A. KEHAMILAN
1. Definisi
Proses kehamilan adalah mata rantai yang berkesinambungan
dan terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan
pertumbuhan zigot, terjadi nidasi (implantasi) pada uterus,
pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai
aterm (Manuaba, 2010; h.75).
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari
saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung
dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender
internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester
kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu
(minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu
ke-28 hingga ke-40) (Sarwono, 2010; h.213).
2. Tanda dan gejala kehamilan
a. Tanda dugaan kehamilan
ovulasi. Dengan mengetahui tanggal haid terakhir dengan
perhitungan rumus Naegle dapat ditentukan perkiraan persalinan.
2) Mual (Nausea) dan Muntah (Emesis). Pengaruh esterogen dan
progesterone menyebabkan pengeluaran asam lambung yang
berlebihan dan menimbulkan mual dan muntah terutama pada
pagi hari yang disebut morning sickness. Dalam batas yang
fisiologis, keadaan ini dapat diatasi. Akibat mual dan muntah,
nafsu makan berkurang.
3) Ngidam. Wanita Hamil sering menginginkan makanan tertentu,
keinginan yang demikian disebut Ngidam.
4) Sinkope (Pingsan). Terjadinya gangguan sirkulasi kedaerah kepala (sentral) menyebabkan iskemia susunan saraf pusat dan
menimbulkan Sinkope atau pingsan. Keadaan ini menghilang
setelah usia kehamilan 16 minggu.
5) Payudara Tegang. Pengaruh estrogen-progesteron dan
somatomamotrofin menimbulkan deposit lemak, air, dan garam
pada payudara.Payudara membesar dan tegang. Ujung saraf
tertekan menyebabkan rasa sakit terutama pada hamil pertama.
6) Sering Miksi. Desakan Rahim kedepan menyebabkan kandung
kemih cepat terasa penuh dan sering miksi. Pada Triwulan
kedua, gejala ini sudah menghilang.
7) Kontipasi atau Obstipasi.
Pengaruh progesteron dapat menghambat peristaltik usus,
8) Pigmentasi kulit. Keluarnya melanophore stimulating hormone
hipofisis anterior menyebabkan pigmentasi kulit di sekitar pipi (kloasma gravidarum), pada dinding perut (striae lividae, striae
nigra, linea alba makin hitam), dan di sekitar payudara
(hiperpregmentasi areola mamae, putting susu makin menonjol,
kelenjar Montgomery menonjol, pembuluh darah manifes sekitar
payudara), disekitar pipi (kloasma gravidarum).
9) Epulis. Hipertropi gusi yang disebut epulis, dapat terjadi bila
hamil.
10) Varises atau penampakan pembuluh darah vena. Karena
pengaruh estrogen dan progesteron terjadi penampakan
pembuluh darah vena, terutama bagi mereka yang mempunyai
bakat. Penampakan pembuluh darah itu terjadi di sekitar
genetalia eksterna, kaki, betis, dan payudara. Penampakan
pembuluh darah ini dapat menghilang setelah persalinan.
(Manuaba, 2010; h.107-108).
b. Tanda tidak pasti kehamilan
Tanda tidak pasti kehamilan dapat ditentukan oleh:
1) Rahim membesar, sesuai dengan tuanya hamil.
2) Pada pemeriksaan dalam, dijumpai tanda Hegar, tanda Chadwicks, tanda Piscaseck, kontraksi Braxton Hicks, dan teraba ballottement.
3) Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif. Tetapi sebagian
c. Tanda pasti kehamilan
Tanda pasti kehamilan ditentukan melalui:
1) Gerakan janin dalam rahim.
2) Terlihat/teraba gerakan janin dan teraba bagian-bagian janin.
3) Denyut jantung janin. Didengar dengan stetoskop leanec, alat
kardiotokografi, alat Doppler. Dilihat dengan ultrasonografi
(Manuaba, 2010; h.109).
3. Perubahan fisiologis ibu hamil
a. Perubahan Pada Anatomi Ibu Hamil
1) Sistem Reproduksi
a) Perubahan Uterus
Ukuran uterus untuk akomodasi pertumbuhan janin,
rahim membesar akibat hipertrofi dan hiperplasia otot polos
rahim, serabut-serabut kolagennya menjadi higroskopik,
endometrium menjadi desidua. Berat uterus naik secara luar
biasa, dari 30 gram menjadi 1000 gram pada akhir kehamilan
(40 pekan) (Mochtar, 2012; h: 29).
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk
menerima dan melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta,
amnion) sampai persalinan. Selama kehamilan,uterus akan
berubah menjadi suatu organ yang mampu menampung
janin, plasenta dan cairan amnion rata-rata pada akhir
kehamilan volume totalnya mencapai 5 I bahkan dapat
mencapai 20 I atau lebih dengan berat rata-rata 1100 gram
b) Ovarium
Dengan terjadinya kehamilan, indung telur yang
mengandung korpus luteum gravidarum akan meneruskan
fungsinya sampai terbentuknya plasenta yang sempurna
pada usia 16 minggu. Kejadian ini tidak dapat lepas dari
kemampuan vili korealis yang mengeluarkan hormon korionik
gonadotropin yang mirip dengan hormon luteotropik hipofisis
anterior (Manuaba, 2010; h.92).
c) Vagina dan Vulva
Vagina dan vulva mengalami perubahan akibat
hipervaskularisasi vagina dan vulva terlihat lebih merah atau
kebiruan. Warna livid pada vagina dan porsi serviks disebut
tanda chadwick (Mochtar, 2012; h: 30).
d) Dinding Perut
Pembesaran pada rahim menimbulkan peregangan dan
menyebabkan robeknya serabut elastik di bawah kulit
sehingga timbul striae gravidarum, linea nigra, dan linea alba
(Mochtar, 2012; h: 30).
e) Payudara (Mammae)
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan
sebagai persiapan memberikan ASI pada saat laktasi.
