HUBUNGAN KECANDUAN
ONLINE GAME
DENGAN KECEMASAN
PADA REMAJA PENGUNJUNG
GAME CENTRE
DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Asri Sukawati Putri
G.0009030
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
F.
Identifikasi Variabel Penelitian ... 36
commit to user
I.
Rancangan Penelitian ... 37
J.
Cara Kerja ... 38
K.
Teknik Analisis Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41
BAB IV PEMBAHASAN ... 48
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 52
A.
Simpulan ... 52
B.
Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
commit to user
ix
TMAS
: Taylor Manifest Anxiety Scale
GABA
: Gamma-Aminobutyric Acid
IKK
: Instrumen Keintiman Keluarga
L-MMPI
: Lie Minnesota Multhiphasic Personality Inventory
MMORPGS : Massively Multiplayer Online Role Playing Games
MUD
: Multy User Dungeun
MUD’S
: Multy User Dungeuns
SPSS
: Statistic Program for Social Science
commit to user
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1
Rancangan Penelitian
Gambar 4.1
Garis Regresi tentang Hubungan Positif antara Kecanduan
Online
Game dengan Kecemasan
Tabel 4.1.
Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecanduan Online Game
Tabel 4.2.
Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Tabel 4.3.
Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecanduan
Online Game
dan Kecemasan
Tabel 4.4.
Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keintiman Keluarga
Tabel 4.5
Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keintiman Keluarga dan
Kecemasan
commit to user
xi
Lampiran 1
Formulir Biodata dan Inform Consent
Lampiran 2
Kuesioner L-MMPI
Lampiran 3
Kuesioner TMAS
Lampiran 4
Kuesioner Kecanduan Online Game
Lampiran 5
Instrumen Keintiman Keluarga
Lampiran 6
Surat Ijin Penelitian
Lampiran 7
Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian
Lampiran 8
Data Primer Mei 2012
Lampiran 9
Lembar Analisis Statistik
Lampiran 10
Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecanduan
Online Game
Lampiran 11
Tabel 4.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Lampiran 12
Tabel 4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Kecanduan
Online Game dan Kecemasan
Lampiran 13
Tabel 4.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keintiman
Keluarga
Lampiran 14
Tabel 4.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keintiman
Keluarga dan Kecemasan
Lampiran 15
Tabel 4.6. Hasil Analisis Regresi Logistik Tentang Hubungan
antara Kecanduan
Online Game dengan Kecemasan pada Remaja
Pengunjung
Game
Centre
di
Kelurahan
Jebres
dengan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi di era globalisasi semakin tidak terbendung lagi.
Perkembangan ini muncul sebagai jawaban atas kebutuhan manusia akan
teknologi yang semakin berkembang. Internet hadir sebagai salah satu media
komunikasi baru yang mempengaruhi hampir semua sisi kehidupan manusia.
Seiring dengan perkembangannya internet tidak lagi memiliki fungsi sebagai
perlengkapan studi dan alat bantu pekerjaan. Namun, internet turut berperan
dalam cara seseorang berpikir, berkomunikasi, berelasi, berekreasi, bertingkah
laku, dan mengambil keputusan (Conner, 2007).
Di sisi lain, internet dapat memberikan pengaruh negatif bagi penggunanya
dan dapat menyebabkan kecanduan. Salah satu materi internet yang paling banyak
menyebabkan kecanduan, terutama pada remaja, adalah
online game
(Elia, 2009).
Young (2006), dari hasil penelitiannya, menyatakan bahwa remaja menggunakan
55 jam waktu mereka dalam seminggu untuk bersenang-senang dan 25% dari 55
jam mereka gunakan untuk bermain
online game
.
Online game
dapat didefinisikan sebagai permainan (
games
) yang dapat
bersifat
persistent
(tetap ada meskipun pemain-pemainnya tidak selalu ikut
bermain) dan
real-time
(waktu berlalu terus) (Chandra, 2006). Kesempurnaan
teknologi grafis dalam
online game
menjadi daya pikat tersendiri bagi pemainnya.
Dalam
online game
pemain tidak perlu mengikuti aturan-aturan di dunia nyata,
pemain dapat mengubah dirinya menjadi sosok yang kuat sehingga selalu
memenangkan pertandingan dan memilih karakter tertentu yang berbeda dengan
karakter dirinya. Sehingga, pada umumnya pemain sulit meninggalkan komputer
karena harus selalu bertahan dan menang (Elia, 2009).
Lamanya seseorang bermain
online game
dapat ditentukan dari motif-motif
yang dimilikinya, seperti motif untuk mendapatkan informasi/pengetahuan (motif
kognitif), motif kepuasan emosional/kesenangan (motif afektif), motif
memperkuat
kepercayaan
dirinya
(motif
personal
integrative),
motif
bersosialisasi (motif
social integrative),
dan juga untuk melepaskan
ketegangan/lari dari masalah (motif pelepasan ketegangan) (Farzana, 2011).
Semakin kuat motif yang dimiliki pemain maka semakin banyak waktu yang
digunakan untuk bermain
online game
dan selanjutnya dapat menuju ke arah
tanda-tanda kecanduan (Young, 2006).
