2. 1 Analytial Hierarchy Process (AHP)
2. 1. 1. Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)
Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman, pengetahuan, emosi dan rasa untuk dioptimasi dalam suatu proses yang sistematis. Metode AHP ini dikembangkan oleh seorang ahli matematika yaitu Thomas L. Saaty di University Of Pittsburgh, Amerika Serikat pada tahun 1970-an.
Dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering dihadapkan pada suatu pemilihan dari berbagai alternatif. Disini diperlukan penentuan prioritas terhadap pilihan-pilihan yang ada. Dalam menentukan prioritas tersebut, seseorang akan menggunakan faktor-faktor logika dengan membandingkan pilihan-pilihan tersebut dibantu dengan krieria-kriteria yang berhubungan dengan pilihan. Analogi tersebut telah menggambarkan bagaimana prinsip dari metode AHP.
Pada dasarnya AHP adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas suatu persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecah persoalan tersebut ke dalam suatu bagian-bagian serta menata bagian-bagian tersebut dalam suatu bentuk susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Pada perkembangannya, AHP dapat menyelesaikan masalah yang kompleks atau tidak berkerangka dengan aspek atau kriteria yang cukup banyak. Kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pengambilan keputusan,srta ketidakpastian tersedianya atau bahkan tidak ada sama sekali data statistik yang akurat. Adakalanya timbul masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga datanya tidak mungkin dapat dicatat secara numerik,
hanya secara kualitatif saja yang dapat diukur, yaitu berdasarkan persepsi pengalaman dan intuisi. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa model-model lainya ikut dipertimbangkan pada saat proses pengambilan keputusan dengan pendekatan AHP khususnya dalam memahami para pengambil keputusan individual. (Yahya, 1995)
Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari :
1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. 2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan
perbandingan.
3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna.
4. Ecpectation, yang berarti menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan.
2. 1. 2 Metode-metode Dasar Analytical Hierarchy Process (AHP)
Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytical Hierarchy Process ada beberapa metode dasar yang harus dipahami antara lain:
1. Decomposition
Decomposition adalah memecahkan atau membagi masalah yang utuh ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, di mana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur–unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sedangkan hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki
mempunyai hubungan. Pada umumnya problem nyata mempunyai karakteristik struktur yang incomplete.
2. Comparative Judgement
Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen–elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pair-wise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria.
3. Synthesis of Priority
Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vektor method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur–unsur pengambilan keputusan.
4. Logical Consistency
Logical Consistency dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vektor yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.
2. 1. 3. Landasan Aksiomatik Analytic Hierarchy Process (AHP)
Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari :
1. Resiprocal Comparison
Matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah kali lebih penting dari A.
2. Homogenity
Mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan apel dengan bola kasti dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. 3. Dependence
Setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).
4. Expectation
Menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.
2. 1. 4 Prinsip Pokok Analytic Hierarchy Process (AHP)
Pengambilan keputusan dalam metode Analytic Hierarchy Process didasarkan pada tiga prinsip pokok, yaitu:
1. Penyusunan Hirarki
Penyusunan hirarki merupakan langkah pendefinisian masalah agar lebih jelas. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki pengetahuan di bidang bersangkutan. Keputusan yang diambil dijadikan tujuan dan dijabarkan menjadi elemen yang lebih detail hingga mencapai suatu tahapan yang terukur. Hirarki permasalahan akan mempermudah pengambilan keputusan untuk menganalisa dan menarik kesimpulan.
2. Penentuan Prioritas
Prioritas elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai bobot atau kontribusi elemen-elemen tersebut terhadap tujuan. AHP melakukan analisa prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan
ditentukan berdasarkan pandangan para ahli dan pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Kosnsistensi Logis
Konsistensi jawaban responden dalam menentukan prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum responden harus memiliki konsistensi dalam melakukan perbandingan elemen. Jika A > B dan B > C maka A > C.
2. 1. 5. Langkah-langkah dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Jika AHP dipakai untuk menentukan alternatif atau menyusun prioritas alternatif maka dilakukan pengembangan alternatif.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di rangking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Menghitung eigen vektor dari setiap matriks perbandingan berpasangan.
