• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hadis-hadis tentang praktek-praktek yang terlarang dalam jual beli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hadis-hadis tentang praktek-praktek yang terlarang dalam jual beli"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

HADIS-HADIS TENTANG PRAKTIK-PRAKTIK YANG TERLARANG DALAM JUAL BELI

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.i)

Oleh: Maman Firmansyah NIM: 208034000009

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

HADIS-HADIS TENTANG PRAKTIK-PRAKTIK YANG TERLARANG DALAM JUAL BELI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.i)

Oleh: Maman Firmansyah NIM: 208034000009

Di Bawah Bimbingan Pembimbing

Drs. Harun Rasyid, MA NIP: 19600902 1987031 1001

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul HADIS-HADIS TENTANG PRAKTIK-PRAKTIK YANG TERLARANG DALAM JUAL BELI telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) pada program Studi Tafsir Hadis.

Jakarta, 14 Juni 2011 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. A. Rifqi Muchtar, MA Muslim. S.Th.I NIP: 19690822 199703 1002 NIP:

Anggota

Penguji I Penguji II

Drs. Maulana Ihsan, MA Dr. M. Isa HA Salam, MA NIP: 19650207 199903 1001 NIP: 19531231 198603 1001

Pembimbing

Drs. Harun Rasyid, MA NIP: 19600902 1987031 1001

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan segala nikmat Iman Islam karena atas kehendak dan kuasanya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hadis-hadis Tentang Larangan Menipu Dalam Jual-Beli” dengan sebaik-baiknya. Sholawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, suri tauladan dalam aktivitas kehidupan, serta kepada para keluarga dan sahabatnya.

Dengan penuh kesadaran penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil.

Karena itu, dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada segenap pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Sebagai rasa syukur terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Zainul Kamaluddin, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Bustamin, M.Si, selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(5)

arahan dalam membimbing di tengah kesibukan Beliau, sehingga pada akhirnya skripsi ini menjadi lebih baik dan sempurna.

4. Seluruh Dosen Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah banyak memberikan ilmu dan pembelajaran kepada penulis.

5. Ayahanda H. Syarifudin dan Ibunda Hj. Patimah, terima kasih atas segala kasih sayang, perhatian, pengertian dan motivasinya yang sangat berperan dalam hidup, semoga Ayahanda dan Ibunda selalu diberi kesehatan, kebahagian dan umur panjang sehingga ananda diberi kesempatan untuk menunjukkan besarnya cinta ananda pada kalian.

6. Sahabat-sahabat TH, AMKS Jakarta, KMKM, Heydown dan Duta Lestari V. Terima kasih banyak atas kebersamaannya selama ini.

Mudah-mudahan segala bantuan serta budi baik yang penulis terima selama menjalani pendidikan mendapatkan ridha dari Allah SWT. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif agar lebih baik lagi.

(6)

memberikan sumbangan fikiran dan saran untuk perkembangan pendidikan khususnya bidang tafsir dan hadis.

Jakarta, 2 Juni 2011

Maman Firmansyah

(7)

ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... PEDOMAN TRANSLITERASI... BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... B. Rumusan

Masalah... C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... D. Metodologi Penelitian... E. Sistematika Penulisan... BAB II TINJAUAN UMUM JUAL BELI MENURUT HUKUM ISLAM

A. Pengertian dan Tujuan Jual Beli... B. Rukun dan Syarat Sahnya Jual Beli... C. Macam-macam Jual Beli... BAB III HADIS-HADIS TENTANG PRAKTIK-PRAKTIK YANG

TERLARANG DALAM JUAL-BELI

A. Penelusuran Hadis-hadis Tentang Praktik-Praktik yang Terlarang dalam Jual Beli

1. Hadis tentang Larangan Gharar... 2. Hadis tentang Larangan Monopoli... 3. Hadis tentang larangan menawar barang yang sudah dibeli... 4. Hadis tentang Habalul Habalah... 5. Hadis tentang Muh<aqalah, Mukh>adarah, Mula<masah,

Muna<badzah, dan

Muza<banah... 6. Hadis tentang Najsy...

BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN TEKS HADIS DAN HIKMAH

LARANGAN MENIPU DALAM JUAL BELI B. Analisis Pemahaman Teks Hadis...

C. Hikmah Larangan Menipu dalam Jual Beli... BAB IV PENUTUP

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(9)

pangkal ajarannya, bukan tujuan risalahnya, bukan ciri peradabannya dan bukan pula cita-cita umatnya.

Ekonomi dalam pandangan Islam bukanlah tujuan itu sendiri tetepi merupakan kebutuhan bagi manusia dan sarana yang lazim baginya agar bisa hidup dan bekerja untuk mencapai tujuannya yang tinggi. Ekonomi merupakan sarana penunjang baginya dan menjadi pelayan bagi aqidah dan risalahnya.1

Islam sebagai sistem ajaran keagamaan yang lengkap dan sempurna memberi tempat sekaligus menyatukan unsur kehidupan lahir dan bathin dengan memayunginya di bawah prinsip keseimbangan atau dengan bahasa Afzalur Rahmān mengkombinasikan keduanya secara harmonis.2

Jelaslah bahwa Islam bukan ajaran tentang akhirat saja, yang menyuruh manusia hanya agar menyelamatkan jiwa mereka untuk akhirat melalui ritual ibadah belaka, akan tetapi juga kebutuhan fisik harus terpenuhi. Ajaran tentang perlunya keseimbangan ini sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari tujuan Islam itu sendiri, yaitu memberi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan adanya keseimbangan ini pula diharapkan manusia dapat mengambil kerahmatan dari Islam. Sistem ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

1

Yūsuf al-Qard}a>wi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, alih bahasa. Didin Hafiduddin, Setiawan Budi Utomo, Aunurrafiq, Saleh Tahmid (Jakarta: Rabbani Press, 1997), 28.

2

(10)

adalah sistem yang membawa bahagia bagi seluruh umat manusia dan memimpinnya kepada kesempurnaan.3

Meskipun demikian, suatu kerahmatan pada dasarnya adalah sebuah potensi yang perlu diaktualisasikan. Islam tidak bisa menyebarkan kemaslahatan atau kerahmatan tanpa diaktualisasikan oleh manusia itu sendiri dalam setiap aspek kehidupan.

Dalam kaitan ini, akan dikaji salah satu aspek kehidupan manusia, yaitu aspek hubungan dengan manusia yang lain. Tidak bisa dipungkiri bahwa pada dasarnya setiap manusia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, tanpa adanya bantuan dari yang lain, hal ini disebabkan karena manusia itu kodratnya sebagai makhluk sosial.

Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya yang berjudul Asas-asas Hukum

Mu'amalat menjelaskan bahwa manusia sebagai makhluk sosial disadari atau

tidak selalu berhubungan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pergaulan hidup tempat setiap orang melaksanakan pergaulan perbuatan dalam hubungannya dengan orang lain, dalam agama Islam disebut dengan istilah mu'amalat.4 Masalah mu'amalat senantiasa berkembang di dalam kehidupan masyarakat, tetapi dalam perkembangannya perlu sekali adanya perhatian dan pengawasan, sehingga tidak menimbulkan kesulitan

(mudharāt), ketidakadilan, dan penindasan atau pemaksaan dari pihak-pihak

3

Hamka,Tafsir al-Azhār(Surabaya: Pustaka Islam, 1983), XVII: 149.

4

Aḥmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Mu'amalat (Hukum Perdata Islam)

(11)

tertentu sehingga prinsip-prinsip dalam bermu'amalat dapat dijalankan.5 Salah satu bentuk mu’amalat adalah jual beli.

Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi. Abdurrahman bin Auf adalah salah satu contoh sahabat Nabi SAW yang lahir sebagai seorang mukmin yang tangguh berkat hasil pendidikan di pasar. Dia menjadi salah satu orang kaya yang amanah dan juga memiliki kepribadian ihsan.

Sejarah telah membuktikan, bahwa lantaran perdagangan, kekayaan dan kemakmuran bangsa Quraisy terus berkembang. Perdagangan merupakan induk keberuntungan. Ia berkedudukan lebih tinggi dibanding pertanian, industri, dan jasa. Perdagangan merupakan pertanda baik dan kesejahteraan yang akan menjadi tulang punggung untuk memperoleh kekayaan.

Dunia perdagangan yang lengkap dengan seluk beluk di dalamnya, memungkinkan untuk memperluas wawasan pergaulan dan gerakan geografis menjelajahi dunia serta persaingan ketat sehingga memberikan dorongan untuk tidak menyerah.6

5

Aḥmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Mu'amalat (Hukum Perdata Islam)

(Yogyakarta: UII Press, 2000), 17.

6

(12)

Perdagangan merupakan jalan yang wajar dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ia adalah jalan penuh liku yang menghendaki keuletan dan kepandaian untuk memperoleh keuntungan bersih dari pokok pembelian. Oleh karena itu ia memberlakukan kepintaran atau ilmu, karenanya ia sama sekali tidak merampas hak-hak milik orang lain, melainkan dilakukan secara timbal balik antara masing-masing pihak.7

!

!!! !!!!!!!!!! !!!!! !!! !!!ƒ!!!!!!!!!!!! !! !!!ƒ!!!!!!!!! !!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!! ƒ!!!!!!!!!!!!!!È

!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!È

!!! !!!!!

