• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK ANTIFUNGI SEDUHAN TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans in vitro SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EFEK ANTIFUNGI SEDUHAN TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans in vitro SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK ANTIFUNGI SEDUHAN TEH HIJAU (Camellia sinensis L.)

TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans in vitro

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Irene Ardiani Pramudya Wardhani

G0009109

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Efek Antifungi Teh Hijau Seduh (Camellia sinensis L.)

Terhadap Pertumbuhan Candida albicans In Vitro

Irene Ardiani Pramudya Wardhani , G0009109, Tahun 2012

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Rabu, Tanggal 4 Juli 2012

Pembimbing Utama

Nama : Dra. Sri Haryati, M.Kes ... NIP : 196101201986012001

Pembimbing Pendamping

Nama : Novan Adi Setyawan, dr. ... NIP : 198311072009121005

Penguji Utama

Nama : Yulia Sari, S.Si., M.Si ... NIP : 198007152008122001

Penguji Pendamping

Nama : S.B. Widjongko, dr., PAK, M.Pd Ked ... NIP : 194812311976091001

Surakarta, ...

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 1 Maret 2012

Irene Ardiani Pramudya Wardhani

(4)

ABSTRAK

Irene Ardiani Pramudya Wardhani, G0009109, 2012.Efek Antifungi Seduhan Teh Hijau (Camellia sinensis L.) terhadap Pertumbuhan Candida albicans In Vitro.Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang :Seduhan teh hijau memiliki senyawa antifungi yang disebut polifenol dan telah diketahui dapat menghambat pertumbuhan jamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar efek antifungi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans In Vitro.

Metode Penelitian :Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Subjek penelitian adalah sampel klinisCandida albicans dan diambil dengan cararandom. Penelitian ini menggunakan 7 kelompok perlakuan, yaitu aquades steril sebagai kontrol negatif, seduhan teh hijau dengan konsentrasi 60%, 70%, 80%, 90% dan 100%, serta flukonazol 25 µg sebagai kontrol positif.Penelitian diulang empat kali. Cawan petri diinkubasi dalam suhu 37ºC selama 48 jam dan diukur zona hambat yang terbentuk. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Regresi Linier dilanjutkan uji Korelasi dengan menggunakan IBM Statistics for Windows version 20.0.

Hasil Penelitian: Diameterzona hambat yang dihasilkan semakin meningkat seiring meningkatnya konsentrasi, dan diameter kelompok konsentrasi 100% mendekati diameter kelompok kontrol positif.Kelompok kontrol negatif maupun positif menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan semua kelompok.Hasil analisis statistik dengan uji Regresi Linier menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada ketujuh kelompok perlakuan (p < 0,05) dan uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang erat antara konsentrasi seduhan teh hijau dengan diameter zona hambatan terhadap pertumbuhan Candida albicans.

Simpulan : Seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.)memiliki efek antifungi terhadap pertumbuhan Candida albicans secara In Vitro . Mulai konsentrasi 60% sampai 100% menunjukkan adanya efek antifungi, dan pada konsentrasi 100% didapatkan efek antifunginya mendekati flukonazol 25µg/ml.

(5)

ABSTRACT

Irene Ardiani Pramudya Wardhani, G0009109, Tahun 2012.Antifungal Effect ofBrewed Green Tea (Camellia sinensis L.) Against Candida albicansGrowthIn Vitro. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Background :Brewed green tea contains antifungal substance such as polyphenol which is considered can inhibit fungal growth. The aim of this research is to determine antifungal effect of brewed green tea (Camellia sinensis L.) againstCandida albicansgrowth In Vitro.

Methods :The research was performed as experimental laboratory. The subject of this research were clinical sample ofCandida albicans and takenrandomly. This research used 7 treatment groups, they were sterilized aquadest as negative control, brewed green tea with concentration of 60%, 70%, 80%, 90% and 100%, also fluconazole 25 µg as positive control. This research was repeated four times. The plate was incubated at the temperature of 37ºC for 48 hours then inhibition diameter zone formed was measured. The data was analyzed by Linier Regression test then continued by Correlation test on IBM Statistics for Windows version 20.

Results :The diameter of inhibition zone increased along with increasing concentrations, and the diameter of concentration of 100% group is almost the same with diameter of positive control group. The results of statistical analysis using Linier Regression test showed that there are significant differences on seven of treatment groups (p < 0,05) and the Correlation test showed that there are close relation between concentration of brewed green tea and the diameter of inhibition zone.

(6)

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan berkat dan kasih-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Efek Antifungi Seduhan Teh Hijau (Camellia sinensis L.)terhadapPertumbuhan Candida albicans In Vitro” yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas atas dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi beserta seluruh staf skripsi yang telah memberikan pengarahan dan bantuan.

3. Dra. Sri Haryati, M.Kes,selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, nasihat, pengarahan, dan motivasi bagi peneliti.

4. Novan Adi Setyawan, dr.,selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, nasihat, pengarahan, dan motivasi bagi peneliti. 5. Yulia Sari, S.Si.,selaku Penguji Utama yang telah menguji skripsi ini.

6. Silvester Bambang Widjokongko, dr., PAK, M.PdKed, selaku Anggota Penguji yang telah menguji skripsi ini.

7. Keluarga tercinta, FX Bambang Sukilarso, dr., M.Si, Ir. MMA Retno Rosariastuti, M.Si, AM Ardian Aji Krisandi, S.Kom, eyang RF Soehardi dan Ireneus Leon Nomantara, dr.yang senantiasa memberikan doa, bimbingan, dukungan moral dan material bagi peneliti.

8. Seluruh Dosen dan StafLaboratorium Parasitologi dan Mikologi Fakultas Kedokteran UNS yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

9. Sahabat-sahabat penulis, Ria, Frida, Ratih, Lia, Dympna, Ardelia, Prisca, Medika, Vasa, David, Dian, Rendra, Galih, Juni, David, Made, Oliv, Nana, Nina, Pendidikan Dokter 2009 dan KMK FK UNS yang telah memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

10. Pak Kupong, Mbah Martina, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bermanfaat untuk semua pihak, bagi ilmu kedokteran pada umumnya dan bagi pembaca pada khususnya.

Surakarta, 11 Juni 2012

(7)

DAFTAR ISI

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 4

B. Kerangka Pemikiran ... 33

C. Hipotesis ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 35

B. Subjek Penelitian... 35

C. Lokasi Penelitian ... 35

D. Teknik Sampling ... 35

E. Identifikasi Variabel ... 35

F. Definisi Operasional Variabel ... 36

G. Rancangan Penelitian ... 37

H. Alat dan Bahan Penelitian... 38

I. Cara Kerja... 38

J. Analisis Data... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 48

B. Analisis Data... 50

BAB V PEMBAHASAN ... 51

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(8)

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 2.1 Komposisi Pucuk Daun Teh (% berat kering)... 8

Tabel 2.2 Sifat Fisik dan Kimia Polifenol... 10

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan pada Uji

Pendahuluan... 46

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan pada Uji

(9)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ... 31

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan pada Uji

Pendahuluan

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan pada Uji Penelitian

Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Lampiran 4. Grafik Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Lampiran 5. Tabel Hasil Analisis Regresi

Lampiran 6. Grafik Regresi Linier

Lampiran 7. Hasil Analisis Korelasi

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi jamur semakin dikenal sebagai penyebab morbiditas dan

mortalitas pada pasien rawat inap di rumah sakit. Indonesia belum

sepenuhnya berhasil membasmi penyakit akibat infeksi jamur. Infeksi jamur

dibedakan menjadi infeksi jamur endemik dan infeksi jamur oportunistik.

Kandidiasis merupakan infeksi jamur dengan insidensi tertinggi pada infeksi

jamur oportunistik. Sekitar 10% dari mikroorganisme penyebab infeksi

nosokomial berasal dari spesies Candida. Hal ini disebabkan karena Candida

merupakan flora normal yang beradaptasi dengan baik untuk hidup pada

inang manusia, terutama pada saluran cerna, saluran urogenital, dan kulit

(Sudoyo, 2006).

