• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KECANDUAN ONLINE GAME DENGAN KECEMASAN PADA REMAJA PENGUNJUNG GAME CENTRE DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN KECANDUAN ONLINE GAME DENGAN KECEMASAN PADA REMAJA PENGUNJUNG GAME CENTRE DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KECANDUAN

ONLINE GAME

DENGAN KECEMASAN

PADA REMAJA PENGUNJUNG

GAME CENTRE

DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Asri Sukawati Putri

G.0009030

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

F.

Identifikasi Variabel Penelitian ... 36

(3)

commit to user

I.

Rancangan Penelitian ... 37

J.

Cara Kerja ... 38

K.

Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

BAB IV PEMBAHASAN ... 48

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 52

A.

Simpulan ... 52

B.

Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(4)

commit to user

ix

TMAS

: Taylor Manifest Anxiety Scale

GABA

: Gamma-Aminobutyric Acid

IKK

: Instrumen Keintiman Keluarga

L-MMPI

: Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory

MMORPGS : Massively Multiplayer Online Role Playing Games

MUD

: Multy User Dungeun

MUD’S

: Multy User Dungeuns

SPSS

: Statistic Program for Social Science

(5)

commit to user

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Gambar 3.1

Rancangan Penelitian

Gambar 4.1

Garis Regresi tentang Hubungan Positif antara Kecanduan

Online

Game dengan Kecemasan

Tabel 4.1.

Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecanduan Online Game

Tabel 4.2.

Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecemasan

Tabel 4.3.

Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecanduan

Online Game

dan Kecemasan

Tabel 4.4.

Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keintiman Keluarga

Tabel 4.5

Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keintiman Keluarga dan

Kecemasan

(6)

commit to user

xi

Lampiran 1

Formulir Biodata dan Inform Consent

Lampiran 2

Kuesioner L-MMPI

Lampiran 3

Kuesioner TMAS

Lampiran 4

Kuesioner Kecanduan Online Game

Lampiran 5

Instrumen Keintiman Keluarga

Lampiran 6

Surat Ijin Penelitian

Lampiran 7

Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian

Lampiran 8

Data Primer Mei 2012

Lampiran 9

Lembar Analisis Statistik

Lampiran 10

Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecanduan

Online Game

Lampiran 11

Tabel 4.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecemasan

Lampiran 12

Tabel 4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecanduan

Online Game dan Kecemasan

Lampiran 13

Tabel 4.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keintiman

Keluarga

Lampiran 14

Tabel 4.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keintiman

Keluarga dan Kecemasan

Lampiran 15

Tabel 4.6. Hasil Analisis Regresi Logistik Tentang Hubungan

antara Kecanduan

Online Game dengan Kecemasan pada Remaja

Pengunjung

Game

Centre

di

Kelurahan

Jebres

dengan

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi di era globalisasi semakin tidak terbendung lagi.

Perkembangan ini muncul sebagai jawaban atas kebutuhan manusia akan

teknologi yang semakin berkembang. Internet hadir sebagai salah satu media

komunikasi baru yang mempengaruhi hampir semua sisi kehidupan manusia.

Seiring dengan perkembangannya internet tidak lagi memiliki fungsi sebagai

perlengkapan studi dan alat bantu pekerjaan. Namun, internet turut berperan

dalam cara seseorang berpikir, berkomunikasi, berelasi, berekreasi, bertingkah

laku, dan mengambil keputusan (Conner, 2007).

Di sisi lain, internet dapat memberikan pengaruh negatif bagi penggunanya

dan dapat menyebabkan kecanduan. Salah satu materi internet yang paling banyak

menyebabkan kecanduan, terutama pada remaja, adalah

online game

(Elia, 2009).

Young (2006), dari hasil penelitiannya, menyatakan bahwa remaja menggunakan

55 jam waktu mereka dalam seminggu untuk bersenang-senang dan 25% dari 55

jam mereka gunakan untuk bermain

online game

.

Online game

dapat didefinisikan sebagai permainan (

games

) yang dapat

(8)

bersifat

persistent

(tetap ada meskipun pemain-pemainnya tidak selalu ikut

bermain) dan

real-time

(waktu berlalu terus) (Chandra, 2006). Kesempurnaan

teknologi grafis dalam

online game

menjadi daya pikat tersendiri bagi pemainnya.

Dalam

online game

pemain tidak perlu mengikuti aturan-aturan di dunia nyata,

pemain dapat mengubah dirinya menjadi sosok yang kuat sehingga selalu

memenangkan pertandingan dan memilih karakter tertentu yang berbeda dengan

karakter dirinya. Sehingga, pada umumnya pemain sulit meninggalkan komputer

karena harus selalu bertahan dan menang (Elia, 2009).

Lamanya seseorang bermain

online game

dapat ditentukan dari motif-motif

yang dimilikinya, seperti motif untuk mendapatkan informasi/pengetahuan (motif

kognitif), motif kepuasan emosional/kesenangan (motif afektif), motif

memperkuat

kepercayaan

dirinya

(motif

personal

integrative),

motif

bersosialisasi (motif

social integrative),

dan juga untuk melepaskan

ketegangan/lari dari masalah (motif pelepasan ketegangan) (Farzana, 2011).

Semakin kuat motif yang dimiliki pemain maka semakin banyak waktu yang

digunakan untuk bermain

online game

dan selanjutnya dapat menuju ke arah

tanda-tanda kecanduan (Young, 2006).

Istilah kecanduan

online game

muncul sebagai perpanjangan dari istilah

kecanduan internet, yaitu penggunaan nternet yang berlebihan pada kehidupan

pribadi (Hall & Parsons, 2001). Pada tahun 2002, Nicholas Yee (2002)

(9)

perempuan usia 12-22 tahun yang bermain

online game

menganggap diri mereka

kecanduan terhadap

online game

.

Kecanduan

online game

pada remaja telah menjadi fenomena dunia. Beberapa

negara, seperti Korea, China dan Vietnam sudah menerapkan beberapa peraturan

dalam menangani fenomena ini yaitu dengan cara menerapkan jam malam bagi

para

gamer

atau menutup beberapa situs

online game

(Rachmatunisa, 2010;

Heriyanto, 2011). Fenomena ini juga menjadi masalah tersendiri bagi keluarga.