!!!!!! !!!!!!! !!!!! !!! !!!!!!!!!! !!!!!!! !! !!!!!!!!!!!!!ƒ!!!!!!!!!!!!!! !!!!

8

!!

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Seorang penjual berhak mendapatkan keuntungan dari usahanya, sedang seorang pembeli berkewajiban untuk memberikan konpensasi bagi jasa yang telah ia terima dari penjual. Dalam keuntungan yang wajar, tidak saja dimaksudkan untuk kebutuhan konsumtifnya saja tetapi juga ia mampu mengembangkan usahanya (produktif).9

7

Ibnu Khaldun, Ibnu Khaldun tentang Sosial dan Ekonomi, editor Rus'an (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 108.

8

Al-Nisā' (4): 29

9

Syarifuddin Prawiranegara, Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam

(13)

Yūsuf al-Qard}a>wi dalam bukunya Peran Nilai dan Moral dalam

Perekonomian Islam mengemukakan di antara nilai transaksi yang terpenting

adalah kejujuran. Ia merupakan puncak moralitas iman dan karakteristik yang paling menonjol dari orang-orang beriman. Bahkan, kejujuran merupakan karakteristik para nabi. Tanpa kejujuran kehidupan agama tidak akan berdiri tegak dan kehidupan dunia tidak akan berjalan baik. Sebaliknya, kebohongan adalah pangkal kemunafikan dan ciri-ciri orang munafiq. Cacat pasar perdagangan di dunia kita ini dan yang paling banyak memperburuk citra perdagangan adalah kebohongan, manipulasi, dan mencampuraduk kebenaran dengan kebatilan, baik secara dusta dalam menerangkan spesifikasi barang dagangan dan mengunggulkannya atas yang lainnya, dalam memberitahu tentang harga belinya atau harga jualnya kepada orang lain maupun tentang banyak pemesanan dan lain sebagainya. 10 Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.

!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!! !!!! !!!!!!!!!!!!!! !!!!! !!!!!! ƒ!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!! !!!!! !!! !!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!

!

!!!!!!!!! !!!! !!!!!! !!!!!!!! !!! !!!!!!!!!!!!

!

!!!!!!!!!! !!!!!!!!!

!!!

!!!!!!!! !!! ! !

!!!

!!! !!! !!!! !!!!!!! !!!

!!!!!!!

!!!

!!!! !!!!!!!! !!! !!

!!

!!!!!!!!!!!!! !!! !!!!!!!!!ƒ!!!

!!

10

(14)

Artinya : Telah menceritakan Abdullah bin Sabbah, meriwayatkan kepada kami Abu Ali al-Hanafi, dari Abdul Rahman bin Abdullah bin

Dinar berkata, meriwayatkan kepadaku Ayahku dari Abdullah bin

Umar Ra.: Rasulullah Saw melarang jual beli ha>diru liba>din

(transaksi orang kota dengan orang desa untuk menjualkan

barangnya dengan harga yang lebih tinggi)

!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!! !!! !!!! !!!! !!!!!!! !!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!! !! !!!!!!! !!!!!ƒ!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

!

!!!!!! !!! !!!! !!! !!!!!!!!!!!!! !!!!!!!! !!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!

!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!! !!! !!!! !!!! !!!!!!

!!!!!!!!!! !!! !!!! !!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!! !!!!! !!!!È

! !!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!

!!

!!!!!!! !!! !!

!!! !

!!

!!!!!!ƒ!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!! !! ƒ!!!!!!!!!!!! !!

Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Abu Bakar bin Abi Shaibah, telah meriwayatkan kepada kami Abdullah bin

Idris dan Yahya bin Said dan Abu Usamah, dari Ubaidillah.

Dan telah meriwayatkan kepada kami Zuhair bin Harb,

meriwayatkan kepada kami Yahya bin Said dari

Ubaidillah,meriwayatkan kepadaku Abu Zan>ad dari

al-‘Araj, dari Abi Hurairah berkata: Melarang Rasulullah

(15)

!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!! !!!!! !!!!!!!!!!ƒ!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!! !!!!!!!! !!!!! !!!! !! !!!!!!!!!!!!!

!

!!! !!!!!!!!!!!!

!!!!!!!!!! !!!!!! !!!!!!

!

!

!!!!!!!! !!! ! !

!

!

!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!ƒ!!!! !!!!! !!!! !!!!! !! !!!!! !!! !!! !!!

!!! !!!!!!

!!!

!!!! !!!!!!!! !!! !!

!!

!~

!!!!!!! !! !!! !ƒ!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!

n

Artinya : Telah menceritakan Musa bin Ismail kepada kami, telah menceritakan Abd al-Aziz bin Muslim kepada kami, telah

menceritakan Abdullah bin Dinar, Ia berkata aku mendengar dari

Ibn Umar (Semoga Allah memberika Keridhoan kepada mereka

berdua) berkata, Seorang lelaki melaporkan kepada Rasulullah

saw. bahwa ia tertipu dalam jual beli. Maka Rasulullah saw.

bersabda: Katakanlah kepada orang yang kamu ajak berjual-beli:

Tidak boleh menipu! Sejak itu jika ia bertransaksi jual beli, ia

berkata: Tidak boleh menipu

Hadis di atas menjelaskan bahwa seorang pedagang harus berlaku jujur,menjelaskan cacat barang barang dagangan yang ia ketahui, yang tidak terlihat oleh pembeli. Demikian juga kualitas produk harus sesuai dengan apa yang disampaikan produsen baik melalui informasi atau promosi.11

Berdasarkan latar belakang inilah, penulis menganggap bahwa hadis-hadis tentang transaksi yang dilarang dalam jual beli perlu dikaji untuk

11

(16)

mendapatkan jawaban tentang bagaimana pemaknaan hadis tersebut dan bagaimana relevansinya pada masa sekarang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman para ulama tentang transaksi yang dilarang dalam jual beli.

2. Bagaimana memahami prinsip-prinsip jual beli yang sah menurut aturan Islam melalui hadis-hadis Rasulullah SAW. tentang praktik-praktik terlarang dalam jual beli.

C. Tujuan Penulisan

Penelitian ini mempunyai tujuan:

1. Memahami pengertian hadis tentang larangan menipu dalam jual beli. 2. Untuk memenuhi tugas dan syarat kelulusan gelar sarjana strata satu (S1)

pada fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(17)

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan dan meneliti data dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis seperti buku atau kitab yang berkenaan dengan topik pembahasan, sehingga dapat diperoleh data-data yang jelas

Penelitian ini bersifat deskriptif-analisis, yaitu data yang telah terkumpul diolah kemudian diuraikan secara obyektif untuk dianalisis secara konseptual.

2. Teknik Pengumpulan Data

Oleh karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah mengkaji dan menelaah berbagai kitab hadis, kitab syarah hadis, kitab ilmu hadis, buku, artikel dan sumber lainnya yang mempunyai relevansi dengan kajian ini, baik yang bersifat primer maupun yang bersifat sekunder.

3. Tehnik Penulisan

Adapun dalam skripsi ini, penulisan berpedoman kepada buku pedoman akademik Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

(18)

Bab pertama, berupa pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, mencakup pemaparan seputar jual beli, makna jual beli, syarat dan sahnya jual beli, macam-macam jual beli, prinsip dan larangan menipu dalam jual beli.

Bab ketiga, Hadis-hadis tentang larangan menipu dalam jual beli,dan pemaknaan hadis yang meliputi kata-kata kunci dalam hadis, pemahaman hadis sesuai dengan petunjuk al-Quran, hadis-hadis yang setema, ada dan tidaknya pertentangan dalam hadis, asbab wurud hadis.

Bab keempat, analisis pemahaman teks hadis serta hikmah larangan menipu dalam jual beli.

Bab kelima, merupakan akhir yang terdiri dari kesimpulan hasil penelitian dan beberapa saran penulis yang perlu disampaikan berkaitan dengan hasil penelitian.

BAB II

TINJAUAN UMUM JUAL BELI MENURUT HUKUM ISLAM

(19)

Jual beli menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporeradalah persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga yang dijual.12

Dalam bahasa Arab, jual beli disebut al-Bai’ (ﻊﯿﺒﻟا) yang merupakan bentuk masdar dari ﺎﻌﯿﺑ- ﻊﯿﺒﯾ-عﺎﺑ yang artinya menjual.13Sedangkan kata beli dalam bahasa Arab dikenal dengan ءاﺮﺷyaitu masdar dari kata – ىﺮﺸﯾ – ىﺮﺷ

ءاﺮﺷ artinya membeli.14Namun pada umumnya kata ﻊﯿﺑ itu sudah mencakup

keduanya, kata ﻊﯿﺑ diartikan dengan ﺔﻟدﺎﺒﻤﻟا ﻖﻠﻄﻣ yang artinya mutlak tukar menukar.15

Di kalangan ulama ada yang mempunyai kesamaan pendapat dalam merumuskan pengertian jual beli menurut bahasa yaitu: ﺊﺸﺑ ﺊﺷ ﺔﻠﺑﺎﻘﻣpendapat ini dikemukakan oleh Muhammad Syarbini16 dan Syekh Zainuddin.17 Jadi kesimpulannya jual beli menurut bahasa ialah mengganti atau menukar sesuatu dengan sesuatu.