Candida albicans merupakan penyebab kandidiasis yang paling sering

ditemukan dibanding spesies Candida yang lain, yaitu sekitar 70-80%.

Kandidiasis ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik

laki-laki maupun perempuan.Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas

tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih

banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi dan

pada musim hujan sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air

(12)

kandidiasis oral, kandidiasis vulvovaginal, peradangan, abses kecil, dan

granuloma.Tempat-tempat yang biasanya terinfeksi adalah kulit, kuku, mulut,

lidah, dan vagina, tak terkecuali organ-organ dalam, diantaranya ginjal, hati,

paru-paru, limpa, jantung, dan kelenjar gondok (Sudoyo, 2006).

Obat-obatan untuk mengatasi infeksi jamur telah dikembangkan dan

beredar luas di masyarakat, namun harga obat yang relatif mahal

menyebabkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat modern.Selain itu

saat ini beberapa spesies jamur telah menunjukkan resistensi terhadap

berbagai obat anti jamur, termasuk galur Candida albicans.Oleh karena itu,

kini masyarakat mulai beralih ke pengobatan tradisional yang memanfaatkan

tanaman alam (Ramali dan Werddani, 2001).

Teh Hijau (Camellia sinensis L.) banyak dikonsumsi oleh masyarakat

Asia. Selain sebagai minuman yang menyegarkan, teh telah lama diyakini

memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Pengaruhnya bagi kesehatan ini, dari

berbagai penelitian diketahui terutama disebabkan oleh adanya kandungan

flavonoid teh yang disebut dengan polifenol(Hartoyo, 2003).

Evensen dan Braun (2009) menemukan bahwa kandungan polifenol

dalam teh hijau (Camellia sinensis L.) berperan menghambat aktivitas

proteasom, yang terkait dengan pembentukan biofilm dari Candida albicans.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian ini

untuk mengetahui adakah efek antifungi seduhan teh hijau (Camellia sinensis

L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans yang merupakan flora normal

(13)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang didapat adalah:

Adakah efek antifungi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) terhadap

pertumbuhan Candida albicans In Vitro?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui efek antifungi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.)

terhadap pertumbuhan Candida albicans In Vitro.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Diharapkan dapat memberi pengetahuan mengenai efek antifungi

seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) terhadap Candida albicans In

Vitro.

2. Aspek Aplikatif

Diharapkan dapat memberi masukan untuk penelitian efek

antifungi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) terhadap pertumbuhan

(14)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

a. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)

Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)

Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)

Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)

Genus (marga) : Camellia

Spesies (jenis) : Camellia sinensis L.

Varietas : Assamica

(Steenis, 1987)

b. Deskripsi tanaman

Tanaman teh berasal dari familiaCamellia, yang aslinya

terdapat di China, Tibet, dan India bagian utara. Ada dua jenis

varietas utama tanaman teh. Varietas berdaun lebar dikenal sebagai

(15)

sinensis L., hidup di daerah pegunungan tinggi yang sejuk di China

tengah Dan Jepang (Somantri, 2011).

Camellia sinensis L. berdaun kecil dengan banyak cabang,

sehingga menyerupai semak. Varietas ini bisa tumbuh 3-5 meter,

tahan terhadap suhu yang sangat dingin, Dan bisa terus

memproduksi daun teh sampai usia 100 tahun (Somantri, 2011)

Daun teh berwarna hijau tua mengilat dengan bulu-bulu halus

Dan bunga berwarna putih kecil dengan lima sampai tujuh kelopak.

Sedangkan buahnya berwarna putih kecil menyerupai buah pala.

Untuk memproduksi teh, daunnya saja yang diambil (Somantri,

2011)

Berdasarkan hasil dan proses pengolahannya, teh

dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu teh hijau (tidak difermentasi),

teh oolong (semifermentasi), dan teh hitam (fermentasi penuh). Teh

hijau dibuat melalui metode inaktivasi enzim polifenol oksidasenya

di dalam daun teh segar. Metode ini dapat dilakukan melalui

pemanasan (udara panas) dan penguapan (steam/uap air). Kedua

proses tersebut berguna untuk mencegah terjadinya oksidasi

enzimatis polifenol, sehingga diharapkan kadar polifenol dalam teh

(16)

c. Proses produksi Teh Hijau

1) Pelayuan

Proses ini bertujuan untuk menginaktifkan enzim

polifenol oksidase dan menurunkan kadar air dalam pucuk daun

sehingga menjadi lentur dan mudah tergulung, kadar air 60%.

Proses ini dilakukan dengan cara mengalirkan sejumlah pucuk

daun basah secara berkesinambungan ke dalam alat pelayuan

Rottary Panner dalam keadaan panas yang telah dikehendaki.

Waktu yang diperlukan antara 5-8 menit dengan presentase layu

60% (Ilyana, 1999).

2) Penggulungan

Tujuan proses ini adalah membentuk mutu secara fisik

karena selama penggulungan pucuk teh akan dibentuk menjadi

gulungan-gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses

dilakukan setelah pucuk kayu keluar dari mesin Rottary Panner.

Lama proses ini tidak boleh lebih dari 30 menit sejak pucuk layu

masuk ke open top roller (Ilyana, 1999).

3) Pengeringan

Proses ini bertujuan mengurangi kadar air sampai tinggal

3-4% sehingga daya simpan teh keringnya meningkat dan

membantu membentuk gulungan teh. Proses ini dilakukan dalam

dua tahap. Tahap pertama dengan mesin Itong Cakel,

(17)

dikeluarkan 50% dari bobot pucuk masuk pengering. Tingkat

kekeringan yang dihasilkan 30-35%. Tahap kedua dilakukan

dengan mesin Rottary dryer tipe repeat roll.Teh dikeringkan

sampai kadar 3-4%. Untuk mengurangi kadar air dan

memperbaiki bentuk gulungan teh kering, suhu tidak boleh lebih

dari 70°C. Lama proses ini antara 2-3 jam dengan putaran 17-19

kali per menit (Ilyana, 1999).

4) Sortasi kering

Proses ini bertujuan mengelompokkan teh ke dalam

jenis-jenis mutu dengan bentuk dan ukuran spesifik sesuai

standar teh hijau, selain itu juga untuk memisahkan,

memurnikan dan membentuk jenis mutu agar teh hijau bisa

diterima di pasaran. Proses ini dilakukan setelah pucuk daun

keluar dari repeat roll. Pucuk daun dimasukkan ke dalam mesin

Bubble tray untuk memisahkan mutu teh hijau berdasarkan

(18)

d. Kandungan kimia

Gambaran mengenai komposisi pucuk daun teh disajikan

pada tabel berikut

Tabel 2.1Komposisi Pucuk Daun Teh (% berat kering)

Senyawa Total Larut Dalam Air

Selulosa 24.0 0.0

Lignin 6.5 2.3

Protein 17.0 0.0

Lemak 8.0 0.0

Tepung 0.5 0.0

Polifenol 22.0 22.0

Kafein 4.0 4.0

Asam Amino 7.0 7.0

Asam Gula 3.0 3.0

Asam Organik 3.0 3.0

Abu / Mineral 5.0 4.0

100.0 45.3

(19)

Bahan-bahan kimia dalam daun teh dapat dibagi menjadi

empat kelompok besar, yaitu substansi fenol, substansi bukan fenol,

substansi penyebab aroma, dan enzim.Keempat kelompok tersebut

yang menimbulkan berbagai macam sifat yang dapat ditemukan pada

teh.

1) Substansi Fenol.