Istilah kecanduan
online game
muncul sebagai perpanjangan dari istilah
kecanduan internet, yaitu penggunaan nternet yang berlebihan pada kehidupan
pribadi (Hall & Parsons, 2001). Pada tahun 2002, Nicholas Yee (2002)
perempuan usia 12-22 tahun yang bermain
online game
menganggap diri mereka
kecanduan terhadap
online game
.
Kecanduan
online game
pada remaja telah menjadi fenomena dunia. Beberapa
negara, seperti Korea, China dan Vietnam sudah menerapkan beberapa peraturan
dalam menangani fenomena ini yaitu dengan cara menerapkan jam malam bagi
para
gamer
atau menutup beberapa situs
online game
(Rachmatunisa, 2010;
Heriyanto, 2011). Fenomena ini juga menjadi masalah tersendiri bagi keluarga.
Seorang anak yang mengalami kecanduan
online game
akan menarik dirinya dari
lingkungan sosial, melakukan segala cara agar pemain dapat terus bermain
online
game
, salah satu contohnya yaitu
seorang remaja di Surabaya yang kedapatan
menjual pil koplo untuk bermain
online game
(Hadi, 2009). Selain itu juga orang
tua merasa anaknya berubah setelah bermain
online game
, anak menjadi lebih
mudah marah, cenderung pendiam, dan menjadi penentang (Young, 2006)
Seorang yang sudah mengalami kecanduan
online game
akan lebih menyukai
kehidupan virtual dalam
online game
dan menarik diri dari lingkungan sosialnya
(Howard & Jacob, 2009; Lee, 2007). Melalui penelitiannya Hussain (dalam
Achab
et.al
, 2011) menyatakan bahwa semakin seseorang kecanduan
online game
maka akan lebih merasa cemas dibandingkan merasa senang. Selain itu, Brian dan
Hastings (2005) menyatakan bahwa seorang pecandu
online game
akan merasa
kecanduan
online game
yaitu
withdrawal symptoms
.
Withdrawl symptoms
adalah
perasaan tidak menyenangkan yang terjadi karena penggunaan internet dikurangi
atau tidak dilanjutkan dan berpengaruh pada fisik (seperti pusing, insomnia)
maupun psikis (seperti cemas, mudah marah).
Cemas atau kecemasan adalah keadaan tegang yang berlebihan tidak pada
tempatnya yang ditandai dengan perasaan khawatir, tidak menentu, atau takut
(Maramis, 2009). Kecemasan dapat berupa perasaan gelisah yang subjektif,
sejumlah perilaku (tampak khawatir dan gelisah), atau respon fisiologis yang
bersumber dari otak dan tercermin dalam bentuk peningkatan denyut jantung dan
ketegangan otot (Barlow, 2006). Ada banyak hal yang dapat menyebabkan
kecemasan yaitu karena perasaan takut akan penolakkan interpersonal, trauma,
konflik, rasa bersalah, menghindari situasi tertentu, atau bisa juga karena
terhalangnya usaha seseorang untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan (Stuart,
2006).
Remaja sangat rentan mengalami kecemasan. Berbagai penelitian menyatakan
bahwa 5%-50% remaja dalam suatu populasi mengalami kecemasan. Hal ini
karena dalam perkembangan masa remaja, terdapat banyak perubahan dalam diri
dan lingkungannya. Oleh karena itu, dukungan dan bimbingan dari keluarga
terutama orang tua sangat penting dalam mengarahkan perkembangan remaja
(Dinkes SulSel, 2011). Dukungan sosial, terutama keluarga, akan mengurangi
reaksi fisik dan emosional terhadap pemicu kecemasan atau stres (Barlow, 2006).
remaja menjadi pribadi yang kurang percaya diri dan hal ini dapat mengarah pada
kejadian depresi dan kecemasan (Dinkes SulSel, 2011).
Oleh karena itu, berdasarkan fakta-fakta tersebut peneliti tertarik untuk
mengatahui adakah hubungan kecanduan
online game
dengan kecemasan pada
remaja pengunjung
game centre
di Wilayah Jebres, Surakarta.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
Adakah hubungan hubungan kecanduan
online game
dengan
kecemasan pada remaja pengunjung
game centre
di Kelurahan Jebres
Surakarta?
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan kecanduan
online
game
dengan kecemasan pada remaja pengunjung
game centre
di Kelurahan
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah
mengenai hubungan kecanduan
online game
dengan kecemasan pada remaja
pengunjung
game centre
di Kelurahan Jebres Surakarta, agar dapat digunakan
sebagai dasar penelitian lebih lanjut.
2.
Manfaat Aplikatif
a.
Bagi Remaja : Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat remaja
mengerti dan memperhatikan adanya hubungan
online game
dengan faktor
kecemasan dan kemudian mampu mengurangi jumlah remaja yang
kecanduan
online game
.
b.
Bagi Orangtua : Dengan berhasilnya penelitian ini diharapkan para
orangtua mampu melindungi anak remajanya dari kecemasan dan
kecanduan
online game
.
c.
Bagi Masyarakat : Dengan berkurangnya jumlah remaja yang kecanduan
online game
diharapkan lebih banyak remaja yang memanfaatkan
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka
1.
Kecemasan
a.