Seorang anak yang mengalami kecanduan

online game

akan menarik dirinya dari

lingkungan sosial, melakukan segala cara agar pemain dapat terus bermain

online

game

, salah satu contohnya yaitu

seorang remaja di Surabaya yang kedapatan

menjual pil koplo untuk bermain

online game

(Hadi, 2009). Selain itu juga orang

tua merasa anaknya berubah setelah bermain

online game

, anak menjadi lebih

mudah marah, cenderung pendiam, dan menjadi penentang (Young, 2006)

Seorang yang sudah mengalami kecanduan

online game

akan lebih menyukai

kehidupan virtual dalam

online game

dan menarik diri dari lingkungan sosialnya

(Howard & Jacob, 2009; Lee, 2007). Melalui penelitiannya Hussain (dalam

Achab

et.al

, 2011) menyatakan bahwa semakin seseorang kecanduan

online game

maka akan lebih merasa cemas dibandingkan merasa senang. Selain itu, Brian dan

Hastings (2005) menyatakan bahwa seorang pecandu

online game

akan merasa

(10)

kecanduan

online game

yaitu

withdrawal symptoms

.

Withdrawl symptoms

adalah

perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena penggunaan internet dikurangi

atau tidak dilanjutkan dan berpengaruh pada fisik (seperti pusing, insomnia)

maupun psikis (seperti cemas, mudah marah).

Cemas atau kecemasan adalah keadaan tegang yang berlebihan tidak pada

tempatnya yang ditandai dengan perasaan khawatir, tidak menentu, atau takut

(Maramis, 2009). Kecemasan dapat berupa perasaan gelisah yang subjektif,

sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah), atau respon fisiologis yang

bersumber dari otak dan tercermin dalam bentuk peningkatan denyut jantung dan

ketegangan otot (Barlow, 2006). Ada banyak hal yang dapat menyebabkan

kecemasan yaitu karena perasaan takut akan penolakkan interpersonal, trauma,

konflik, rasa bersalah, menghindari situasi tertentu, atau bisa juga karena

terhalangnya usaha seseorang untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan (Stuart,

2006).

Remaja sangat rentan mengalami kecemasan. Berbagai penelitian menyatakan

bahwa 5%-50% remaja dalam suatu populasi mengalami kecemasan. Hal ini

karena dalam perkembangan masa remaja, terdapat banyak perubahan dalam diri

dan lingkungannya. Oleh karena itu, dukungan dan bimbingan dari keluarga

terutama orang tua sangat penting dalam mengarahkan perkembangan remaja

(Dinkes SulSel, 2011). Dukungan sosial, terutama keluarga, akan mengurangi

reaksi fisik dan emosional terhadap pemicu kecemasan atau stres (Barlow, 2006).

(11)

remaja menjadi pribadi yang kurang percaya diri dan hal ini dapat mengarah pada

kejadian depresi dan kecemasan (Dinkes SulSel, 2011).

Oleh karena itu, berdasarkan fakta-fakta tersebut peneliti tertarik untuk

mengatahui adakah hubungan kecanduan

online game

dengan kecemasan pada

remaja pengunjung

game centre

di Wilayah Jebres, Surakarta.

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

Adakah hubungan hubungan kecanduan

online game

dengan

kecemasan pada remaja pengunjung

game centre

di Kelurahan Jebres

Surakarta?

C.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan kecanduan

online

game

dengan kecemasan pada remaja pengunjung

game centre

di Kelurahan

(12)

D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah

mengenai hubungan kecanduan

online game

dengan kecemasan pada remaja

pengunjung

game centre

di Kelurahan Jebres Surakarta, agar dapat digunakan

sebagai dasar penelitian lebih lanjut.

2.

Manfaat Aplikatif

a.

Bagi Remaja : Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat remaja

mengerti dan memperhatikan adanya hubungan

online game

dengan faktor

kecemasan dan kemudian mampu mengurangi jumlah remaja yang

kecanduan

online game

.

b.

Bagi Orangtua : Dengan berhasilnya penelitian ini diharapkan para

orangtua mampu melindungi anak remajanya dari kecemasan dan

kecanduan

online game

.

c.

Bagi Masyarakat : Dengan berkurangnya jumlah remaja yang kecanduan

online game

diharapkan lebih banyak remaja yang memanfaatkan

(13)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

Tinjauan Pustaka

1.

Kecemasan

a.

Definisi Kecemasan

Kecemasan dapat diartikan sebagai keadaan tegang yang berlebihan

tidak pada tempatnya yang ditandai dengan perasaan khawatir, tidak

menentu, atau takut (Maramis, 2009). Definisi lain mengenai kecemasan

yaitu rasa khawatir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi disertai

dengan gejala somatik yang menandakan adanya aktivitas yang

berlebihan dari susunan saraf pusat autonomik (Scaphiro, 2003).

Sedangkan Menurut Stuart (2006) definisi kecemasan merupakan

kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan

tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek

spesifik kecemasan dialami secara subyektif dan dikomunikasikan

secara interpersonal dan berada dalam suatu rentang

Kecemasan merupakan suatu fenomena kompleks yang menandakan

adanya dinamika kehidupan dan bagian dari proses psikis yang

memberikan isyarat fisik dan mental bahwa terdapat perubahan internal

(14)

b.

Epidemiologi Kecemasan

National Comorbidity Study

menyatakan bahwa sedikitnya satu di

antara empat orang yang memenuhi kriteria, mengalami kecemasan.

Sebuah meta-analisis terhadap 46 studi menemukan bahwa sekitar 17%

orang suatu saat pernah mengalami kecemasan (Pinel, 2009). Gangguan

cemas merupakan gangguan yang banyak terjadi pada anak dan remaja.

Prevalensi yang diperoleh dari berbagai penelitian didapatkan bahwa

5%-50% remaja dalam suatu populasi mengalami kecemasan (Dinkes

SulSel, 2011).

c.

Etiologi Kecemasan

1)

Teori Psikososial

Berdasarkan ilmu psikologis, Stuart (2006) mengemukakan

bahwa penyebab kecemasan dapat dipahami melalui berbagai teori, di

antaranya yaitu:

a)

Teori psikoanalitis Freud: teori ini mengidentifikasi kecemasan

sebagai konflik emosional yang terjdi antara dua elemen

kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting

dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani

dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menengahi

tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi

(15)

b)

Teori interpersonal Sullifan: teori ini menjelaskan bahwa kecemasan

timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakkan

interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan

trauma, individu dengan harga diri rendah rentan mengalami

kecemasan yang berat.

c)

Teori perilaku: teori ini menyebutkan kecemasan merupakan produk

frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu

untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli perilaku lain

menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari

berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk meghindari kepedihan.

d)

Teori pembelajaran: teori ini meyakini bahwa individu yang terbiasa

sejak kecil dihadapkan pada suatu ketakutan berlebihan akan lebih

sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.

e)

Teori konflik: teori ini memandang kecemasan sebagai pertentangan

antar dua kepentingan yang berlawanan. Teori ini meyakini adanya

hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan yaitu konflik

menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan

tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang

(16)

2)

Teori Biologis

a)

Sistem saraf otonom

Stresor dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dari

adrenal melalui mekanisme sebagai berikut: ancaman dipersepsi

oleh panca indera, diteruskan ke korteks serebri, kemudian ke

sistem limbik dan

Reticular Activating System

(RAS), lalu ke

hipotalamus

dan

hipofisis.

