LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori 1. Kurikulum 2013
Kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan suatu proses belajar-mengajar (pembelajaran) di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya (Nasution, 2009, h.5). Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum yang sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis pendidikan karakter. Kurikulum ini merupakan kurikulum baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kurikulum 2013 sendiri merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pada pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, dimana peserta didik dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam proses berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun dan sikap disiplin yang tinggi. Kurikulum ini secara resmi menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang sudah diterapkan sejak 2006 lalu. Beberapa aspek yang terkandung dalam kurikulum 2013 tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan
Untuk aspek pengetahuan pada kurikulum 2013, masih serupa dengan aspek di kurikulum yang sebelumnya, yakni masih pada penekanan pada tingkat pemahaman peserta didik dalam hal pelajaran. Nilai dari aspek pengetahuan
10
bisa diperoleh juga dari Ulangan Harian, Ujian Tengah/Akhir Semester, dan Ujian Kenaikan Kelas. Pada kurikulum 2013 tersebut, pengetahuan bukanlah aspek utama seperti pada kurikulum-kurikulum yang dilaksanakan sebelumnya. b. Keterampilan
Keterampilan merupakan aspek baru yang dimasukkan dalam kurikulum di Indonesia. Keterampilan merupakan upaya penekanan pada bidang skill atau kemampuan. Misalnya adalah kemampuan untuk mengemukakan opini pendapat, berdiksusi/bermusyawarah, membuat berkas laporan, serta melakukan presentasi. Aspek keterampilan sendiri merupakan salah satu aspek yang cukup penting karena jika hanya dengan pengetahuan, maka peserta didik tidak akan dapat menyalurkan pengetahuan yang dimiliki sehingga hanya menjadi teori semata.
c. Sikap
Aspek sikap tersebut merupakan aspek tersulit untuk dilakukan penilaian. Sikap meliputi perangai sopan santun, adab dalam belajar, sosial, absensi, dan agama. Kesulitan penilaian dalam aspek ini banyak disebabkan karena guru tidak setiap saat mampu mengawasi peserta didiknya. Sehingga penilaian yang dilakukan tidak begitu efektif.
2. TPS
Think-pair-share (TPS) adalah suatu metode pembelajaran kooperatif yang pertama kali dikembangkan oleh Prof. Frank Lyman di University of Maryland pada tahun 1981. TPS diperoleh dari tiga buah aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik, yaitu Think, Pair dan Share.Think adalah proses
11
dimana guru mengajak peserta didik untuk berpikir dengan menyajikan sebuah pertanyaan maupun demonstrasi, dan peserta didik diberikan waktu beberapa menit untuk berpikir. Pair, adalah proses dimana guru meminta peserta didik untuk berkelompok dan berdiskusi mencari jawaban atas masalah yang telah disajikan oleh guru. Kemudian, aktivitas yang ketiga adalah share, yaitu proses dimana peserta didik secara berkelompok diminta untuk menyampaikan hasil diskusi mereka, ke dalam kelompok diskusi yang lebih besar (dalam satu kelas) (Kaddoura, 2013).
3. POE
Predict-observe-explain merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang memfasilitasi peserta didik dalam mengungkapkan pendapatnya. Prosedur POE didasarkan pada metode klasik dimana hipotesis dinyatakan terlebih dahulu yang diperkuat dengan argumentasi. Kemudian diikuti dengan pengumpulan data dan diskusi. Model POE melibatkan peserta didik dalam memprediksi hasil akhir dari suatu demonstrasi dengan mengungkapkan argumentasi mereka. Proses ini disebut dengan Predict. Kemudian, selama demonstrasi berlangsung, peserta didik melakukan pengamatan untuk meyakinkan hipotesis yang telah mereka buat sebelumnya. Proses ini disebut dengan Observe. Selanjutnya, peserta didik menjelaskan apa yang telah mereka amati, didukung oleh sumber – sumber yang relevan, tentang apa yang mereka prediksikan dengan apa yang telah mereka amati. Proses ini disebut dengan Explain.
12
POE pertama kali dikembangkan di University of Pittsburgh. Awalnya, POE dikenal sebagai strategi pembelajaran DOE ( demonstrate-observe-explain), karena prosesnya yang menggunakan demonstrasi sebagai obyek untuk diobservasi (Kearney, Treagust, Yeo & Zadnik, 2001).