12

Peter Salim dan Yunny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer

(Yogyakarta: Modern English Press, 1991), 626.

13

A.W. Munawir, Kamus al-Munawir: Arab-Indonesia Terlengkap, cet 14 (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 124.

14

A.W. Munawir, Kamus al-Munawir: Arab-Indonesia Terlengkap, cet 14 (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 716.

15

Al-Sayyid Sābiq, Fiqh al-Sunnah(Kairo: Dār al-Fath Lili'lāmi al-'Arabi, 1990), III: 198.

16

Muhammad Syarbini, al-Iqna’ (Bandung: Shirkah al-Ma’ārif, t.t.), II: 2.

17

(20)

Sedangkan pengertian jual beli menurut istilah, para ulama berbeda pendapat. Al-Sayyid Sābiq mengemukakan bahwa jual beli menurut istilah ialah:

!!!!! !!!!!!!! !!!!! !!!! !!!!! !!!! !!!!!!! ! !!!!!!! !!! !! !!!! !Š!! !!!!!!!!!

18

Artinya : Tukar menukar harta dengan harta yang dilakukan berdasarkan kerelaan atau memindahkan hak milik dengan (mendapatkan benda lain) sebagai ganti dengan jalan yang diizinkan oleh syara'.

Maksudnya bahwa melepaskan harta dengan mendapat harta lain berdasarkan kerelaan, atau memindahkan milik dengan mendapatkan benda lain sebagai gantinya secara rela sama rela.

Imam Taqiyudin mengatakan bahwa pengertian jual beli ialah:

!!!!! !!!!!!!! !!!!! !!!! !!!!!! !Ÿ!!!! !!! !!!!!! !!!!!! !Š!! !!!!!!!!!

19

8

Artinya : Tukar menukar harta dengan harta yang sebanding untuk dimanfaatkan dengan menggunakan ijab dan qabul menurut jalan yang diizinkan oleh syara'.

Maksudnya bahwa tukar menukar harta tersebut harus dapat dimanfaatkan sesuai dengan syara’ dan harus disertai dengan adanya ijab dan qabul.

Hasbi al-Shiddieqy mengatakan bahwa jual (menjual sesuatu) adalah memilikkan pada seseorang sesuatu barang dengan menerima dari padanya harta (harga) atas dasar kerelaan dari pihak penjual dan pihak pembeli.20

18

Al-Sayyid Sābiq,Fiqh al-Sunnah,198.

19

(21)

Dari beberapa defenisi di atas, Abdul Mujib merumuskan defenisi “ al-bai'” sebagai pelaksanaan akad untuk penyerahan kepemilikan suatu barang dengan harta atau atas saling ridha, atau ijab dan qabul atas dua jenis harta yang tidak berarti bederma, atau menukarkan harta dengan harta bukan atas dasar tabarru’.21

Dengan memahami beberapa arti di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jual beli itu dapat terjadi dengan cara:

1. Pertukaran harta antara dua pihak atas dasar saling rela.

2. Memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan yaitu berupa alat tukar yang sah dalam lalu lintas perdagangan.22

Dalam cara pertama, yaitu pertukaran harta atas dasar saling rela itu dapat dikatakan jual beli dalam bentuk barter (dalam pasar tradisional), sedangkan dalam cara yang kedua, berarti barang tersebut dipertukarkan dengan alat ganti yang dapat dibenarkan. Adapun yang dimaksud dengan ganti rugi yang dapat dibenarkan berarti milik atau harta tersebut diperuntukkan dengan alat pembayaran yang sah dan diakui keberadaannya, misalnya uang rupiah dan lain sebagainya.23

Dengan melaksanakan transaksi jual beli ini, manusia mempunyai tujuan yaitu untuk kelangsungan hidup manusia yang teratur dengan saling

20

Hasbi al-Siddieqy, Hukum-hukum Fiqh Islam (Semarang: Pustaka Rizki Putera,1997), 336.

21

M. Abdul Mujib dkk, Kamus Istilah Fiqh(Jakarta: Pustaka Firdaus, cet 2, 1994), 34.

22

Chairuman Pasaribu dan Sahrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam(Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 33.

23

(22)

membantu antara sesamanya di dalam hidup bermasyarakat, dimana pihak penjual mencari rizki dan keuntungan, sedangkan pembeli mencari alat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Selain itu jual beli juga mempunyai tujuan untuk memperlancar perekonomian pribadi secara langsung dan perekonomian negara secara tidak langsung, serta dapat membuat orang lain lebih produktif dalam menjalankan kehidupan di dunia sehingga hidupnya lebih terjamin.

Sebagai umat beragama, tujuan yang terpenting dalam jual beli adalah untuk mendapatkan ridhā Allah agar jual beli tersebut menjadi berkah dan berhasil. Untuk itu hendaklah setiap pedagang (pengusaha) muslim dan pembeli dapat menerapkan syari’at Islam dalam segala usahanya.

B. Rukun dan Syarat Sahnya Jual Beli 1. Rukun Jual Beli

Menurut Jumhur Ulama, rukun jual beli ada empat, yaitu: a. Adanya pihak penjual (al-bāi')

b. Adanya pihak pembeli (al-musytari)

c. Adanya barang yang diakadkan (ma'qūd 'alaihi)

d. Adanya sigat akad (ijāb dan qabūl)24 2. Syarat Jual Beli

a. Pihak yang mengadakan akad 1) Berakal atau Tamyiz

24

(23)

Beberapa ulama memberikan batasan umur terhadap orang yang dapat dikatakan balig, tetapi menurut Ahmad Azhar Basyir, kecakapan seseorang untuk melakukan akad lebih ditekankan pada pertimbangan akal yang sempurna bukan pada umur, karena ketentuan dewasa itu tidak hanya dibatasi dengan umur tetapi tergantung juga dengan faktor rusyd (kematangan pertimbangan akal).25

2) Atas kehendak sendiri

Dalam melakukan perbuatan jual beli tersebut salah satu pihak tidak melakukan suatu tekanan atau paksaan terhadap pihak lain, sehingga apabila terjadi transaksi jual beli bukan atas kehendak sendiri tetapi disebabkan oleh adanya paksaan, maka transaksi jual beli tersebut tidak sah. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah yang berbunyi:

!!! !!!!!!!!!! !!!!! !!! !!!ƒ!!!!!!!!!!!! !! !!!ƒ!!!!!!!!! !!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!! ƒ!!!!!!!!!!!!!!È

!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!

!!!!!! !!!!!!! !!!!! !!! !!!!!!!!!! !!!!!!! !! !!!!!!!!!!!!!ƒ!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!! !!!!!

26

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di

25

Chairuman Pasaribu dan Sahrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam

(Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 34.

26

(24)

antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu,

Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

3) Bukan pemboros (mubāżir)

Maksudnya adalah bahwa pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli tersebut bukanlah orang yang pemboros, karena orang yang pemboros dalam hukum dikategorikan sebagai orang yang tidak cakap bertindak hukum, ia tidak dapat melakukan sendiri suatu perbuatan hukum walaupun hukum itu menyangkut kepentingannya sendiri. Orang pemboros dalam perbuatan hukumnya berada dalam pengawasan walinya. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT:

!!

!! !!!!!!!!!!!! !!!! !! !!!!!!!!!! !!!!!!!!!!È

!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!

!!!!!!!! ƒ!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

!

27

Artinya : “Dan janganlah kamu serahkan yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”

b. Syarat yang berkaitan dengan barang yang diperjualbelikan28

1) ﻦﯿﻌﻟا ةرﺎﮭﻃ(suci barangnya)

27

Al-Nisā' (4): 5.

28

(25)

Artinya barang yang diperjualbelikan bukanlah barang yang dikategorikan barang yang najis atau diharamkan oleh syara’, seperti minuman keras.

2) ﮫﺑ عﺎﻔﺘﻧﻹا(dapat dimanfaatkan)

Maksudnya setiap benda yang akan diperjualbelikan sifatnya dibutuhkan untuk kehidupan manusia pada umumnya. Bagi benda yang tidak mempunyai kegunaan dilarang untuk diperjualbelikan atau ditukarkan dengan benda lain, karena termasuk dalam arti perbuatan yang dilarang oleh Allah yaitu menyia-nyiakan harta. Akan tetapi, pengertian barang yang dapat dimanfaatkan ini sangat relatif, sebab pada hakekatnya seluruh barang dapat dimanfaatkan, baik untuk dikonsumsi secara langsung atau tidak. Sejalan dengan perkembangan jaman yang semakin canggih, banyak barang yang semula tidak bermanfaat kemudian dinilai bermanfaat, seperti sampah plastik yang didaur ulang.

3) ﮫﻟ ﺪﻗﺎﻌﻟا ﺔﯿﻜﻠﻣ(milik orang yang melakukan akad)

Maksudnya bahwa orang yang melakukan transaksi jual beli atas suatu barang adalah pemilik sah barang tersebut. Dengan demikian, jual beli barang oleh seseorang yang bukan pemilik sah atau berhak berdasarkan kuasa si pemilik sah dipandang sebagai jual beli yang batal.