Kemudian

kelenjar

adrenal

mensekresikan katekolamin dan terjadilah stimulasi saraf

otonom (Mudjaddid, 2006).

b)

Neurotransmiter

Tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan

kecemasan adalah:

(1)

Norepinefrin

Pasien yang menderita gangguan kecemasan mungkin

memiliki sistem noradrenergik yang teregulasi secara buruk.

Pada pasien dengan gangguan kecemasan, khususnya

gangguan panik, memiliki kadar metabolit noradrenergik

yaitu 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) yang

meninggi dalam cairan serebrospinalis dan urin (Saddock,

(17)

(2)

Serotonin

Serotonin mempunyai peranan penting dalam kondisi

kejiwaan seseorang seperti depresi, cemas dan gangguan

obsesif-kompulsif

(Dayan,

2008).

Banyak

penelitian

mengatakan bahwa ketidakseimbangan serotonin mampu

mempengaruhi

mood

yang

pada

akhirnya

akan

menjerumuskan sesorang ke dalam keadaan depresi maupun

cemas. Masalah yang terjadi mungkin produksi serotonin

yang rendah atau dapat juga karena rendahnya kemampuan

reseptor serotonin dalam menangkap serotonin (Bouchez,

2009).

(3)

Gamma-aminobutyric acid

(GABA)

Peranan GABA dalam gangguan kecemasan telah

dibuktikan oleh manfaat benzodiazepin sebagai salah satu

obat gangguan kecemasan. Benzodiazepin yang bekerja

meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA terbukti

dapat mengatasi gejala gangguan kecemasan umum bahkan

gangguan panik. Beberapa pasien dengan gangguan

kecemasan diduga memiliki fungsi reseptor GABA yang

(18)

d.

Patofisiologi Kecemasan

Kecemasan adalah respon dari persepsi terancam yang diterima oeh

sistem saraf pusat akibat adanya rangsangan berupa pengalaman masa

lalu dan faktor genetik. Rangsangan tersebut dipersepsikan oleh panca

indra, diteruskan dan direspon oleh sistem saraf pusat yang melibatkan

cortex cerebri

diteruskan ke

limbic system

lalu ke

reticular activating

system

kemudian ke

hypothalamus

yang memberikan impuls ke

kelenjar adrenal, selanjutnya memacu sistem saraf otonom (Mudjadid,

2007).

e.

Jenis dan Tingkat Kecemasan

Klasifikasi gangguan kecemasan menurut

Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders

edisi IV Teks Revisi (DSM-IV-TR), yaitu

1)

Kecemasan menyeluruh

2)

Kecemasan berhubungan dengan kondisi medis

3)

Panik adalah serangan tidak terduga dan spontan yang terdiri atas

periode rasa takut intens sampai sedikit serangan selama satu tahun.

4)

Panik dengan atau tanpa agoraphobia. Agoraphobia yaitu rasa takut

berada sendirian di tempat umum dimana terdapat banyak

orang/keramaian, berpergian ke luar rumah, atau berpergian

sendirian.

(19)

6)

Spesifik phobia yaitu kecemasan yang terbatas pada adanya objek

atau situasi tertentu

7)

Phobia sosial yaitu rasa takut yang menetap dan kuat akan situasi

yang menimbulkan rasa malu.

8)

Obsesif kompulsif adalah pikiran atau sensasi berulang untuk

melakukan perilaku yang disadari dan standar secara berulang.

9)

Post-traumatic disorder

(Sadock, 2010).

Respon seseorang terhadap kecemasan tergantung dari tingkat

kecemasan yang dideritanya. Peplau membagi tingkat kecemasan menjadi

empat (Videbeck, 2008), yaitu:

1)

Kecemasan ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu

masih waspada serta lapang persepsinya meluas. Dapat memotivasi

individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif

dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

2)

Kecemasan sedang

Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,

terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu

(20)

3)

Kecemasan berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada

detail yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal lain.

Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu

banyak perhatian atau arahan untuk terfokus pada area lain.

4)

Kecemasan berat sekali atau panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Karena

hilangnya kontrol maka tidak mampu melakukan apapun meskipun

dengan perintah. Terjadi peningkatan aktifitas motorik, berkurangnya

kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi

dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif.

Biasanya disertai disorganisasi kepribadian

f.

Gejala Kecemasan

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan pada orang yang

mengalami gangguan kecemasan, yaitu :

1)

Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,

mudah tersinggung dan marah.

2)

Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

3)

Takut sendirian, takut keramaian, dan banyak orang.

4)

Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

(21)

6)

Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

pendengaran berdenging, jantung berdebar-debar, sesak nafas,

gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain

sebagainya (Hawari, 2008).

g.

Kriteria Diagnosis

Diagnosis kecemasan dapat ditegakkan bila terdapat tiga atau lebih

dari gejala mudah marah, gelisah, tegang, mudah lelah, kesulitan

konsentrasi atau pikiran kosong, dan gangguan pola tidur (Murtagh,

2003).

Sedangkan berdasarkan kriteria pada DSM-IV-TR, fitur-fitur

kecemasan menyeluruh meliputi :

1)

Kecemasan dan kekhawatiran eksesif selama enam bulan atau lebih,

tentang sejumlah kejadian atau aktivitas.

2)

Kesulitan dalam mengontrol kekhawatiran

3)

Manunjukkan minimal tiga di antara gejala-gejala yaitu :

a)

Kegelisahan atau perasaan tegang

b)

Menjadi mudah lelah

c)

Sulit berkonsentrasi

d)

Iritabilitas

(22)

5)

Kecemasan tidak terbatas pada sebuah isu tertentu (Barlow dan

Durand, 2006)

h.

Penatalaksanaan

Terdapat tiga teori atau pendekatan mengenai penatalaksanaan

kecemasan, yaitu :

1)

Perspektif biologis. Pendekatan ini terfokus pada penggunaan

obat-obatan untuk meredam

symptom

kecemasan. Namun, penggunaan

obat dapat menyebabkan ketergantungan, sindrom putus obat, dan

masalah potensial. Oleh karena itu, dikombinasikan dengan terapi

cognitive behavioural.

