• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kecemasan

a. Definisi Kecemasan

Kecemasan dapat diartikan sebagai keadaan tegang yang berlebihan

tidak pada tempatnya yang ditandai dengan perasaan khawatir, tidak

menentu, atau takut (Maramis, 2009). Definisi lain mengenai kecemasan

yaitu rasa khawatir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi disertai

dengan gejala somatik yang menandakan adanya aktivitas yang

berlebihan dari susunan saraf pusat autonomik (Scaphiro, 2003).

Sedangkan Menurut Stuart (2006) definisi kecemasan merupakan

kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan

tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek

spesifik kecemasan dialami secara subyektif dan dikomunikasikan

secara interpersonal dan berada dalam suatu rentang

Kecemasan merupakan suatu fenomena kompleks yang menandakan

adanya dinamika kehidupan dan bagian dari proses psikis yang

memberikan isyarat fisik dan mental bahwa terdapat perubahan internal

dan eksternal (Roberts et al., 2010).

b. Epidemiologi Kecemasan

National Comorbidity Study menyatakan bahwa sedikitnya satu di

antara empat orang yang memenuhi kriteria, mengalami kecemasan.

Sebuah meta-analisis terhadap 46 studi menemukan bahwa sekitar 17%

orang suatu saat pernah mengalami kecemasan (Pinel, 2009). Gangguan

cemas merupakan gangguan yang banyak terjadi pada anak dan remaja.

Prevalensi yang diperoleh dari berbagai penelitian didapatkan bahwa

5%-50% remaja dalam suatu populasi mengalami kecemasan (Dinkes

SulSel, 2011).

c. Etiologi Kecemasan

1) Teori Psikososial

Berdasarkan ilmu psikologis, Stuart (2006) mengemukakan

bahwa penyebab kecemasan dapat dipahami melalui berbagai teori, di

antaranya yaitu:

a) Teori psikoanalitis Freud: teori ini mengidentifikasi kecemasan

sebagai konflik emosional yang terjdi antara dua elemen

kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting

dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani

dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menengahi

tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi

kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

b) Teori interpersonal Sullifan: teori ini menjelaskan bahwa kecemasan

timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakkan

interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan

trauma, individu dengan harga diri rendah rentan mengalami

kecemasan yang berat.

c) Teori perilaku: teori ini menyebutkan kecemasan merupakan produk

frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu

untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli perilaku lain

menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari

berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk meghindari kepedihan.

d) Teori pembelajaran: teori ini meyakini bahwa individu yang terbiasa

sejak kecil dihadapkan pada suatu ketakutan berlebihan akan lebih

sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.

e) Teori konflik: teori ini memandang kecemasan sebagai pertentangan

antar dua kepentingan yang berlawanan. Teori ini meyakini adanya

hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan yaitu konflik

menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan

tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang

dirasakan

2) Teori Biologis

a) Sistem saraf otonom

Stresor dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dari

adrenal melalui mekanisme sebagai berikut: ancaman dipersepsi

oleh panca indera, diteruskan ke korteks serebri, kemudian ke

sistem limbik dan Reticular Activating System (RAS), lalu ke

hipotalamus dan hipofisis. Kemudian kelenjar adrenal

mensekresikan katekolamin dan terjadilah stimulasi saraf

otonom (Mudjaddid, 2006).

b) Neurotransmiter

Tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan

kecemasan adalah:

(1) Norepinefrin

Pasien yang menderita gangguan kecemasan mungkin

memiliki sistem noradrenergik yang teregulasi secara buruk.

Pada pasien dengan gangguan kecemasan, khususnya

gangguan panik, memiliki kadar metabolit noradrenergik

yaitu 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) yang

meninggi dalam cairan serebrospinalis dan urin (Saddock,

2010).

(2) Serotonin

Serotonin mempunyai peranan penting dalam kondisi

kejiwaan seseorang seperti depresi, cemas dan gangguan

obsesif-kompulsif (Dayan, 2008). Banyak penelitian

mengatakan bahwa ketidakseimbangan serotonin mampu

mempengaruhi mood yang pada akhirnya akan

menjerumuskan sesorang ke dalam keadaan depresi maupun

cemas. Masalah yang terjadi mungkin produksi serotonin

yang rendah atau dapat juga karena rendahnya kemampuan

reseptor serotonin dalam menangkap serotonin (Bouchez,

2009).

