• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN SOSIOLOGIS

Dalam dokumen na ruu tentang perampasan aset (Halaman 170-200)

Landasan sosiologis mer upakan per tim bangan atau alasan yang menggambar kan bahw a per atur an yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyar akat dalam ber bagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empir is mengenai per kembangan masalah dan kebutuhan masyar akat dan negar a. Per kembangan pr aktek kor upsi di Indonesia yang sudah mengakar dan menyebar ke semua lapisan bir okr asi sudah mengakibatkan ker ugian yang sangat besar ter hadap keuangan dan per ekonom ian negar a.

Kemajuan per adaban manusia di ber bagai bidang kehidupan tidak hanya member i dampak yang positif ter hadap perbaikan kualitas hidup, tetapi juga mengakibatkan dampak negatif dengan ber kembangnya ber bagai bentuk kejahat an, khususnya kejahatan yang ber tujuan untuk mendapat keuntungan ekonom is atau lebih dikenal sebagai tindak pidana dengan m otif ekonom i.

Per kembangan pr akt ek tindak pidana dengan motif ekonomi di Indonesia seper ti kor upsi kini ber kembang menjadi semakin kom pleks kar ena melibatkan pelaku yang ter pelajar dan ser ingkali ber sifat tr ansnasional atau lintas negar a. Per kembangan pr akt ek kor upsi di Indonesia yang sudah mengakar dan menyebar ke semua lapisan bir okr asi sudah mengakibatkan ker ugian yang sangat besar ter hadap keuangan dan per ekonom ian negar a. Adapun yang menjadi tujuan utama dar i par a pelaku tindak pidana kor upsi maupun tindak pidana lain dengan motif ekonom i adalah untuk mendapatkan dan menikmati har ta kekayaan hasil kejahat an ter sebut. Dengan d emikian dalam tindak pidana dengan motif ekonom i ini har ta kekayaan hasil kejahatan mer upakan dar ah yang menghidupi tindak pidana, sehingga car a yang paling efektif untuk melakukan pember antasan dan pencegahan ter hadap tindak pidana d engan motif ekonomi adalah dengan membunuh kehidupan dar i kejahatan dengan car a menyita dan mer ampas hasil dan intr um en tindak pidana ter sebut. .

Dalam sist em hukum yang ada di Indonesia saat ini, menggungkap tindak pidana, menemukan pelakunya dan menempatkan pelaku tindak pidana di dalam penjar a (follow the suspect) ter nyata tidak menim bulkan efek cegah dan belum cukup efektif untuk menekan tingkat kejahatan jika tidak diser tai dengan upaya

untuk menyita dan mer ampas hasil dan instr umen tindak pidana. Men yita dan mer ampas hasil dan intr umen tindak pidana dar i pelaku tindak pidana tidak saja memindahkan sejum lah har ta kekayaan dar i p elaku kejahatan kep ada masyar akat tetapi juga akan memper besar kemungkinan masyar akat untuk mewujudkan tujuan ber sama yaitu ter bentuknya keadilan dan kesejahter aan bagi semua anggota masyar akat. Hal ini yang pada akhir nya mendor ong Pemer intah Indonesia mengeluar kan kebijakan ter kait upaya per cepatan pember antasan tindak pidan a kor upsi. Salah satu kebijakan yang men jadi pr ior itas Pemer intah Indonesia adalah pembuatan instr umen hukum yang mampu mer ampas selur uh har ta kekayaan yang dihasilkan dar i suatu tindak pidana ser ta selur uh sar ana yang memungkinkan terlaksananya tindak pidana ter utama tindak pidana ber m otif ekonom i.

Penyitaan dan per ampasan hasil dan instr umen tindak pidana, selain mengur angi atau menghilangkan motif ekonom i pelaku kejahatan juga memungkinkan pengumpulan dana dalam jum lah yang besar yang dapat digunakan untuk mencegah dan member antas kejahat an. Secar a keselur uhan, hal ter sebut akan men ekan tingkat kejahatan di Indonesia. Pendekatan untuk menekan tingkat kejahat an melalui penyitaan dan per ampasan hasil dan instr umen tindak pidana sejalan dengan pr insip per adilan yang cepat, seder hana dan ber biaya r ingan. Pendekatan seper ti ini, akan memper besar kemungkinan untuk mengambil kembali hasil dan in str um en tindak pidana t anpa dipengar uhi oleh keber hasilan atau kegagalan dalam penuntutan dan pemer iksaan di pengadilan.