2)

Teori psikodinamika. Teori ini lebih menjajaki sumber kecemasan

yang berasal dari keadaan sekarang, dan mendorong pasien

mengembangkan tingkah yang adaptif.

3)

Pendekatan humanistik. Pendekatan ini bertujuan untuk memahami

orang dan mengekspresikan bakat serta perasaannya yang

sesungguhnya ( Nevid, 2005).

2.

Remaja

a.

Definisi Remaja

Remaja berasal dari bahasa latin “

adolescere

” yang berarti tumbuh ke

(23)

kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis

(Widyastuti, 2009).

Menurut Monks (1998), batasan usia remaja adalah antara 12 tahun

sampai 21 tahun. Batasan usia remaja terbagi atas tiga fase, yaitu: fase

remaja awal (12-15 tahun), fase remaja pertengahan (15-18 tahun), fase

remaja akhir (18-21 tahun) (Hurlock, 1999).

1)

Ciri-ciri Perubahan Masa Remaja

Menurut Pinem (2009), ciri-ciri perubahan masa remaja adalah

sebagai berikut :

a)

Perubahan nonfisik

Perkembangan nonfisik pada remaja dibagi menjadi 3 tahap yaitu:

(1)

Masa remaja awal (12-15 tahun). Pada masa ini remaja cenderung

merasa ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai

berfikir abstrak, dan lebih banyak memperhatikan keadaan

tubuhnya.

(2)

Masa remaja tengah (15-18 tahun). Pada masa ini remaja mulai

mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal

tentang aktivitas seksual, dan mempunyai rasa cinta yang

mendalam.

(24)

mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, dan

pengungkapan kebebasan diri.

b)

Perubahan fisik pada masa remaja

Perubahan fisik remaja antara lain yaitu:

(1)

Pada remaja laki-laki muncul tanda seks primer yaitu mimpi

basah. Muncul tanda-tanda seks sekunder yaitu tumbuhnya

jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi

dan ejakulasi, suara bertambah besar, dada lebih lebar, badan

berotot, tumbuh kumis di atas bibir, jambang dan rambut di

sekitar kemaluan dan ketiak.

(2)

Pada remaja perempuan muncul tanda seks primer yaitu terjadi

haid yang pertama (menarche). Muncul tanda seks skunder

yaitu pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, tumbuh

rambut di sekitar kemaluan dan ketiak, payudara membesar.

c)

Perubahan Kejiwaan

Perubahan kejiwaan yang dialami remaja meliputi :

(1)

Perubahan emosi yaitu: sensitif (mudah menangis, cemas,

tertawa dan frustasi), mudah bereaksi terhadap rangsangan dari

luar, agresif sehingga mudah berkelahi.

(2)

Perkembangan inteligensia yaitu: mampu berfikir abstrak dan

senang memberi kritik, ingin mengetahui hal-hal yang baru

(25)

Pada masa-masa ini dukungan dan pengawasan dari orang tua penting

untuk mengarahkan remaja pada hal-hal positif. Orang tua yang suka

mengeritik atau menghukum akan memberikan kesan bahwa orang tua tidak

menghargai anak, akibatnya anak akan menyerap pandangan negatif itu

terhadap dirinya, sehingga anak tidak memiliki rasa percaya diri. Remaja

dengan kepercayaan diri yang rendah seringkali tidak dapat menyesuaikan

diri terhadap lingkungannya. Depresi dan kecemasan yang terjadi pada

remaja berkaitan dengan kepercayaan diri yang rendah karena merasa tak

berdaya menghadapi kesulitan dalam kehidupan. Kepercayaan bahwa dirinya

berguna dan kasih sayang dari keluarga dapat membangun kepercayaan diri

seorang anak. (Dinkes SulSel, 2011).

1.

Online Game

Online game

dapat didefinisikan sebagai permainan (

games

) yang

dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang digunakan

pemain dihubungkan oleh suatu jaringan, umumnya Internet (Adams

,2007).

Online game

mempunyai arena-arena bermain yang bersifat

persistent

(tetap ada meskipun pemain-pemainnya tidak selalu ikut bermain)

dan

real-time

(waktu berlalu terus) (Chandra, 2006).

Perkembangan

online game

dimulai dengan munculnya

Multi-User

(26)

Massively Multiplayer Online Role-Playing Games

(MMORPGs) yang

merupakan turunan dari MUDs membuat ratusan ribu orang kini

berinteraksi setiap hari dengan permainan komputer

(Woodcock dalam

Ducheneaut, 2004).

Sampai saat ini MMORPGs merupakan jenis

online

game

yang paling sering dimainkan. Jenis

online game

ini umumnya

berfokus pada penggunaan karakter atau avatar dalam latar dunia fiksi.

MMORPGs adalah sebuah permainan internet dimana para pemain

memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan beberapa ribu pemain dari

seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain

dapat mengontrol karakternya sendiri, dimana pemain harus melaksanakan

berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter

pemain lainnya (Young, 2006). Selain dua jenis

game

di atas terdapat

beberapa jenis

online game

s lain yaitu

First Person Shooter

(FPS),

Real-Time Strategy, Cross-platform online

, dan

Browser games

Orang yang mempunyai kegemaran bermain

game

disebut sebagai

Gamer

s. Selain itu, seseorang dapat dikatakan sebagai

gamer

s jika dia

meluangkan waktu 6,5 jam sampai 39,3 jam perminggu untuk bermain

game

dan mengetahui banyak hal mengenai

game

. (Thorsen, 2007)

Dalam bermain

online game

seseorang didasarkan pada motif-motif

tertentu. Motif diartikan sebagai kekuatan (energi) dalam diri seseorang

yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam

(27)

Motif-motif tersebut yang mendorong seseorang untuk terus bermain

online

game

. Farzana (2011), berdasarkan teori West dan Turner mengenai

motivasi, membagi motif-motif yang mendasari seorang remaja dalam

bermain

online game

sebagai berikut :

a.

Motif Kognitif

Motif kognitif diartikan sebagai kebutuhan

gamer

untuk

mendapatkan informasi, pengetahuan, eksplorasi realitas, pengertian,

pemahaman tentang lingkungan sekitar. Indikator motif kognitif

meliputi:

1)

Bermain

game

untuk mencari informasi tentang peristiwa dan

kondisi yang berkaitan dengan lingkungan.

2)

Bermain

game

untuk mencari bimbingan yang menyangkut

berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal-hal yang berkaitan

dengan penentuan pilihan.

3)

Bermain

game

sebagai sarana belajar.