(3) Gamma-aminobutyric acid (GABA)

Peranan GABA dalam gangguan kecemasan telah

dibuktikan oleh manfaat benzodiazepin sebagai salah satu

obat gangguan kecemasan. Benzodiazepin yang bekerja

meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA terbukti

dapat mengatasi gejala gangguan kecemasan umum bahkan

gangguan panik. Beberapa pasien dengan gangguan

kecemasan diduga memiliki fungsi reseptor GABA yang

abnormal ( Saddock, 2010).

d. Patofisiologi Kecemasan

Kecemasan adalah respon dari persepsi terancam yang diterima oeh

sistem saraf pusat akibat adanya rangsangan berupa pengalaman masa

lalu dan faktor genetik. Rangsangan tersebut dipersepsikan oleh panca

indra, diteruskan dan direspon oleh sistem saraf pusat yang melibatkan

cortex cerebri diteruskan ke limbic system lalu ke reticular activating

system kemudian ke hypothalamus yang memberikan impuls ke

kelenjar adrenal, selanjutnya memacu sistem saraf otonom (Mudjadid,

2007).

e. Jenis dan Tingkat Kecemasan

Klasifikasi gangguan kecemasan menurut Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders edisi IV Teks Revisi (DSM-IV-TR), yaitu

1) Kecemasan menyeluruh

2) Kecemasan berhubungan dengan kondisi medis

3) Panik adalah serangan tidak terduga dan spontan yang terdiri atas

periode rasa takut intens sampai sedikit serangan selama satu tahun.

4) Panik dengan atau tanpa agoraphobia. Agoraphobia yaitu rasa takut

berada sendirian di tempat umum dimana terdapat banyak

orang/keramaian, berpergian ke luar rumah, atau berpergian

sendirian.

6) Spesifik phobia yaitu kecemasan yang terbatas pada adanya objek

atau situasi tertentu

7) Phobia sosial yaitu rasa takut yang menetap dan kuat akan situasi

yang menimbulkan rasa malu.

8) Obsesif kompulsif adalah pikiran atau sensasi berulang untuk

melakukan perilaku yang disadari dan standar secara berulang.

9) Post-traumatic disorder (Sadock, 2010).

Respon seseorang terhadap kecemasan tergantung dari tingkat

kecemasan yang dideritanya. Peplau membagi tingkat kecemasan menjadi

empat (Videbeck, 2008), yaitu:

1) Kecemasan ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu

masih waspada serta lapang persepsinya meluas. Dapat memotivasi

individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif

dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

2) Kecemasan sedang

Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,

terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu

dengan arahan orang lain.

3) Kecemasan berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada

detail yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal lain.

Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu

banyak perhatian atau arahan untuk terfokus pada area lain.

4) Kecemasan berat sekali atau panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Karena

hilangnya kontrol maka tidak mampu melakukan apapun meskipun

dengan perintah. Terjadi peningkatan aktifitas motorik, berkurangnya

kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi

dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif.

Biasanya disertai disorganisasi kepribadian

f. Gejala Kecemasan

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan pada orang yang

mengalami gangguan kecemasan, yaitu :

1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,

mudah tersinggung dan marah.

2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

3) Takut sendirian, takut keramaian, dan banyak orang.

4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

6) Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

pendengaran berdenging, jantung berdebar-debar, sesak nafas,

gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain

sebagainya (Hawari, 2008).

g. Kriteria Diagnosis

Diagnosis kecemasan dapat ditegakkan bila terdapat tiga atau lebih

dari gejala mudah marah, gelisah, tegang, mudah lelah, kesulitan

konsentrasi atau pikiran kosong, dan gangguan pola tidur (Murtagh,

2003).

Sedangkan berdasarkan kriteria pada DSM-IV-TR, fitur-fitur

kecemasan menyeluruh meliputi :

1) Kecemasan dan kekhawatiran eksesif selama enam bulan atau lebih,

tentang sejumlah kejadian atau aktivitas.