Definisi Kecemasan
Kecemasan dapat diartikan sebagai keadaan tegang yang berlebihan
tidak pada tempatnya yang ditandai dengan perasaan khawatir, tidak
menentu, atau takut (Maramis, 2009). Definisi lain mengenai kecemasan
yaitu rasa khawatir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi disertai
dengan gejala somatik yang menandakan adanya aktivitas yang
berlebihan dari susunan saraf pusat autonomik (Scaphiro, 2003).
Sedangkan Menurut Stuart (2006) definisi kecemasan merupakan
kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan
tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek
spesifik kecemasan dialami secara subyektif dan dikomunikasikan
secara interpersonal dan berada dalam suatu rentang
Kecemasan merupakan suatu fenomena kompleks yang menandakan
adanya dinamika kehidupan dan bagian dari proses psikis yang
memberikan isyarat fisik dan mental bahwa terdapat perubahan internal
b.
Epidemiologi Kecemasan
National Comorbidity Study
menyatakan bahwa sedikitnya satu di
antara empat orang yang memenuhi kriteria, mengalami kecemasan.
Sebuah meta-analisis terhadap 46 studi menemukan bahwa sekitar 17%
orang suatu saat pernah mengalami kecemasan (Pinel, 2009). Gangguan
cemas merupakan gangguan yang banyak terjadi pada anak dan remaja.
Prevalensi yang diperoleh dari berbagai penelitian didapatkan bahwa
5%-50% remaja dalam suatu populasi mengalami kecemasan (Dinkes
SulSel, 2011).
c.
Etiologi Kecemasan
1)
Teori Psikososial
Berdasarkan ilmu psikologis, Stuart (2006) mengemukakan
bahwa penyebab kecemasan dapat dipahami melalui berbagai teori, di
antaranya yaitu:
a)
Teori psikoanalitis Freud: teori ini mengidentifikasi kecemasan
sebagai konflik emosional yang terjdi antara dua elemen
kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting
dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menengahi
tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi
b)
Teori interpersonal Sullifan: teori ini menjelaskan bahwa kecemasan
timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakkan
interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan
trauma, individu dengan harga diri rendah rentan mengalami
kecemasan yang berat.
c)
Teori perilaku: teori ini menyebutkan kecemasan merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli perilaku lain
menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari
berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk meghindari kepedihan.
d)
Teori pembelajaran: teori ini meyakini bahwa individu yang terbiasa
sejak kecil dihadapkan pada suatu ketakutan berlebihan akan lebih
sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.
e)
Teori konflik: teori ini memandang kecemasan sebagai pertentangan
antar dua kepentingan yang berlawanan. Teori ini meyakini adanya
hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan yaitu konflik
menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan
tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang
2)
Teori Biologis
a)
Sistem saraf otonom
Stresor dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dari
adrenal melalui mekanisme sebagai berikut: ancaman dipersepsi
oleh panca indera, diteruskan ke korteks serebri, kemudian ke
sistem limbik dan
Reticular Activating System
(RAS), lalu ke
hipotalamus
dan
hipofisis.
Kemudian
kelenjar
adrenal
mensekresikan katekolamin dan terjadilah stimulasi saraf
otonom (Mudjaddid, 2006).
b)
Neurotransmiter
Tiga neurotransmiter utama yang berhubungan dengan
kecemasan adalah:
(1)
Norepinefrin
Pasien yang menderita gangguan kecemasan mungkin
memiliki sistem noradrenergik yang teregulasi secara buruk.
Pada pasien dengan gangguan kecemasan, khususnya
gangguan panik, memiliki kadar metabolit noradrenergik
yaitu 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) yang
meninggi dalam cairan serebrospinalis dan urin (Saddock,
(2)
Serotonin
Serotonin mempunyai peranan penting dalam kondisi
kejiwaan seseorang seperti depresi, cemas dan gangguan
obsesif-kompulsif
(Dayan,
2008).
Banyak
penelitian
mengatakan bahwa ketidakseimbangan serotonin mampu
mempengaruhi
mood
yang
pada
akhirnya
akan
menjerumuskan sesorang ke dalam keadaan depresi maupun
cemas. Masalah yang terjadi mungkin produksi serotonin
yang rendah atau dapat juga karena rendahnya kemampuan
reseptor serotonin dalam menangkap serotonin (Bouchez,
2009).
(3)
Gamma-aminobutyric acid
(GABA)
Peranan GABA dalam gangguan kecemasan telah
dibuktikan oleh manfaat benzodiazepin sebagai salah satu
obat gangguan kecemasan. Benzodiazepin yang bekerja
meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA terbukti
dapat mengatasi gejala gangguan kecemasan umum bahkan
gangguan panik. Beberapa pasien dengan gangguan
kecemasan diduga memiliki fungsi reseptor GABA yang
d.
Patofisiologi Kecemasan
Kecemasan adalah respon dari persepsi terancam yang diterima oeh
sistem saraf pusat akibat adanya rangsangan berupa pengalaman masa
lalu dan faktor genetik. Rangsangan tersebut dipersepsikan oleh panca
indra, diteruskan dan direspon oleh sistem saraf pusat yang melibatkan
cortex cerebri
diteruskan ke
limbic system
lalu ke
reticular activating
system
kemudian ke
hypothalamus
yang memberikan impuls ke
kelenjar adrenal, selanjutnya memacu sistem saraf otonom (Mudjadid,
2007).
e.