4. Kemampuan berpikir kritis
Berpikir merupakan salah satu aktivitas mental yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kemampuan berpikir kritis setiap individu berbeda antara satu dengan lainnya sehingga perlu dipupuk sejak dini. Berpikir terjadi dalam setiap aktivitas mental manusia berfungsi untuk memformulasikan atau menyelesaikan masalah, membuat keputusan serta mencari alasan.
Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Berpikir kritis adalah sebuah proses terorganisasi yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain. Berpikir kritis juga merupakan berpikir dengan baik, dan merenungkan tentang proses berpikir merupakan bagian dari berpikir dengan baik ( Fitriawati, N, 2010).
Berpikir kritis secara essensial merupakan proses ‘aktif’ dimana
seseorang memikirkan suatu hal secara lebih mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan sehingga memiliki pola pikir yang lebih bila dibandingkan dengan orang lain yang bersikap ‘pasif’ (Fisher,
13
Berpikir kritis merupakan istilah yang digunakan untuk suatu aktivitas reflektif untuk mencapai tujuan yang memuat kemungkinan dan perilaku yang rasional (Sapriya, 2015, h.144). Terdapat lima tahap berpikir kritis. Proses-proses tersebut mencakup pemfokusan dan observasi pada sebuah pertanyaan atau masalah, penilaian dan pemahaman situasi masalah, analisis masalah, membuat dan mengevaluasi keputusan-keputusan atau solusi-solusi, dan akhirnya memutuskan satu tindakan.
Tujuan berpikir kritis ialah untuk menguji suatu pendapat atau ide. Termasuk dalam proses ini adalah melakukan pertimbangan atau pemikiran yang didasarkan pada pendapat yang diajukan. Pertimbangan - pertimbangan itu biasanya didukung oleh kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan. Berpikir kritis dapat mendorong peserta didik untuk mengeluarkan ide baru. Pembelajaran keterampilan berpikir kritis kadang - kadang dikaitkan dengan keterampilan berpikir kreatif.
Kecakapan berpikir kritis terdiri dari Inferece yaitu kecakapan untuk membedakan antara tingkat - tingkat kebenaran dan kepalsuan, pengenalan padaasumsi-asumsi; deduksi yaitu kecakapan untukmenentukan kesimpulan-kesimpulan tertentu perlumengikuti informasi di dalam pernyataan-pernyataan ataupremis - premis yang diberikan; interpretasi yaitu kecakapan menimbang fakta - fakta dan menghasilkanpenggeneralisasian atau kesimpulan-kesimpulan berdasarkan pada data yang diberikan; dan evaluasi sebuah argumen yaitu kecakapan membedakan antara argumen-argumen yang kuat dan relevan dan argumen-argumenyang lemah atau tidak relevan. Aspek berpikirkritis meliputi
14
dugaan-dugaan, kriteria, argumen yaitu sebuah pernyataan atau usul dengan fakta-fakta yangmendukung, penalaran yaitu kemampuan untukmenginferensi sebuah kesimpulan dari satu premis atau lebih, sudut pandang yaitu cara seseorang untuk memandang dunia yang membentuk konstruksi makna seseorang, prosedur-prosedur untuk penerapan kriteria-kriteria.
5. Sikap Ilmiah
Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “Attitude” sedangkan istilah
attitudeberasal dari bahasa Latin yaitu “Aptus” yang berarti keadaan siap secara
mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan. Sikap ilmiah berkaitan dengan obyek yang disertai dengan perasaan positif atau perasaan negatif. Dengan demikian sikap ilmiah merupakan sikap keilmuwan atau scientific attitude.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2005), sikap didefinisikan sebagai perbuatan yang didasarkan pada pendirian atau keyakinan, sedangkan ilmiah berarti ilmu, secara ilmu pengetahuan atau memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Sikap ilmiah peserta didik dapat dilatih melalui berbagai macam kegiatan belajar. Sikap ilmiah peserta didik dapat berupa kemampuan menyampaikan pendapat, ketertarikan terhadap suatu masalah, kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan bekerjasama serta menghargai pendapat orang lain. Sikap ilmiah peserta didik dapat membentuk cara berpikir yang kritis, sehingga dapat memabntu perwujudan dari tujuan pembelajaran yaitu student centered (keaktifan peserta didik).
15
Sikap ilmiah peserta didik dapat diketahui melalui angket yang diberkan kepada peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran. Selain itu, sikap ilmiah juga dapat diukur dengan menggunakan lembar observasi.