Polifenol teh berbeda dengan polifenol pada tanaman

lain. Polifenol dalam teh tidak bersifat menyamak dan tidak

berpengaruh buruk terhadap pencernaan makanan, melainkan

bersifat antimikroba (bakteri dan virus), antioksidan, antiradiasi,

memperkuat pembuluh darah, melancarkan sekresi air seni, dan

menghambat pertumbuhan sel kanker.Polifenol merupakan

senyawa yang memiliki pengaruh paling besar terhadap seluruh

komponen teh.Dalam pengolahannya, senyawa ini dihubungkan

dengan semua sifat produk teh, yaitu aroma, warna, dan

rasa.Polifenol sebagai salah satu substansi pada teh tentu

(20)

Adapun sifat-sifat tersebut dapat dilihat pada tabelberikut

ini:

Tabel 2.2Sifat Fisik dan Kimia Polifenol

(Alamsyah, 2006)

Menurut Evensen dan Braun (2009), tiga senyawa

polifenol utama dalam teh hijau (Camellia sinensis L.) yaitu

epigallocatechin-3-gallate (EGCG), epigallocatechin (EGC),

dan epicatechin-3-gallate (ECG) dapat menghambat

pembentukan biofilm dari Candida albicans. Senyawa EGCG

Sifat Fisik Sifat Kimia

Kenampakan : putih Sensitif terhadap oksigen

Titik beku : 104-106oC Sensitif terhadap cahaya

Titik didih : 245oC Berfungsi sebagai antioksidan

Tekanan uap : 1 mmHg

pada 75oC

Substansi yang dihindari :

unsur oksidasi, asam klorida,

asam anhidrida, basa, dan

asam atau netral (pH optimum

(21)

dapat menghambat 75% pembentukan biofilm Candida albicans

dalam konsentrasi 1.0 µmol/L hingga 3.0 mmol/L.

Menurut Ho et al. (1994) polifenol teh hijau mengandung

49% EGCG, jadi dalam 1000 µg polifenol terkandung 490 µg

EGCG.

2) Substansi Bukan Fenol

a) Karbohidrat

Daun teh juga memiliki karbohidrat, dari gula yang

sederhana hingga yang kompleks, di antaranya yaitu sukrosa,

glukosa, dan fruktosa.Keseluruhan karbohidrat yang

dikandung teh adalah 0.75% dari berat kering daun (Alamsyah,

2006).

b) Substansi Pektin

Substansi pektin terutama terdiri atas pektin dan asam

pektat.Besarnya bervariasi, 4.9-7.6% dari berat kering

daun.Substansi ini dianggap ikut menentukan sifat baik dari

teh, khususnya teh hitam (Alamsyah, 2006).

c) Alkaloid

Sifat penyegar teh berasal dari substansi alkaloid yag

terkandung di dalamnya, yaitu sebesar 3-4% dari berat kering

daun. Alkaloid yang utama dalam daun teh adalah kafein

(22)

Kafein tidak mengalami perubahan selama pengolahan

teh, namun dianggap sebagai bahan yang menentukan kualitas

teh. Hasil oksidasi dari reaksi antara kafein dengan polifenol

akan membentuk senyawa yang menentukan kesegaran dari

seduhan teh (Bakhtiar, 2007).

d) Klorofil dan Zat Warna yang Lain

Warna hijau pada daun teh ditentukan oleh adanya

klorofil.Besar zat warna dalam daun teh sekitar 0.019% dari

berat kering. Berbagai reaksi yang terjadi pada proses

pengolahan teh dapat mengakibatkan perubahan warna pada

daun teh (Bambang, 1993).

e) Protein dan Asam-asam Amino

Protein pada daun teh memiliki peranan penting dalam

pembentukan aroma pada teh. Protein ini akan mengalami

pembongkaran menjadi asam-asam amino. Reaksi asam amino

dengan polifenol pada temperatur tinggi menghasilkan aldehid

yang bertanggungjawab atas aroma teh.Dalam daun teh juga

muncul asam amino yang biasanya dikenal sebagai tehanin,

yang berhubungan dengan kualitas minuman teh (Bakhtiar,

2007).

f) Asam Organik

Dalam proses metabolisme (terutama respirasi), asam

(23)

reduksi. Selain itu, asam organik juga merupakan bahan

pembentuk karbohidrat, asam amino, dan lemak untuk

tanaman.Namun peranan asam organik selama pengolahan teh

tidak terlalu nyata (Bakhtiar, 2007).

g) Substansi Resin

Aroma teh juga bergantung pada minyak esensial dan

resin. Kandungan resin beratnya 3%dari berat kering daun.

Peranan resin yang lain adalah menaikkan daya tahan tanaman

teh terhadap kondisi beku (Alamsyah, 2006).

h) Vitamin

Daun teh mengandung beberapa vitamin, yaitu vitamin

C, K, A, B1, dan B2. Selama proses pengolahan teh, vitamin C

mengalami oksidasi sehingga kandungannya dalam teh akan

hilang. Demikian pula dengan vitamin E. Kandungan vitamin

C pada teh sebesar 100-250 mg. Namun, kandungan sebesar

itu hanya terdapat pada teh hijau. Vitamin K pada teh hijau

juga terdapat dalam jumlah yang banyak (Alamsyah, 2006).

i) Substansi Mineral

Substansi mineral menyebabkan perubahan koloid dan

langsung berpengaruh terhadap metabolisme sel. Kandungan

mineral dalam daun teh cukup banyak. Mineral berfungsi

(24)

magnesium, kalium, flour, natrium, kalsium, seng, mangan,

cuprum, dan trace mineral (Bakhtiar, 2007).

3) Substansi Penyebab Aroma

Salah satu sifat penting dari kualitas teh adalah

aroma.Munculnya aroma pada teh secara langsung atau tidak

langsung selalu dihubungkan dengan terjadinya oksidasi senyawa

polifenol.Ada beberapa pendapat mengenai sumber aroma dari

teh.Pendapat tertua mengatakan bahwa aroma teh berasal dari

glikosida yang terurai menjadi gula sederhana dan senyawa yang

beraroma. Peneliti lain menyatakan bahwa munculnya aroma teh

adalah akibat dari penguraian protein (Bakhtiar, 2007).

4) Enzim-Enzim

Beberapa enzim terdapat dalam daun teh.Peranan penting

dari enzim-enzim ini adalah sebagai biokatalisator pada setiap reaksi

kimia di dalam tanaman.Enzim yang dikandung dalam daun teh di

antaranya invertase, amilase, β-glukosidase, oximetilase, protease,

(25)

5) Aktivitas Biologis Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

Menurut Hamilton-Miller (1995), teh hijau (Camellia

sinensis L.) memiliki aktivitas biologis berikut :

a) In Vitro

(1) Fraksi polifenol murni teh hijau (Camellia sinensis L.),

terutama epicatechin gallate (ECG) dan epigallocatechin

gallate (EGCG) menghambat beberapa spesies bakteri.

(2) Memiliki sifat antikaries, misalnya ditunjukkan dengan

menghambat perlekatan Streptococcus mutans yang

bersifat kariogenik dengan menghambat aktivitas enzim

glucosyltransferase, enzim ini juga dibutuhkan oleh

Candida albicans untuk mengolah sumber makanan pada

media saat dikultur.

(3) Dalam tes penapisan flavonol quercitin dan myricetin

menunjukkan kemampuan melawan bakteri gram positif

dan fungus phytopatogenic.

b) In Vivo

(1) Polifenol teh melindungi kelinci dari infeksi percobaan

Vibrio cholerae dan menunjukkan bahwa penderita

kolera memperoleh manfaat dengan penambahan ekstrak

teh pada cairan rehidrasi oralnya.