Jenis dan Tingkat Kecemasan
Klasifikasi gangguan kecemasan menurut
Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders
edisi IV Teks Revisi (DSM-IV-TR), yaitu
1)
Kecemasan menyeluruh
2)
Kecemasan berhubungan dengan kondisi medis
3)
Panik adalah serangan tidak terduga dan spontan yang terdiri atas
periode rasa takut intens sampai sedikit serangan selama satu tahun.
4)
Panik dengan atau tanpa agoraphobia. Agoraphobia yaitu rasa takut
berada sendirian di tempat umum dimana terdapat banyak
orang/keramaian, berpergian ke luar rumah, atau berpergian
sendirian.
6)
Spesifik phobia yaitu kecemasan yang terbatas pada adanya objek
atau situasi tertentu
7)
Phobia sosial yaitu rasa takut yang menetap dan kuat akan situasi
yang menimbulkan rasa malu.
8)
Obsesif kompulsif adalah pikiran atau sensasi berulang untuk
melakukan perilaku yang disadari dan standar secara berulang.
9)
Post-traumatic disorder
(Sadock, 2010).
Respon seseorang terhadap kecemasan tergantung dari tingkat
kecemasan yang dideritanya. Peplau membagi tingkat kecemasan menjadi
empat (Videbeck, 2008), yaitu:
1)
Kecemasan ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu
masih waspada serta lapang persepsinya meluas. Dapat memotivasi
individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif
dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
2)
Kecemasan sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,
terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu
3)
Kecemasan berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada
detail yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal lain.
Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu
banyak perhatian atau arahan untuk terfokus pada area lain.
4)
Kecemasan berat sekali atau panik
Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Karena
hilangnya kontrol maka tidak mampu melakukan apapun meskipun
dengan perintah. Terjadi peningkatan aktifitas motorik, berkurangnya
kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi
dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif.
Biasanya disertai disorganisasi kepribadian
f.
Gejala Kecemasan
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan pada orang yang
mengalami gangguan kecemasan, yaitu :
1)
Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,
mudah tersinggung dan marah.
2)
Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3)
Takut sendirian, takut keramaian, dan banyak orang.
4)
Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
6)
Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging, jantung berdebar-debar, sesak nafas,
gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain
sebagainya (Hawari, 2008).
g.
Kriteria Diagnosis
Diagnosis kecemasan dapat ditegakkan bila terdapat tiga atau lebih
dari gejala mudah marah, gelisah, tegang, mudah lelah, kesulitan
konsentrasi atau pikiran kosong, dan gangguan pola tidur (Murtagh,
2003).
Sedangkan berdasarkan kriteria pada DSM-IV-TR, fitur-fitur
kecemasan menyeluruh meliputi :
1)
Kecemasan dan kekhawatiran eksesif selama enam bulan atau lebih,
tentang sejumlah kejadian atau aktivitas.
2)
Kesulitan dalam mengontrol kekhawatiran
3)
Manunjukkan minimal tiga di antara gejala-gejala yaitu :
a)
Kegelisahan atau perasaan tegang
b)
Menjadi mudah lelah
c)
Sulit berkonsentrasi
d)
Iritabilitas
5)
Kecemasan tidak terbatas pada sebuah isu tertentu (Barlow dan
Durand, 2006)
h.
Penatalaksanaan
Terdapat tiga teori atau pendekatan mengenai penatalaksanaan
kecemasan, yaitu :
1)
Perspektif biologis. Pendekatan ini terfokus pada penggunaan
obat-obatan untuk meredam
symptom
kecemasan. Namun, penggunaan
obat dapat menyebabkan ketergantungan, sindrom putus obat, dan
masalah potensial. Oleh karena itu, dikombinasikan dengan terapi
cognitive behavioural.
2)
Teori psikodinamika. Teori ini lebih menjajaki sumber kecemasan
yang berasal dari keadaan sekarang, dan mendorong pasien
mengembangkan tingkah yang adaptif.
3)
Pendekatan humanistik. Pendekatan ini bertujuan untuk memahami
orang dan mengekspresikan bakat serta perasaannya yang
sesungguhnya ( Nevid, 2005).
2.
Remaja
a.
Definisi Remaja
Remaja berasal dari bahasa latin “
adolescere
” yang berarti tumbuh ke
kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis
(Widyastuti, 2009).
Menurut Monks (1998), batasan usia remaja adalah antara 12 tahun
sampai 21 tahun. Batasan usia remaja terbagi atas tiga fase, yaitu: fase
remaja awal (12-15 tahun), fase remaja pertengahan (15-18 tahun), fase
remaja akhir (18-21 tahun) (Hurlock, 1999).
1)
Ciri-ciri Perubahan Masa Remaja
Menurut Pinem (2009), ciri-ciri perubahan masa remaja adalah
sebagai berikut :
a)
Perubahan nonfisik
Perkembangan nonfisik pada remaja dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
(1)
Masa remaja awal (12-15 tahun). Pada masa ini remaja cenderung
merasa ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai
berfikir abstrak, dan lebih banyak memperhatikan keadaan
tubuhnya.