6. Materi Asam dan Basa
Definisi umum tentang asam dan basa pertama kali diungkapkan oleh Svante Arrhenius pada tahun 1887. Arrhenius menyatakan bahwa asam adalah zat yang apabila terdisosiasi dalam air akan membentuk ion H+, sedangkan basa dinyatakan sebagai suatu zat yang apabila terdisosiasi dalam air akan membentuk ion –OH. Apabila rumus umum zat asam dinyatakan sebagai HA, dan basa sebagai BOH, maka menurut Arrhenius asam dan basa dapat didefinisikan sebagai berikut,
Asam HA + H2O H3O + + A-
Basa BOH + H2O -OH + B+ (Myers, 2003)
Definisi tentang asam dan basa yang dinyatakan oleh Arrhenius hanya terbatas pada larutan berair. Oleh karena itu, Johannes Bronsted pada tahun 1932 mengemukakan definisinya tentang asam dan basa, dimana asam didefinisikan sebagai donor proton, dan basa didefinisikan sebagai acceptor proton.
HCl(aq) + H2O(l) H3O+(aq) + Cl-(aq)
Proton terhidrasi, H3O+, disebut juga ion hidronium. Reaksi di atas menunjukkan bahwa asam Bronsted (HCl) mendonorkan protonnya kepada basa Bronsted (H2O).
16
Ion hidroksida dapat menerima proton (H+), dengan persamaan sebagai berikut: H+(aq) + -OH(aq) H2O(l)
Sehingga, ion hidroksida disebut dengan basa Bronsted (Chang, 2010)
Larutan asam dan basa dapat diidentifikasi menggunakan sebuah indikator asam dan basa. Beberapa contoh indikator adalah fenolftalein, bromtimol biru, metil jingga dan metil merah. Indikator akan memberikan perubahan warna yang berbeda pada larutan asam dan larutan basa. Misalnya, fenoftalein yang tak berwarna, akan tetap pada larutan asam dan berubah menjadi merah muda pada larutan basa. Pemilihan indikator akan lebih mudah jika ada perubahan yang besar pada pH di dekat titik ekivalen titrasi (Sastrohamidjojo, 2005, h.291).
Materi kimia Asam – Basa secara keseluruhan yang digunakan adalah materi kimia Asam – Basa yang sesuai dengan silabus kimia SMA Kurikulum 2013 revisi tahun 2016. Kompetensi dasar dan uraian materi dapat dilihat pada tabel 1. Silabus Kimia SMA/MA Kelas XI Semester 2 sebagai berikut,
17
Tabel 1. Silabus Kimia SMA/MA Kelas XI Semester 2 3.10 Memahami
konsep asam dan basa serta kekuatannya dan kesetimbangan pengionannya dalam larutan 4.10 Menentukan trayek perubahan pH beberapa indikator yang diekstrak dari bahan alam
Asam dan Basa Perkembangan konsep asam dan basa Indikator asam-basa pH asam kuat, basa kuat, asam lemah, dan basa lemah
Mengamati zat-zat yang bersifat asam atau basa dalam kehidupan sehari-hari.
Menyimak penjelasan tentang berbagai konsep asam basa Membandingkan konsep asam
basa menurut Arrhenius,
Brønsted-Lowry dan Lewis serta menyimpulkannya.
Mengamati perubahan warna indikator dalam berbagai larutan. Membahas bahan alam yang dapat
digunakan sebagai indikator. Merancang dan melakukan
percobaan membuat indikator asam basa dari bahan alam dan melaporkannya.
Mengidentifikasi beberapa larutan asam basa dengan beberapa indikator
Memprediksi pH larutan dengan menggunakan beberapa indikator. Menghitung pH larutan asam kuat
dan larutan basa kuat
Menghitung nilai Ka larutan asam lemah atau Kb larutan basa lemah yang diketahui konsentrasi dan pHnya.