4)

Bermain

game

sebagai sarana untuk memperoleh rasa damai

melalui penambahan pengetahuan.

b.

Motif Afektif

Motif afektif diartikan sebagai kebutuhan

gamer

yang berkaitan

(28)

menekankan pada aspek perasaan dan kebutuhan mencapai tingkat

emosional tertentu. Suatu kebutuhan, keinginan dan hasrat yang

terpenuhi dapat berubah menjadi ketegangan yang setelah mencapai

tingkat tertentu menimbulkan dorongan. Indikator motif afektif ini

meliputi

1)

Bermain

game

sebagai sarana penyaluran emosi.

2)

Bermain

game

sebagai sarana penyaluran pada seni seperti gambar

dan suara.

3)

Bermain

game

untuk memperoleh kenikmatan jiwa estetis.

c.

Motif

Personal Integrative

Motif

personal integrative

diartikan sebagai kebutuhan

gamer

yang

berkaitan dengan peningkatan harga diri seseorang, seperti

memperkuat kredibilitas/kepercayaan, percaya diri, kesetiaan dan

status seseorang. Motif ini mendorong

gamer

dalam bermain untuk

memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam hidup.

Indikator motif

personal integrative

meliputi:

1)

Bermain

game

untuk memenuhi penunjang nilai-nilai pribadi.

2)

Bermain

game

menemukan model perilaku.

3)

Bermain

game

sebagai sarana mengidentifikasikan diri dengan

nilai-nilai lain dalam media.

4)

Bermain

game

sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman

(29)

d.

Motif

Social Integrative

Motif

social integrative

diartikan sebagai kebutuhan

gamer

untuk

bersosialisasi dengan sekelilingnya seperti peningkatan hubungan

dengan keluarga, teman dan seterusnya. Motif ini mendorong

gamer

untuk bermain

game

demi kelangsungan hubungannya dengan orang

lain. Indikator motif

social integrative

meliputi:

1)

Bermain

game

sebagai sarana memperoleh pengetahuan tentang

keadaan orang lain.

2)

Bermain

game

untuk mengidentifikasikan diri dengan orang lain,

dan meningkatkan rasa memiliki.

3)

Bermain

game

untuk menemukan bahan percakapan dan interaksi

sosial.

4)

Bermain

game

sebagai sarana memperoleh teman.

5)

Bermain

game

sebagai sarana membantu menjalankan peran

sosial.

6)

Bermain

game

sebagai sarana menghubungi orang lain.

e.

Motif Pelepasan Ketegangan

Motif pelepasan ketegangan diartikan sebagai kebutuhan

gamer

yang berkaitan dengan hasrat untuk melarikan diri dari kenyataan,

(30)

1)

Bermain

game

untuk melepaskan diri dari permasalahan.

2)

Bermain

game

sebagai sarana bersantai.

3)

Bermain

game

untuk mengisi waktu.

Motif-motif ini berperan dalam menentukan lama seseorang bermain

online game

, sehingga pemain yang menujukkan motivasi yang tinggi

dalam bermain akan menggunakan waktu yang lebih lama untuk bermain

game

yang selanjutnya dapat menuju ke arah tanda-tanda kecanduan

(Young, 2006).

2.

Kecanduan

Online Game

Kecanduan berasal dari bahasa Latin yaitu

addicere

, yang berarti untuk

menjatuhkan atau memvonis (Carlson, 2005). Dahulu istilah kecanduan atau

addiction

hanya terbatas pada penggunaan obat-obatan psikoaktif, sehingga

pada tahun 1964 World Health Organization (WHO) mengganti konsep

kecanduan

menjadi

ketergantungan

(

dependence

),

karena

istilah

ketergantungan bisa digunakan secara umum tidak hanya mengacu pada

penggunaan obat-obatan psikoaktif tapi juga berkaitan dengan unsur fisik

dan psikis sesorang.

Schwausch dan Chung (2005) mendefinisikan kecanduan dalam dua

kategori yaitu kegagalan yang berulang-ulang dalam mengontrol suatu

perilaku dan berlanjutnya suatu perilaku yang berulang-ulang walaupun

(31)

Istilah

Online Game Addiction

(kecanduan

online game

) dicetuskan

pertama kali oleh Goldberg pada tahun 1995 sebagai perpanjangan dari

Internet Addiction

(kecanduan internet). Istilah

Internet Addiction

mulanya

digunakan untuk menggambarkan penggunaan Internet yang berlebihan

pada kehidupan pribadi. Sama halnya dengan penyalahgunaan obat-obatan

psikoaktif, kecanduan tersebut dapat merusak fisik maupun emosional

penggunanya (Goldberg, 1996).

Seseorang yang sudah mengalami kecanduan baik itu terhadap internet

maupun

online game

akan lebih menyukai kehidupan

online

di dalam dunia

virtual dan mulai melalaikan kehidupan di sekitarnya (Howard & Jacob,

2009: Lee, 2007). Brian dan Hastings (2005) mengungkapkan bahwa

seseorang yang mengalami kecanduan

online game

akan merasa cemas dan

depresi ketika tidak sedang memainkannya. Selain itu dari hasil penelitian

Hussain (dalam Achab et al, 2011) didapatkan bahwa semakin seseorang

kecanduan

online game

maka akan lebih merasa cemas dan menjadi mudah

marah (

irritable)

dibandingkan merasa senang. Selain itu, dari hasil

berbagai penelitian didapatkan bahwa seorang pecandu memiliki kadar

serotonin yang rendah. Hal inilah yang dapat mengarahkan seorang pecandu

pada kejadian cemas maupun depresi (Jairam, 2009)

(32)

game

22,72 jam perminggu dan dapat bermain selama 10 jam tanpa henti

(Schwausch dan Chung, 2005).

Menurut Griffiths (2005) terdapat enam komponen yang dapat

menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu internet.

Komponen itu adalah sebagai berikut:

a.

Salience

Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas

yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran

sehingga individu menghabiskan sebagian besar waktunya untuk

berpikir mengenai internet (pre-okupasi atau gangguan kognitif),

perasaan (merasa sangat butuh), dan tingkah laku (kemunduran dalam

perilaku sosial).

b.

Mood modification

Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana

perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stres) saat perilaku

kecanduan itu muncul.

c.

Tolerance

Hal ini merupakan proses dimana terjadinya peningkatan jumlah

penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari

mood.

Demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet meningkat secara

mencolok. Kepuasaan yang diperoleh dalam menggunakan internet

(33)

secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya

seperti sebelumnya, maka pemakaian secara berangsur-angsur harus

meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya

pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama

seperti jumlah waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang

lama.

d.