(2)
Masa remaja tengah (15-18 tahun). Pada masa ini remaja mulai
mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal
tentang aktivitas seksual, dan mempunyai rasa cinta yang
mendalam.
mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, dan
pengungkapan kebebasan diri.
b)
Perubahan fisik pada masa remaja
Perubahan fisik remaja antara lain yaitu:
(1)
Pada remaja laki-laki muncul tanda seks primer yaitu mimpi
basah. Muncul tanda-tanda seks sekunder yaitu tumbuhnya
jakun, penis dan buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi
dan ejakulasi, suara bertambah besar, dada lebih lebar, badan
berotot, tumbuh kumis di atas bibir, jambang dan rambut di
sekitar kemaluan dan ketiak.
(2)
Pada remaja perempuan muncul tanda seks primer yaitu terjadi
haid yang pertama (menarche). Muncul tanda seks skunder
yaitu pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, tumbuh
rambut di sekitar kemaluan dan ketiak, payudara membesar.
c)
Perubahan Kejiwaan
Perubahan kejiwaan yang dialami remaja meliputi :
(1)
Perubahan emosi yaitu: sensitif (mudah menangis, cemas,
tertawa dan frustasi), mudah bereaksi terhadap rangsangan dari
luar, agresif sehingga mudah berkelahi.
(2)
Perkembangan inteligensia yaitu: mampu berfikir abstrak dan
senang memberi kritik, ingin mengetahui hal-hal yang baru
Pada masa-masa ini dukungan dan pengawasan dari orang tua penting
untuk mengarahkan remaja pada hal-hal positif. Orang tua yang suka
mengeritik atau menghukum akan memberikan kesan bahwa orang tua tidak
menghargai anak, akibatnya anak akan menyerap pandangan negatif itu
terhadap dirinya, sehingga anak tidak memiliki rasa percaya diri. Remaja
dengan kepercayaan diri yang rendah seringkali tidak dapat menyesuaikan
diri terhadap lingkungannya. Depresi dan kecemasan yang terjadi pada
remaja berkaitan dengan kepercayaan diri yang rendah karena merasa tak
berdaya menghadapi kesulitan dalam kehidupan. Kepercayaan bahwa dirinya
berguna dan kasih sayang dari keluarga dapat membangun kepercayaan diri
seorang anak. (Dinkes SulSel, 2011).
1.
Online Game
Online game
dapat didefinisikan sebagai permainan (
games
) yang
dapat diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang digunakan
pemain dihubungkan oleh suatu jaringan, umumnya Internet (Adams
,2007).
Online game
mempunyai arena-arena bermain yang bersifat
persistent
(tetap ada meskipun pemain-pemainnya tidak selalu ikut bermain)
dan
real-time
(waktu berlalu terus) (Chandra, 2006).
Perkembangan
online game
dimulai dengan munculnya
Multi-User
Massively Multiplayer Online Role-Playing Games
(MMORPGs) yang
merupakan turunan dari MUDs membuat ratusan ribu orang kini
berinteraksi setiap hari dengan permainan komputer
(Woodcock dalam
Ducheneaut, 2004).
Sampai saat ini MMORPGs merupakan jenis
online
game
yang paling sering dimainkan. Jenis
online game
ini umumnya
berfokus pada penggunaan karakter atau avatar dalam latar dunia fiksi.
MMORPGs adalah sebuah permainan internet dimana para pemain
memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan beberapa ribu pemain dari
seluruh dunia dapat bermain pada waktu yang bersamaan. Seorang pemain
dapat mengontrol karakternya sendiri, dimana pemain harus melaksanakan
berbagai tugas, menunjukkan kemampuan dan berinteraksi dengan karakter
pemain lainnya (Young, 2006). Selain dua jenis
game
di atas terdapat
beberapa jenis
online game
s lain yaitu
First Person Shooter
(FPS),
Real-Time Strategy, Cross-platform online
, dan
Browser games
Orang yang mempunyai kegemaran bermain
game
disebut sebagai
Gamer
s. Selain itu, seseorang dapat dikatakan sebagai
gamer
s jika dia
meluangkan waktu 6,5 jam sampai 39,3 jam perminggu untuk bermain
game
dan mengetahui banyak hal mengenai
game
. (Thorsen, 2007)
Dalam bermain
online game
seseorang didasarkan pada motif-motif
tertentu. Motif diartikan sebagai kekuatan (energi) dalam diri seseorang
yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam
Motif-motif tersebut yang mendorong seseorang untuk terus bermain
online
game
. Farzana (2011), berdasarkan teori West dan Turner mengenai
motivasi, membagi motif-motif yang mendasari seorang remaja dalam
bermain
online game
sebagai berikut :
a.
Motif Kognitif
Motif kognitif diartikan sebagai kebutuhan
gamer
untuk
mendapatkan informasi, pengetahuan, eksplorasi realitas, pengertian,
pemahaman tentang lingkungan sekitar. Indikator motif kognitif
meliputi:
1)
Bermain
game
untuk mencari informasi tentang peristiwa dan
kondisi yang berkaitan dengan lingkungan.
2)
Bermain
game
untuk mencari bimbingan yang menyangkut
berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal-hal yang berkaitan
dengan penentuan pilihan.
3)
Bermain
game
sebagai sarana belajar.
4)
Bermain
game
sebagai sarana untuk memperoleh rasa damai
melalui penambahan pengetahuan.
b.