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP PENGATURAN

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang ( RUU) Per ampasan Aset Tindak Pidana dibuat ber dasar kan beber apa per tim bangan. Per tama, bahw a sistem dan mekanisme yang ada mengen ai per ampasan aset hasil tindak pidana ber ikut instr umen yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, p ada saat ini belum mampu mendukung upaya penegakan hukum yang ber keadilan dan meningkatkan kesejahter aan r akyat sebagaimana diamanatkan oleh

Undang-Undang Dasar Negar a Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, bahw a pengatur an

yang jelas dan kom pr ehensif mengenai p engelolaan aset yang telah dir ampas akan mendorong ter wujudnya penegakan hukum yang pr ofesional, tr anspar an, dan akuntabel. Ketiga, bahw a ber dasar kan p er timbangan per tama dan kedua, t er dapat kebutuhan hukum akan pengatur an ketentuan-ketentuan mengenai per ampasan asset dalam bentuk undan-undang; dengan mengingat Pasal 5 ayat ( 1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negar a Republik Indonesia Tahun 1945.

Mater i muatan dan substan si yang ter kan dung dalam pengatur an mengenai per ampasan aset tindak pidana diur aikan sebagaimana ber ikut ini.

A. DEFINISI ISTILAH-ISTILAH KHUSUS

Sesuai dengan r ekom endasi dar i Theodor e S. Gr eenber g dkk. dalam buku panduan Stolen Asset Recover y:A Good Pr actices Guide for Non-Conviction Based Asset For feitur e, Pemer intah Indonesia menggagas undang-undang Per ampasan Aset Tindak Pidana dengan didahului definisi dar i istilah khusus yang akan digunakan dalam r umusan ketentuan um um undang-undang antar a lain: aset257, aset tindak pidana258, per ampasan aset tin d ak

257 Aset adalah semua benda ber ger ak atau benda tidak ber ger ak, baik ber wujud maupun tidak ber wujud dan mempunyai nilai ekonomis .

258 Aset Tindak Pidana adalah aset yang diper oleh atau diduga ber asal dar i tindak pidana, atau kekayaan tidak wajar yang diper samakan dengan Aset Tindak Pidana .

pidana ( per ampasan aset)259, penelusur an260, pemblokir an261, penyit aan262, penyidik263, pengelola aset tindak pidana264, lembaga pengelola aset tind ak pidana265, dokumen266, setiap or ang267, kor por asi268, dan menter i269.

Ber hubung penger tian per ampasan aset t indak pidana yang dim aksud dalam undang-undang ini adalah aset yang ter kait dengan tindak pidana tetapi per ampasannya tidak diputus ber dasar kan putusan per adilan pidana (in per sonam) . Penger tian per ampasan aset seper ti ini dikenal dengan istilah aset for feitur e (in r em), sementar a istilah in r em ini belum ada padanannya d alam bahasa Indonesia. Oleh kar ena itu per lu diper tim bangkan untuk menambahkan definisi aset tindak pidana dengan fr asa kata in r em, sehingga menjadi “ per ampasan aset tindak pid ana in r em”.

Mengingat bahw a penuntutan dalam per kar a ini objek har ta benda yang ter kait dengan tindak pidana tetapi tidak diputus dalam per adilan

259 Perampasan Aset Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Perampasan Aset adalah upaya paksa yang dilakukan oleh negar a untuk mer ampas Aset Tindak Pidana ber dasar kan putusan pengadilan tanpa didasar kan pada penghukuman ter hadap pelakunya .

260 Penelusuran adalah serangkaian tindakan untuk mencari, meminta, memper oleh, dan menganalisis informasi untuk mengetahui atau mengungkap asal-usul dan keber adaan Aset Tindak Pidana .

261 Pemblokir an adalah serangkaian tindakan pembekuan sementara Aset Tindak Pidana dengan tujuan untuk mencegah aset ter sebut dialihkan kepada pihak lain.

262 Penyitaan adalah ser angkaian tindakan Penyidik atau Penuntut Umum untuk mengambil alih dan/ atau menyimpan Aset Tindak Pidana di bawah penguasaannya baik untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan per adilan maupun untuk kepentingan Perampasan Aset menurut undang-undang ini.

263 Penyidik adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pember antasan Kor upsi, Badan Nar kotika Nasional, ser ta penyidik pegawai neger i sipil pada Direktorat Jender al Pajak, Dir ektorat Jender al Bea dan Cukai, ser ta Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan Kementer ian Keuangan, dan Kementer ian Kehutanan.