Withdrawal symptoms

Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi

karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan

berpengaruh pada fisik (seperti pusing, insomnia) atau psikologis

seseorang (misalnya, cemas, mudah marah atau

moodiness

).

e.

Conflict

Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet

dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam

tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik

yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa

kurangnya

kontrol)

yang

diakibatkan

karena

terlalu

banyak

menghabiskan waktu bermain internet.

f.

Relapse

(34)

Dr Kimberly Young menyusun 8 pertanyaan untuk mengidentifikasi

apakah seseorang itu mengalami kecanduan

online game

atau tidak.

Pertanyaan- pertanyaan tersebut adalah :

a.

Apakah jumlah waktu yang anda gunakan dalam bermain

online game

terus bertambah hingga anda mencapai kepuasan?

b.

Apakah anda memikirkan kapan anda akan bermain

online game

saat

anda sedang

offline

?

c.

Apakah anda berbohong kepada teman dan anggota keluarga untuk

menyembunyikan sejauh mana aktivitas

online game

anda?

d.

Apakah anda merasa gelisah atau marah ketika mencoba untuk

mengurangi atau menghentikan perilaku bermain

online game

?

e.

Apakah anda berusaha mengulangi usaha anda yang tidak berhasil untuk

mengontrol, mengurangi, dan menghentikan bermain

online game

?

f.

Apakah anda menggunakan

game

sebagai cara untuk melarikan diri dari

masalah atau mengurangi perasaan tidak berdaya, rasa bersalah,

kecemasan, atau depresi?

g.

Apakah hubungan anda dengan orang lain terancam karena kebiasaan

bermain

online game

anda?

h.

Apakah anda terancam dalam hal pekerjaan, pendidikan, atau peluang

(35)

Berdasarkan delapan pertanyaan di atas, seseorang dikategorikan

sebagai pecandu

game online

jika menjawab “ya” pada lima pertanyaan atau

lebih (Young, 2006).

3.

L-MMPI (

Lie Scale Minnesota Multiphasic Personality Inventory

)

L-MMPI adalah skala validitas yang berfungsi mengidentifikasi hasil

yang mungkin

invalid

atau ketidakjujuran subjek penelitian (Azwar, 2009).

Tes ini pertama-tama dikembangkan oleh Strake Hathway dan J.C

McKinley pada tahun 1930-an dan dikembangkan di Amerika Serikat pada

tahun 1940.

Skala L-MMPI berisi 15 butir pertanyaan untuk dijawab responden

dengan “ya” bila butir pertanyaan dalam L-MMPI sesuai dengan perasaan

dan keadaan responden, dan “tidak” bila tidak sesuai dengan perasaan

dan keadaan responden (Semiun, 2010). Skor

≥ 10 menandakan subjek

berusaha menampakkan diri sebaik mungkin di hadapan orang lain dan

menyembunyian kekurangan dirinya. Hal ini menyebabkan responden

mengisi L-MMPI dengan tidak jujur. Nilai batas skala adalah 10. Hal itu

berarti responden menjawab “tidak” sebanyak

≥ 10. Dalam hal ini data

responden dinyatakan

invalid

(Semiun, 2010).

4.

Taylor Manifest Anxiety Scale (

TMAS)

(36)

jawaban “ya” atau “tidak” sesuai keadaan dirinya dengan member tanda (V)

pada kolom jawaban “ya” atau “tidak” (Azwar, 2009).

Jawaban dari pernyataan-pernyataan tersebut harus memperhatikan

hal-hal berikut :

a.

Butir-butir pernyataan yang sesuai untuk kecemasan atau

favourable

, yaitu nomor 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 21,

22, 23, 24, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 45,

46, 47, 48, dan 49 (35 butir)

b.

Butir-butir pernyataan yang tidak sesuai untuk kecemasan atau

unfavourable

, yaitu 1, 3, 4, 9, 12, 15, 18, 20, 25, 29, 35, 38, 43, 44,

dan 50 (15 butir).

(Sudiyanto, 2003)

Pernyataan

favourable

yang dijawab dengan jawaban “ya” diberi nilai 1

dan jawaban “tidak” diberi nilai 0. Sedangkan pernyataan

unfavourable

yang dijawab dengan “ya” diberi nilai 0 dan jawaban “tidak” diberi nilai 1.

Jumlah skor TMAS < 21 dinyatakan tidak cemas dan skor TMAS

≥ 21

dinyatakan cemas (Azwar, 2009).

5.

Kuesioner Kecanduan

Online Game

Dr. Kimberly Young menyusun kriteria mengenai kecanduan

game

(37)

“tidak”. Responden dikatakan mengalami kecanduan

online game

apabila

menjawab “ya” pada lima pertanyaan atau lebih.

6.

Instrumen Keintiman Keluarga (IKK)

IKK adalah daftar pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui

kedekatan hubungan responden dengan orangtuanya. Instrumen ini terdiri

dari 12 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban. Derajat keintiman kelurga

dinilai dari rumus :

skor tertinggi + skor terendah

2

Responden dikatakan memiliki derajat keintiman keluarga yang rendah

jika skornya kurang dari rata-rata, dan sebaliknya responden dikatakan

memiliki derajat keintiman keluarga yang tinggi jika skornya lebih dari

(38)

commit to user

(39)

C.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah: terdapat hubungan antara kecanduan

online game

dengan kecemasan pada remaja pengunjung

game centre

di

(40)

commit to user

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

cross sectional

(Nursalam, 2008).

B.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di sejumlah

game centre

di Kelurahan Jebres pada

bulan Maret sampai April 2012.

C.

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah remaja pengunjung

game centre

di Kelurahan Jebres,

dengan kriteria sebagai berikut :

1.

Kriteria Inklusi

a.

Remaja (usia 12-21 tahun) pengunjung

game centre

wilayah Jebres.

b.

Telah memainkan

online game

secara berkesinambungan minimal selama

tiga bulan.

c.

Bersedia mengisi formulir pribadi dan kuesioner

2.

Kriteria Eksklusi

a.

Tidak melengkapi formulir dan kuesioner secara lengkap.

b.

Skor LMMPI ≥ 10.

c.

Menderita penyakit fisik berat atau gangguan jiwa berat

(41)

D.

Besar Sampel

Penelitian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengontrol pengaruh

faktor perancu (

confounding factor

) yang dapat menurunkan validitas penelitian.

Rasio yang dianjurkan antara ukuran sampel dan jumlah variabel independen

(Murti, 2010).

n : jumlah sampel

Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu kecanduan

game

online

dan keintiman keluarga. Dengan demikian sampel yang dibutuhkan untuk

penelitian ini sebesar 30 hingga 40 subyek.