(26)

6) Manfaat Teh hijau (Camellia sinensis) bagi kesehatan

Menurut Hartoyo (2003), teh hijau (Camellia sinensis L.)

memiliki fungsi dan pengaruh terhadap kesehatan manusia,

diantaranya :

a) Mencegah Penyakit jantung koroner

Hubungan teh hijau dengan penyakit jantung koroner

dapat didekati dari tiga sifat zat bioaktif polifenol yaitu

kemampuannya untuk menghambat oksidasi LDL, sifat

hipokolesterolemiknya, dan sifat antitrombosisnya.

b) Mencegah Diabetes mellitus

Polifenol yang terkandung dalam teh hijau dapat

menurunkan kadar gula darah dan mencegah agregasi trombosit.

c) Mencegah Karies Gigi

Polifenol bersifat antimikroba, sehingga dapat

menghambat pertumbuhan bakteri kariogenik, serta mencegah

adesi dan menghambat aktivitas glycosil transferase.

d) Mencegah Kanker

Kandungan quercetin, kaemferol, dan myricetin dalam

teh hijau dapat menghambat karsinogen. Selain itu, komponen

polifenol yang utama, yaitu EGCG dapat mencegah inisiasi

(27)

e) Mempertahankan Berat Tubuh Ideal

Ekstrak teh hijau dapat menghambat aktivitas lipolisis

dan lipase gastrik serta lipase pankreas sehingga pencernaan

lemak dapat dihambat. Sebagai akibatnya, lemak tidak dapat

diserap oleh usus halus dan dikeluarkan bersama feses.

f) Mengurangi Stres

Tanin yang terkandung dalam teh hijau dapat

memberikan efek relaksasi pada manusia.

g) Menurunkan Tekanan Darah

Tanin dalam teh hijau mempengaruhi siklus seperti

sistem periferal saraf dan periferal pembuluh darah, sehingga

dapat menurunkan tekanan darah.

h) Meningkatkan Kemampuan Belajar

Kandungan Tanin dalam teh hijau dapat meningkatkan

memori dan kemampuan belajar.

i) Menghambat Pertumbuhan Biofilm Candida albicans

Menurut Evensen dan Braun (2009), polifenol yang

terkandung dalam teh hijau dapat menghambat pertumbuhan

biofilm Candida albicans.

Kemampuan suatu mikroorganisme untuk

mempengaruhi lingkungannya diantaranya tergantung pada

(28)

yang disebut biofilm (Nobille dan Mitchell, 2005).Menurut

Mukherjee et al. (2005) biofilm merupakan koloni mikroba

(biasanya penyebab suatu penyakit) yang membentuk matrik

polimer organik yang dapat digunakan sebagai penanda

pertumbuhan mikroba.Biofilm tersebut dapat berfungsi sebagai

pelindung sehingga mikroba yang membentuk biofilm biasanya

mempunyai resistensi terhadap antimikroba biasa atau

menghindar dari sistem kekebalan sel inang.Berkembangnya

biofilm biasanya seiring dengan bertambahnya infeksi klinis

pada sel inang sehingga biofilm ini dapat menjadi salah satu

faktor virulensi dan resistensi.Pembentukan biofilm dapat

dipacu dengan keberadaan serum dan saliva dalam

lingkungannya (Nikawa et al., 1997).

Hasil scanning mikroskop elektron menunjukkan bahwa

biofilmC.albicans yang matang berisi sel dalam bentuk khamir

maupun hifa yang menyisip dan terikat rapat pada bahan

ektraseluler yang biasanya berbentuk fibrous (Andes et al.,

2004). Secara struktur, biofilm terbentuk dari dua lapisan yaitu

lapisan basal yang tipis dan merupakan lapisan khamir dan

lapisan luar yaitu lapisan hifa yang lebih tebal tetapi lebih

renggang. Hifa-mutant memproduksi lapisan basal saja

sementara khamir-mutant memproduksi lapisan hifa.Biofilm

(29)

membuktikan bahwa lapisan basal merupakan lapisan biofilm

yang penting dalam perlekatan pada permukaan. Di samping

itu, biofilm yang dibentuk pada permukaan filter selulosa

mempunyai penampakan yang berbeda. Hifa- mutant dan

wild-type mampu memproduksi lapisan khamir dan khamir-mutant

memproduksi lapisan hifa yang rapat pada permukaan

filter.Hasil tersebut membuktikan bahwa struktur biofilm

C.albicans tergantung pada keadaan permukaan tempat kontak

(Baillie and Douglas, 1999).Struktur tiga dimensi biofilm

C.albicans menunjukkan adanya saluran-saluran air yang

komplek (Ramage et al., 2001). Sangat menarik bahwa sel inang

juga menyisip antara matriks biofilm (Andes et al., 2004).

Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan biofilm C.

albicans diantaranya adalah, ketersediaan udara. Ketersediaan

udara akan mendukung pembentukan biofilm. Pada kondisi

anaerob, C. albicans dapat membentuk hifa tetapi tidak mampu

membentuk biofilm (Biswas dan Chaffin, 2005).Pembentukan

biofilm C.albicans dimulai dengan perlekatan sel C.albicans

pada sel inang yang berlangsung antara 0-2 jam.

Proses tersebut diikuti dengan germinasi dan

pembentukan mikrokoloni (2-4 jam). Yang diteruskan dengan

(30)

jam) untuk kemudian mengalami maturasi (24-48 jam). Uji

reduksi XTT (2,3bis (2 methoxy4nitro – 5 – sulfo – phenyl)

-2H - tetrazolium-5-carboxinilide) menunjukkan adanya

hubungan linear antara kerapatan sel biofilm dengan aktivitas

metabolik (Ramage et al., 2001). Tetapi aktivitas metabolik

tidak mempengaruhi ketebalan biofilm.Ketersediaan saliva dan

serum pada masa pra-pembentukan biofilm meningkatkan

perlekatan C.albicans terhadap sel inang tetapi kurang

berpengaruh pada pembentukan biofilm (Ramage et al.,

2001).Mekanisme probiotik dilaporkan dapat menghambat

kolonisasi tetapi belum ada laporan bahwa probiotik dapat

menghambat pembentukan biofilm (Meurman, 2005).

Gen yang bertanggungjawab terhadap pembentukan

biofilm adalah TEC1p dan BCR1p. TEC1p merupakan gen

regulator pembentukan hifa. Pembentukan hifa akan memicu

ekpresi BCR1p yang kemudian mengaktivasi protein permukaan

sel dan gen perlekatan (Adhesion gene). Aktivasi protein

permukaan dan gen perlekatan menyebabkan differensiasi sel

hifa dan menampilkan molekul-molekul perlekatan yang juga

mendukung integritas biofilm (Nobille dan Mitchell, 2005).

Disamping TEC1p dan BCR1p, bagian lain yang

berpengaruh adalah yeast wallprotein 1 (Ypw1p). Ypw1p dari

(31)

secara kovalen pada glukan yang merupakan matrik dinding sel.

Produksi paling besar pada Ypw1p terjadi pada fase ekponensial

dan menurun pada fase stasioner pertumbuhan dan

pembentukan hifa. Perubahan pada Ypw1p karena rekombinasi

tidak menyebabkan perubahan morfologi dan virulensi tetapi

kekurangan Ypw1p menunjukkan peningkatan kemampuan

perlekatan dan pembentukan biofilm (Graneret al., 2005).

Pemberian antifungi pada awal pembentukan biofilm sangat

menentukan terjadinya resistensi (Mukherjee dan Chandra

,2004).

j) Sebagai antimikroba

Akroum et al., (2009) meneliti bahwa ekstrak metanol

teh hijau (Camellia sinensis L.) memiliki aktivitas antimikroba

yang sangat tinggi.

k) Sebagai imunomodulator

Teh hijau (Camellia sinensis L.) adalah salah satu produk

herbal yang dapat digunakan sebagai bahan obat imunosupresan

(32)

2. Candida albicans

a. Klasifikasi

Kerajaan : Fungi

Filum : Ascomycota

Upafilum : Saccharomycotina

Kelas : Saccharomycetes

Ordo : Saccharomycetales

Famili : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

(Modrzewska danKurnatowska, 2010)

b. Morfologi dan identifikasi

Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena

kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu

sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan

menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu.

Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang

mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong

atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 µm x 3-6 µm hingga 2-5,5 µm

x 5-28 µm (Calderone, 2004).

Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk

tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu

(33)

lonjong.Pada beberapa strain, blastospora berukuran besar,

berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit.Sel ini dapat

berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan

bergaris tengah sekitar 8-12 µ.Morfologi koloni Candida albicans

pada medium padat agar Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk

bulat dengan permukaan sedikit cembung, halus, licin dan

kadang-kadang sedikit berlipat-lipat terutama pada koloni yang telah

tua.Umur biakan mempengaruhi besar kecil koloni.Warna koloni

putih kekuningan dan berbau asam seperti aroma tape.Dalam

medium cair seperti glucose yeast, extract pepton, Candida albicans

tumbuh di dasar tabung (Calderone, 2004).