264 Pengelolaan Aset Tindak Pidana adalah kegiatan penyimpanan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, penggunaan, pemanfaatan, pembagian, pengawasan, dan/ atau pengembalian Aset Tindak Pidana.

265 Lembaga Pengelola Aset Tindak Pidana yang selanjutnya disebut LPA adalah lembaga pemer intah yang mempunyai tugas dan fungsi mengelola aset yang ber asal dar i penyitaan dan per ampasan aset menur ut undang-undang ini.

266 Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/ atau didengar, yang dapat dikeluar kan dengan atau tanpa bantuan suatu sar ana, baik yang ter tuang di atas ker tas, benda fisik apapun selain ker tas, atau yang terekam secar a elektronik, ter masuk tetapi tidak ter batas pada: ( a) tulisan, suara, atau gambar ; ( b) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; atau ( c) huruf, tanda, angka, simbol, atau per for asi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya .

267 Setiap Orang adalah orang per seor angan atau kor por asi .

268 Kor porasi adalah kumpulan or ang dan/ atau kekayaan yang ter or ganisasi baik mer upakan badan hukum maupun bukan badan hukum (Pasal 1 angka 12) .

269 Menteri adalah menter i yang menyelenggar akan urusan pemer intahan di bidang keuangan ( Pasal 1 angka 13) .

pidana (in per sonam) , maka per lu untuk diber ikan penger tian penuntutan dan penuntut um um yang ber beda dengan penger tian dalam KUHAP. Yang dim aksud dengan per mohonan per ampasan aset (in r em) adalah tindakan penuntut um um untuk mengajukan per mohonan per ampasan aset kep ada pengadilan neger i setempat yang ber wenan g mengadili per kar a pidana dalam hal dan menur ut car a yang akan diat ur kemudian dalam undang-undang dengan per mintaan supaya diper iksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Yang dim aksud dengan penuntut umum adalah jaksa yang akan diber i wewenang oleh undang-undang untuk melakukan per mohonan per ampasan aset dan melaksanakan penetapan dan/ atau putusan hakim.

B. SUBSTANSI PENGATURAN

1. Aset yang Diperoleh atau Diduga Ber asal dari Tindak Pidana Yang Dapat Dir ampas

Aset tindak pidana yang dapat dir ampas adalah aset yang diper oleh atau diduga dar i tindak pidana yaitu:

a. Aset yang diper oleh secar a langsung atau tidak langsung dar i tindak pidana ter masuk yang telah dihibahkan atau dikonver sikan menjadi har ta kekayaan pr ibadi, or ang lain, atau kor porasi baik ber upa modal, pendapatan, maupun keuntungan ekonomi lainnya yang diper oleh dar i kekayaan ter sebut;

b. Aset yang diduga kuat digunakan atau telah digunakan untuk melakukan

tindak pidana;

c. Aset lainnya yang sah sebagai pengganti Aset Tindak Pidana; atau

d. Aset yang mer upakan bar ang t emuan yang diduga ber asal dar i tindak pidana.

Mengenai jum lah nilai minimum aset dan per ubahannya yang dapat dir ampas diatur dalam per atur an per undang-undangan.

2. Aset yang Tidak Seimbang dengan Penghasilan

Dalam Ketentuan Per ampasan Aset Tindak Pidana ini, juga diatur mengenai aset yang dim iliki oleh setiap or ang yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau yang tidak seimbang dengan sum ber penambahan kekayaannya dan tidak dapat membuktikan asal-usul per olehannya secar a sah m aka aset ter sebut dapat dir ampas.

3. Penelusur an Aset

Kewenangan melakukan pen elusur an dalam r angka per ampasan aset tindak pidana( in r em) diber ikan kepada penyidik atau penuntut umum . Dalam melaksan akan p enelusur an ter sebut, penyidik atau penuntut um um diber i wewenang untuk meminta Dokumen kepada setiap or ang, Kor por asi, atau instansi pemer intah. Selanjutnya diatur juga:

a. Kewajiban bagi setiap or ang, Kor por asi, atau instansi pemer intah untuk member ikan infor m asi dengan menyer ahkan Dokumen kepada penyidik atau penuntut umum .