E.

Teknik Sampling

Pengambilan sampel dimulai dengan pengisian formulir biodata dan

kuesioner oleh remaja pengunjung

game centre

di Kelurahan Jebres, kemudian

dari sampel tersebut dilakukan

Purposive Sampling

.

Purposive Sampling

merupakan pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang

dianggap mempunyai keterkaitan dengan karakteristik populasi yang sudah

diketahui sebelumnya ( kriteria inklusi ) (Hariwijaya, 2007).

Peneliti menggunakan tes L-MMPI untuk menghindari penghitungan hasil

yang invalid karena ketidakjujuran responden dalam pengisian kuesioner. Tes

(42)

commit to user

menjawab” dengan nilai batas skala adalah 10, artinya bila nilai responden

≥10

maka jawaban tersebut dikatakan invalid

F.

Identifikasi Variabel

Variabel bebas : Remaja pecandu

game online

Variabel terikat : Kecemasan

Variabel perancu : Keintiman keluarga

G.

Definisi Operasional

1.

Variabel bebas : Remaja pecandu

online game

Remaja pecandu

online game

adalah remaja yang memenuhi kriteria

kecanduan

online game

beradasarkan kuesioner dari Dr Kimberly Young

(Young, 2006). Angka kecanduan diukur dengan skor 1-8.

Variabel ini mempunyai skala interval.

2.

Variabel terikat : Kecemasan

Kecemasan diukur dengan kuesioner TMAS (

Taylor Manifest Anxiety

Scale) .

Responden dikatakan cemas jika skor TMAS

≥ 21 dan tidak cemas

jika skor TMAS < 21 (Azwar, 2009).

Variabel ini mempunyai skala nominal.

3.

Variabel Perancu:Keintiman keluarga

Keintiman keluarga diukur dengan Instrumen Keintiman Keluarga (IKK).

Keintiman keluarga tinggi jika skornya lebih dari nilai rata-rata dan keintiman

keluarga rendah jika skornya di bawah nilai rata-rata (Sudiyanto dkk, 1992).

(43)

H.

Instrumen Penelitian

Instrument yang dibutuhkan antara lain:

1.

Biodata dan

Informed Consent

2.

Kuesioner L-MMPI

3.

Kuesioner Kecanduan

Online Game

4.

Kuesioner TMAS

5.

Kuesioner IKK

I.

Rancangan Penelitian

Gambar 3.1.

Skema Rancangan Penelitian

Analisis data

Remaja Pengunjung Game Centre Wilayah Jebres

Purposivesampling

Formulir biodata, kuisoner L-MMPI

Kuesioner Kecanduan Online Game

TMAS Instrumen Keintiman

(44)

commit to user

J.

Cara Kerja

1

Peneliti mencari responden di sejumlah

Game Centre

yang berada di Wilayah

Jebres dan meminta ijin untuk penelitian.

2

Peneliti meminta responden untuk bersedia mengisi data dan kuesioner untuk

penelitian (dengan

informed consent

)

3

Responden mengisi formulir biodata, kuesioner L-MMPI, kuesioner TMAS,

kuesioner

online game addiction

dan IKK

4

Memilih Responden yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan sampel

penelitian.

5

Melakukan uji statistik dari hasil kuesioner kecanduan

online game,

TMAS

dan IKK.

6

Menganalisis hasil uji statistik untuk mengetahui adakah hubungan antara

skala kecanduan

online game

dengan kecemasan pada remaja di Kelurahan

Jebres, Surakarta.

K.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis multivariat

yaitu model analisis regresi logistik ganda menggunakan program

Statistical

Program for Social Science

(SPSS)

versi 17.0

for windows

. Analisis regresi

logistik adalah salah satu bentuk analisis data dengan menggunakan teknik

regresi yang dapat diaplikasikan ketika ingin mengetahui hubungan antara

(45)

online game

dan keintiman keluarga) dimana variabel terikat berbentuk

kategorik (Kutner

et.,

al, 2007).

Persamaan model analisis regresi linear berganda adalah:

Keterangan:

p

= probabilitas untuk terjadinya kecemasan

1-p

= probabilitas untuk tidak terjadinya kecemasan

x

1

= kecanduan

game online

( skor: 1-8)

x

2

= keintiman keluarga ( 0: Ya, 1: Tidak)

b

1

= koefisien regresi

online game

b

2

= koefisien regresi keintiman keluarga.

a

= konstan adalah perkiraan besarnya rata-rata variabel p ketika

nilai variabel x

1

= 0. Dengan kata lain, meskipun tanpa pengaruh suatu

variabel independen, variabel p sudah memiliki suatu nilai tertentu

yang konstan sifatnya.

Analisis regresi logistik ganda ini merupakan alat statistik yang sangat

kuat untuk menganalisis hubungan antara paparan (kecanduan

online game

)

dan efek (kecemasan) dengan mengendalikan pengaruh sejumlah faktor

perancu potensial (keintiman keluarga). Dengan menggunakan analisis regresi

(46)

commit to user

logistik berganda diharapkan penelitian akan lebih valid karena telah

(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.

Hasil Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah

remaja pemain

online game

(

gamer)

usia 12-21 tahun, yang keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki, yang bermain

di

game centre

di Wilayah Kelurahan Jebres, Surakarta. Penelitian telah

dilakukan pada tanggal 20 Maret-5 Mei 2012 di seluruh

game centre

di Kelurahan

Jebres yang berjumlah 5

game centre

. Pada penelitian ini didapatkan 42

gamer

sebagai sampel. Dari total sampel yang didapat yang memenuhi kriteria inklusi

sebanyak 35

gamer

, dan sebanyak 7

gamer

tergolong dalam kriteria eksklusi.

Sebanyak 35 responden

gamer

yang memenuhi kriteria inklusi tersebut

seluruhnya digunakan sebagai subjek penelitian.

Tabel 4.1.

Distribusi sampel berdasarkan tingkat kecanduan

online game

No

Skor

Kuesioner

Kecanduan

Kecanduan

Online Game

Frekuensi

1.

0-4

Kecanduan Rendah

25

2.

5-8

Kecanduan Tinggi

10

Jumlah

35

(48)

Berdasarkan skor kuesioner kecanduan

online game

yang diperoleh, sampel

dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok dengan tingkat kecanduan

rendah dengan skor 0-4 dan kelompok dengan tingkat kecanduan tinggi dengan

skor 5-8. Tabel di atas menunjukan bahwa sebanyak 25 sampel tergolong dalam

kelompok tingkat kecanduan rendah dan 10 sampel lainnya tergolong dalam

kelompok tingkat kecanduan tinggi.