(26)

Maksudnya bahwa barang yang ditransaksikan dapat diserahkan pada waktu akad terjadi, tetapi hal ini tidak berarti harus diserahkan seketika. Maksudnya adalah pada saat yang telah ditentukan obyek akad dapat diserahkan karena memang benar-benar ada di bawah kekuasaan pihak yang bersangkutan.

5) ﮫﺑ ﻢﻠﻌﻟا(dapat diketahui barangnya)

Maksudnya keberadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli, yaitu mengenai bentuk, takaran, sifat, dan kualitas barang.

6) ﺎﺿﻮﺒﻘﻣ ﻊﯿﺒﻤﻟا نﻮﻛ(barang yang ditransaksikan ada di tangan)

Maksudnya obyek akad harus telah wujud pada waktu akad diadakan. Penjualan atas barang yang tidak berada dalam penguasaan penjual adalah dilarang, karena ada kemungkinan kualitas barang sudah rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana diperjanjikan.

c. Syarat sah akad (Ijab dan Qabul)

Akad adalah suatu perkataan antara ijab dan qabul dengan cara yang dibenarkan syara' yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada obyeknya.29 Akad yang dilakukan antara penjual dan pembeli dengan jalan suka sama suka dapat menimbulkan suatu kewajiban di antara masing-masing pihak yang berakad. Pihak penjual

29

(27)

berkewajiban untuk menyerahkan barangnya dan bagi pembeli berhak menerima barang yang telah dibelinya. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan adanya kerelaan antara kedua belah pihak yang bertransaksi.

Ahmad Azhar Baasyir telah menetapkan kriteria yang terdapat dalam ijab dan qabul, yaitu:

1) Ijab dan qabul harus dinyatakan oleh orang yang sekurang-kurangnya telah mencapai umur tamyiz, yang menyadari dan mengetahui isi perkataan yang diucapkan, sehingga ucapannya itu benar-benar marupakan pernyataan isi hatinya. Dengan kata lain, ijab dan qabul harus keluar dari orang yang cakap melakukan tindakan hukum.

2) Ijab dan qabul harus tertuju pada suatu obyek yang merupakan obyek akad.

3) Ijab dan qabul harus berhubungan langsung dalam suatu majlis apabila kedua belah pihak sama-sama hadir, atau sekurang-kurangnya dalam majlis diketahui ada ijab oleh pihak yang tidak hadir.30

Ijab qabul (sh{igat akad) dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu:

30

(28)

1) Secara lisan, yaitu dengan menggunakan bahasa atau perkataan apapun asalkan dapat dimengerti oleh masing-masing pihak yang berakad.

2) Dengan tulisan, yaitu akad yang dilakukan dengan tulisan oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak yang berakad. Cara yang demikian ini dapat dilakukan apabila orang yang berakad tidak berada dalam satu majlis atau orang yang berakad salah satu dari keduanya tidak dapat berbicara.

3) Dengan isyarat, yaitu suatu akad yang dilakukan dengan bahasa isyarat yang dapat dipahami oleh kedua belah pihak yang berakad. Cara yang demikian ini dapat dilakukan apabila salah satu atau kedua belah pihak yang berakad tidak dapat berbicara dan tidak dapat menulis.31

Mengingat posisi akad demikian pentingnya, maka unsur yang paling asasi dalam akad adalah adanya suka sama suka atau kerelaan, sebagaimana firman Allah SWT:

!! !!! !!!!!!!!!!!!!!!

!

!!!!! !!!!!!! !!!!!!!! !!!!!!!!!! !!!!! !!! !!!ƒ!!!!!!!!!!!! !! !!!ƒ!!!!!!! !! !!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!! ƒ!!!!!!!!!!!!!!È

!

!!! !!! !!!!!!! !!!!! !!! !!!!!!!!!! !!!!!!! !! !!!!!!!!!!!!!ƒ!!!!!!!!!

32

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di

31

Ahmad Azhar Basyir,Asas-asas Hukum Muamalah, .68-70.

32

(29)

antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu,

Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

Selanjutnya, menurut Ahmad Azhar Basyir, ada beberapa hal yang dipandang dapat merusakkan akad, yaitu adanya paksaan, adanya penipuan atau pemalsuan, adanya kekeliruan dan adanya tipu muslihat.33

Suatu akad jual beli dapat dikatakan mengandung unsur penipuan apabila penjual menyembunyikan aib terhadap barang dagangannya agar tidak tampak seperti sebenarnya, atau dengan maksud untuk memperoleh keuntungan harga yang lebih besar. Penipuan itu dapat terjadi dengan dua macam cara, yaitu penipuan yang dilakukan dalam suatu harga atau disebut dengan penipuan yang bersifat ucapan dan penipuan yang terdapat dalam sifat suatu barang atau disebut dengan penipuan yang bersifat perbuatan.

Kejujuran dan kebenaran dalam jual beli merupakan nilai yang terpenting. Sehubungan dengan ini, maka sikap mengeksploitasi orang lain dan menjahili atau membuat pernyataan palsu merupakan perbuatan yang dilarang.34Hadis Nabi Saw.:

33

Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah,hlm. 101.

34

(30)

!!!!!!!!!! !!! !!!! !!!!

!

!!! !!!!!!!! !!! !!

!!!

!!!!!!ƒ!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!! !! ƒ!!!!!!!!!!!! !!

35

Artinya : Melarang Rasulullah Saw jual beli al-Hus}a>t dan jual beli gharar.

Jika akad telah berlangsung dan terpenuhi segala rukun dan syaratnya, maka akibat dari adanya akad tersebut adalah pemilik barang (penjual) memindahkan barangnya kepada pihak pembeli dan pembeli menyerahkan uangnya kepada penjual dengan ketentuan harga yang telah disepakati.

Dengan demikian kedudukan akad adalah sebagai syarat

sahnya jual beli dan berfungsi sebagai pemindahan hak milik dari satu pihak kepada pihak lain.

C. Macam-macam Jual Beli

Selagi manusia masih hidup dan bermasyarakat serta masih berhubungan dengan orang lain akan selalu mengadakan transaksi jual beli dalam rangka memenuhi segala kebutuhannya. Seiring dengan kebutuhan manusia yang bermacam-macam, baik kecil maupun besar, bersifat rutin maupun insidental, maka jual beli juga bermacam-macam.

1. Jual beli dilihat dari sifatnya36 a. Jual beli yang sah

35

Al-Tirmiżi, al-Jāmi' al-Ṣaḥiḥ“Kitab al-Buyū’” (Beirut: Dar al-Fikr, t.th) II: 349. Hadis riwayat Abū Kuraib diceritakan oleh Abū Usāmah dari 'Ubaidillah Ibn Umar dari Abi al-Zinād dari al-A'rāj dari AbūHurairah.

36

(31)

Yaitu jual beli yang dibenarkan oleh syara' dan telah memenuhi segala rukun dan syaratnya, baik yang berkaitan dengan orang yang mengadakan transaksi, obyek transaksi serta ijab dan qabul.

b. Jual beli yang batal

Yaitu jual beli yang seluruh atau salah satu syarat dan rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli yang menurut asalnya tidak dibenarkan oleh syara', seperti transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang gila, anak kecil, atau jual beli barang yang haram. Termasuk jual beli yang batal antara lain:

1) Jual beli sesuatu yang tidak ada pada penjual.

2) Menjual belikan sesuatu yang tidak dapat diserahterimakan dari penjual kepada pembeli.

3) Menjual benda-benda yang hilang, seperti lepas dari pemeliharaan.

4) Jual beli yang mengandung unsur penipuan.

5) Jual beli benda najis, seperti babi, khamr, bangkai, anjing dan lain sebagainya.

6) Jual beli yang menjadi milik umum, seperti air, sungai, danau, laut dan sebagainya.

c. Jual beli yang fasid

Ulama Hanafiah membedakan antara jual beli yang fasid

(32)

dengan barang yang diperjual belikan, maka hukumnya batal, seperti jual beli barang-barang yang haram diperjualbelikan. Tetapi jika kerusakan tersebut terkait dengan harga barang dan dapat diperbaiki, maka hukumnya menjadi jual beli fasid.

Di samping beberapa bentuk jual beli yang telah tersebut di atas, terdapat juga pembagian jual beli yang lain, yaitu:

a. Jual beli yang tidak sah

Yaitu jual beli yang tidak diizinkan oleh syari'at Islam karena ada alasan-alasan tertentu, seperti:

1) Menyakiti kepada salah satu pihak atau orang lain yang terlibat dalam jual beli tertentu.

2) Menyempitkan gerakan pasaran. 3) Merusak ketentraman umum.37

b. Jual beli yang sah tapi dilarang, antara lain:

1) Membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar, padahal si pembeli tidak menginginkan barang tersebut, tetapi semata-mata bertujuan supaya orang lain tidak membeli barang tersebut. 2) Membeli barang yang sudah dibeli orang lain atau sudah ditawar

orang lain yang masih dalam masa khiyār.

3) Membeli barang dari orang yang datang dari luar kota sebelum sampai di pasar dan mereka belum mengetahui harga yang ada di pasar.