Pada medium tertentu, di antaranya agar tepung jagung

(corn-mealagar), agar tajin (rice-creamagar) atau agar dengan 0,1%

glukosa terbentuk klamidospora terminal berdinding tebal dalam

waktu 24-36 jam. Pada medium agar eosin metilen biru dengan

suasana CO2 tinggi, dalam waktu 24-48 jam terbentuk pertumbuhan

khas menyerupai kaki laba-laba atau pohon cemara. Pada medium

yang mengandung faktor protein, misalnya putih telur, serum atau

plasma darah dalam waktu 1-2 jam pada suhu 37oC terjadi

pembentukan kecambah dari blastospora. Candida albicans dapat

tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih

(34)

senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk

pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat

diperoleh dari karbohidrat.Jamur ini merupakan organisme anaerob

fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik dalam

suasana anaerob maupun aerob (Calderone, 2004).

Proses peragian (fermentasi) pada Candida albicans

dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang

tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan

metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2

dan H2O dalam suasana aerob. Sedangkan dalam suasana anaerob

hasil fermentasi berupa asam laktat atau etanol dan CO2. Proses

akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang

diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses

asimilasi, karbohidrat dipakai oleh Candida albicans sebagai sumber

karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel

(Calderone, 2004).

Candida albicans dapat dibedakan dari spesies lain

berdasarkan kemampuannya melakukan proses fermentasi dan

asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan karbohidrat sebagai

sumber karbon. Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil

terbentuknya gas dan asam pada glukosa dan maltosa, terbentuknya

asam pada sukrosa dan tidak terbentuknya asam dan gas pada

(35)

pada glukosa, maltosa dan sukrosa namun tidak menunjukkan

pertumbuhan pada laktosa (Calderone, 2004).

Pembentukan dinding sel Candida albicans dipengaruhi oleh

glycoprotein glucosyl-transferase yang juga berperan sebagai

pengatur sensor retikulum endoplasma dan pengatur folding

glycoprotein (Herrero et al., 2004).

Dinding sel Candida albicans berfungsi sebagai pelindung

dan juga sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding sel

berperan pula dalam proses penempelan dan kolonisasi serta bersifat

antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah memberi bentuk

pada sel dan melindungi sel ragi dari lingkungannya.Candida

albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya

100 sampai 400 nm.Komposisi primer terdiri dari glukan, manan dan

khitin. Manan dan protein berjumlah sekitar 15,2-30 % dari berat

kering dinding sel, -1,3-D-glukan dan *1,6-D-glukan sekitar 47-60

%, khitin sekitar 0,6-9 %, protein 6-25 % dan lipid 1-7 %. Dalam

bentuk ragi, kecambah dan miselium, komponen-komponen ini

menunjukkan proporsi yang serupa tetapi bentuk miselium memiliki

khitin tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan sel ragi

(Calderone, 2004).

Segal dan Bavin (1994) memperlihatkan bahwa dinding sel

(36)

plasma. Membran sel Candida albicans seperti sel eukariotik lainnya

terdiri dari lapisan fosfolipid ganda.Membran protein ini memiliki

aktifitas enzim seperti manan sintase, khitin sintase, glukan sintase,

ATPase dan protein yang mentransport fosfat. Terdapatnya membran

sterol pada dinding sel memegang peranan penting sebagai target

antimikotik dan kemungkinan merupakan tempat bekerjanya

enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dinding sel.

Mitokondria pada Candida albicans merupakan pembangkit

daya sel. Dengan menggunakan energi yang diperoleh dari

penggabungan oksigen dengan molekul-molekul makanan, organel

ini memproduksi ATP. Seperti halnya pada eukariot lain, nukleus

Candida albicans merupakan organel paling menonjol dalam sel.

Organ ini dipisahkan dari sitoplasma oleh membran yang terdiri dari

2 lapisan. Semua DNA kromosom disimpan dalam nukleus,

terkemas dalam serat-serat kromatin.Isi nukleus berhubungan dengan

sitosol melalui pori-pori nucleus.Vakuola berperan dalam sistem

pencernaan sel, sebagai tempat penyimpanan lipid dan granula

polifosfat.Mikrotubul dan mikrofilamen berada dalam sitoplasma.

Pada Candida albicans mikrofilamen berperan penting dalam

terbentuknya perpanjangan hifa.Candida albicans mempunyai

genom diploid. Kandungan DNA yang berasal dari sel ragi pada fase

stasioner ditemukan mencapai 3,55 µg/108sel. Ukuran kromosom

(37)

Beberapa metode menggunakan AlternatingField Gel

Electrophoresis telah digunakan untuk membedakan strainC.

albicans. Perbedaan strain ini dapat dilihat pada pola pita yang

dihasilkan dan metode yang digunakan. Strain yang sama memiliki

pola pita kromosom yang sama berdasarkan jumlah dan ukurannya.

Steven dkk (1990) mempelajari 17 strain isolat Candida albicans

dari kasus kandidosis.Dengan metode elektroforesis, 17 isolat

Candida albicans tersebut dikelompokkan menjadi 6 tipe.Adanya

variasi dalam jumlah kromosom kemungkinan besar adalah hasil

dari chromosome rearrangement yang dapat terjadi akibat delesi,

adisi atau variasi dari pasangan yang homolog.Peristiwa ini

merupakan hal yang sering terjadi dan merupakan bagian dari daur

hidup normal berbagai macam organisme.Hal ini juga seringkali

menjadi dasar perubahan sifat fisiologis, serologis maupun virulensi.

Pada Candida albicans, frekuensi terjadinya variasi

morfologi koloni dilaporkan sekitar 10-2 sampai 10-4 dalam koloni

abnormal.Frekuensi meningkat oleh mutagenesis akibat penyinaran

UV dosis rendah yang dapat membunuh populasi kurang dari 10%.

Terjadinya mutasi dapat dikaitkan dengan perubahan fenotip, berupa

perubahan morfologi koloni menjadi putih smooth, gelap smooth,

berbentuk bintang, lingkaran, berkerut tidak beraturan, berbentuk

(38)

c. Habitat

Candida albicans adalah jamur dimorfik yang tumbuh pada

37°C. Habitat normalnya adalah membran mukosa, di mana ia

tumbuh sebagai ragi dan dapat menyebabkan kerusakan. Candida

albicans dapat diisolasi dari mulut, usus, vagina manusia sebesar

50%, sedangkan dari permukaan kulit, Candida albicans dapat

diisolasi kurang dari 50% (Abe et al., 2004).

d. Patogenesis

Sumber utama infeksi candida adalah flora normal dalam

tubuh pada pasien dengan sistem imun yang menurun. Dapat juga

berasal dari luar tubuh, contohnya pada bayi baru lahir mendapat

candida dari vagina ibunya (pada waktu lahir atau masa hamil) atau

dari staf rumah sakit, dimana angka terbawanya candida sampai

dengan 58%, meskipun masa hidup spesies candida di kulit sangat

pendek. Transmisi Candida antara staf rumah sakit dengan pasien,

pasien dengan pasien biasanya muncul pada unit khusus, contohnya

unit luka bakar, unit geriatri, unit hematologi, unit bedah, Intensive

Care Unit dewasa dan neonatus dan unit transpantasi. Infeksi

Candida dapat terjadi apabila ada faktor predisposisi baik endogen

maupun eksogen.

1) Faktor endogen :

a) Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina

(39)

c) Debilitas

d) Iatrogenik, misal kateter intravena, kateter saluran kemih

e) Endokrinopati, penyakit Diabetes Melitus, gangguan gula

darah kulit

f) Penyakit kronik; tuberculosis, lupus eritematosus dengan

keadaan umum yang buruk

g) Pemberian antimikroba yang intensif (yang mengubah flora

bakteri normal)

h) Terapi progesterone

i) Terapi kortikosteroid

j) Penyalahgunaan narkotika intravena

k) Umur : orangtua dan bayi lebih muda terkena infeksi karena

status imunologiknya tidak sempurna

l) Imunologik (imunodefisiensi)

2) Faktor eksogen :

a) Iklim panas dan kelembaban menyebabkan perspirasi

meningkat

b) Kebersihan kulit

c) Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama

menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur

d) Kontak dengan penderita, misalnya pada trush,

(40)

e. Terapi dan Pengobatan

1) Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.