2) Kesulitan dalam mengontrol kekhawatiran

3) Manunjukkan minimal tiga di antara gejala-gejala yaitu :

a) Kegelisahan atau perasaan tegang

b) Menjadi mudah lelah

c) Sulit berkonsentrasi

d) Iritabilitas

5) Kecemasan tidak terbatas pada sebuah isu tertentu (Barlow dan

Durand, 2006)

h. Penatalaksanaan

Terdapat tiga teori atau pendekatan mengenai penatalaksanaan

kecemasan, yaitu :

1) Perspektif biologis. Pendekatan ini terfokus pada penggunaan

obat-obatan untuk meredam symptom kecemasan. Namun, penggunaan

obat dapat menyebabkan ketergantungan, sindrom putus obat, dan

masalah potensial. Oleh karena itu, dikombinasikan dengan terapi

cognitive behavioural.

2) Teori psikodinamika. Teori ini lebih menjajaki sumber kecemasan

yang berasal dari keadaan sekarang, dan mendorong pasien

mengembangkan tingkah yang adaptif.

3) Pendekatan humanistik. Pendekatan ini bertujuan untuk memahami

orang dan mengekspresikan bakat serta perasaannya yang

sesungguhnya ( Nevid, 2005).

2. Remaja

a. Definisi Remaja

Remaja berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berarti tumbuh ke

arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya

kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis

(Widyastuti, 2009).

Menurut Monks (1998), batasan usia remaja adalah antara 12 tahun

sampai 21 tahun. Batasan usia remaja terbagi atas tiga fase, yaitu: fase

remaja awal (12-15 tahun), fase remaja pertengahan (15-18 tahun), fase

remaja akhir (18-21 tahun) (Hurlock, 1999).

1) Ciri-ciri Perubahan Masa Remaja

Menurut Pinem (2009), ciri-ciri perubahan masa remaja adalah

sebagai berikut :

a) Perubahan nonfisik

Perkembangan nonfisik pada remaja dibagi menjadi 3 tahap yaitu:

(1) Masa remaja awal (12-15 tahun). Pada masa ini remaja cenderung

merasa ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai

berfikir abstrak, dan lebih banyak memperhatikan keadaan

tubuhnya.

(2) Masa remaja tengah (15-18 tahun). Pada masa ini remaja mulai

mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal

tentang aktivitas seksual, dan mempunyai rasa cinta yang

mendalam.

mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, dan

pengungkapan kebebasan diri.

b) Perubahan fisik pada masa remaja

Perubahan fisik remaja antara lain yaitu:

(1) Pada remaja laki-laki muncul tanda seks primer yaitu mimpi

basah. Muncul tanda-tanda seks sekunder yaitu tumbuhnya

jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi

dan ejakulasi, suara bertambah besar, dada lebih lebar, badan

berotot, tumbuh kumis di atas bibir, jambang dan rambut di

sekitar kemaluan dan ketiak.

(2) Pada remaja perempuan muncul tanda seks primer yaitu terjadi

haid yang pertama (menarche). Muncul tanda seks skunder

yaitu pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, tumbuh

rambut di sekitar kemaluan dan ketiak, payudara membesar.

c) Perubahan Kejiwaan

Perubahan kejiwaan yang dialami remaja meliputi :

(1) Perubahan emosi yaitu: sensitif (mudah menangis, cemas,

tertawa dan frustasi), mudah bereaksi terhadap rangsangan dari

luar, agresif sehingga mudah berkelahi.

(2) Perkembangan inteligensia yaitu: mampu berfikir abstrak dan

senang memberi kritik, ingin mengetahui hal-hal yang baru

sehingga muncul perilaku ingin mencoba hal yang baru.

Pada masa-masa ini dukungan dan pengawasan dari orang tua penting

untuk mengarahkan remaja pada hal-hal positif. Orang tua yang suka

mengeritik atau menghukum akan memberikan kesan bahwa orang tua tidak

menghargai anak, akibatnya anak akan menyerap pandangan negatif itu

terhadap dirinya, sehingga anak tidak memiliki rasa percaya diri. Remaja

dengan kepercayaan diri yang rendah seringkali tidak dapat menyesuaikan

diri terhadap lingkungannya. Depresi dan kecemasan yang terjadi pada

remaja berkaitan dengan kepercayaan diri yang rendah karena merasa tak

berdaya menghadapi kesulitan dalam kehidupan. Kepercayaan bahwa dirinya

berguna dan kasih sayang dari keluarga dapat membangun kepercayaan diri

seorang anak. (Dinkes SulSel, 2011).