37

(33)

4) Membeli barang untuk ditahan dan dijual kembali pada saat-saat tertentu dengan harga yang lebih mahal, padahal masyarakat umum berhajat terhadap barang tersebut.

5) Jual beli yang sifatnya membohongi, yaitu jual beli yang mengandung unsur kebohongan, baik di pihak penjual maupun pembeli, yang terdapat dalam barang dan ukurannya.38

2. Jual beli dilihat dari segi harganya

a. Jual beli musāwamah, yaitu jual beli yang dilakukan dengan cara tawar menawar antara penjual dan pembeli sampai adanya kesepakatan harga di antara keduanya.

b. Jual beli murābahah, yaitu jual beli yang dilakukan dengan menyebut barang beserta keuntungannya dengan syarat-syarat tertentu.

c. Jual beli tauliyah, yaitu jual beli yang dilakukan dengan menjual harga pembelian tanpa adanya penambahan harga.

d. Jual beli al-Wadi'ah, yaitu jual beli yang harga jual lebih rendah dibandingkan dengan harga pembelian barang tersebut.39

3838

Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam, cet. ke-1 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), 62.

39

(34)

BAB III

HADIS-HADIS TENTANG PRAKTIK-PRAKTIK YANG TERLARANG DALAM JUAL-BELI

A. Penelusuran Hadis-hadis Tentang Praktik-Praktik yang Terlarang dalam Jual-Beli

1. Hadis tentang Larangan Gharar

!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!! !!! !!!! !!!! !!!!!!! !!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!! !! !!!!!!! !!!!!ƒ!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

!

!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!

!!! !!!! !!! !!!!!!!!!!!!! !!!!!!!! !!!!

!!!

!!!!!!!! ƒ!!!!!!!

!!

!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!! !!! !!!! !!!! !!!!!!!!!!!!

!

!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!! !!!!!!!

!!!!!!!!!! !!! !!!! !!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!! !!!!! !!!!È

! !!!! !!

!

!!! !!!!!!!! !!! !!

!

!

!!! !!!!!!!!!! !! ƒ!!!!!!!!!!!! !!

!!!!!!ƒ!!!!!!!!!

40

Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Abu Bakar bin Abi Shaibah, telah meriwayatkan kepada kami Abdullah bin Idris dan Yahya bin Said

40

(35)

dan Abu Usamah, dari Ubaidillah. Dan telah meriwayatkan kepada kami Zuhair

bin Harb, meriwayatkan kepada kami Yahya bin Said dari

Ubaidillah,meriwayatkan kepadaku Abu al-Zan>ad dari al-‘Araj, dari Abi

Hurairah berkata: Melarang Rasulullah Saw jual beli al-Has}a>t dan jual beli

gharar.

Syarah Hadis

Sesungguhnya Rasulullah Saw melarang menjual barang melalui

al-Hus}a>t dan gharar adapun jual beli al-Hus}a>t ada tiga pendapat, pertama

(36)

konsep Islam, gharar adalah sumber utama dari transaksi yang dilarang. Seperti penjualan yang tidak diketahui bentuknya, penjualan yang belum ada di tempat, penjualan milik orang lain, jual beli yang masih ditangguhkan. Seperti menjual ikan yang masih ada di air sedangkan dalam tempat tersebut terdapat beberapa ikan yang belum diketahui jenisnya, menjual susu yang belum diperah, menjual hewan yang belum lahir yang masih berada di perut induknya, atau menjual barang yang tidak diketahui keadaannya, menjual baju dari beberapa tumpukan pakaian, menjual kambing dari gerombolan induknya, dan masih banyak lagi contoh lainnya yang intinya menjual barang yang belum diketahui jenisnya, bentuknya, tempatnya, bahkan waktunya. Walaupun sudah ada dipredisi keadaannya. Hal ini dilarang oleh Rasulullah Saw karena ada unsur penipuan dalam transaksi jual beli yang barangnya belum diketahui. Akan tetapi ada pendapat yang lemah membolehkan menjual kambing yang masih dalam induknya tetapi sudah diketahui bentuknya. Itupun dikarenakan hal itu kita tidak mungkin melihat barang tersebut akan tetapi melalui prediksi kita sudah melihatnya. Hadis ini menunjukkan bahwa transaksi jual beli dengan melakukan prakter gharar dilarang karena adanya unsur penipuan dan ketidakjelasan barang yang dijual.41

41

(37)

2. Hadis tentang Larangan Monopoli

!!!!!!!!!

!

!!!! !!

!

!! !!

!

!! !!!!

!

!! !!!! !!!! ƒ!!

!

!!!!!!!!!

!

!!!!!

!

!!!!!! !!

!

!!!!!!!!!

!

!!!!!!!! !!! !!!!! !!!!!!! !!!!! !!!!!!!! !!

!!! !!!!!!!!! !!!!!!!!!!!! !!!!! !!!! !!ƒ!!!!! !!!!!!!!!! !!! !!!!! !!!!!!! !!! !!!!!!!!!!!! !!!!! !!!!!!! !!

!!

!!! !!!!!!!! !!! !!

!!

!!! !!!

!!

!! !!!ƒ!!!!!!!! !!!! !!ƒ!!!!!•!!! !!!!!!!!!! !!!!! ƒ!!

42

Artinya : Telah menceritakan Nas}r bin ‘Ali} al-Jahd{ami{ kepada kami,dari Abu Ahmad, dari Isra>i}l, dari ‘Ali{ bin Sa>lim, dari ‘Ali bin Zaid bin

Jud’a>n, dari Sa‘i}d bin al-Musayyab, dari ‘Umar, dari Rasulullah SAW.

bersabda, Orang yang mendatangkan barang akan diberi rizki, dan yang

menimbun barang akan dilaknat”.

!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!! !!!! !!!!!!!!!!!!!! !!!!! !!!!!! ƒ!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!! !!!!! !!! !!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!

!!! !!!!!!!!!!!!!

!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!! !!!!!! !!!!!!!!

!!

!!!!!!!! !!! ! !

!!

!

!!! !!! !!!! !!!!!!! !!!

!!!!!!!

!!

!

!!!!!!! !!! !!

!!!! !

!!

!!!!!!!!!!!!! !!! !!!!!!!!!ƒ!!!

!

43

!

42

Abu Abdullah Muhammad bin Yazi{d bin Abdullah bin Majah Al Quzwaini}, Sunan Ibn Majah, Juz III (Beirut: Dar Ma’rifat, 1996) 13. Lihat juga di; Abd Allah ibn `Abd al-Rahman al-Da>rimi}, Sunan al-Da>rimi}, (Riyadh, Dar al-Mugni{) hadis no. 2586, h. 1657.

43

(38)

Artinya : Telah menceritakan Abdullah bin Sabba>h, meriwayatkan kepada kami Abu Ali al-Hanafi, dari Abdul Rahman bin Abdullah bin Dinar

berkata, meriwayatkan kepadaku Ayahku dari Abdullah bin Umar Ra.: Rasulullah

Saw melarang jual beli hadiru libadin (transaksi orang kota dengan orang desa

untuk menjualkan barangnya dengan harga yg lebih tinggi)

Syarah Hadis

Rasulullah Saw melarang membeli barang yang datang dari daerah tertentu untuk dibawa ke kota dengan melakukan penipuan atau manipulasi harga, dan ketika seseorang datang untuk membeli barang yang datang dari daerah tertentu dan ketika belum sampai di kota pembeli mencegat di perjalanan dengan memanipulasi harga. Oleh karena itu penjual pertama terpaksa untuk menjual barang dagangannya kepada penadah dengan menawarkan harga yang lebih murah, hal ini dikarekanan ketidaktahuan penjual pertama terhadap harga di kota. Larangan ini menunjukkan bahwa penipuan terhadap harga jual barang dalam jual beli dilarang dalam Islam. Hadis ini menunjukkan bahwa monopoli dengan tujuan harga yang tinggi termasuk dalam praktek penipuan dalam jual beli. Menurut

al-Syafi’i yang dimaksud dengan hadir libad adalah barang dagangan yang

(39)

tersebut diharamkan karena syarat yang diberikan oleh penjual dan pembeli adalah syarat yang batil.44

3. Hadis tentang larangan menawar barang yang sudah dibeli

!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!! !!!!! !!!!!!! !!!!!!!! !!! !!!!!! !!!!!!!! !!!!!!!!!!!!

!!

!

!!!!!!!! !!! ! !

!!

!

!!! !!

!!!!!!!!!! !!! !!

!!

!! !!! !!

!!!! !!!!!!

!!

!!!!! !!!!!!!!!!! !!!!!!!!! !! !!!!!!!!!!!!!!! !!!! !!!

45

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ismail, berkata meriwayatkan kepadaku Malik dari Nafi’ dari Abdullah bin ‘Umar Ra.

Bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: Janganlah sebagian diantara kamu

membeli atau menawar barang yang telah dibeli atau ditawar saudaramu.

Syarah Hadis

Dalam hadis lain yang diriwayatkan Muslim, dari Tariq ‘Ubaidillah bin

‘Umar, dari Nafi’ lafaz hadis ini

!! !!! !!!!! !!!!! ! !! !!!! ! ! !! !!!!! !!!!!!! !!!! ! !!!!!!!!!