Nilai eigen vektor merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan
5. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
6. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100, maka penilaian harus diulang kembali.
2. 1. 6. Penghitungan Bobot Elemen dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks.
Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel berikut:
Tabel 2. 1 Skala Saaty Tingkat
Kepentinga n
Definisi Keterangan
1 Equal importance
(sama penting) Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama
3
Weak importance o one over another (sedikit
lebih penting)
Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya
5
Essential or strong importance (lebih
penting)
Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan
elemen pasangannya
7
Demonstrated importance (sangat
penting)
Satu elemen terbukti sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat, dibandingkan
dengan elemen pasangannya
(mutlak lebih penting) dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi
2, 4, 6, 8
Intermediate values between the two adjacent judgments
Nilai di antara dua pilihan yang berdekatan
Resiprokal Kebalikan
Jika elemen i memiliki salah satu angka di atas ketika dibandingkan elemen j, maka j memiliki
kebalikannya ketika dibanding elemen i
Perbandingan berpasangan dimulai dari hirarki yang paling tinggi, dengan suatu criteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Selanjutnya perhatikan elemen yang akan dibandingkan.
Tabel 2. 2 Matriks Perbandingan Berpasangan
A1 A2 … An A1 a11 a12 … a2n A2 a21 a22 … a2n . . . . . . . . . … … … . . . An an1 an2 … ann
Matriks A (n x n) adalah matriks resiprokal. Diasumsikan terdapat n elemen yaitu w1, w2, …, wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai perbandingan secara berpasangan antara (wi, wj) dapat dipresentasikan seperti matriks tersebut.
Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi dinyatakan sebagai vektor ⃗⃗⃗ dengan ⃗⃗⃗ maka intensitas kepentingan elemen opersi A1 ………. (2. 1)
terhadap A2 yaitu W1/W2 yang sama dengan a12 sehingga matriks perbandingan dapat dinyatakan sebagai berikut :
Tabel 2. 3 Matriks Perbandingan Berpasangan dan Nilai Intensitas
A1 A2 … An A1 W1/W2 W1/W2 … W2/W1 A2 W2/W1 W2/W2 … W2/W1 . . . . . . . . . . . . . . . An Wn/W1 Wn/W2 … Wn/Wn
Nilai-nilai wi,/wj dengan diperoleh dari yang responden yang dipilih yaitu orang-orang yang berkompeten dalam permasalahan yang dianalisa. Bila matriks ini dikalikan dengan vektor kolom, ⃗⃗⃗ maka diperoleh hubungan:
⃗⃗⃗ ⃗⃗⃗
Persamaan tersebut menyatakan bahwa ⃗⃗⃗ adalah eigen vektor dari matriks A dengan eigen value n. persamaan tersebut akan terlihat pada matriks berikut :
( ) ( ) ( )
Variabel n pada persamaan di atas dapat digantikan secara umum dengan sebuah vektor λ. ⃗⃗⃗ ⃗⃗⃗ Di mana λ = ………. (2. 3) ………. (2. 2) . . . (2. 4)
Setiap λ yang memenuhi persamaan (2. 4) disebut sebagai eigen value, sedangkan vektor ⃗⃗⃗ yang memenuhi persamaan (2. 4) dinamakan eigen vektor.
Karena matriks A adalah suatu matriks resiprokal dengan untuk semua I, maka
∑
Apabila matriks A adalah matriks yang konsisten maka semua eigen value bernilai nol kecuali satu yang bernilai sama dengan n. bila matriks A adalah matriks yang tak konsisten, variasi kecil atas aij akan membuat nilai eigen value terbesar, λmax tetap dekat dengan n, dan eigen value lainnya mendekati nol. Nilai λmax dapat diperoleh melalui persamaan berikut:
⃗⃗⃗ atau [A –λmaxI] = 0 Dengan I adalah matriks identitas.
Nilai aij akan menyimpang dari rasio wi/wj dan dengan demikian persamaan (2. 2) tidak terpenuhi. Deviasi max dari n merupakan suatu parameter Consistency Index (CI) sebagai berikut:
Nilai tidak akan berarti jika mnunjukkan suatu matriks yang konsisten.
