• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

a. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji) Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka) Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah) Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales) Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae) Genus (marga) : Camellia

Spesies (jenis) : Camellia sinensis L. Varietas : Assamica

(Steenis, 1987)

b. Deskripsi tanaman

Tanaman teh berasal dari familiaCamellia, yang aslinya terdapat di China, Tibet, dan India bagian utara. Ada dua jenis varietas utama tanaman teh. Varietas berdaun lebar dikenal sebagai Camellia assamica. Varietas berdaun kecil, dikenal sebagai Camellia

sinensis L., hidup di daerah pegunungan tinggi yang sejuk di China tengah Dan Jepang (Somantri, 2011).

Camellia sinensis L. berdaun kecil dengan banyak cabang, sehingga menyerupai semak. Varietas ini bisa tumbuh 3-5 meter, tahan terhadap suhu yang sangat dingin, Dan bisa terus memproduksi daun teh sampai usia 100 tahun (Somantri, 2011)

Daun teh berwarna hijau tua mengilat dengan bulu-bulu halus Dan bunga berwarna putih kecil dengan lima sampai tujuh kelopak. Sedangkan buahnya berwarna putih kecil menyerupai buah pala. Untuk memproduksi teh, daunnya saja yang diambil (Somantri, 2011)

Berdasarkan hasil dan proses pengolahannya, teh dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu teh hijau (tidak difermentasi), teh oolong (semifermentasi), dan teh hitam (fermentasi penuh). Teh hijau dibuat melalui metode inaktivasi enzim polifenol oksidasenya di dalam daun teh segar. Metode ini dapat dilakukan melalui pemanasan (udara panas) dan penguapan (steam/uap air). Kedua proses tersebut berguna untuk mencegah terjadinya oksidasi enzimatis polifenol, sehingga diharapkan kadar polifenol dalam teh hijau paling tinggi diantara jenis teh yang lain (Bakhtiar, 2007).

c. Proses produksi Teh Hijau

1) Pelayuan

Proses ini bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase dan menurunkan kadar air dalam pucuk daun sehingga menjadi lentur dan mudah tergulung, kadar air 60%. Proses ini dilakukan dengan cara mengalirkan sejumlah pucuk daun basah secara berkesinambungan ke dalam alat pelayuan Rottary Panner dalam keadaan panas yang telah dikehendaki. Waktu yang diperlukan antara 5-8 menit dengan presentase layu 60% (Ilyana, 1999).

2) Penggulungan

Tujuan proses ini adalah membentuk mutu secara fisik karena selama penggulungan pucuk teh akan dibentuk menjadi gulungan-gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses dilakukan setelah pucuk kayu keluar dari mesin Rottary Panner. Lama proses ini tidak boleh lebih dari 30 menit sejak pucuk layu masuk ke open top roller (Ilyana, 1999).

3) Pengeringan

Proses ini bertujuan mengurangi kadar air sampai tinggal 3-4% sehingga daya simpan teh keringnya meningkat dan membantu membentuk gulungan teh. Proses ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dengan mesin Itong Cakel, memerlukan waktu sekitar 8-12 menit. Jumlah air yang harus

dikeluarkan 50% dari bobot pucuk masuk pengering. Tingkat kekeringan yang dihasilkan 30-35%. Tahap kedua dilakukan dengan mesin Rottary dryer tipe repeat roll.Teh dikeringkan sampai kadar 3-4%. Untuk mengurangi kadar air dan memperbaiki bentuk gulungan teh kering, suhu tidak boleh lebih dari 70°C. Lama proses ini antara 2-3 jam dengan putaran 17-19 kali per menit (Ilyana, 1999).

4) Sortasi kering

Proses ini bertujuan mengelompokkan teh ke dalam jenis-jenis mutu dengan bentuk dan ukuran spesifik sesuai standar teh hijau, selain itu juga untuk memisahkan, memurnikan dan membentuk jenis mutu agar teh hijau bisa diterima di pasaran. Proses ini dilakukan setelah pucuk daun keluar dari repeat roll. Pucuk daun dimasukkan ke dalam mesin Bubble tray untuk memisahkan mutu teh hijau berdasarkan perbedaan ukurannya (Ilyana, 1999).

d. Kandungan kimia

Gambaran mengenai komposisi pucuk daun teh disajikan pada tabel berikut

Tabel 2.1Komposisi Pucuk Daun Teh (% berat kering)

Senyawa Total Larut Dalam Air

Selulosa 24.0 0.0 Lignin 6.5 2.3 Protein 17.0 0.0 Lemak 8.0 0.0 Tepung 0.5 0.0 Polifenol 22.0 22.0 Kafein 4.0 4.0 Asam Amino 7.0 7.0 Asam Gula 3.0 3.0 Asam Organik 3.0 3.0 Abu / Mineral 5.0 4.0 100.0 45.3 (Bhatia, 1963)

Bahan-bahan kimia dalam daun teh dapat dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu substansi fenol, substansi bukan fenol, substansi penyebab aroma, dan enzim.Keempat kelompok tersebut yang menimbulkan berbagai macam sifat yang dapat ditemukan pada teh.