!!! ! !!!

dan kalimat

!!! ! !!!! ! !! ! !

mengandung arti istisna terhadap dua hukum.

Yaitu, menunggu akad jual beli selesai sampai dia membeli atau membatalkan

44

Abu Zakaria Yahya bin Sharf bin Mari al-Nawawy}Minhaj Syarah Muslim bin al-Hajaj , Juz IX (Beirut: Dar Ihya al-Turats), 164.

45

(40)

transaksi jual beli. Seperti yang ada di dalam kaidah al-Syafi’iah. Adapun riwayat yang kedua lebih khusus untuk pernikahan. Seseorang tidak dibolehkan meminang seseorang perempuan jika telah dipinang oleh orang lain, sampai dia melanjutkan pernikahan atau membatalkannya. Oleh karena itu di kalangan

al-Syafi’ahterjadi perbedaan terhadap hadis ini. Pertama, ada kemungkinan hadis ini

khusus pada bab pernikahan, dan yang kedua, hadis ini ada pada bab muamalah. Akan tetapi dari beberapa perbedaan pendapat tersebut sebenarnya mempunyai satu makna, baik nikah ataupun jual beli, kedua-duanya sama-sama melarang mengambil hak orang lain.

Kalimat la yabiu ini seperti seseorang yang berkata, apakah akan engkau teruskan jual beli ini atau tidak. Sedangkan di pihak lain, ada pembeli yang juga ingin membeli barang dagangan tersebut. Maka, si penjual tidak boleh menjual barang dagangannya kepada pihak kedua sebelum masa transaksi pihak pertama selesai. 46

4. Habalil Habalah

46

(41)

!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!! !!!!! !!!!!!!!!!!!!!! !!!!! !! !!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

!

!!!

!!!!!!!! !!! ! !

!!

!!! !!

!!!!!!!!!! !!! !!

!!

!!!! !!!!!!!! !!! !!

!!

!!!!!!!!!!!! ƒ!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!! !!!•!!!!!!!!! ƒ!!!!! !!!! !!!!!!!!!! !!!! !!!!

! !!!! !!!!!!!! !!!!!!!!!!!!•!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!ƒ!!!!! !!!!!!!!!!!! ƒ!!!!! !!!!!!!!!! !! !!!!!!! !!! !•

!

!!!!!ƒ!!!

47

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, Memberitakan kepada kami Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin ‘Umar Ra.

Bahwasanya Rasulullah Saw melarang melarang transaksi jual beli yang disebut

dengan “habalul habalah”. Itu adalah jenis jual beli yang dilakoni masyarakat

jahiliah. “Habalul habalah” adalah transaksi jual beli yang bentuknya adalah:

seorang yang membeli barang semisal unta secara tidak tunai. Jatuh tempo

pembayarannya adalah ketika cucu dari seekor unta yang dimiliki oleh penjual

lahir.

Syarah Hadis

Abu ‘Ubaid berkata bahwa yang dimaksud dengan habalil habalalialah khusus untuk hewan yang bisa hamil dan melahirkan. Karena tidak bisa disebut habalil habalah kecuali hewan yang mempunyai janin, dikarenakan transaksi yang dilakukan adalah menjual janin hewan tersebut. Hadis ini termasuk dalam kriteria

gharar dikarenakan transaksi yang dilakukan dalam habalil habalah ini

mengandung unsur penipuan terhadap barang yang akan dijual. Hal ini dikarenakan janin yang dijual belum ada kejelasan kapan lahirnya, apakah hidup

47

(42)

atau mati, dan jenis kelaminnya. Oleh karena itu Rasulullah melarang menjual binatang yang masih dalam perut. Diriwayatkan dari Ubaidillah bin Umar, dari Nafi’ ia berkata, Dahulu pada masa jahiliyah, mereka telah melakukan transaksi jual beli daging domba, sapi, dan sebagainya sampai menjual binatang yang masih dalam perut yang belum diketahui jenis dan bentuknya. Kemudian Rasulullah Saw melarang mereka untuk melakukan hal demikian.

Adapun al-Jazur (روُﺰَﺠْﻟا ) adalah onta jantan ataupun betina, akan tetapi sebenarnya kalimat al-Jazur ini kalimat mu’annas dan ini berlaku juga untuk mudzakar. Jadi ada kemungkinan penyebutan al-Jazur dalam hadis ini mengandung arti bahwa orang-orang pada masa jahiliyah tidak melakukan transaksi jual beli kecuali pada binatang onta dan dagingnya. Bisa juga itu cuma hanya sekedar contoh dari binatang lain. dan secara hukum fiqih sebenarnya tidak ada perbedaan onta dan lainnya. Yang menjadi permasalah al-Jazur disini bukan hanya untuk onta saja akan tetapi hewan yang bisa hamil dan melahirkan.

Kalimat (ُﺔَﻗﺎﱠﻨﻟا َﺞَﺘْﻨُﺗ ْنَأ ﻰَﻟِإ) di dalam hadis ini berarti binatang yang bisa hamil dan melahirkan, artinya janin yang ada dalam kandungan sampai lahir dalam keadaan hidup.

(43)

keadaannya dan belum mampu untuk diserahkan saat itu. Maka, transaksi ini termasuk dalam transaksi gharar, karena ada unsur penipuan.48

5. Muh<aqalah, Mukh>adarah, Mula<masah, Muna<badzah, dan Muza<banah

!!!! !!!!!!!! !!!!! !!!!!! !!!!! !!! !!!!!! !!!!! !!!!!!!! !!!!!!!! !!! !!!!!! !!!!!!!! !!!!!!!! !!! !!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!! !!!!!!!!!!

!!! !!!!!!!!

!!!!!!!! !!!!!!!!! !!!!!!!!!

!!

!!!!!! !!! ! !

!!

!!!!!!!!!! !!! !!!!! !!!!!!!!!!! !!

!!

!! !! !!!!!!!! !!! !!

!!

!!! !!!! !!!!

!!!!!!!ƒ!!

!!!!!•!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!•!!!!!!!!!!!!ƒ!!!!!! !!!!!•!!! !! !!!!!! !!!!!!!!!!!ƒ!!!!!!!!!!!!!!!! !! !!!!!!! !!!! !!! !!!!!•!!!!!

!!! !!!! !!

!!!!!!!!!!!!! !!!!!!! !!! !!!!!!!!! !!!!!!!!! !!!! !!ƒ!!!!!•!!!!! !!!! !!ƒ!!

49

Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Said bin ‘Ufair, ia berkata meriwayatkan kepadaku al-Laits, ia berkata meriwayatkan kepadaku

‘Uqail, dari Ibn Sh}ihab, ia berkata mengkhabarkan kepadaku ‘A<mir bin Sa’ad,

bahwasanya Rasulullah Saw melarang munabadzah, yaitu penjual menjajakan

pakaian yang dimiliki untuk dijual dan pembeli tidak memegang atau melihat

barang tersebut, dan Rasulullah Saw juga melarang mulamasah, yaitu penjual

48

Ibn Hajar al-Asqalani Abu'l-Fadl Ahmad ibn Ali ibn Muhammad,Fath al-Bari Sharh Sahih al-Bukhari, Juz VI (Beirut: Dār al-Fikr) 472.

49

(44)

dan pembeli menyentuh pakaian yang dijual atau barangnya tanpa perlu

memeriksa atau membukanya.

!! !!!!! !!! !! !!!!!!!!!!!!

!

!!!!! ƒ!!!!! !!!!!!! !!!!! !!! !! !!!! !!!!!!!! !!! !!!!! !!!!!! !!!!!!!! !!! !!!!!! !!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!! !!!!

!!! !!!!!!!! !!!!! !!!!!!! !!!!! !!!!! !!È

! !

!!

!!!!!! !!! ! !

!!

!!!!!!!!!! !!! !!!! !!!!!!! !!!!!!!!!!

!!!

!!!! !!!!!!!! !!! !!

!!

!! !!ƒ!!!!!•!!!!!!!!!! !!ƒ!!!!! !!

!!!!!!!!!!!ƒ!!!!!•!!!!!!!!!!!!ƒ!!!!!•!!!!! !!!! !!ƒ!!!!!•!!!!!!! !

50

Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Ish<aq bin Wahb, meriwayatkan kepada kami ‘Umar bin Yunus, ia berkata meriwayatkan kepadaku

ayahku, ia berkata meriwayatakan kepada Ish<aq bin Abi Thalhah al-Ansha<ri,

dari Anas bin Malik Ra. Bahwasanya melarang Rasulullah Saw muhaqalah,

mukhadarah, mulamasah, munabadzah, dan muzabanah.

!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!! !!!!! !!!!!!!!!!!!!!! !!!!! !! !!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

!!!

! !!! ! !

!!!!!!!

!!

!!! !!

!!!!!!!!!! !!! !!

!

!

!!!! !!!!!!!! !!! !!

!!

!

!!!!!!!!ƒ!!!! !!!!!•!!!!!! !! !! !!!!!!!!!!! !!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!! !!!!

!! !!!!!!!ƒ!!!!