Mengukur pH berbagai larutan asam lemah, asam kuat, basa lemah, dan basa kuat yang konsentrasinya sama dengan menggunakan indikator universal atau pH meter
Menyimpulkan perbedaan asam kuat dengan asam lemah serta basa kuat dengan basa lemah. Silabus Kimia SMA/MA Kurikulum 2013 Revisi 2016
18 B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Adekunmi (2015) yang berjudul “Effects Of Think-Pair-Share Collaborative Inquiry As One Of Classroom Practices For Improving Students’ Reflective Thinking Skills In Basic Science” menunjukkan masih
adanya lulusan peserta didik yang gagal di Nigeria akibat penerapan metode pembelajaran konvensional. Setelah dilakukan penelitian metode TPS, tingkat kegagalan lulusan peserta didik berkurang yang artinya terjadi peningkatan prestasi belajar peserta didik.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Kibirige, Osodo & Tlala (2014) yang berjudul “The Effect of Predict-Observe-Explain Strategy on Learners’ Misconceptions about Dissolved Salts” menunjukkan bahwa miskonsepsi yang
terjadi pada peserta didik kelas X SMA tentang konsep kelarutan garam, dapat diluruskan dengan pembelajaran menggunakan model POE. Pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest dan posttest.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Teerasong, Chantore & Nacapricha (2010) yang berjudul “Development of a Predict-observe-explain Strategy for Teaching Flow Injection at Undergraduate Chemistry” menunjukkan bahwa model POE yang menggunakan cara demonstrasi pada peserta didik dapat meningkatkan prestasi dan motivasi belajar pada peserta didik dibandingkan dengan metode konvensional.
Selain itu, penelitian mengenai penerapan model TPS dan POE juga dilakukan oleh Kala, Yaman & Ayas (2011) yang berjudul “The Effectiveness
19
of Predict-Observe-Explain Technique in Probing Students’ Understanding
About Acid-Base Chemistry: A Case for The Concept of pH, pOH and The
Strength” yang menunjukkan bahwa penerapan model POE dapat meningkatkan tingkat pemahaman peserta didik terhadap suatu materi pembelajaran kimia.
Penelitian yang dilakukan oleh Ayvaci (2013) yang berjudul “Investigating the Effectiveness of Predict-Observe-Explain Strategy On
Teaching Photo Electricity Topic” menunjukkan bahwa penerapan POE dalam proses pembelajaran sangat efektif dilakukan, karena terdapat perbedaan yang signifikan pada kelas yang menerapkan model POE dibandingkan dengan kelas yang tidak menerapkan model POE.
C. Kerangka Berpikir
Kurikulum pendidikan merupakan alat dalam pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam kurikulum 2013, salah satu tujuan pendidikan yang ingin dicapai adalah peningkatan keaktifan dan partisipasi peserta didik dalam setiap kegiatan pembelajaran di kelas. Artinya, kurikulum 2013 merupakan bentuk revisi dari kurikulum sebelumnya, dimana ada perubahan sistem dari teacher centered menjadi student centered. Perubahan ini tentunya akan sangat didukung dengan penerapan metode pembelajaran di dalam kelas yang tepat.
Ilmu kimia dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit sehingga dapat menurunkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Metode belajar konvensional menambah kesulitan pemahaman tentang materi kimia tertentu.
20
Oleh karena itu, variasi penerapan metode atau model pebelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum 2013 perlu diterapkan. Jika hanya menggunakan satu metode atau model, peserta didik tidak akan menaruh perhatian penuh pada setiap penjelasan materi yang diajarkan.
Model pembelajaran kooperatif dapat menarik perhatian serta partisipasi peserta didik. Dengan penerapan model ini, peserta didik dapat berperan aktif dalam menyampaikan pendapat dan pengetahuan mereka melalui diskusi. Model pembelajaran kooperatif di kelas menciptakan sebuah revolusi pembelajaran di dalam kelas sehingga tidak dijumpai lagi suasana kelas yang sunyi selama proses pembelajaran berlangsung.
Model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan adalah kolaborasi model TPS dan model POE. Model ini mendorong peserta didik untuk dapat menaruh konsentrasi mereka dalam proses pembelajaran dan mendorong peserta didik untuk aktif bekerja dalam kelompok, berdiskusi, dan menyampaikan pendapat mereka. Dengan adanya demonstrasi hingga proses diskusi tersebut, peserta didik diajak untuk berpikir kritis sehingga proses ini meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah peserta didik. Apabila kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah peserta didik yang melakukan pembelajaran dengan kolaborasi model TPS dan model POE ini lebih tinggi dengan perbedaan hasil yang signifikan, artinya pembelajaran dengan menggunakan kolaborasi model TPS dan POE ini lebih efektif.
21 D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
1. Ada perbedaan yang signifikan pada kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam materi kimia yang mengikuti pembelajaran dengan kolaborasi model TPS dan POE dengan peserta didik yang mengikuti pembelajaran model Discovery Learning.
2. Ada perbedaan yang signifikan pada sikap ilmiah peserta didik dalam pembelajaran kimia sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan kolaborasi model TPS dan model POE
22