1. Online Game

Online game dapat didefinisikan sebagai permainan (games) yang

dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang digunakan

pemain dihubungkan oleh suatu jaringan, umumnya Internet (Adams

,2007). Online game mempunyai arena-arena bermain yang bersifat

persistent (tetap ada meskipun pemain-pemainnya tidak selalu ikut bermain)

dan real-time (waktu berlalu terus) (Chandra, 2006).

Perkembangan online game dimulai dengan munculnya Multi-User

Dungeons (MUDs) pada akhir tahun tujuh puluhan (Cherny dalam

20

Massively Multiplayer Online Role-Playing Games (MMORPGs) yang

merupakan turunan dari MUDs membuat ratusan ribu orang kini

berinteraksi setiap hari dengan permainan komputer (Woodcock dalam

Ducheneaut, 2004). Sampai saat ini MMORPGs merupakan jenis online

game yang paling sering dimainkan. Jenis online game ini umumnya

berfokus pada penggunaan karakter atau avatar dalam latar dunia fiksi.

MMORPGs adalah sebuah permainan internet dimana para pemain

memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan beberapa ribu pemain dari

seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain

dapat mengontrol karakternya sendiri, dimana pemain harus melaksanakan

berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter

pemain lainnya (Young, 2006). Selain dua jenis game di atas terdapat

beberapa jenis online games lain yaitu First Person Shooter (FPS),

Real-Time Strategy, Cross-platform online, dan Browser games

Orang yang mempunyai kegemaran bermain game disebut sebagai

Gamers. Selain itu, seseorang dapat dikatakan sebagai gamers jika dia

meluangkan waktu 6,5 jam sampai 39,3 jam perminggu untuk bermain

game dan mengetahui banyak hal mengenai game. (Thorsen, 2007)

Dalam bermain online game seseorang didasarkan pada motif-motif

tertentu. Motif diartikan sebagai kekuatan (energi) dalam diri seseorang

yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam

melaksanakan suatu kegiatan, dalam hal ini adalah bermain online game.

Motif-motif tersebut yang mendorong seseorang untuk terus bermain online

game. Farzana (2011), berdasarkan teori West dan Turner mengenai

motivasi, membagi motif-motif yang mendasari seorang remaja dalam

bermain online game sebagai berikut :

a. Motif Kognitif

Motif kognitif diartikan sebagai kebutuhan gamer untuk

mendapatkan informasi, pengetahuan, eksplorasi realitas, pengertian,

pemahaman tentang lingkungan sekitar. Indikator motif kognitif

meliputi:

1) Bermain game untuk mencari informasi tentang peristiwa dan

kondisi yang berkaitan dengan lingkungan.

2) Bermain game untuk mencari bimbingan yang menyangkut

berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal-hal yang berkaitan

dengan penentuan pilihan.

3) Bermain game sebagai sarana belajar.

4) Bermain game sebagai sarana untuk memperoleh rasa damai

melalui penambahan pengetahuan.

b. Motif Afektif

Motif afektif diartikan sebagai kebutuhan gamer yang berkaitan

dengan usaha untuk memperkuat pengalaman yang bersifat keindahan,

menekankan pada aspek perasaan dan kebutuhan mencapai tingkat

emosional tertentu. Suatu kebutuhan, keinginan dan hasrat yang

terpenuhi dapat berubah menjadi ketegangan yang setelah mencapai

tingkat tertentu menimbulkan dorongan. Indikator motif afektif ini

meliputi

1) Bermain game sebagai sarana penyaluran emosi.

2) Bermain game sebagai sarana penyaluran pada seni seperti gambar

dan suara.

3) Bermain game untuk memperoleh kenikmatan jiwa estetis.

c. Motif Personal Integrative

Motif personal integrative diartikan sebagai kebutuhan gamer yang

berkaitan dengan peningkatan harga diri seseorang, seperti

memperkuat kredibilitas/kepercayaan, percaya diri, kesetiaan dan

status seseorang. Motif ini mendorong gamer dalam bermain untuk

memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam hidup.