1) Substansi Fenol.

Polifenol teh berbeda dengan polifenol pada tanaman lain. Polifenol dalam teh tidak bersifat menyamak dan tidak berpengaruh buruk terhadap pencernaan makanan, melainkan bersifat antimikroba (bakteri dan virus), antioksidan, antiradiasi, memperkuat pembuluh darah, melancarkan sekresi air seni, dan menghambat pertumbuhan sel kanker.Polifenol merupakan senyawa yang memiliki pengaruh paling besar terhadap seluruh komponen teh.Dalam pengolahannya, senyawa ini dihubungkan dengan semua sifat produk teh, yaitu aroma, warna, dan rasa.Polifenol sebagai salah satu substansi pada teh tentu memiliki sifat fisik maupun sifat kimia (Peter et al., 2005).

Adapun sifat-sifat tersebut dapat dilihat pada tabelberikut ini:

Tabel 2.2Sifat Fisik dan Kimia Polifenol

(Alamsyah, 2006)

Menurut Evensen dan Braun (2009), tiga senyawa polifenol utama dalam teh hijau (Camellia sinensis L.) yaitu epigallocatechin-3-gallate (EGCG), epigallocatechin (EGC), dan epicatechin-3-gallate (ECG) dapat menghambat pembentukan biofilm dari Candida albicans. Senyawa EGCG

Sifat Fisik Sifat Kimia

Kenampakan : putih Sensitif terhadap oksigen Titik beku : 104-106oC Sensitif terhadap cahaya Titik didih : 245oC Berfungsi sebagai antioksidan Tekanan uap : 1 mmHg

pada 75oC

Substansi yang dihindari : unsur oksidasi, asam klorida, asam anhidrida, basa, dan asam nitrit

Densitas uap : 3.8 g/m3

Flash point : 137oC Larut dalam air hangat Explosion limits

(batas atas) : 1.97%

Stabil dalam konsisi agak asam atau netral (pH optimum 4-8)

dapat menghambat 75% pembentukan biofilm Candida albicans dalam konsentrasi 1.0 µmol/L hingga 3.0 mmol/L.

Menurut Ho et al. (1994) polifenol teh hijau mengandung 49% EGCG, jadi dalam 1000 µg polifenol terkandung 490 µg EGCG.

2) Substansi Bukan Fenol

a) Karbohidrat

Daun teh juga memiliki karbohidrat, dari gula yang sederhana hingga yang kompleks, di antaranya yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa.Keseluruhan karbohidrat yang dikandung teh adalah 0.75% dari berat kering daun (Alamsyah, 2006).

b) Substansi Pektin

Substansi pektin terutama terdiri atas pektin dan asam pektat.Besarnya bervariasi, 4.9-7.6% dari berat kering daun.Substansi ini dianggap ikut menentukan sifat baik dari teh, khususnya teh hitam (Alamsyah, 2006).

c) Alkaloid

Sifat penyegar teh berasal dari substansi alkaloid yag terkandung di dalamnya, yaitu sebesar 3-4% dari berat kering daun. Alkaloid yang utama dalam daun teh adalah kafein (Alamsyah, 2006).

Kafein tidak mengalami perubahan selama pengolahan teh, namun dianggap sebagai bahan yang menentukan kualitas teh. Hasil oksidasi dari reaksi antara kafein dengan polifenol akan membentuk senyawa yang menentukan kesegaran dari seduhan teh (Bakhtiar, 2007).

d) Klorofil dan Zat Warna yang Lain

Warna hijau pada daun teh ditentukan oleh adanya klorofil.Besar zat warna dalam daun teh sekitar 0.019% dari berat kering. Berbagai reaksi yang terjadi pada proses pengolahan teh dapat mengakibatkan perubahan warna pada daun teh (Bambang, 1993).