b. Lar angan bagi setiap or ang, kor por asi, atau instansi pemer intah untuk member itahukan kepada pihak lain, baik langsung maupun tidak langsung dengan car a apapun mengenai per m intaan dan pember ian infor masi dan dokum en. Penyer ahan Dokumen dikecualikan dar i ketentuan per atur an per undang-undangan m engenai ker ahasiaan

c. Kewajiban bagi setiap or ang, kor por asi, atau instansi pemer intah untuk menyimpan catatan dan dokum en mengenai per mintaan dan pember ian infor masi dan dokumen sesuai dengan ketentuan per atur an per undangan yang ber laku. Namun ada pengecualian, yaitu apabila ter dapat unsur penyalahgunaan wewenang dar i or ang, Kor por asi, atau instansi pemer intah yang member ikan infor m asi dengan ber iktikad baik maka tidak dapat dituntut secar a per data maupun pidana.

d. Alter natif per um usan kewenangan penelusur an diber ikan kep ada penuntut umum/ jaksa dan jika diper lukan dapat meminta bantuan kepada penyidik. Per tim bangan alter natif ini adalah untuk efesiensi dan efektivitas penindakan .

4. Ketentuan Pemblokir an dan Penyitaan

Dalam ketentuan ini diber ikan juga kewenan gan kepada penyidik atau penuntut um um untuk melakukan pemblokir an dan penyitaan ter hadap aset-aset yang menjadi objek yang dapat dir ampas yang akan diatur dalam undang-undang. Selanjutnya juga diatur :

a. Dalam hal diper oleh dugaan kuat mengenai asal usul atau keber adaan Aset Tindak Pidana ber dasar kan Hasil Penelusur an, penyidik atau penuntut umum dapat memer intahkan Pemblokir an kepada lembaga yang ber wenang.

b. Pemblokir an dapat diikuti dengan tindakan Penyitaan . Lembaga yang ber w enang wajib melakukan Pemblokir an seger a setelah per intah Pemblokir an diter im a.

c. Per intah penyidik atau penuntut um um sebagaimana dim aksud pada ayat

( 1) har us dilakukan secar a ter tulis dengan menyebutkan secar a jelas mengenai: ( a) nama dan jabat an penyidik atau penuntut umum ; ( b) bentuk, jenis, atau keter angan lain mengenai Aset yang akan dikenakan pemblokir an; ( c) alasan pemblokir an; dan ( d) tempat Aset ber ada.

d. Pelaksanaan pemblokir an dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 ( tiga puluh) har i sejak p er intah Pemblokir an diter im a dan dapat diper panjang selama 30 ( tiga puluh) har i.

e. Pihak ketiga yang menguasai aset yang diblokir ter sebut dapat

f. Penyidik, penuntut um um yang memer intahkan Pemblokir an, dan lembaga yang melaksanakan pemblokir an aset yang ber iktikad baik tidak dapat dituntut secar a pidana maupun per data.

g. Selama masa Pemblokir an, Aset Tindak Pidana tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.

h. Tindakan penyitaan oleh penyidik atau penuntut umum dilakukan sesuai

dengan ketentuan per atur an per undang-undangan.

i. Ketentuan ini juga member ikan kewajiban kepada penyidik at au penuntut

um um untuk menyer ahkan aset tindak p idana beser ta dokum en pendukungnya kepada lembaga pengelola aset tindak pidana.

5. Per ampasan Aset

Tindakan per ampasan aset di dalam ket entuan per ampasan aset tindak pidana dilakukan ter hadap:

a. ter sangka atau ter dakwanya meninggal dunia, melar ikan dir i, sakit per m anen, atau tidak diketahui keber adaannya;

b. ter dakwanya diputus lepas dar i segala tuntutan ;

c. aset yang per kar a pidananya tidak dapat disidangkan; atau

d. aset yang per kar a pidananya telah diputus ber salah oleh pengadilan yang ber kekuatan hukum tetap, dan di kemudian har i ter nyata diketahui ter dapat aset dar i tindak pidana yang belum dinyatakan dir ampas.

Tindakan per ampasan aset sebagaimana t elah dikemukakan di atas tidak menghapuskan kewenangan untuk melakukan penuntutan ter hadap pelaku tindak pidana. Selain itu, ket entuan per ampasan aset tindak pidana menyatakan ap abila aset tindak pidana telah dir ampas ber dasar kan putusan Per ampasan Aset, maka aset tindak pidana ter sebut tidak dapat dimohonkan untuk dir ampas dalam putusan ter hadap pelaku tindak pidana. Dalam hal ter dapat kesamaan objek yang akan dir ampas antar a pemer iksaan per kar a

pidana dengan per mohonan per ampasan aset, maka pemer iksaan ter hadap per m ohonan Per ampasan aset ditunda sampai adanya putusan hakim dalam per kar a pidana. Namun, apabila putusan hakim ter kait per kar a pidana menyatakan aset yang menjadi objek dalam per mohonan Per ampasan Aset dir ampas, maka per mohonan Per ampasan Aset menjadi gugur .