Indikator motif personal integrative meliputi:

1) Bermain game untuk memenuhi penunjang nilai-nilai pribadi.

2) Bermain game menemukan model perilaku.

3) Bermain game sebagai sarana mengidentifikasikan diri dengan

nilai-nilai lain dalam media.

4) Bermain game sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman

tentang diri sendiri.

d. Motif Social Integrative

Motif social integrative diartikan sebagai kebutuhan gamer untuk

bersosialisasi dengan sekelilingnya seperti peningkatan hubungan

dengan keluarga, teman dan seterusnya. Motif ini mendorong gamer

untuk bermain game demi kelangsungan hubungannya dengan orang

lain. Indikator motif social integrative meliputi:

1) Bermain game sebagai sarana memperoleh pengetahuan tentang

keadaan orang lain.

2) Bermain game untuk mengidentifikasikan diri dengan orang lain,

dan meningkatkan rasa memiliki.

3) Bermain game untuk menemukan bahan percakapan dan interaksi

sosial.

4) Bermain game sebagai sarana memperoleh teman.

5) Bermain game sebagai sarana membantu menjalankan peran

sosial.

6) Bermain game sebagai sarana menghubungi orang lain.

e. Motif Pelepasan Ketegangan

Motif pelepasan ketegangan diartikan sebagai kebutuhan gamer

yang berkaitan dengan hasrat untuk melarikan diri dari kenyataan,

melepaskan ketegangan, dan kebutuhan akan hiburan. Seorang gamer

1) Bermain game untuk melepaskan diri dari permasalahan.

2) Bermain game sebagai sarana bersantai.

3) Bermain game untuk mengisi waktu.

Motif-motif ini berperan dalam menentukan lama seseorang bermain

online game, sehingga pemain yang menujukkan motivasi yang tinggi

dalam bermain akan menggunakan waktu yang lebih lama untuk bermain

game yang selanjutnya dapat menuju ke arah tanda-tanda kecanduan

(Young, 2006).

2. Kecanduan Online Game

Kecanduan berasal dari bahasa Latin yaitu addicere, yang berarti untuk

menjatuhkan atau memvonis (Carlson, 2005). Dahulu istilah kecanduan atau

addiction hanya terbatas pada penggunaan obat-obatan psikoaktif, sehingga

pada tahun 1964 World Health Organization (WHO) mengganti konsep

kecanduan menjadi ketergantungan (dependence), karena istilah

ketergantungan bisa digunakan secara umum tidak hanya mengacu pada

penggunaan obat-obatan psikoaktif tapi juga berkaitan dengan unsur fisik

dan psikis sesorang.

Schwausch dan Chung (2005) mendefinisikan kecanduan dalam dua

kategori yaitu kegagalan yang berulang-ulang dalam mengontrol suatu

perilaku dan berlanjutnya suatu perilaku yang berulang-ulang walaupun

menimbulkan dampak yang negatif.

Istilah Online Game Addiction (kecanduan online game) dicetuskan

pertama kali oleh Goldberg pada tahun 1995 sebagai perpanjangan dari

Internet Addiction (kecanduan internet). Istilah Internet Addiction mulanya

digunakan untuk menggambarkan penggunaan Internet yang berlebihan

pada kehidupan pribadi. Sama halnya dengan penyalahgunaan obat-obatan

psikoaktif, kecanduan tersebut dapat merusak fisik maupun emosional

penggunanya (Goldberg, 1996).

Seseorang yang sudah mengalami kecanduan baik itu terhadap internet

maupun online game akan lebih menyukai kehidupan online di dalam dunia

virtual dan mulai melalaikan kehidupan di sekitarnya (Howard & Jacob,

2009: Lee, 2007). Brian dan Hastings (2005) mengungkapkan bahwa

seseorang yang mengalami kecanduan online game akan merasa cemas dan

depresi ketika tidak sedang memainkannya. Selain itu dari hasil penelitian

Hussain (dalam Achab et al, 2011) didapatkan bahwa semakin seseorang

kecanduan online game maka akan lebih merasa cemas dan menjadi mudah

marah (irritable) dibandingkan merasa senang. Selain itu, dari hasil

berbagai penelitian didapatkan bahwa seorang pecandu memiliki kadar

serotonin yang rendah. Hal inilah yang dapat mengarahkan seorang pecandu

pada kejadian cemas maupun depresi (Jairam, 2009)

game 22,72 jam perminggu dan dapat bermain selama 10 jam tanpa henti

(Schwausch dan Chung, 2005).