e) Protein dan Asam-asam Amino

Protein pada daun teh memiliki peranan penting dalam pembentukan aroma pada teh. Protein ini akan mengalami pembongkaran menjadi asam-asam amino. Reaksi asam amino dengan polifenol pada temperatur tinggi menghasilkan aldehid yang bertanggungjawab atas aroma teh.Dalam daun teh juga muncul asam amino yang biasanya dikenal sebagai tehanin, yang berhubungan dengan kualitas minuman teh (Bakhtiar, 2007).

f) Asam Organik

Dalam proses metabolisme (terutama respirasi), asam organik berperan penting sebagai pengatur proses oksidasi dan

reduksi. Selain itu, asam organik juga merupakan bahan pembentuk karbohidrat, asam amino, dan lemak untuk tanaman.Namun peranan asam organik selama pengolahan teh tidak terlalu nyata (Bakhtiar, 2007).

g) Substansi Resin

Aroma teh juga bergantung pada minyak esensial dan resin. Kandungan resin beratnya 3%dari berat kering daun. Peranan resin yang lain adalah menaikkan daya tahan tanaman teh terhadap kondisi beku (Alamsyah, 2006).

h) Vitamin

Daun teh mengandung beberapa vitamin, yaitu vitamin C, K, A, B1, dan B2. Selama proses pengolahan teh, vitamin C mengalami oksidasi sehingga kandungannya dalam teh akan hilang. Demikian pula dengan vitamin E. Kandungan vitamin C pada teh sebesar 100-250 mg. Namun, kandungan sebesar itu hanya terdapat pada teh hijau. Vitamin K pada teh hijau juga terdapat dalam jumlah yang banyak (Alamsyah, 2006). i) Substansi Mineral

Substansi mineral menyebabkan perubahan koloid dan langsung berpengaruh terhadap metabolisme sel. Kandungan mineral dalam daun teh cukup banyak. Mineral berfungsi dalam pembentukan enzim di dalam tubuh, termassuk

magnesium, kalium, flour, natrium, kalsium, seng, mangan, cuprum, dan trace mineral (Bakhtiar, 2007).

3) Substansi Penyebab Aroma

Salah satu sifat penting dari kualitas teh adalah aroma.Munculnya aroma pada teh secara langsung atau tidak langsung selalu dihubungkan dengan terjadinya oksidasi senyawa polifenol.Ada beberapa pendapat mengenai sumber aroma dari teh.Pendapat tertua mengatakan bahwa aroma teh berasal dari glikosida yang terurai menjadi gula sederhana dan senyawa yang beraroma. Peneliti lain menyatakan bahwa munculnya aroma teh adalah akibat dari penguraian protein (Bakhtiar, 2007).

4) Enzim-Enzim

Beberapa enzim terdapat dalam daun teh.Peranan penting dari enzim-enzim ini adalah sebagai biokatalisator pada setiap reaksi kimia di dalam tanaman.Enzim yang dikandung dalam daun teh di antaranya invertase, amilase, β-glukosidase, oximetilase, protease, dan peroksidase (Bakhtiar, 2007).

5) Aktivitas Biologis Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

Menurut Hamilton-Miller (1995), teh hijau (Camellia sinensis L.) memiliki aktivitas biologis berikut :

a) In Vitro

(1) Fraksi polifenol murni teh hijau (Camellia sinensis L.), terutama epicatechin gallate (ECG) dan epigallocatechin gallate (EGCG) menghambat beberapa spesies bakteri. (2) Memiliki sifat antikaries, misalnya ditunjukkan dengan

menghambat perlekatan Streptococcus mutans yang bersifat kariogenik dengan menghambat aktivitas enzim glucosyltransferase, enzim ini juga dibutuhkan oleh Candida albicans untuk mengolah sumber makanan pada media saat dikultur.

(3) Dalam tes penapisan flavonol quercitin dan myricetin menunjukkan kemampuan melawan bakteri gram positif dan fungus phytopatogenic.

b) In Vivo

(1) Polifenol teh melindungi kelinci dari infeksi percobaan Vibrio cholerae dan menunjukkan bahwa penderita kolera memperoleh manfaat dengan penambahan ekstrak teh pada cairan rehidrasi oralnya.