51

Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Abdullah bin Yusuf, mengkhabarkan kepada kami M<alik, dari N<afi’, dari Abdullah bin ‘Umar Ra

50

Abi Abdillāh Muhammad ibn Ismā'il ibn Ibrāhim ibn Mughirah ibn Bardizbah al-Bukhāri al-Ja’fiyyi, Sahih Bukhāri, Juz II (Beirut: Dār al-Fikr, 1401 H/ 1981 M), h. 180

51

(45)

bahwasanya Rasulullah Saw melarang jual beli buah yang belum panen, dan

Rasulullah juga melarang orang untuk menjual barang dagangannya tersebut.

!! !!!! !!!! !!!!! !!!!!!!!! !!!!! !!!!! !!!!!!! !!!!!!!! !!! !!!!!! !!!!!!!! !!!!!!!!!!!!

!

!!! !!!!! !!!!È

! !!!! !!!!!!!!!!!!!! !!!!!!! !!!!!!! !!!!!

!!!!!!!!!!!!! !!!!

!!

!

!!!!!! !!! ! !

!

!

!!!!!!!!!! !!! !!!!! !!

!

!

!!!! !!!!!!!! !!! !!

!

!

!!!!! !!!! !!ƒ!!!!! !!!! !!!!

!!!!!!!!!!ƒ!!!!

52

Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Ismail, ia berkata meriwayatkan kepadaku Malik, dari Muhammad bin Yahya bin Hibban, dan dari

Abi al-Zan<ad, dari al-‘Araj, dari Abi Hurairah Ra. Bahwa Rasulullah saw.

melarang sistem jual beli mulamasah (wajib membeli jika pembeli telah

menyentuh barang dagangan) dan munabadzah (sistem barter antara dua orang

dengan melemparkan barang dagangan masing-masing tanpa memeriksanya)

Syarah Hadis

Kalimat muna>badzah dalam hadis Abi Sa’id tersebut menunjukkan bahwa membeli barang tanpa diketahui barangnya termasuk dalam kategori penipuan. Transaksi jual beli ini juga termasuk dalam kategori spekulasi

52

Abi Abdillāh Muhammad ibn Ismā'il ibn Ibrāhim ibn Mughirah ibn Bardizbah al-Bukhāri al-Ja’fiyyi, Sahih Bukhāri, Juz II (Beirut: Dār al-Fikr, 1401 H/ 1981 M), 88. Lihat juga di; Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi Al-Naisaburi, al-Jami‘ al-Sahih, Juz VI (Beirut: Dar al-Fikr, [t.t.) hadis no. 3874, h. 702. Lihat juga di; Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Abu `Abd Allah al-Shaybani, Musnad Ahmad ibn Hanbal, (Beirut: Muassasah

al-Risa>lah) hadis no. 9170. A฀mad ibn Shu`ayb ibn Alīibn Sīnān Abū`Abd ar-Ra฀mān al-Nasā'ī,

(46)

dikarenakan pembeli hanya diberikan pilihan untuk membeli barang yang disentuhnya tanpa melihat barang itu cacat atau tidak. Dan dari riwayat Ibnu Majah diriwayatkan dari Sufyan, mengatakan bahwa muna>badzah itu seperti seorang yang mengatakan ‘berikan barang yang ada pada engkau, dan aku akan memberikan barang yang ada padaku’. Jual beli ini termasuk dalam kategori barter barang dagangan, akan tetapi dengan harga yang telah ditentukan tanpa melihat keadaan barang.

Ulama berbeda pendapat mengenai pengertian muna>badzah, diantara perbedaan pendapat itu, pertama, menjadikan lemparan sebagai transaksi jual beli. Kedua, menjadikan lemparan sebagai transaksi jual beli tanpa ada tawar-menawar. Ketiga, menjadikan lemparan sebagai tanda berakhirnya khiyar. Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa muna>badzah adalah jual beli hashah,

namun sebenarnya keduanya berbeda.

Transaksi mula>masah yaitu penjual dan pembeli menyentuh pakaian yang dijual atau barangnya tanpa perlu memeriksa atau membukanya. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian ini, pendapat pertama mengatakan bahwa mula>masahitu ialah penjual membawa pakaian yang hendak dijualnya dalam keadaan terlipat atau di tempat yang gelap lalu si penawar menyentuhnya lalu penjual berkata kepadanya, "Aku jual pakaian ini kepadamu dengan syarat engkau tidak perlu melihatnya cukup menyentuhnya saja (menyentuhnya sama dengan melihatnya). Pendapat kedua mengatakan bahwa

mula>masah itu ialah apabila penjual mensyaratkan sentuhan tersebut sebagai

(47)

Semua bentuk jual beli muna>badzah dan mula>masah yang telah dijelaskan di atas hukumnya haram, karena termasuk dalam bab perjudian (untung-untungan). Dan jual beli ini dianggap bathil. Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Authaar (V/247), "'Illat (alasan) dilarangnya jual beli mula>masah

dan muna>badzah adalah adanya unsur gharar (tipuan), ketidakjelasan dan

batalnya hak khiyar bagi si pembeli."

Muh<aqalahyaitu menjual makanan yang masih di tangkainya, konsep

larangan tersebut terdapat pada menjual barang yang belum diketahui hasilnya, seperti menjual gandum, padi yang belum menjadi beras. Ada juga pendapat yang mengatakan muh<aqalahitu menjual buah yang belum diketahui hasil buahnya. Ada beberapa pendapat ulama mengenai jual beli barang dagangan seperti buah yang masih mentah dan belum diketahui masa panennya. Sedangkan

mukh<adarah adalah jual beli buah yang masih mentah dan belum layak untuk

dijual, atau menjual padi yang belum layak untuk di panen. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai jenis transaksi ini, menurut al-Syafi’i bahwa boleh melakukan transaksi buah yang jelas matangnya buah tersebut, dan boleh juga yang masih mentah akan tetapi disyaratkan dengan harga yang sesuai, akan tetapi tidak boleh menjual buah kelapa yang masih kecil. Dari mazhab Hanafi membolehkan secara mutlak dan boleh memutus transaksi jual beli jika ada terdapat perbedaan yang telah disepakati bersama, sedangkan dari mazhab Maliki, hanya boleh jika jelas manfaatnya, hal demikian karena kebutuhan dari pembeli.53

53

(48)

6. Najsy

!!!!!!!!!! !!!!!! !!!!!!!!!!!!! !!!!! !!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!! !!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

!!

!!!!!!!! !!! ! !

!!

!!! !!!!!!!! !!!!!!! !!!

!!

!! !!! !!

!!!! !!!!!!

!!

!!! !! !!!!!!! !!

! 54

Artinya : Telah meriwayatkan kepada kami Abdullah bin Maslamah, dari Nafi’, dari Ibn ‘Umar Ra bahwasanya Nabi melarang jual beli najsy.

Syarah Hadis

Haram hukumnya praktek najasydalam jual beli, at-Tirmidzi berkata dalam Sunannya, "Hadits inilah yang berlaku di kalangan ahli ilmu, mereka memakruhkan praktek najasy dalam jual beli."55

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fath al-Bari , "Makruh yang dimaksud adalah makruh tahrim (haram).56

Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat

54

Abi Abdillāh Muhammad ibn Ismā'il ibn Ibrāhim ibn Mughirah ibn Bardizbah al-Bukhāri al-Ja’fiyyi, Sahih Bukhāri, Juz II (Beirut: Dār al-Fikr, 1401 H/ 1981 M), h. 81/8

55

Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tirmizi, Sunan at-Tirmizi,Juz III (Beirut: Dar al-Fikr) 597.

56

(49)

untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.57

Al-Baghawi berkata dalam kitab Syarhus Sunnah [VTII/120-121],

Najasy adalah seorang laki-laki melihat ada barang yang hendak dijual. Lalu ia

datang menawar barang tersebut dengan tawaran yang tinggi sementara ia sendiri tidak berniat membelinya, namun semata-mata bertujuan mendorong para pembeli untuk membelinya dengan harga yang lebih tinggi.

At-Tanajusy adalah seseorang melakukan hal tersebut untuk

temannya dengan balasan temannya itu melakukan hal yang sama untuknya jika barangnya jadi terjual dengan harga tinggi. Pelakunya dianggap sebagai orang durhaka karena perbuatannya itu, baik ia mengetahui adanya larangan maupun tidak, sebab perbuatan tersebut termasuk penipuan dan penipuan bukanlah akhlak orang Islam.

Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (VIII/121), "Para ulama sepakat bahwa bila seorang mengakui praktek najasy yang dilakukannya lalu si pembeli jadi membelinya, maka jual beli dianggap sah, tidak ada hak khiyar bagi si pembeli, jika oknum pelaku najasytadi melakukan aksinya tanpa perintah dari si penjual. Namun, bila ia melakukannya atas perintah dari si penjual, maka sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa si pembeli memiliki hak khiyar.

57

(50)

BAB IV

ANALISIS PEMAHAMAN TEKS HADIS DAN HIKMAH LARANGAN MENIPU DALAM JUAL BELI

A. Analisa Pemahaman Teks Hadis 1. Hadis Larangan Gharar

Teks Matan hadis:

!!!!!!!!!! !!! !!!! !!!!

!

!!! !!!!!!!! !!! !!

!!!