Tabel 4.2.

Distribusi sampel berdasarkan kecemasan

No Skor TMAS

Kategori Kecemasan

Frekuensi

1

< 21

Tidak cemas

18

2

>= 21

Cemas

17

Jumlah

35

Sumber : Data Primer Mei 2012

Selanjutnya dilakukan penghitungan skor TMAS untuk mengetahui tingkat

kecemasan sampel. Sampel cemas jika skor TMAS

≥ 21 dan dikatakan tidak

cemas jika skor TMAS < 21. Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 35 sampel 18 di

(49)

Tabel 4.3.

Distribusi sampel berdasarkan tingkat kecemasan dan kecanduan

online game

Sumber : Data Primer Mei 2012

Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi sampel berdasarkan tingkat

kecemasan dan kecanduan

online game, d

ari kelompok yang mengalami

kecanduan rendah terdapat 15 sampel yang tidak mengalami kecemasan dan 10

lainnya mengalami kecemasan. Sedangkan, dari kelompok yang mengalami

kecanduan tinggi terdapat 3 sampel tidak mengalami kecemasan dan 7 lainnya

mengalami kecemasan.

Dalam penelitian ini juga diperhitungkan faktor lain yang diduga dapat

menyebabkan kecemasan pada remaja, yaitu keintiman keluarga. Keintiman

(50)

skor kuesioner IKK, keintiman keluarga dikelompokkan ke dalam 2 (dua)

kategori yaitu keintiman rendah dan keintiman tinggi. Sampel dikatakan

tergolong ke dalam kategori keintiman rendah jika skor kuesioner IKK kurang

dari 25, dan dikatakan tergolong ke dalam kategori keintiman tinggi jika skor

kuesioner IKK lebih dari 25. Angka 25 diperoleh dari :

skor tertinggi + skor terendah

2

=

45+6

2

=

25,5

25

Tabel 4.4.

Distribusi sampel berdasarkan tingkat keintiman keluarga

No Skor IKK

Tingkat Keintiman Keluarga

Frekuensi

1

0-25

Keintiman Rendah

9

2

26-63

Keintiman Tinggi

26

Jumlah

35

Sumber : Data Primer Mei 2012

Berdasarkan perhitungan skor IKK dengan batasan skor 25, didapatkan 9

sampel memiliki tingkat keintiman keluarga yang rendah dan 26 sampel lainnya

(51)

Tabel 4.5.

Distribusi sampel berdasarkan tingkat kecemasan dan keintiman keluarga

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat distribusi sampel berdasarkan tingkat

kecemasan dan keintiman keluarga. Dari 9 sampel yang memiliki keintiman

keluarga rendah terdapat 3 sampel tidak mengalami kecemasan dan 6 sampel

mengalami kecemasan. Sedangkan, dari 26 sampel yang memiliki keintiman

keluarga tinggi terdapat 15 sampel tidak mengalami kecemasan dan 11 sampel

mengalami kecemasan.

B.

Hasil Uji Analisis Regresi Logistik Ganda

Penelitian ini menggunakan model analisis multivariat

regresi logistik dengan

(52)

online game

pada remaja dengan memperhitungkan variabel perancu yakni

keintiman keluarga.

Tabel 4.6.

Hasil analisis regresi logistik tentang hubungan antara kecanduan

online game

dengan kecemasan pada remaja pengunjung

game

centre

di Kelurahan Jebres dengan memperhitungkan variable

keintiman keluarga.

Variabel

OR

CI 95%

p

batas bawah batas atas

Kecanduan

2,86

0,55

14,91

0,212

Keintiman Keluarga Tinggi

0,51

0,09

2,80

0,440

N Observasi

35

Nagelkerke R Square

0,117

-2 Log Likehood

45,265

Berdasarkan hasil uji statistik dapat dilihat adanya hubungan yang secara

statistik tidak signifikan antara kecanduan

online game

dengan kecemasan. Anak

dengan kecanduan

online game

memiliki risiko mengalami kecemasan 2,86 kali

lebih besar daripada yang tidak kecanduan

online game

(OR : 2,86 ; CI 95% 0,55

s/d 14,91) p = 0,212). Begitu pula mengenai hubungan antara keintiman keluarga

(53)

keluarga yang rendah memiliki risiko mengalami kecemasan sebesar 0,51 (OR :

0,51 ; CI 95% 0,09 s/d 2,80) p = 0,440). Nagelkerke R Square 11,7%

menggambarkan model dengan kecanduan dan keintiman keluarga hanya 11,7 %

dari varian kecemasan.

Gambar 4.7 Garis Regresi tentang hubungan positif

Kecanduan

online game

dan kecemasan

Grafik di atas menggambarkan hubungan positif antara kecanduan

online

game

dengan kecemasan. Semakin tinggi tingkat kecanduan remaja terhadap

online game

maka semakin tinggi pula tingkat kecemasan yang dialaminya.

Gambar

Gambar 4.1 Garis Regresi tentang Hubungan Positif antara Kecanduan Online
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian
Tabel 4.1.  Distribusi sampel berdasarkan tingkat kecanduan online game
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan bahan ajar diarahkan agar siswa memiliki kesempatan untuk belajar secara maksimal melalui pembelajaran pendidikan matematika realistik dalam membangun

Hasil ini menunjukkan bahwa profile perusahaan tidak berpengaruh sebagai variabel moderating dalam hubungan antara Corporate social responsibility (CSR) dengan nilai

Peneliti Ni Made Mahadewi 2014 Maoyan 2014 Ming-Chun Han 2014 Kelvin Helio Inegi Archa 2015 Judul Penelitian Pengaruh Kredibilitas Celebrity Endorser dan

Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan pada umumnya terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: Neraca, Laporan laba rugi, Laporan perubahan ekuitas, Laporan

 Kupas kentang terlebih dahulu dan segera masukkan dalam ember yang berisi air, kemudian cuci hingga bersih.  Iris kentang tipis-tipis dengan ketebalan 2 - 2,5 mm, dan rendam

ke-3 sampai dengan hari ke 7 setelah bayi lahir. 1) Menjaga tali pusat dalam keadaaan bersih dan kering. 2) Menjaga

Imam Syafii mengatakan bahwa jika telah terjadi akad dengan memakai pola seperti yang dilarang dalam hadis ini, maka akad tersebut harus dibatalkan dengan alasan

kompetensi pengelolaan usaha mikro dan kecil pada desa energi terbarukan.