Lesi-lesi lokal paling baik diobati dengan menghilangkan

penyebabnya, yaitu menghindari basah, mempertahankan

daerah-daerah tersebut tetap sejuk, berbedak dan kering dan

penghentian pemakaian antibiotika.

2) Topikal

a) Larutan ungu gentian ½-1 % untuk selaput lendir, 1-2 %

untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari

b) Nistatin, berupa krim, salap, emulsi

c) Amfoterisin B

d) Grup azol antara lain Mikonazol 2% berupa krim atau

bedak, Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim,

Tiokonazol, bufonazol, isokonazol, Siklopiroksolamin 1%

larutan, krim Antimikotik lain yang berspektrum luas.

3) Sistemik :

a) Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam

saluran cerna Pemberian nistatin melalui mulut tidak

diabsorpsi, tetap dalam usus dan tidak mempunyai efek

pada infeksi Candida sistemik.

b) Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis

sistemik Amfoterisin B yang disuntikkan secara intravena,

(41)

untuk sebagian besar bentuk kandidiasis yang mengenai

organ dalam. Amfoterisin B diberikan dalam kombinasi

dengan flusitosin melalui mulut untuk menambah efek

pengobatan pada kandidiasis diseminata.

c) Ketokonazol bersifat fungistatik Ketokonazol menimbulkan

respons terapeutik yang jelas pada beberapa penderita

infeksi Candida sistemik, terutama pada kandidiasis

mukokutan. Terapi ketokonazol adalah obat pilihan untuk

pengendalian jangka panjang untuk kandidiasis mukokutan

kronik. Anti jamur grup azol menghambat pembentukan

ergosterol dengan mem blok aksi 14-alpha-demethylase.

Dapat diberikan dengan dosis 200 mg per hari selama 10

hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazol

merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.

d) Kandidosis vaginalis dapat diberikan klotrimazol 500 mg

per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan

ketokonazol 2x200 mg selama 5 hari atau dengan

itrakonazol 2x200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol

150 mg dosis tunggal. Pada vulvovaginitis Candida, terapi

perawatan dengan ketokenazol mungkin diperlukan.

e) Anti jamur spektrum luas adalah polyene, echinocandin

(42)

terapi dengan flukonazol.

(43)

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

jumlahCand ida albicans

Terbentuk zona hambatan Menghambat pembentukan

biofilm Candida albicans

Umur Candida albicans Candida albicans dalam

SDA terhambat pertumbuhannya

Kondisi media Kandungan polifenol

(EGCG, EGC, dan ECG)

(44)

C. Hipotesis

Ada efek antifungi Seduhan Teh Hijau (Camellia sinensis

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) dari

teh hijaukemasan produksi PT. Pagilaran Yogyakarta.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi dan Mikologi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara randomisasi.

E. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas :

Konsentrasi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.)

2. Variabel terikat :

Diameter zona hambatan terhadap pertumbuhan Candida albicans.

3. Variabel luar terkendali

Variabel luar terkendali dalam penelitian ini adalah : a. umur biakan ; b.

(46)

F. Definisi Operasional Variabel

1. Konsentrasi Seduhan Teh Hijau (Camellia sinensis L.)

Seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) dalam berbagai

konsentrasi berat per volume yang diperoleh dengan menyeduh seduhan

teh hijau produksi PT. Pagilaran Yogyakarta dalam suhu 90°C dengan air

selama 8 menit. Penentuan konsentrasi seduhan dianggap 100% bila

dilakukan perendaman 37 gram seduhan teh hijau dalam 100 ml air.

2. Diameter zona hambatan terhadap Candida albicans

Zona hambatan adalah zona bening yang terbentuk di sekeliling

sumuran pada media Saboraud Dextrose Agar (SDA). Dengan mengukur

zona hambatan yang terbentuk di sekeliling sumuran dapat dibandingkan

tingkat efektivitas antifungi yang terkandung dalam masing-masing

seduhan.

3. Umur biakan Candida albicans

Umur jamur dapat dikendalikan dengan membuat subkultur

Candida albicans yang berumur 2 hari pada Saboraud Dextrosa Agar

(SDA).

4. Jumlah biakan

Penanaman Candida albicans menggunakan standar 0,5 Mc Farland.

5. Suhu biakan

(47)

G. Rancangan Penelitian Candida albicans hasil kultur

sampel klinis

Dibiakkan pada media di dalam cawan petri diameter 10 cm yang masing-masing berisi

31,43 ml SDA

Tiap cawan petri dibuat 3 sumuran berdiameter 6 mm

Kontrol

positif Kelompok Perlakuan

Kelompok 1 kontrol

positif

Kelompok 2 sampel+seduhan teh hijau konsentrasi 60% Kelompok 3 sampel+seduhan teh hijau konsentrasi 70% Kelompok 4 sampel+seduhan teh hijau konsentrasi 80% Kelompok 5 sampel+seduhan teh hijau konsentrasi 90% Kelompok 6 sampel+seduhan teh hijau konsentrasi 100%

(48)

H. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. cawan petri 10 cm

; b. oshe ; c. alat pembuat sumuran berdiameter 6mm ; d. tabung reaksi ;

e. pipet mikron (0,05ml) ; f. beaker glass ; g. pipet ukur ; h. penggaris ; i.

timbangan ; dan j. inkubator.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. sampel

klinisCandida albicans;b. Saboraud Dextrose Agar (SDA); danc. seduhan

teh hijau (Camellia sinensis L.).

I. Cara Kerja

1. Pembuatan Sediaan Uji

Seduhan teh hijau diperoleh dengan menyeduh seduhan teh hijau

produksi PT. Pagilaran Yogyakarta dalam air pada suhu 90°C selama 8

menit dengan konsentrasi yang ditentukan setelah dilakukan uji

pendahuluan, kemudian teh diangkat dan ditunggu sampai suhu turun

hingga 30°C.

Sampel klinis jamur diperoleh dari instalasi Laboratorium

Parasitologi dan Mikologi Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Sampel

dikirim ke Laboratorium Parasitologi dan Mikologi Fakultas Kedokteran

UNS.Pemeriksaan yang dilakukan untuk identifikasi sampel adalah

secara langsung atau dengan menggunakan kultur. Identifikasi langsung

(49)

Candida albicans dengan ditemukannya pseudohifa pada pewarnaan

Giemsa.

Sedangkan identifikasi dengan kultur dilakukan dengan melihat

pertumbuhan koloni jamur. Apabila didapatkan koloni yang berbentuk

bulat dengan permukaan sedikit cembung, licin, berwarna krem, halus,

berbentuk pasta, dan berbau asam, maka koloni jamur tersebut

diidentifikasi sebagai koloni Candida (Geo et al., 2004). Pemeriksaan

dilanjutkan dengan germ tube test dengan media serum. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan cara meletakkan sedikit koloni pada tetesan serum di

atas gelas obyek kemudian diinkubasi dalam suhu 37˚C selama 3 jam.

Sampel kemudian diperiksa di bawah mikroskop.Apabila ditemukan

perkecambahan dari yeast cell, sampel diidentifikasi sebagai Candida

albicans.

Selanjutnya dilakukan pembiakan Candida albicans pada media

Saboraud Dextrosa Agar dengan cara sebagai berikut: biakan Candida

albicans klinis diambil dengan menggunakan oshe steril dan dimasukkan

ke dalam larutan NaCL 0,9% sampai mencapai kekeruhan yang

ekuivalen dengan standar 0,5 Mc Farland. Kemudian subkultur Candida

(50)

2. Uji Pendahuluan

a. Penentuan konsentrasi seduhan teh hijau

1) Kadar 100% diperoleh ketika 37 gram teh hijau diseduh dengan

100 cc air, sehingga diperoleh 80 cc seduhan teh hijau 35,5 cc

seduhan teh hijau.

2) Kadar 40% diperoleh dengan mengambil 4 cc seduhan teh hijau

+ 6 cc air = 10 cc

3) Kadar 60% diperoleh dengan mengambil 6 cc seduhan teh hijau

+ 4 cc air = 10 cc

4) Kadar 80% diperoleh dengan mengambil 8 cc seduhan teh hijau

+ 2 cc air = 10 cc

b. Pembuatan media Saboraud Dextrosa Agar (SDA).