6. Permohonan Per ampasan Aset

Per m ohonan per ampasan aset dapat dilakukan setelah penyidik at au penuntut umum melakukan pemblokir an dan/ atau penyitaan. Dalam hal pember kasan telah lengkap, maka p enyidik seger a menyampaikan ber kas ter sebut kepada penuntut um um untuk diper iksa dengan jangka w aktu 14 ( empat belas) har i. Namun, apabila ber kas t er sebut dir asa belum lengkap, maka penyidik har us melengkapi ber kas ter sebut paling lama 14 ( empat belas) har i setelah penuntut umum mengembalikan. Penuntut umum selaku jaksa pengacar a negar a wajib menyer ahkan ber kas pemohonan per ampasan aset kep ada Pengadilan Neger i setempat paling lama 30 ( tiga puluh) har i ker ja t er hitung sejak tanggal diter im anya ber kas per kar a yang t elah dinyatakan lengkap dan aset yang telah disita untuk dilakukan per ampasan aset tindak pidana.

Per m ohonan per ampasan aset diajukan oleh penuntut um um kepada Ketua Pengadilan Neger i setempat secar a ter tulis dalam bentuk sur at per m ohonan yang dilengkapi dengan ber kas per kar a. Pengadilan Neger i yang ber w enang memer iksa, mengadili, dan memutus per kar a per ampasan aset adalah Pengadilan Neger i yang daer ah hukum nya meliputi tempat keber ad aan aset. Apabila t er dapat beber apa aset yang dim ohonkan untuk dir ampas dalam daer ah hukum beber apa Pengadilan Neger i, penuntut um um dapat memilih salah satu dar i pengadilan neger i ter sebut untuk mengajukan per m ohonan per ampasan aset. Dalam h al kead aan daer ah tidak

memungkinkan suatu Pengadilan Neger i untuk memer iksa suatu

per m ohonan Per ampasan Aset, maka atas usul Kepala Kejaksaan Neger i yang ber sangkutan, Mahkamah Agung menetapkan atau menunjuk Pengadilan

Neger i lain yang layak untuk memer iksa per mohonan dim aksud. Apabila aset yang dim ohonkan untuk dir ampas ber ada di luar neger i, namun telah memenuhi syar at sebagai objek Per ampasan Aset, maka Pengadilan Neger i Jakar ta Pusat ber w enang m emer iksa.

7. Tata Car a Pemanggilan

Untuk tata car a pemanggilan, dalam hal ter dapat pihak yang mengajukan keber atan ter hadap per mohonan per ampasan aset, Paniter a Pengadilan Neger i menyampaikan sur at panggilan kepada pihak yang mengajukan keber atan dan member itahukan kepada penuntut um um untuk datang langsung ke sidang pengadilan. Sur at panggilan disampaikan paling lambat 3 ( tiga) har i sebelum tanggal sidang melalui alamat tempat tinggal atau di tempat kediaman ter akhir par a pihak. Dalam hal par a pihak tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat kediaman ter akhir , sur at panggilan disampaikan melalui kepala desa/ kelur ahan atau nama lainnya dalam daer ah hukum tempat tinggal par a pihak atau tempat kediaman ter akhir . Dalam hal ter dapat pihak yang ditahan dalam Rum ah Tahanan Negar a, sur at panggilan disampaikan melalui pejabat Rum ah Tahanan Negar a. Dalam hal kor por asi menjadi pihak maka panggilan disampaikan kepada Pengur us di tempat kedudukan kor por asi sebagaiman a ter cantum dalam Anggar an Dasar kor por asi ter sebut. Salah seor ang pengur us Kor por asi wajib menghadap di sidang pengadilan mewakili kor por asi. Sur at panggilan yang diter ima oleh par a pihak sendir i atau oleh or ang lain atau melalu i or ang lain, dilakukan dengan tanda pener im aan.

Dalam menetapkan har i per sidangan, Ketua Majelis Hakim har us memper tim bangkan jar ak antar a alamat t empat tinggal pihak yang ber per kar a d engan pengadilan tempat p er sidangan dilakukan. Tenggang waktu antar a pemanggilan pihak yang ber perkar a dan waktu sidang tidak boleh kur ang dar i 3 ( tiga) har i ker ja, kecuali dalam hal sangat per lu dan

Dalam dokumen na ruu tentang perampasan aset (Halaman 170-200)

Dokumen terkait