2. 1. 7 Pengujian Konsistensi Hirarki
Pengujian konsistensi hirarki dilakukan dengan mengaikan semua nilai consistency indeks (CI) dengan bobot suatu criteria yang menjadi acuan pada suatu matriks perbandingan brpasangan lalu menjumlahkannya. Jumlah tersebut ………. (2. 5)
………. (2. 6)
………. (2. 7)
akan dibandingkan dengan nilai yang didapat dengan cara sama tetapi untu suatu matriks random. Hasil akhirnya berupa suatu parameter yang dinamakan Consistency Ratio (CR), dengan rumus:
Di mana:
CI = Consistency Indeks RI = Random Indeks
Prosedur penghitungan data dilakukan dengan cara:
1. Perbandingan antarkriteria yang dilakukan untuk seluruh hirarki akan menghasilkan beberapa matriks perbandingan berpasangan. Setiap matris akan mempunyai beberapa hal sebagai berikut:
a. Satu kriteria yang menjadi acuan perbandingan antarkriteria pada tingkat hirarki di bawahnya.
b. Nilai bobot untuk criteria acuan tersebut, relatif terhadap kriteria yang berada di tingkat yang lebih tinggi.
c. Nilai Consistency Indeks (CI) untuk matriks perbandingan berpasangan. d. Nilai Random Indeks (RI) untuk matriks perbandingan berpasangan
tersebut.
2. Untuk setiap matriks perbandingan, kalikan nilai CI dengan bobot kriteria acuan. Jumlahkan semua hasil perkalian tersebut, maka didapatkan Consistency Indeks. Untuk setiap matriks perbandingan, kalikan nilai RI dengan bobot acuan. Jumlahkan semua hasil perkalian tersebut, maka didapatkan Random Indeks (RI).
3. Nilai CR didapatkan dengan pembagian nilai CI dengan nilai RI. Sama halnya dengan konsistensi matriks perbandingan berpasangan, sutu hirarki disebut konsisten bila nilai CRH tidak lebih dari 0.1 (10%).
2. 2. Eigen Value dan Eigen Vector
Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan diberikan definisi-definisi mengenai matriks dan vektor.
2. 2. 1. Definisi Matriks
Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka (sering disebut elemen-elemen) yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk persegi panjang, di mana panjangnya dan lebarnya ditunjukkan oleh banyaknya kolom-kolom dan baris-baris.
Sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks, variable-variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m x n. Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika m = n. Dan skalar–skalarnya berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.
2. 2. 2. Perkalian Matriks
Untuk melakukan perkalian matriks dapat dilakukan dengan cara tiap baris dikalikan dengan tiap kolom, lalu dijumlahkan pada baris yang sama.
∑ Contoh: [ ] [ ] [ ] [ ] 2. 2. 3. Transpose Matriks ………. (2. 10)
Transpose suatu matriks ialah suatu matriks baru yang mana elemen-elemennya diperoleh dari elemen-elemen matriks A dengan syarat bahwa baris-baris dan kolom-kolom matriks menjadi kolom-kolom dan baris-baris dari matriks yang baru ini, dengan kata lain baris ke-i dari matriks A menjadi kolom ke-i dari matriks baru.
Transpose suatu matriks diperoleh dengan menukarkan unsur baris menjadi unsur kolom. Transpose matriks A dinyatakan dengan atau .
[ ] [ ] 2. 2. 4 Determinan Matriks
Determinan matriks berukuran adalah suatu saklar yang menentukan matriks , dengan disebut orde dari determinan. Determinan matriks dinyatakan dengan atau |A|. Secara umum determinan dapat dicari dengan:
1. Ekspansi kofaktor dengan kaidah Cramer
a. Jika A adalah sebuah matriks kuadrat, minor entri dinyatakan oleh dan didefinisikan sebagai determinan dari submatriks yang tinggal setelah baris ke- dan kolom ke- . Bilangan dinyatakan oleh dinamakan kofaktor entri .
b. Jika A adalah sebarang matriks nxn dan Cij adalah kofaktor aij, maka matriks dinamakan matriks kofaktor A. Transposisi matriks ini dinamakan adjoin dari A dinyatakan dengan adj(A).