1) Untuk setiap 1L aquades dibutuhkan 65 gram bubuk agar SDA.

2) Cawan petri yang digunakan adalah 3 cawan petri berdiameter

10 cm. Larutan agar dituang ke dalam cawan petri hingga

tebalnya mencapai 4 mm.

3) Persiapan SDA :

Perhitungan jumlah larutan agar yang dibutuhkan untuk satu

kali percobaan pada cawan petri berdiameter 10 cm:

V = πr2t

= (π . 52 . 0,4) cm3

(51)

Satu cawan petri membutuhkan 31,43 ml larutan SDA,

sehingga untuk 3 cawan dibutuhkan 94,29 ml larutan SDA.

1) SDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan dingin,

kemudian dibungkus dengan kertas.

2) Media SDA disterilkan dengan autoclave pada suhu 121˚C

selama 15menit bersama peralatan lain yang akan digunakan.

3) Kemudian dibuat sumuran pada cawan petri dengan diameter

6mm, untuk masing-masing seri konsentrasi dibuat 2 sumuran,

untuk kontrol positif dibuat 2 sumuran, untuk kontrol negatif

dibuat 2 sumuran.

c. Persiapan larutan Kloramfenikol

Penambahan larutan kloramfenikol ke dalam media SDA

bertujuan untuk mencegah tumbuhnya kuman kontaminan. Setiap

1000 ml larutan SDA membutuhkan 400 mg kloramfenikol.

Sehingga untuk 94,29 ml larutan SDA dibutuhkan:

94,29 ml x 400 mg = 37,72 mg

1000 ml

Setiap 250 mg bubuk kloramfenikol yang didapatkan dari

kapsul kloramfenikol 37,72 mg dilarutkan ke dalam 10 ml NaCl

0,9%. Maka untuk 37,72 mg bubuk kloramfenikol dibutuhkan:

37,72 mg x 10 ml = 1,5 ml aquades

(52)

d. Penanaman Candida albicans pada media

Beberapa koloni dari sampel klinisCandida abicans diambil

menggunakan oshe steril, dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0,9%

sampai mencapai kekeruhan yang ekuivalen dengan 0,5 standart Mc

Farland, kemudian diinokulasi sebanyak 0,3 ml ke dalam tiap-tiap

media. Suspensi jamur diratakan dengan menggunakan spreader.

e. Persiapan preparat obat flukonazol

Preparat flukonazol yang dipakai adala diflucan. Satu kapsul

diflucan mengandung 50 mg flukonazol.

Perhitungan :

N1 (konsentrasi awal) = 1,5 mg/ml

N2 (konsentrasi akhir yang digunakan dalam penelitian) = 25 µg/ml

N1.V1 = N2.V2

1,5 mg . 0,05 ml = 25 µg/ml .V2

V2 = 3 mg/ml

Jadi, untuk mendapatkan kadar flukonazol 25 µg, 1,5 mg

flukonazol dilarutkan ke dalam 0,05 ml aquades. Kemudian

diencerkan kembali sehingga menjadi 3 ml.

f. Pemberian perlakuan

Disiapkan media agar yang telah diinokulasi dengan Candida

albicans sebanyak 4 cawan petri. Pada setiap cawan petri dibuat 4

(53)

Pada setiap sumuran diisi 0,05 ml kontrol negatif, 0,05 ml seduhan

teh hijau dalam konsentrasi yang telah ditentukan.

g. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 37ºC selama 2 hari.

h. Pengukuran diameter zona hambatan dalam satuan mm.

i. Data dimasukkan dalam tabel.

j. Ditentukan hasil uji pendahuluan yang akan digunakan pada tahap

penelitian.

3. Penelitian

a. Penentuan besar sampel

Dihitung dengan menggunakan rumus Federer

(n-1)(t-1)>15

(n-1)(7-1)>15

6n-6>15

n>3,5

b. Pembuatan media Saboraud Dextrosa Agar.

1) Untuk setiap 1L aquades dibutuhkan 65 gram bubuk agar SDA.

2) Cawan petri yang digunakan adalah 3 cawan petri berdiameter

10 cm. Larutan agar dituang ke dalam cawan petri hingga

tebalnya mencapai 4 mm.

3) Persiapan SDA :

Perhitungan jumlah larutan agar yang dibutuhkan untuk satu kali

(54)

= (π . 52 . 0,4) cm3 ≈ 31,43 cm3

«–» 31,43 ml

Satu cawan petri membutuhkan 31,43 ml larutan SDA, sehingga

untuk 5 cawan dibutuhkan 157,15 ml larutan SDA.

4) SDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan dingin,

kemudian dibungkus dengan kertas.

5) Media SDA disterilkan dengan autoclave pada suhu 121˚C

selama 15menit bersama peralatan lain yang akan digunakan.

Kemudian dibuat sumuran pada cawan petri dengan diameter

6mm, untuk masing-masing seri konsentrasi yaitu konsentrasi

60%, 70%, 80%, 90%, 100% dibuat 4 sumuran, untuk kontrol

positif dibuat 2 sumuran, untuk kontrol negatif dibuat 2

sumuran.

c. Penanaman Candida albicans pada media.

Beberapa koloni dari sampel klinisCandida abicans diambil

menggunakan oshe steril, dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0,9%

sampai mencapai kekeruhan yang ekuivalen dengan 0,5 standart Mc

Farland, kemudian diinokulasi sebanyak 0,3 ml ke dalam tiap-tiap

media. Suspensi jamur diratakan dengan menggunakan spreader.

d. Persiapan preparat obat flukonazol.

Preparat flukonazol yang dipakai adalah diflucan. Satu kapsul

(55)

Perhitungan :

N1 (konsentrasi awal) = 1,5 mg/ml

N2 (konsentrasi akhir/ yang digunakan dalam penelitian) = 25 µg/ml

N1.V1 = N2.V2

1,5 mg . 0,05 ml = 25 µg/ml .V2

V2 = 3 mg/ml

Jadi, untuk mendapatkan kadar flukonazol 25 µg, 1,5 mg

flukonazol dilarutkan ke dalam 0,05 ml aquades. Kemudian

diencerkan kembali sehingga menjadi 3 ml.

e. Pemberian perlakuan.

Plate sumuran diberi seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.)

dengan konsentrasi yang ditentukan setelah dilakukan uji

pendahuluan yaitu konsentrasi 60%, 70%, 80%, 90%, 100%

masing-masing untuk 4 sumuran, dan preparat flukonazol untuk 2 sumuran

sebagai kontrol positif, serta aquades steril untuk 2 sumuran sebagai

kontrol negatif.

f. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 37ºC selama 2 hari.

g. Pengukuran diameter zona hambatan dalam satuan mm.

h. Data dimasukkan dalam tabel.

(56)

J. Analisis Data

Data yang berupa diameter zona hambatan dianalisis dengan

menggunakan Tes Normalitas Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan uji

Regresi Linier Sederhana dan uji korelasi. Data akan diolah dengan

menggunakan IBM Statistics for Windows version 20.0.

Tes Normalitas Kolmogorov-Smirnov:

H0 : populasi variabel x (kadar seduhan the hijau) residual memiliki

distribusi normal;

H1 : populasi variabel x (kadar seduhan the hijau) residual memiliki

distribusi tidak normal.

Bila nilai Z hitung ≥ Z statistik (Tabel Critical Value for the

Kolmogorov-Smirnov Goodness of Fit) untuk derajat bebas 21 → p> 0,05

maka H0diterimadan H1ditolak, yang berarti distribusi populasi normal, bila

nilai Z hitung < Z makap < 0,05 H0ditolak dan H1diterima, berarti distribusi

populasi tidak normal.