6) Manfaat Teh hijau (Camellia sinensis) bagi kesehatan

Menurut Hartoyo (2003), teh hijau (Camellia sinensis L.) memiliki fungsi dan pengaruh terhadap kesehatan manusia, diantaranya :

a) Mencegah Penyakit jantung koroner

Hubungan teh hijau dengan penyakit jantung koroner dapat didekati dari tiga sifat zat bioaktif polifenol yaitu kemampuannya untuk menghambat oksidasi LDL, sifat hipokolesterolemiknya, dan sifat antitrombosisnya.

b) Mencegah Diabetes mellitus

Polifenol yang terkandung dalam teh hijau dapat menurunkan kadar gula darah dan mencegah agregasi trombosit. c) Mencegah Karies Gigi

Polifenol bersifat antimikroba, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri kariogenik, serta mencegah adesi dan menghambat aktivitas glycosil transferase.

d) Mencegah Kanker

Kandungan quercetin, kaemferol, dan myricetin dalam teh hijau dapat menghambat karsinogen. Selain itu, komponen polifenol yang utama, yaitu EGCG dapat mencegah inisiasi karsinogenesis.

e) Mempertahankan Berat Tubuh Ideal

Ekstrak teh hijau dapat menghambat aktivitas lipolisis dan lipase gastrik serta lipase pankreas sehingga pencernaan lemak dapat dihambat. Sebagai akibatnya, lemak tidak dapat diserap oleh usus halus dan dikeluarkan bersama feses.

f) Mengurangi Stres

Tanin yang terkandung dalam teh hijau dapat memberikan efek relaksasi pada manusia.

g) Menurunkan Tekanan Darah

Tanin dalam teh hijau mempengaruhi siklus seperti sistem periferal saraf dan periferal pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

h) Meningkatkan Kemampuan Belajar

Kandungan Tanin dalam teh hijau dapat meningkatkan memori dan kemampuan belajar.

i) Menghambat Pertumbuhan Biofilm Candida albicans

Menurut Evensen dan Braun (2009), polifenol yang terkandung dalam teh hijau dapat menghambat pertumbuhan biofilm Candida albicans.

Kemampuan suatu mikroorganisme untuk mempengaruhi lingkungannya diantaranya tergantung pada kemampuannya untuk membentuk suatu komunitas.C. albicans

yang disebut biofilm (Nobille dan Mitchell, 2005).Menurut Mukherjee et al. (2005) biofilm merupakan koloni mikroba (biasanya penyebab suatu penyakit) yang membentuk matrik polimer organik yang dapat digunakan sebagai penanda pertumbuhan mikroba.Biofilm tersebut dapat berfungsi sebagai pelindung sehingga mikroba yang membentuk biofilm biasanya mempunyai resistensi terhadap antimikroba biasa atau menghindar dari sistem kekebalan sel inang.Berkembangnya biofilm biasanya seiring dengan bertambahnya infeksi klinis pada sel inang sehingga biofilm ini dapat menjadi salah satu faktor virulensi dan resistensi.Pembentukan biofilm dapat dipacu dengan keberadaan serum dan saliva dalam lingkungannya (Nikawa et al., 1997).

Hasil scanning mikroskop elektron menunjukkan bahwa biofilmC.albicans yang matang berisi sel dalam bentuk khamir maupun hifa yang menyisip dan terikat rapat pada bahan ektraseluler yang biasanya berbentuk fibrous (Andes et al., 2004). Secara struktur, biofilm terbentuk dari dua lapisan yaitu lapisan basal yang tipis dan merupakan lapisan khamir dan lapisan luar yaitu lapisan hifa yang lebih tebal tetapi lebih renggang. Hifa-mutant memproduksi lapisan basal saja sementara khamir-mutant memproduksi lapisan hifa.Biofilm dari khamir-mutant yang mudah dihilangkan dari permukaan sel

membuktikan bahwa lapisan basal merupakan lapisan biofilm yang penting dalam perlekatan pada permukaan. Di samping itu, biofilm yang dibentuk pada permukaan filter selulosa mempunyai penampakan yang berbeda. Hifa- mutant dan wild-type mampu memproduksi lapisan khamir dan khamir-mutant memproduksi lapisan hifa yang rapat pada permukaan filter.Hasil tersebut membuktikan bahwa struktur biofilm C.albicans tergantung pada keadaan permukaan tempat kontak (Baillie and Douglas, 1999).Struktur tiga dimensi biofilm C.albicans menunjukkan adanya saluran-saluran air yang komplek (Ramage et al., 2001). Sangat menarik bahwa sel inang juga menyisip antara matriks biofilm (Andes et al., 2004).

Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan biofilm C. albicans diantaranya adalah, ketersediaan udara. Ketersediaan udara akan mendukung pembentukan biofilm. Pada kondisi anaerob, C. albicans dapat membentuk hifa tetapi tidak mampu membentuk biofilm (Biswas dan Chaffin, 2005).Pembentukan biofilm C.albicans dimulai dengan perlekatan sel C.albicans pada sel inang yang berlangsung antara 0-2 jam.

Proses tersebut diikuti dengan germinasi dan pembentukan mikrokoloni (2-4 jam). Yang diteruskan dengan pembentukan hifa (4-6 jam). Benang-benang hifa tersebut

jam) untuk kemudian mengalami maturasi (24-48 jam). Uji reduksi XTT (2,3bis (2 methoxy4nitro – 5 – sulfo – phenyl) -2H - tetrazolium-5-carboxinilide) menunjukkan adanya hubungan linear antara kerapatan sel biofilm dengan aktivitas metabolik (Ramage et al., 2001). Tetapi aktivitas metabolik tidak mempengaruhi ketebalan biofilm.Ketersediaan saliva dan serum pada masa pra-pembentukan biofilm meningkatkan perlekatan C.albicans terhadap sel inang tetapi kurang berpengaruh pada pembentukan biofilm (Ramage et al., 2001).Mekanisme probiotik dilaporkan dapat menghambat kolonisasi tetapi belum ada laporan bahwa probiotik dapat menghambat pembentukan biofilm (Meurman, 2005).

Gen yang bertanggungjawab terhadap pembentukan biofilm adalah TEC1p dan BCR1p. TEC1p merupakan gen regulator pembentukan hifa. Pembentukan hifa akan memicu ekpresi BCR1p yang kemudian mengaktivasi protein permukaan sel dan gen perlekatan (Adhesion gene). Aktivasi protein permukaan dan gen perlekatan menyebabkan differensiasi sel hifa dan menampilkan molekul-molekul perlekatan yang juga mendukung integritas biofilm (Nobille dan Mitchell, 2005).

Disamping TEC1p dan BCR1p, bagian lain yang berpengaruh adalah yeast wallprotein 1 (Ypw1p). Ypw1p dari C. albicans tediri dari kurang lebih 533 asam amino yang terikat

secara kovalen pada glukan yang merupakan matrik dinding sel. Produksi paling besar pada Ypw1p terjadi pada fase ekponensial dan menurun pada fase stasioner pertumbuhan dan pembentukan hifa. Perubahan pada Ypw1p karena rekombinasi tidak menyebabkan perubahan morfologi dan virulensi tetapi kekurangan Ypw1p menunjukkan peningkatan kemampuan perlekatan dan pembentukan biofilm (Graneret al., 2005). Pemberian antifungi pada awal pembentukan biofilm sangat menentukan terjadinya resistensi (Mukherjee dan Chandra ,2004).

j) Sebagai antimikroba

Akroum et al., (2009) meneliti bahwa ekstrak metanol teh hijau (Camellia sinensis L.) memiliki aktivitas antimikroba yang sangat tinggi.

k) Sebagai imunomodulator

Teh hijau (Camellia sinensis L.) adalah salah satu produk herbal yang dapat digunakan sebagai bahan obat imunosupresan (Wilasrusmee, 2002).

2. Candida albicans a. Klasifikasi Kerajaan : Fungi Filum : Ascomycota Upafilum : Saccharomycotina Kelas : Saccharomycetes Ordo : Saccharomycetales Famili : Saccharomycetaceae Genus : Candida

Spesies : Candida albicans (Modrzewska danKurnatowska, 2010) b. Morfologi dan identifikasi

Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 µm x 3-6 µm hingga 2-5,5 µm x 5-28 µm (Calderone, 2004).

Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau

lonjong.Pada beberapa strain, blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit.Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan bergaris tengah sekitar 8-12 µ.Morfologi koloni Candida albicans pada medium padat agar Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah tua.Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni.Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape.Dalam medium cair seperti glucose yeast, extract pepton, Candida albicans tumbuh di dasar tabung (Calderone, 2004).

Pada medium tertentu, di antaranya agar tepung jagung (corn-mealagar), agar tajin (rice-creamagar) atau agar dengan 0,1% glukosa terbentuk klamidospora terminal berdinding tebal dalam waktu 24-36 jam. Pada medium agar eosin metilen biru dengan suasana CO2 tinggi, dalam waktu 24-48 jam terbentuk pertumbuhan khas menyerupai kaki laba-laba atau pohon cemara. Pada medium yang mengandung faktor protein, misalnya putih telur, serum atau plasma darah dalam waktu 1-2 jam pada suhu 37oC terjadi pembentukan kecambah dari blastospora. Candida albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh dalam

senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat.Jamur ini merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob (Calderone, 2004).