2. Menentukan determinan dengan aturan laplace (ekspansi) kofaktor yang ditentukan dengan cara berikut:
a. Ekspansi kofaktor sepanjang baris ke-j. Det(A) = a1jK1j + a2jK2j+ … + anjKnj
b. Ekspansi kofaktor sepanjang kolok ke-i, dengan aij adalah elemen unsur matriks dan K1j adalah kofaktor.
2. 2. 5 Vektor dari n Dimensi
Suatu vektor dengan dimensi merupakan suatu susunan elemen-elemen yang teratur berupa angka-angka sebanyak buah yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vektor baris dengan ordo ) maupun menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom dengan ordo ). Himpunan semua vektor dengan komponen dengan entri riil dinotasikan dengan . Untuk vektor → dirumuskan sebagai berikut:
→ → [
]
2. 2. 6 Eigen Value dan Eigen Vector
Definisi: jika adalah matriks maka vektor tak nol di dalam dinamakan eigen vektor dari kelipatan saklar , yakni:
Saklar dinamakan eigen value dari dan dikatakan eigen vector yang bersesuaian dengan . Untuk mencapai eigen value dari matriks yang berukuran , maka dapat ditulis pada persamaan berikut:
Atau secara ekivalen
Agar lamda menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini. Akan tetapi, persamaan di atas akan mempunyai pemecahan nol jika dan hanya jika:
………. (2. 11) ………. (2. 13) ………. (2. 14) ………. (2. 15) ………. (2. 12)
Ini dinamakan persamaan karakteristik , saklar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari . Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen terhadap elemen adalah , maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan yakni . Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor Nilai menyatakan bobot kriteria terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem tersebut.
Jika mewakili derajat kepentingan terhadap faktor dan menyatakan kepentingan dari faktor terhadap , maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan terhadap faktor , harus sama dengan atau jika untuk semua maka matriks tersebut konsisten. Untuk suatu matrik konsisten dengan vektor ω, maka elemen dapat ditulis menjadi:
Jadi matriks konsisten adalah:
Seperti yang diuraikan di atas, maka untuk pair-ise comparison matriks diuraikan seperti berikut ini:
⁄
Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa:
Dengan demikian untuk pair-ise comparison matriks yang konsisten menjadi: ∑
Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini: ………. (2. 15) ………. (2. 16) ………. (2. 19) ………. (2. 20) ………. (2. 18) ………. (2. 17)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Infrastruktur dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat, sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Secara garis besar, infrastruktur merujuk ke dalam berbagai bidang, yaitu infrastruktur dalam bidang teknis atau fisik, infrastruktur dalam bidang sosial dan infrastruktur dalam bidang teknologi dan informasi.
Infrastruktur dalam bidang teknis atau fisik merupakan infrastruktur yang mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, air bersih, bandara, kanal, waduk, tanggul, pengelolaan limbah, listrik, telekomunikasi dan infrastruktur lainnya yang selain fasilitas akan tetapi dapat pula mendukung aktivitas ekonomi masyarakat. Infrastruktur sosial merupakan infrastruktur yang mendukung kebutuhan dasar seperti sekolah dan rumah sakit. Dalam bidang militer infrastruktur sosial merujuk pada bangunan permanen dan instalasi yang diperlukan untuk mendukung operasi militer. Infrastruktur dalam bidang teknologi dan informasi merupakan infrastruktur yang mendukung komunikasi formal dan informal serta ketersediaan informasi online dan internet.
Infrastruktur juga dapat dibagi menjadi enam kategori besar, yaitu kelompok jalan yang meliputi jalan raya dan jembatan, kelompok transportasi yang meliputi transit, jalan rel, pelabuhan dan bandar udara, kelompok air yang meliputi air bersih, air kotor dan sistem saluran air, kelompok manajemen limbah, kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar dan kelompok produksi dan distribusi energi yang meliputi minyak dan gas (Griggs, 1995).
Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia, sehingga Kota Medan layak disebut kota metropolitan. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan infrastruktur yang memadai. Pada praktiknya pembangunan infrastruktur di Kota Medan telah banyak dilakukan, namun perlu ada pengembangan dan
perbaikan. Adanya pengembangan dan perbaikan tersebut dinilai sangat penting karena akan menunjang Kota Medan sebagai kota metropolitan dengan perekonomian yang baik dan masyarakat yang sejahtera.
Tidak dapat dipungkiri, pengembangan infrastruktur di Kota Medan harus memakan dana yang sangat besar, maka pengembangan infrastruktur ini harus dilakukan secara bertahap dengan adanya prioritas. Prioritas infrastruktur yang akan dikembangkan dapat dilihat dari apa yang dibutuhkan oleh Kota Medan terutama yang dibutuhkan oleh masyarakat. Penentuan prioritas ini dinilai cukup sulit karena banyaknya infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat yang harus dikembangkan. Dalam penentuan prioritas infrastruktur ini, harus diperhatikan kriteria-kriteria infrastruktur. Kriteria-kriteria tersebut digunakan untuk membandingkan infrastruktur yang akan dikembangkan sebagai prioritas.
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan metode yang tepat dalam menentukan prioritas infrastruktur yang akan dikembangkan di Kota Medan. Metode AHP ini mulai dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika yang bekeja pada University Of Pittsburgh di Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor logika, pengalaman, pengetahuan, emosi dan rasa untuk dioptimasi dalam suatu proses yang sistematis. Metode AHP dapat memecahkan masalah yang sangat kompleks tidak terstruktur yang disebabkan ketidakpastian persepsi pengambilan keputusan, serta ketidakpastian ketersediaan data statistik yang akurat. Komponen utama dari model metode AHP ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya merupakan persepsi manusia. Artinya masalah tersebut dipecah dalam kelompok-kelompok yang akan menjadi suatu bentuk hirarki. Berdasarkan uraian tersebut, proses pengambilan keputusan pada metode AHP sangat tepat untuk mencari prioritas infrastruktur yang akan dikembangkan di Kota Medan.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka permasalahan dari penelitian ini dirumuskan untuk menentukan prioritas pengembangan infrastruktur Kota Medan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
1.3Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya masalah dalam penelitian ini, maka permasalahan dibatasi sebagai berikut:
1. Data yang digunakan adalah data primer yaitu data dari responden berupa wawancara atau pengisian angket.
2. Responden penelitian ini merupakan masyarakat Kota Medan yang sudah tinggal di Kota Medan selama lebih dari 10 tahun.
3. Responden penelitian ini merupakan masyarakat Kota Medan yang berumur 20 sampai 60 tahun yang diasumsikan telah mengetahui Kota Medan secara garis besar.
4. Infrastruktur yang akan dijadikan sebagai alternatif adalah enam kategori besar infrastruktur yaitu:
a. Kelompok jalan b. Kelompok air
c. Kelompok tranportasi
d. Kelompok manajemen limbah e. Kelompok bangunan
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan prioritas pengembangan infrastruktur Kota Medan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP),
1.5Tinjauan Pustaka
Menurut Thomas L. Saaty, Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level di mana multi level pertama adalah tujuan, yang diikuti level factor, kriteria, sub kriteria dan alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. Hirarki tersebut digambarkan dalam bagan berikut:
Gambar 1. 1 Bagan Pengelompokan Hirarki dalam AHP
Menurut Prof. Dr. Iryanto, M. Si dalam tulisannya mengatakan bahwa Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu metode yang banyak digunakan dalam me-rating (memeringkat) berbagai masalah dan telah menunjukkan hasil
yang mengagumkan. Metode ini menyelesaikan permasalahan dengan memecah masalah sampai ke bagian yang paling kecil. Metode ini juga memiliki banyak keistimewaan seperti dapat digunakan tanpa data statistik dan dalam analisisnya menggunakan preferensi dari ahli. Namun demikian, metode AHP membutuhkan responden yang benar-benar ahli dalam bidang yang dianalisis.
Dalam jurnal yang ditulis oleh Evangelos Triantaphyllou dan Stuart H.