Analisis regresi linier sederhana dipergunakan untuk mengetahui

pengaruh antara satu buah variabel bebas terhadap satu buah variabel

terikat. Persamaan umumnya adalah:Y = a + b X

Y adalah variabel terikat dan X adalah variabel bebas. Koefisien a

adalah konstanta (intercept) yang merupakan titik potong antara garis

(57)

Hipotesis :

H0 : Seduhan teh hijau berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan

Candida albicans

H1 : Seduhan teh hijau berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan

Candida albicans

Pengambilan keputusan :

Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H0 ditolak

(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian mengenai efek antifungi seduhan teh hijau (Camellia

Sinensis L.) terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro diawali dengan

melakukan uji pendahuluan dengan konsentrasi seduhan teh hijau 40%,

60%%, 80% dan 100% dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengukuran Diameter Zona hambatan pada Uji Pendahuluan

Perlakuan Rata-rata Diameter Zona hambatan (mm)

Kontrol (-) 0

Kontrol (+) 29

Seduhan 40% 20

Seduhan 60% 20

Seduhan 80% 24

Seduhan 100% 18

(sumber : Data primer, 2012)

Diameter zona hambatan konsentrasi seduhan teh hijau 40% dan 60%

pada uji pendahuluan berukuran sama, yaitu 20mm, maka untuk uji penelitian

akan digunakan seduhan teh hijau dengan konsentrasi 60%, 70%, 80%, 90%

(59)

Hasil penelitian eksperimental laboratorium mengenai efek antifungi

seduhan teh hijau (Camellia sinensis L.) terhadap pertumbuhan Candida

albicans In Vitro sebagai berikut :

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Diameter Zona hambatan pada Uji Penelitian

Perlakuan Rata-rata diameter zona hambatan

(mm)

Seduhan teh hijau 70% 17,75

Seduhan teh hijau 80% 18,75

Seduhan teh hijau 90% 19,25

Seduhan teh hijau 100% 22,75

(Sumber : Data primer, 2012)

Kelompok kontrol negatif menunjukkan tidak adanya zona hambatan,

sedangkan pada kelompok kontrol positif didapatkan diameter yang sedikit

lebih besar dibanding kelompok perlakuan seduhan teh hijau konsentrasi

100%. Tabel diatas menunjukkan adanya perbedaaan rata-rata diameter zona

hambatan pada masing-masing kelompok perlakuan. Semakin tinggi

konsentrasi seduhan teh hijau yang digunakan, semakin besar zona hambatan

yang terbentuk, pada semua perlakuan, diameter zona hambatan yang

(60)

B. Analisis Data

Analisis data statistik menggunakan IBM Statistics for Windows

version 20.Dari hasil analisis Kolmogorov Smirnov didapatkan sig 0,2 yang

berarti>0,05 sehingga H0 diterima dan artinya populasi memiliki distribusi

normal, maka analisis data dilanjutkan dengan Analisis Regresi Linier dan Uji

Korelasi.

Hasil analisis regresi dan hasil analisis korelasi diperoleh persamaan

regresi linier : Y= 0,217x + 1,212dan koefisien korelasi 0,975dengan tingkat

signifikasi <0,05. Hal ini berarti bahwa konsentrasi seduhan teh hijau

berpengaruh sangat nyata terhadap diameter zona hambatan. Makin tinggi

konsentrasi makin besar diameter zona hambatan. Besarnya angka koefisien

korelasi menunjukkan adanya hubungan yang erat antara konsentrasi seduhan

(61)

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini diawali dengan uji pendahuluan yang bertujuan untuk

menentukan konsentrasi seduhan teh hijau yang akan digunakan dalam penelitian.

Pada uji pendahuluan, seduhan teh hijau dibuat dalam 4 konsentrasi, yaitu 40%,

60%, 80% dan 100%, lalu dibandingkan dengan zona hambatan flukonazol 25 µg,

diharapkan terdapat zona hambatan yang tidak berbeda signifikan dengan zona

hambatan flukonazol 25 µg atau memiliki daya hambat sama. Hasil uji

pendahuluan yang terlihat bahwa pada konsentrasi 40% dan 60% diameter zona

hambatan yang terbentuk memiliki ukuran yang sama, maka ditentukan

konsentrasi seduhan teh hijau yang digunakan dalam penelitian adalah 60%, 70%,

80%, 90% dan 100%.

Kelompok kontrol negatif digunakan aquades steril yang juga berfungsi

sebagai pelarut dalam pembuatan seduhan teh hijau karena sudah diketahui dari

hasil uji pendahuluan bahwa dengan perlakuan aquades steril tidak terbentukzona

hambatan yang berarti tidak ada efek antifunginya.

Kontrol positif pada penelitian ini digunakan flukonazol 25 µg karena uji

flukonazol 25 µg pada Candida merupakan metode paling sensitif dan akurat

dengan menggunakan metode difusi agar (Colombo, 2002). Selain itu, mekanisme

antifungi dari flukonazol juga sudah jelas diketahui yaitu dengan menimbulkan

(62)

ergosterol pada membran sel (Guyton dan Hall, 2006). Menurut penelitian Barry

dan Brown pada tahun 1996, zona hambatan sensitif flukonazol adalah ≥ 19 mm

sedangkan pada kelompok perlakuan dengan flukonazol didapatkan zona

hambatan yang memiliki diameter rata-rata 23,5 mm. Hal ini berarti Candida

albicans yang digunakan dalam penelitian ini sensitif terhadap flukonazol.

Kelompok perlakuan dengan seduhan teh hijau efek antifunginya telah

tampak mulai konsentrasi terendah yaitu 60%, ditunjukkan dengan adanya zona

hambatan yang terbentuk. Diameter zona hambatan bertambah setiap kenaikan

konsentrasi sebesar 10%. Hal ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi

seduhan teh hijau, semakin besar efek antifungi yang dimiliki, dan pada

konsentrasi 100%, didapatkan ukuran zona hambat yang mendekati flukonazol 25

µg dimana selisih rata-rata diameter zona hambatan yang didapatkan adalah 0,75

mm, hal ini menunjukkan bahwa seduhan teh hijau berpotensi untuk digunakan

sebagai obat antifungi.

Zat yang terkandungdalam teh hijau (Camellia sinensis L.)

bermacam-macam, namun zat yang diduga berfungsi sebagai fungisid adalah polifenol.

Berdasarkan penelitian Evensen dan Braun pada tahun 2009,The effects of tea

polyphenols on Candida albicans: Inhibition of biofilm formation and proteasome

inactivation yang menggunakan polifenol murni dari teh hijau (Camellia sinensis

L.) untuk mengetahui daya hambat terhadap pembentukan biofilm Candida

albicansyang digunakan untuk menginvasi host. Hasil penelitian tersebut

didapatkan bahwa mulai konsentrasi 20% polifenol sudah dapat menghambat

(63)

bahwapolifenol dari teh hijau (Camellia sinensis L.) dapat menghambat

pertumbuhan Candida albicansdengan menekan pembentukan biofilm yang

merupakan matrik polimer organik yang dapat digunakan sebagai penanda

pertumbuhan mikrobadan efek tersebut berasal dari tiga komponen polifenol yaitu

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Pucuk Daun Teh (% berat kering)............................
Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian ...............................................
Tabel 2.1Komposisi Pucuk Daun Teh (% berat kering)
Tabel 2.2Sifat Fisik dan Kimia Polifenol
+5

Referensi

Dokumen terkait

Rujukan teori yang relevan yang digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara

hewan ternak ini pemanfaatannya masih kurang optimal karena hanya digunakan sebagai pupuk organik, bahkan kotoran sapi menumpuk dan membuat lingkungan sekitar kurang bersih

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN PARTICIPANT CORPORATE GOVERNANCE PERCEPTION INDEX (CGPI) YANG.. LISTING

Hal tersebut juga diungkapkan oleh Isjoni (2010:54) mengatakanpembelajaran dengan menggunakan tipe Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran yang mendorong siswa

[r]

The study of consumer behaviour, especially impulse buying and hedonic.. consumption in large potential market like Indonesia would be a

Hasil menunjukkan bahwa untuk semua kasus pembebanan baik statik, roling maupun sliding tegangan von Mises yang terbesar terjadi pada tekstur permukaan yang memiliki

membaca merupakan suatu kegiatan yang bersifat kompleks karena kegiatan ini melibatkan kemampuan dalam mengingat simbol-simbol grafis yang berbentuk huruf,