Proses peragian (fermentasi) pada Candida albicans dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam suasana aerob. Sedangkan dalam suasana anaerob hasil fermentasi berupa asam laktat atau etanol dan CO2. Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi, karbohidrat dipakai oleh Candida albicans sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel (Calderone, 2004).

Candida albicans dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan kemampuannya melakukan proses fermentasi dan asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai sumber karbon. Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas dan asam pada glukosa dan maltosa, terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam dan gas pada laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan adanya pertumbuhan

pada glukosa, maltosa dan sukrosa namun tidak menunjukkan pertumbuhan pada laktosa (Calderone, 2004).

Pembentukan dinding sel Candida albicans dipengaruhi oleh glycoprotein glucosyl-transferase yang juga berperan sebagai pengatur sensor retikulum endoplasma dan pengatur folding glycoprotein (Herrero et al., 2004).

Dinding sel Candida albicans berfungsi sebagai pelindung dan juga sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding sel berperan pula dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah memberi bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari lingkungannya.Candida albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm.Komposisi primer terdiri dari glukan, manan dan khitin. Manan dan protein berjumlah sekitar 15,2-30 % dari berat kering dinding sel, -1,3-D-glukan dan *1,6-D-glukan sekitar 47-60 %, khitin sekitar 0,6-9 %, protein 6-25 % dan lipid 1-7 %. Dalam bentuk ragi, kecambah dan miselium, komponen-komponen ini menunjukkan proporsi yang serupa tetapi bentuk miselium memiliki khitin tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan sel ragi (Calderone, 2004).

Segal dan Bavin (1994) memperlihatkan bahwa dinding sel Candida albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda yaitu

plasma. Membran sel Candida albicans seperti sel eukariotik lainnya terdiri dari lapisan fosfolipid ganda.Membran protein ini memiliki aktifitas enzim seperti manan sintase, khitin sintase, glukan sintase, ATPase dan protein yang mentransport fosfat. Terdapatnya membran sterol pada dinding sel memegang peranan penting sebagai target antimikotik dan kemungkinan merupakan tempat bekerjanya enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dinding sel.

Mitokondria pada Candida albicans merupakan pembangkit daya sel. Dengan menggunakan energi yang diperoleh dari penggabungan oksigen dengan molekul-molekul makanan, organel ini memproduksi ATP. Seperti halnya pada eukariot lain, nukleus Candida albicans merupakan organel paling menonjol dalam sel. Organ ini dipisahkan dari sitoplasma oleh membran yang terdiri dari 2 lapisan. Semua DNA kromosom disimpan dalam nukleus, terkemas dalam serat-serat kromatin.Isi nukleus berhubungan dengan sitosol melalui pori-pori nucleus.Vakuola berperan dalam sistem pencernaan sel, sebagai tempat penyimpanan lipid dan granula polifosfat.Mikrotubul dan mikrofilamen berada dalam sitoplasma. Pada Candida albicans mikrofilamen berperan penting dalam terbentuknya perpanjangan hifa.Candida albicans mempunyai genom diploid. Kandungan DNA yang berasal dari sel ragi pada fase stasioner ditemukan mencapai 3,55 µg/108sel. Ukuran kromosom Candida albicans diperkirakan berkisar antara 0,95-5,7 mbp.

Beberapa metode menggunakan AlternatingField Gel Electrophoresis telah digunakan untuk membedakan strainC. albicans. Perbedaan strain ini dapat dilihat pada pola pita yang dihasilkan dan metode yang digunakan. Strain yang sama memiliki pola pita kromosom yang sama berdasarkan jumlah dan ukurannya. Steven dkk (1990) mempelajari 17 strain isolat Candida albicans dari kasus kandidosis.Dengan metode elektroforesis, 17 isolat Candida albicans tersebut dikelompokkan menjadi 6 tipe.Adanya variasi dalam jumlah kromosom kemungkinan besar adalah hasil dari chromosome rearrangement yang dapat terjadi akibat delesi, adisi atau variasi dari pasangan yang homolog.Peristiwa ini merupakan hal yang sering terjadi dan merupakan bagian dari daur hidup normal berbagai macam organisme.Hal ini juga seringkali menjadi dasar perubahan sifat fisiologis, serologis maupun virulensi.

Pada Candida albicans, frekuensi terjadinya variasi

Dokumen terkait