Motif Afektif
Motif afektif diartikan sebagai kebutuhan
gamer
yang berkaitan
menekankan pada aspek perasaan dan kebutuhan mencapai tingkat
emosional tertentu. Suatu kebutuhan, keinginan dan hasrat yang
terpenuhi dapat berubah menjadi ketegangan yang setelah mencapai
tingkat tertentu menimbulkan dorongan. Indikator motif afektif ini
meliputi
1)
Bermain
game
sebagai sarana penyaluran emosi.
2)
Bermain
game
sebagai sarana penyaluran pada seni seperti gambar
dan suara.
3)
Bermain
game
untuk memperoleh kenikmatan jiwa estetis.
c.
Motif
Personal Integrative
Motif
personal integrative
diartikan sebagai kebutuhan
gamer
yang
berkaitan dengan peningkatan harga diri seseorang, seperti
memperkuat kredibilitas/kepercayaan, percaya diri, kesetiaan dan
status seseorang. Motif ini mendorong
gamer
dalam bermain untuk
memperkuat atau menonjolkan sesuatu yang penting dalam hidup.
Indikator motif
personal integrative
meliputi:
1)
Bermain
game
untuk memenuhi penunjang nilai-nilai pribadi.
2)
Bermain
game
menemukan model perilaku.
3)
Bermain
game
sebagai sarana mengidentifikasikan diri dengan
nilai-nilai lain dalam media.
4)
Bermain
game
sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman
d.
Motif
Social Integrative
Motif
social integrative
diartikan sebagai kebutuhan
gamer
untuk
bersosialisasi dengan sekelilingnya seperti peningkatan hubungan
dengan keluarga, teman dan seterusnya. Motif ini mendorong
gamer
untuk bermain
game
demi kelangsungan hubungannya dengan orang
lain. Indikator motif
social integrative
meliputi:
1)
Bermain
game
sebagai sarana memperoleh pengetahuan tentang
keadaan orang lain.
2)
Bermain
game
untuk mengidentifikasikan diri dengan orang lain,
dan meningkatkan rasa memiliki.
3)
Bermain
game
untuk menemukan bahan percakapan dan interaksi
sosial.
4)
Bermain
game
sebagai sarana memperoleh teman.
5)
Bermain
game
sebagai sarana membantu menjalankan peran
sosial.
6)
Bermain
game
sebagai sarana menghubungi orang lain.
e.
Motif Pelepasan Ketegangan
Motif pelepasan ketegangan diartikan sebagai kebutuhan
gamer
yang berkaitan dengan hasrat untuk melarikan diri dari kenyataan,
1)
Bermain
game
untuk melepaskan diri dari permasalahan.
2)
Bermain
game
sebagai sarana bersantai.
3)
Bermain
game
untuk mengisi waktu.
Motif-motif ini berperan dalam menentukan lama seseorang bermain
online game
, sehingga pemain yang menujukkan motivasi yang tinggi
dalam bermain akan menggunakan waktu yang lebih lama untuk bermain
game
yang selanjutnya dapat menuju ke arah tanda-tanda kecanduan
(Young, 2006).
2.
Kecanduan
Online Game
Kecanduan berasal dari bahasa Latin yaitu
addicere
, yang berarti untuk
menjatuhkan atau memvonis (Carlson, 2005). Dahulu istilah kecanduan atau
addiction
hanya terbatas pada penggunaan obat-obatan psikoaktif, sehingga
pada tahun 1964 World Health Organization (WHO) mengganti konsep
kecanduan
menjadi
ketergantungan
(
dependence
),
karena
istilah
ketergantungan bisa digunakan secara umum tidak hanya mengacu pada
penggunaan obat-obatan psikoaktif tapi juga berkaitan dengan unsur fisik
dan psikis sesorang.
Schwausch dan Chung (2005) mendefinisikan kecanduan dalam dua
kategori yaitu kegagalan yang berulang-ulang dalam mengontrol suatu
perilaku dan berlanjutnya suatu perilaku yang berulang-ulang walaupun
Istilah
Online Game Addiction
(kecanduan
online game
) dicetuskan
pertama kali oleh Goldberg pada tahun 1995 sebagai perpanjangan dari
Internet Addiction
(kecanduan internet). Istilah
Internet Addiction
mulanya
digunakan untuk menggambarkan penggunaan Internet yang berlebihan
pada kehidupan pribadi. Sama halnya dengan penyalahgunaan obat-obatan
psikoaktif, kecanduan tersebut dapat merusak fisik maupun emosional
penggunanya (Goldberg, 1996).
Seseorang yang sudah mengalami kecanduan baik itu terhadap internet
maupun
online game
akan lebih menyukai kehidupan
online
di dalam dunia
virtual dan mulai melalaikan kehidupan di sekitarnya (Howard & Jacob,
2009: Lee, 2007). Brian dan Hastings (2005) mengungkapkan bahwa
seseorang yang mengalami kecanduan
online game
akan merasa cemas dan
depresi ketika tidak sedang memainkannya. Selain itu dari hasil penelitian
Hussain (dalam Achab et al, 2011) didapatkan bahwa semakin seseorang
kecanduan
online game
maka akan lebih merasa cemas dan menjadi mudah
marah (
irritable)
dibandingkan merasa senang. Selain itu, dari hasil
berbagai penelitian didapatkan bahwa seorang pecandu memiliki kadar
serotonin yang rendah. Hal inilah yang dapat mengarahkan seorang pecandu
pada kejadian cemas maupun depresi (Jairam, 2009)
game
22,72 jam perminggu dan dapat bermain selama 10 jam tanpa henti
(Schwausch dan Chung, 2005).