Menurut Griffiths (2005) terdapat enam komponen yang dapat

menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu internet.

Komponen itu adalah sebagai berikut:

a. Salience

Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas

yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran

sehingga individu menghabiskan sebagian besar waktunya untuk

berpikir mengenai internet (pre-okupasi atau gangguan kognitif),

perasaan (merasa sangat butuh), dan tingkah laku (kemunduran dalam

perilaku sosial).

b. Mood modification

Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana

perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stres) saat perilaku

kecanduan itu muncul.

c. Tolerance

Hal ini merupakan proses dimana terjadinya peningkatan jumlah

penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood.

Demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet meningkat secara

mencolok. Kepuasaan yang diperoleh dalam menggunakan internet

secara terus-menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun

secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya

seperti sebelumnya, maka pemakaian secara berangsur-angsur harus

meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya

pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama

seperti jumlah waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang

lama.

d. Withdrawal symptoms

Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi

karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan

berpengaruh pada fisik (seperti pusing, insomnia) atau psikologis

seseorang (misalnya, cemas, mudah marah atau moodiness).

e. Conflict

Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet

dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam

tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik

yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa

kurangnya kontrol) yang diakibatkan karena terlalu banyak

menghabiskan waktu bermain internet.

f. Relapse

Dr Kimberly Young menyusun 8 pertanyaan untuk mengidentifikasi

apakah seseorang itu mengalami kecanduan online game atau tidak.

Pertanyaan- pertanyaan tersebut adalah :

a. Apakah jumlah waktu yang anda gunakan dalam bermain online game

terus bertambah hingga anda mencapai kepuasan?

b. Apakah anda memikirkan kapan anda akan bermain online game saat

anda sedang offline?

c. Apakah anda berbohong kepada teman dan anggota keluarga untuk

menyembunyikan sejauh mana aktivitas online game anda?

d. Apakah anda merasa gelisah atau marah ketika mencoba untuk

mengurangi atau menghentikan perilaku bermain online game?

e. Apakah anda berusaha mengulangi usaha anda yang tidak berhasil untuk

mengontrol, mengurangi, dan menghentikan bermain online game?

f. Apakah anda menggunakan game sebagai cara untuk melarikan diri dari

masalah atau mengurangi perasaan tidak berdaya, rasa bersalah,

kecemasan, atau depresi?

g. Apakah hubungan anda dengan orang lain terancam karena kebiasaan

bermain online game anda?

h. Apakah anda terancam dalam hal pekerjaan, pendidikan, atau peluang

karir karena kebiasaan online game anda?

Berdasarkan delapan pertanyaan di atas, seseorang dikategorikan

sebagai pecandu game online jika menjawab “ya” pada lima pertanyaan atau

lebih (Young, 2006).

3. L-MMPI (Lie Scale Minnesota Multiphasic Personality Inventory)

L-MMPI adalah skala validitas yang berfungsi mengidentifikasi hasil

yang mungkin invalid atau ketidakjujuran subjek penelitian (Azwar, 2009).

Tes ini pertama-tama dikembangkan oleh Strake Hathway dan J.C

McKinley pada tahun 1930-an dan dikembangkan di Amerika Serikat pada

tahun 1940.

Skala L-MMPI berisi 15 butir pertanyaan untuk dijawab responden

dengan “ya” bila butir pertanyaan dalam L-MMPI sesuai dengan perasaan

dan keadaan responden, dan “tidak” bila tidak sesuai dengan perasaan

dan keadaan responden (Semiun, 2010). Skor ≥ 10 menandakan subjek

berusaha menampakkan diri sebaik mungkin di hadapan orang lain dan

menyembunyian kekurangan dirinya. Hal ini menyebabkan responden

mengisi L-MMPI dengan tidak jujur. Nilai batas skala adalah 10. Hal itu

Dokumen terkait