRI, sudah disusun dan direncanakan bahwa reformasi birokrasi Polri itu sejak tahun 1998, yaitu dalam sebuah buku yang dikenal dengan “buku biru reformasi Polri”. Dimana reformasi Polri itu dibagi dalam tiga bagian, yaitu struktural, instrumental dan kultur. Jika kita melihat nilai-nilai ataupun asas-asas kepemimpinan maka hal ini cenderung masuk pada ranah kultur atau budaya yang memang perubahannya relatif sulit dan membutuhkan waktu, karena berkaitan dengan nilai-nilai yang kemudian tercermin dalam perilaku.
lama sebagai sebuah cara memelihara kesinambungan, walaupun tentu saja dengan sistem tata negara Indonesia penunjukan Kapolri itu sebagai ranah prerogratif Presiden. 3) Jenderal Polisi Drs. Da’i Bachtiar, S.H, 2001-2005, Kapolri ini diangkat oleh Presiden Megawati Soekarno Putri. 4) Jenderal Polisi Drs. Sutanto, 2005-2008, Kapolri ini diangkat oleh Presiden SBY yang kebetulan teman seangkatan di AkABRI dan sama-sama penerima penghargaan Adhimakayasa di Akademi masing-masing. 5) Jenderal Polisi Drs. Bambang Hendarso Danuri, M.M, 2008-20110, juga diangkat oleh Presiden SBY dan kemudian 6) Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo, 2010-sekarang, juga diangkat oleh Presiden SBY.
Melihat secara empiris, sesungguhnya para Kapolri ini tidak memiliki nilai-nilai kepemimpinan yang khusus dapat diterapkan seperti pada saat adanya 11 asas kepmimpinan ABRI. Akan tetapi para pemimpin di lingkungan Polri tersebut sudah menerapkan nilai-nilai kepemimpinan nasional, prinsif-prinsif dalam kepemimpi-nan transformatif, kepemimpikepemimpi-nan visioner, kepemimpikepemimpi-nan kontem-porer sebagaimana model-model kepemimpinan tersebut dipelajari, didiskusikan saat mereka sekolah di Sespim, Sespati maupun di Lemhannas. Hal tersebut dapat dilihat dari kinerja yang menonjol dari masing-masing pimpinan, walaupun tentu saja disana sini masih ada kekurangan, sehingga citra atau pandangan publik pada organisasi Polri secara keseluruhan belum begitu baik atau naik turun sesuai dengan isue yang mengemuka pada setiap saat kepemimpinan Polri itu hadir pada masanya.
d. Profesionalisme di Lingkungan Polri Secara Umum Masih Kurang.
keuangan, militer, teknik dan lain-lain. Karakteristik profesi disimpulkan antara lain : (1) Adanya keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan teoritis, (2) Asosiasi profesional, (3) Ujian kompetensi, (4) Pelatihan institusional, (5) Lisensi, (6) Pendidikan yang ekstensif, (7) Otonomi kerja, (8) Kode etik, (9) Mengatur diri, (10) Layanan publik altruisme dan (11) Status dan imbalan yang tinggi.
menjadi proaktif, legalitas menjadi legitimitas, elitis menjadi populis, arogan menjadi humanis, otoriter menjadi demokratis, tertutup menjadi transparan, akuntabilitas vertikal menjadi akuntabilitas publik dan dari monologis menjadi dialogis.
Kondisi Polri dimata masyarakat sebagai indikator hasil kinerja atau penerapan kepemimpinan rahmatan lil alamin saat ini dapat dilihat dari berbagai persepsi masyarakat terhadap Polri sebagai hasil penelitian ataupun survey, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Hasil survey dari PERC (Political and Economic Risk
Counsulting) menempatkan Indonesia sebagai negara nomor
dua terburuk masalah keamanan individu setelah Philipina bagi para investor (2010).
2) Kompolnas merelease bahwa penyimpangan Polri terjadi paling besar pada penegakan hukum, yaitu sebesar 72% (2009).
3) TII (Transparancy International Indonesia)
menempatkan Polri sebagai Institusi dengan tingkat suap tertinggi (2009).
4) Global Coruption Barometer (GCB), menempatkan
Polri sebagai institusi terkorup di Indonesia dengan indeks 4,2 (2010).
5) Penelitian yang dilakukan oleh lembaga independent Markplus in Sight menyimpulkan tingkat kepuasan masyarakat atas pelayanan Polri baru 54,37% (2009).
6) Penelitian oleh Staf Ahli Kapolri, Biro Litbang Polri, Mahasiswa PTIK, merelease bahwa tingkat harapan masyarakat atas pelayanan Polri sebesar 86,32%, sedangkan rata-rata transparansi pelayanan yang diberikan kepada masyarakat baru sebear 64,21%, jadi masih ada gap atau disparitas antara harapan masyarakat dan yang dapat diberikan oleh Polri yang cukup tinggi, yaitu sebesar 22,11% (2010).
faktor utama yang menerangkan kinerja Polri, yaitu pemahaman personil tentang paradigma itu sendiri dan peranan atasan atau pemimpin di lingkungan Polri. Ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya kehadiran seorang pemimpin yang rahmatan lil alamin.
8) Hasil survey Jaringan Survey Indonesia yang dimuat di harian Kompas hari Rabu, 2 Nopember 2011 tentang tingkat kepercayaan dan tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja aparat penegak hukum. Hasilnya adalah, untuk tingkat kepercayaan Polri menduduki peringkat yang terbaik yaitu 58,2%, kemudian KPK : 53,8%, MA : 47,8%, MK : 47,3%, Kejagung : 46,0%. Untuk tingkat kepuasan masyarakat Polri juga terbaik yaitu 53,6%, KPK : 45,0%, MK : 43,5%, MA : 42,1% dan Kejagung : 41,1%. Sedangkan terakhir hasil survey Sugeng Suryadi Syndicate pada tanggal 14-24 Mei 2012 yang lalu di 33 Provinsi menempatkan DPR sebagai lembaga terkorup di Indonesia dengan nilai 47%.