Menurut Griffiths (2005) terdapat enam komponen yang dapat
menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu internet.
Komponen itu adalah sebagai berikut:
a.
Salience
Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas
yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran
sehingga individu menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
berpikir mengenai internet (pre-okupasi atau gangguan kognitif),
perasaan (merasa sangat butuh), dan tingkah laku (kemunduran dalam
perilaku sosial).
b.
Mood modification
Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet. Dimana
perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stres) saat perilaku
kecanduan itu muncul.
c.
Tolerance
Hal ini merupakan proses dimana terjadinya peningkatan jumlah
penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari
mood.
Demi mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet meningkat secara
mencolok. Kepuasaan yang diperoleh dalam menggunakan internet
secara mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya
seperti sebelumnya, maka pemakaian secara berangsur-angsur harus
meningkatkan jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya
pemain tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama
seperti jumlah waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang
lama.
d.
Withdrawal symptoms
Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan yang terjadi
karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan
berpengaruh pada fisik (seperti pusing, insomnia) atau psikologis
seseorang (misalnya, cemas, mudah marah atau
moodiness
).
e.
Conflict
Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna internet
dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam
tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik
yang terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa
kurangnya
kontrol)
yang
diakibatkan
karena
terlalu
banyak
menghabiskan waktu bermain internet.
f.
Relapse
Dr Kimberly Young menyusun 8 pertanyaan untuk mengidentifikasi
apakah seseorang itu mengalami kecanduan
online game
atau tidak.
Pertanyaan- pertanyaan tersebut adalah :
a.
Apakah jumlah waktu yang anda gunakan dalam bermain
online game
terus bertambah hingga anda mencapai kepuasan?
b.
Apakah anda memikirkan kapan anda akan bermain
online game
saat
anda sedang
offline
?
c.
Apakah anda berbohong kepada teman dan anggota keluarga untuk
menyembunyikan sejauh mana aktivitas
online game
anda?
d.
Apakah anda merasa gelisah atau marah ketika mencoba untuk
mengurangi atau menghentikan perilaku bermain
online game
?
e.
Apakah anda berusaha mengulangi usaha anda yang tidak berhasil untuk
mengontrol, mengurangi, dan menghentikan bermain
online game
?
f.
Apakah anda menggunakan
game
sebagai cara untuk melarikan diri dari
masalah atau mengurangi perasaan tidak berdaya, rasa bersalah,
kecemasan, atau depresi?
g.
Apakah hubungan anda dengan orang lain terancam karena kebiasaan
bermain
online game
anda?
h.
Apakah anda terancam dalam hal pekerjaan, pendidikan, atau peluang
Berdasarkan delapan pertanyaan di atas, seseorang dikategorikan
sebagai pecandu
game online
jika menjawab “ya” pada lima pertanyaan atau
lebih (Young, 2006).
3.
L-MMPI (
Lie Scale Minnesota Multiphasic Personality Inventory
)
L-MMPI adalah skala validitas yang berfungsi mengidentifikasi hasil
yang mungkin
invalid
atau ketidakjujuran subjek penelitian (Azwar, 2009).
Tes ini pertama-tama dikembangkan oleh Strake Hathway dan J.C
McKinley pada tahun 1930-an dan dikembangkan di Amerika Serikat pada
tahun 1940.
Skala L-MMPI berisi 15 butir pertanyaan untuk dijawab responden
dengan “ya” bila butir pertanyaan dalam L-MMPI sesuai dengan perasaan
dan keadaan responden, dan “tidak” bila tidak sesuai dengan perasaan
dan keadaan responden (Semiun, 2010). Skor
≥ 10 menandakan subjek
berusaha menampakkan diri sebaik mungkin di hadapan orang lain dan
menyembunyian kekurangan dirinya. Hal ini menyebabkan responden
mengisi L-MMPI dengan tidak jujur. Nilai batas skala adalah 10. Hal itu
berarti responden menjawab “tidak” sebanyak
≥ 10. Dalam hal ini data
responden dinyatakan
invalid
(Semiun, 2010).
4.
Taylor Manifest Anxiety Scale (
TMAS)
jawaban “ya” atau “tidak” sesuai keadaan dirinya dengan member tanda (V)
pada kolom jawaban “ya” atau “tidak” (Azwar, 2009).
Jawaban dari pernyataan-pernyataan tersebut harus memperhatikan
hal-hal berikut :
a.
Butir-butir pernyataan yang sesuai untuk kecemasan atau
favourable
, yaitu nomor 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 21,
22, 23, 24, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 45,
46, 47, 48, dan 49 (35 butir)
b.
Butir-butir pernyataan yang tidak sesuai untuk kecemasan atau
unfavourable
, yaitu 1, 3, 4, 9, 12, 15, 18, 20, 25, 29, 35, 38, 43, 44,
dan 50 (15 butir).