!!!!!!ƒ!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!! !! ƒ!!!!!!!!!!!! !!

a. Tinjauan Kata pada Matan Hadis Jual beli al-Has}a>t

(51)

salah satu dari pakaian yang terkena lemparan batu ini kepadamu." Atau bisa juga dengan perkataan, "Aku akan menjual tanah ini kepadamu dari tempat kita berdiri hingga sejauh lemparan batu ini".58

Jual beli al-Gharar

Kata gharar menunjukkan makna suatu kondisi suatu barang apakah akan memberikan kerugian pada pemiliknya tidak diketahui dengan jelas. Dalam hal jual beli, berdasarkan larangan hadis Rasulullah tersebut diatas, unsur gharar juga menjadi salah satu penyebab tidak sahnya suatu akad jual beli. Di mana kemudian istilah jual beli yang bersifat gharar ini dimaknai suatu proses jual beli yang tidak memberikan kepastian tentang bentuk, atau kadar, kondisi, serta harga barang yang dijual. Sedangkan proses jual beli sudah selesai.59

b. Makna Umum dari Hadis

Secara umum hadis ini merupakan salah satu dari prinsip dasar dari sistem aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan tujuan dasar adanya syariah yang diantaranya adalah menjaga harta manusia dan hak-hak finansialnya, maka unsur penipuan dan ketidakjelasan dalam setiap transaksi harus dilarang dengan tegas.

Jual beli Hashat dan Gharar yang tertera dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. tersebut, merupakan bentuk nyata dari dua unsur interaksi yang merugikan. Dimana sudah semestinya interaksi antara pelaku

58

Muhammad Shadiq Khan, Al-Siraj Al-Wahha>j min Kasyfi Mathalib Shahih Muslim bin al-Hajjaj, Juz IV (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah), 122.

59

(52)

ekonomi haruslah didasarkan atas prinsip saling memberikan keuntungan. Si penjual memberikan keuntungan manfaat ataupun jasa kepada pembeli dari barang atau produk yang ia jual. Sedangkan si pembeli memberikan keuntungan nilai atau harga dari barang yang berpindah alih kepemilikannya, serta dapat kembali membeli produk lain yang akan ia manfaatkan untuk terus mempertahankan usaha yang ia jalani.

Demikianlah Islam sebagai agama yang sangat memperhatikan segala aspek kehidupan para penganutnya. Ini semua bertujuan untuk kemashlahatan umat manusia di muka bumi.

c. Faedah yang diambil dari hadis

 Hadis ini menjadi salah satu sandaran dalil bagi para fuqaha dalam

menetapkan syarat sah dalam jual beli yaitu pembeli dan penjual sama-sama mengetahui dengan pasti harga dan sesuatu yang dijual sebelum keduanya menyelesaikan transaksi jual beli. Begitu juga dengan syarat bahwa penjual diharuskan mampu untuk menyerahkan barang yang ia jual kepada pembeli.

 Hadis ini juga jadi sandaran dalil dari salah satu syarat sah dalam akad

sewa menyewa.

Gharar identik dengan ketidaktahuan. Oleh sebab itu, semakin besar unsur

(53)

 Seluruh akad atau transaksi ekonomi yang sifatnya memberikan

keuntungan kepada kedua belah pihak, dalam aturan-aturannya pasti akan mengacu kepada hadis ini atau kandungannya sebagai prinsip dasar dalam setiap transaksi.

d. Pendapat ulama berkenaan dengan hukum Fiqih dari hadis d.1 Jual beli Hashat

Secara umum para ulama dengan jelas sepakat bahwa jual beli Has}a>t

hukumnya adalah haram. Berikut ini sikap para ulama yang mereka utarakan dalam kitab yang mereka tulis.

Al-Imam Syamsuddin Abi Abdillah bin Ibnu al-Qayyim al-Jauzi mengatakan, "Semua gambaran yang saya utarakan tentang jual beli Has}a>t

adalah bentuk transaksi yang fasid (rusak) dan termasuk dalam kasus mengambil hak orang lain dengan cara yang batil."60

Imam as-Sanady mengatakan, "Jual beli Has}a>t menandakan bahwa barang yang dijual belum diketahui secara tepat. Ada pula yang mengatakan bahwa lemparan batu merupakan bagian dari akad. Padahal seharusnya akad dilakukan dengan ijab dan qabul antara kedua pihak sehingga ini sangat menyalahi dengan aturan syariat."61

d.2 Jual beli Gharar

60

Ibn Qayyim Al-Jauzi,Zâdul Ma'âd, (Beirut: Muasasah al-Risalah) 725.

61

(54)

Imam Nawawi berkata, "Larangan jual beli Gharar adalah fondasi dasar dalam aturan jual beli yang mencakup berbagai macam kasus yang berhubungan dengan transaksi jual beli."62

Imam Khithabi mengatakan, "Segala jenis jual beli yang mengandung unsur ketidaktahuan terhadap dagangannya termasuk dalam hukum gharar. Larangan dari Rasulullah terhadap jual beli gharar ini bertujuan untuk melindungi harta dan menghindarkan perselisihan antara pihak-pihak yang melakukan transaksi jual beli."63

2. Hadis Larangan Monopoli Teks Matan Hadis 1:

!!!!!!!!!! !!! !!!! !!!!

!!

!!!!!!!! !!! !!

!!!!

!!

!!!!!!!!!!!! !!! !!!!!!!!!ƒ!!!

!!

Teks Matan Hadis 2:

!!! !!!!!!!!! !!

!!

!!! !!!!!!!! !!! !!

!!!

!!! !!!

!!

!! !!!ƒ!!!!!!!! !!!! !!ƒ!!!!!•!!! !!!!!!!!!! !!!!! ƒ!!

!!

a. Tinjauan Kata pada Matan Hadis Jual beli Hâdhir Libâdin

Disebutkan dalam kitab 'Aunul Ma'bûd, Imam Nawawi mengatakan bahwa Imam Syafi'I dan kebanyakan para pengikut beliau menggambarkan

62

Ibnu Hajar al-'Asqalani, Fathul Bâri Syarah Shahih Bukhari, Bab Ba'ul Gharar hadis no 2036.

63

(55)

Hâdhir Libâdin yang disebutkan nabi pada hadis diatas adalah, seseorang yang datang dari daerah terpencil atau pedalaman yang menjual barang dagangannya yang merupakan kebutuhan orang banyak dengan harga biasa. Kemudian ada orang lain yang memborong barang tersebut dengan maksud untuk menjualnya secara bertahap dengan harga yang bisa ia atur sendiri, tidak berdasarkan harga pasar yang sudah disepakati.64

Kemudian Imam Nawawi menambahkan, bahwa jual beli ini diharamkan dengan syarat bahwa orang tersebut mengetahui bahwa apa yang ia lakukan memang dilarang. Namun jika ia tidak mengetahuinya, atau barang tersebut bukan merupakan kebutuhan orang banyak, maka hal tersebut tidak diharamkan.

Hadis 2

!! !!!ƒ!!!!!!!! !!!! !!ƒ!!!!!•!!! !!!!!!!!!! !!!!! ƒ!!

Imam al-Auzâ'i berkata, "Al-Jâlib bukanlah Muhtakir, karena orang tersebut tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain. Bahkan ia justru memberikan manfaat kepada orang lain. Karena ia justru memberikan rasa tenang kepada orang lain bahwa stok bahan makanan pokok masih tersedia dan siap diperjualbelikan kepada yang membutuhkannya.65

b. Makna Umum dari Hadis

64

Muhammad Syamsul Hal al-Azhim Âbâdi, 'Aunul Ma'bûd, (Beirut: Dar al-Fikr),240

65

(56)

Sederhananya dunia perdagangan memang berorientasi pada keuntungan materi. Namun ada nilai-nilai tertentu yang menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi setiap prilaku setiap orang dalam berdagang. Seperti kejujuran, kecermatan, dan hal-hal lainnya.

Dalam hal yang sangat

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel 8 hasil uji statistik didapatkan bahwa nilai r=0,566 dan nilai p =value 0,000 yang menunjukkan bahwa terdapat kekuatan hubungan yang sedang dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan manajemen kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pembelajaran PAI serta faktor pendukung dan penghambat manajemen

Disini saya menugaskan siswa untuk melakukan observasi mengenai kehidupan sehari – hari masyarakat di sekitarnya, lalu mereka menganalisa perilaku yang sesuai dengan Asmaul

Model Pembelajaran Pikat Alami Namai Tunjukkan dan Ulangi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Menulis Pantun (Kajian Eksperimen Pada Siswa Kelas VII SMPN 2

 Pada 1876, setelah Sultan Abdul Hamid II menaiki takhta , hutang yang ditanggung oleh kerajaan TU ialah melebihi daripada 200 juta pound Sterling. Tanzimat dalam bidang ekonomi

Pada penelitian ini digunakan analisis jalur yang merupakan bentuk modifikasi dari analisis regresi dimana variabel bebas yang diteliti tidak hanya mempengaruhi

sama dengan Gunung T’ien-t’ai.” Dalam surat kepada Tuan Ueno, Ia menuliskan, “Ini adalah tempat kediaman yang sangat bagus bagi seorang pelaksana Saddharma Pundarika

Tingkat frekuensi gigi terkena dengan lingkungan yang kariogenik dapat memengaruhi perkembangan karies. Setelah seseorang mengonsumsi makanan mengandung gula, maka