Kondisi profesionalitas secara umum ini juga dapat dilihat dari komposisi kepangkatan riil anggota Polri dibandingkan dengan yang seharusnya, dengan asumsi kepangkatan mencerminkan profesionalisme dari anggota Polri tersebut. Tabel 3 profesionalisme dilihat dari aspek kepangkatan terlampir.
Dari sudut pandangan masyarakat dapat juga kita lihat profesionalisme Polri ini dari hasil survey dan analisis Citra Publik Indonesia pada tanggal 11-14 September 2009 lalu. Hasilnya dapat dilihat 58,20% Polri sudah/ cukup profesional dan 56,50% masyarakat yakin/ sangat yakin mampu menjadi lembaga yang profesional. Tabel 4 DAN 5 Profesionalisme Anggota Polri terlampir.
e. Belum Optimalnya Moralitas Anggota Polri Secara Umum.
Polri tentu juga bersumber dari pedoman kerja Tribrata yang pada dasarnya bersumber dari hakekat akan tugas pokok dan keberadaan polisi itu sendiri dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Moralitas yang bersumber dari nilai-nilai-nilai Pancasila setidaknya sesuatu yang harus melekat pada perilaku polisi seperti moral ketaqwaan, moral kemanusiaan, moral kebersamaan dan kebangsaan, moral kerakyatan dan moral keadilan. Nilai-nilai moral ini dalam organisasi teraktualisasi pada etika organisasi yang tertuang dalam kode etik profesi. Di lingkungan Polri sudah ada kode etik Polri yang senantiasa terjadi perubahan-perubahan sesuai dengan perubahan pemaknaan Tribrata maupun dinamika organisasi Polri. terakhir kode etik Polri ini diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Polri sebagai perubahan dari Perkap Nomor 7 Tahun 2006 Tentang hal yang sama.
Berdasarkan release akhir tahun Kapolri tahun 2011 yang lalu beberapa catatan yang dapat digolongkan menyangkut moralitas anggota Polri adalah menyangkut pelanggaran kode etik, disiplin maupun pidana sampai diputuskan harus dikeluarkan dengan tidak hormat dari keanggotaan Polri. Catatan-catatan tersebut dapat kita lihat sebagai berikut :
1) Bidang Tata Tertib.
Untuk tahun 2010 sebanyak 26.872 orang dan pada tahun 2011 sebanyak 12.987 orang sehingga mengalami penurunan sebanyak 13.975 orang atau 52 %. Untuk penyelesaian kasus, seluruh masalah pelanggaran tata tertib telah diselesaikan seluruhnya atau 100%;
2) Bidang Disiplin.
Untuk tahun 2010 pelanggaran disiplin yang tercatat sebanyak 6.900 orang dan pada tahun 2011 sebanyak 3.429 orang, sehingga mengalami penurunan sebanyak 3.471 orang atau 50%. Untuk penyelesaian masalah pelanggaran tata tertib, telah diselesaikan sebanyak 931 orang atau 27%; 3) Bidang Sidang Kode Etik Polri (KKEP).
penurunan sebanyak 36 orang atau 9%. Untuk penyelesaian masalah kode etik Polri, seluruhnya sudah tuntas atau 100%; 4) Bidang PTDH.
Pada tahun 2010 , Polri telah memberhentikan tidak dengan hormat sebanyak 298 orang, sementara itu ditahun 2011, Polri telah memberhentikan secara tidak hormat sebanyak 267 orang. Sehingga mengalami penurunan sebanyak 31 orang atau 10,4%.
5) Bidang Pelanggaran Pidana.
Pada tahun 2010 Polri telah menyidangkan anggota Polri yang melakukan tindak pidana sebanyak 512 orang dan pada tahun 2011 sebanyak 207 orang, sehingga mengalami penurunan sebanyak 305 orang atau 60%. Untuk penyelesaian masalah pelanggaran pidana, hingga saat ini sudah 51 orang yang terselesaikan masalahnya atau 75%. 28
Sedangkan hasil survey dan analisis dari Citra Publik Indonesia yang berkaitan dengan moralitas ini dapat dlihat dari hasil poling tentang kejujuran polisi, 51,40% masyarakat menilai polisi kurang jujur. Kedisiplinan, 52,60% masyarakat menganggap poliswi belum disiplin. Masalah tanggungjawab, 45,90% masyarakat menganggap polisi belum tanggungjawab dalam melaksanakan tugas kepolisian. Jika dibandingkan dengan TNI, maka masalah kemanusiaan atau manusiawi 42,10% masyarakat menilai TNI lebih manusiawi dari pada Polri. Masalah keramahan, 42,90% masyarakat menilai TNI lembaga yang lebih ramah dari pada Polri, sedangkan masalah komunikasi, 56% masyarakat menilai Polri telah berkomunikasi dengan baik. Tabel 6 : Kejujuran Anggota Polri, Tabel 7 : Kedisiplinan Anggota Polri, Tabel 8 : Sifat Manusiawi Anggota Polri dan Tabel 9 : Keramahan Anggota Polri terlampir.
f. Ketahanan Pangan Indonesia Masih Sangat Rentan.
Dari berbagai literatur, khususnya pembelajaran baik dari Kementerian dan para tenaga pengajar di Lemhannas R.I pada PPRA XLVIII Tahun 2012 yang memang temanya “Ketahanan
28 Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo (Kapolri), Materi Pers Release Akhir Tahun 2011, 30