(Sudiyanto, 2003)
Pernyataan
favourable
yang dijawab dengan jawaban “ya” diberi nilai 1
dan jawaban “tidak” diberi nilai 0. Sedangkan pernyataan
unfavourable
yang dijawab dengan “ya” diberi nilai 0 dan jawaban “tidak” diberi nilai 1.
Jumlah skor TMAS < 21 dinyatakan tidak cemas dan skor TMAS
≥ 21
dinyatakan cemas (Azwar, 2009).
5.
Kuesioner Kecanduan
Online Game
Dr. Kimberly Young menyusun kriteria mengenai kecanduan
game
“tidak”. Responden dikatakan mengalami kecanduan
online game
apabila
menjawab “ya” pada lima pertanyaan atau lebih.
6.
Instrumen Keintiman Keluarga (IKK)
IKK adalah daftar pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui
kedekatan hubungan responden dengan orangtuanya. Instrumen ini terdiri
dari 12 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban. Derajat keintiman kelurga
dinilai dari rumus :
skor tertinggi + skor terendah
2
Responden dikatakan memiliki derajat keintiman keluarga yang rendah
jika skornya kurang dari rata-rata, dan sebaliknya responden dikatakan
memiliki derajat keintiman keluarga yang tinggi jika skornya lebih dari
commit to user
C.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah: terdapat hubungan antara kecanduan
online game
dengan kecemasan pada remaja pengunjung
game centre
di
commit to user
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional
(Nursalam, 2008).
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di sejumlah
game centre
di Kelurahan Jebres pada
bulan Maret sampai April 2012.
C.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah remaja pengunjung
game centre
di Kelurahan Jebres,
dengan kriteria sebagai berikut :
1.
Kriteria Inklusi
a.
Remaja (usia 12-21 tahun) pengunjung
game centre
wilayah Jebres.
b.
Telah memainkan
online game
secara berkesinambungan minimal selama
tiga bulan.
c.
Bersedia mengisi formulir pribadi dan kuesioner
2.
Kriteria Eksklusi
a.
Tidak melengkapi formulir dan kuesioner secara lengkap.
b.
Skor LMMPI ≥ 10.
c.
Menderita penyakit fisik berat atau gangguan jiwa berat
D.
Besar Sampel
Penelitian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengontrol pengaruh
faktor perancu (
confounding factor
) yang dapat menurunkan validitas penelitian.
Rasio yang dianjurkan antara ukuran sampel dan jumlah variabel independen
(Murti, 2010).
n : jumlah sampel
Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu kecanduan
game
online
dan keintiman keluarga. Dengan demikian sampel yang dibutuhkan untuk
penelitian ini sebesar 30 hingga 40 subyek.
E.
Teknik Sampling
Pengambilan sampel dimulai dengan pengisian formulir biodata dan
kuesioner oleh remaja pengunjung
game centre
di Kelurahan Jebres, kemudian
dari sampel tersebut dilakukan
Purposive Sampling
.
Purposive Sampling
merupakan pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang
dianggap mempunyai keterkaitan dengan karakteristik populasi yang sudah
diketahui sebelumnya ( kriteria inklusi ) (Hariwijaya, 2007).
Peneliti menggunakan tes L-MMPI untuk menghindari penghitungan hasil
yang invalid karena ketidakjujuran responden dalam pengisian kuesioner. Tes
commit to user
menjawab” dengan nilai batas skala adalah 10, artinya bila nilai responden
≥10
maka jawaban tersebut dikatakan invalid
F.
Identifikasi Variabel
Variabel bebas : Remaja pecandu
game online
Variabel terikat : Kecemasan
Variabel perancu : Keintiman keluarga
G.
Definisi Operasional
1.
Variabel bebas : Remaja pecandu
online game
Remaja pecandu
online game
adalah remaja yang memenuhi kriteria
kecanduan
online game
beradasarkan kuesioner dari Dr Kimberly Young
(Young, 2006). Angka kecanduan diukur dengan skor 1-8.
Variabel ini mempunyai skala interval.
2.
Variabel terikat : Kecemasan
Kecemasan diukur dengan kuesioner TMAS (
Taylor Manifest Anxiety
Scale) .
Responden dikatakan cemas jika skor TMAS
≥ 21 dan tidak cemas
jika skor TMAS < 21 (Azwar, 2009).
Variabel ini mempunyai skala nominal.
3.
Variabel Perancu:Keintiman keluarga
Keintiman keluarga diukur dengan Instrumen Keintiman Keluarga (IKK).
Keintiman keluarga tinggi jika skornya lebih dari nilai rata-rata dan keintiman
keluarga rendah jika skornya di bawah nilai rata-rata (Sudiyanto dkk, 1992).
H.
Instrumen Penelitian
Instrument yang dibutuhkan antara lain:
1.
Biodata dan
Informed Consent
2.
Kuesioner L-MMPI
3.
Kuesioner Kecanduan
Online Game
4.
Kuesioner TMAS
5.
Kuesioner IKK
I.
Rancangan Penelitian
Gambar 3.1.
Skema Rancangan Penelitian
Analisis dataRemaja Pengunjung Game Centre Wilayah Jebres
Purposivesampling
Formulir biodata, kuisoner L-MMPI
Kuesioner Kecanduan Online Game
TMAS Instrumen Keintiman