Perkembangan payudara tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh hormon saat kehamilan, yaitu estrogen,
Fungsi hormon mempersiapkan payudara untuk
pemberian ASI dijabarkan sebagai berikut (Manuaba, 2010;
h.92).
(1) Estrogen, berfungsi:
(a) Menimbulkan hipertofi system saluran payudara
(b) Menimbulkan penimbunan lemak dan air serta garam
sehingga payudara tampak makin membesar
(c) Tekanan serat saraf akibat penimbunan lemak, air, dan
garam menyebabkan rasa sakit pada payudara.
(2) Progestron, berfungsi:
(a) Mempersiapkan asinus sehingga dapat berfungsi
(b) Meningkatkan jumlah asinus
(3) Somatomamotrofin, berfungsi:
(a) Memengaruhi sel asinus untuk membuat kasein,
laktalbumin, dan laktoglobulin
(b) Penimbunan lemak disekitar alveolus payudara
(c) Merangsang pengeluaran kolostrum pada kehamilan.
4. Perubahan Pada Sistem Lainnya
a. Sistem sirkulasi darah Mochtar, 2012; h.30-31)
1) Volume darah
Volume darah total dan volume plasma darah naik pesat
sejak akhir trimester pertama. Volume darah akan bertambah
banyak, kira-kira 25% dengan puncaknya pada kehamilan 32
minggu diikuti pertambahan curah jantung yang meningkat
2) Protein darah
Gambaran protein dalam serum berubah; jumlah
protein, albumin, dan gamaglobulin menurun dalam triwulan
pertama dan meningkat secara bertahap pada akhir
kehamilan. Beta-globulin dan fibrinogen terus meningkat.
3) Hemoglobin
Hematrokit cenderung menurun karena kenaikan relatif
volume plasma darah. Jumlah eritrosit cenderung meningkat
untuk memenuhi kebutuhan transpor O2, yang sangat
diperlukan selama kehamilan. Konsentrasi Hb terlihat
menurun, walaupun sebenarnya lebih besar dibandingkan Hb
pada orang yang tidak hamil.
4) Nadi dan tekanan darah
Tekanan darah arteri cenderung menurun, terutama
selama trimester kedua, kemudian akan naik lagi seperti pada
pra-hamil. Tekanan vena dalam batas-batas normal pada
ekstremitas atas dan bawah, cenderung naik setelah akhir
trimester pertama. Nadi biasanya naik, nilai rata-ratanya 84
per menit.
5) Jantung
Pompa jantung mulai naik kira-kira 30% setelah
kehamilan 3 bulan, dan menurun lagi pada minggu-minggu
terakhir kehamilan. Elektrokardiogram kadangkala
b. Sistem Pernafasan
Pada wanita hamil kadang-kadang mengeluh sesak dan
pendek nafas. Hal itu disebabkan oleh usus yang tertekan
kearah diafragma akibat pembesaran rahim. Kapasitas vital paru
sedikit meningkat selama kehamilan. Seorang wanita hamil
selalu bernafas lebih dalam. Yang lebih menonjol adalah
pernafasan dada (thoracic breathing) (Mochtar, 2012; h.31).
Frekuensi pernafasan hanya mengalami sedikit perubahan
selama kehamilan, tetapi volume tidal, volume ventilasi permenit
dan pengambilan oksigen per menit akan bertambah secara
signifikan pada kehamilan lanjut (Sarwono, 2010;h.185).
c. Saluran pencernaan (Traktus digestivus)
Pada trimester pertama salivasi meningkat , timbul keluhan
mual dan muntah. Tonus otot-otot saluran pencernaan melemah
sehingga motilitas dan makanan akan lebih lama berada dalam
saluran makanan. Resopsi makanan baik, tetapi akan timbul
obstipasi. Gejala muntah (emesis gravidarum) sering terjadi,
biasanya pada pagi hari, disebut sakit pagi (morning sickness)
(Mochtar, 2012; h.31).
d. Tulang dan Gigi
Persendian panggul akan terasa lebih longgar karena
ligamen-ligamen melunak (softening). Juga terjadi sedikit
pelebaran pada ruang persendian. Apabila pemberian makanan
tidak dapat memenuhi kebutuhan kalsiaum janin, kalsium pada
kebutuhan kalsium janin. Apabila konsumsi kalsium cukup, gigi
tidak akan kekurangan kalsium. Gingivitis kehamilan adalah
gangguan yang disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya
higiene yang buruk pada rongga mulut (Mochtar, 2012; h.31).
e. Kulit
Menurut Mochtar, 2012; h.31 pada daerah kulit tertentu,
terjadi hiperpigmentasi, yaitu pada
1) Muka: disebut masker kehamilan (chloasma gravidarum),
2) Payudara: puting susu dan areola payudara,
3) Perut: linea nigra striae,
4) Vulva
f. Kelenjar Endokrin
(Mochtar, 2012; h.31).
1) Kelenjar tiroid: dapat membesar sedikit
2) Kelenjar hipofisis: dapat membesar terutama lobus anterior
3) Kelenjar adrenal: tidak begitu terpengaruh.
Selama kehamilan normal kelenjar hipofisis akan
membesar ±135%. Tetapi, kelenjar ini tidak mempunyai arti
penting dalam kehamilan. Pada perempuan yang mengalami
hipofisektomi persalinan dapat berjalan dengan lancar. Hormon
prolaktin akan meningkat 10x lipat pada saat kehamilan aterm
(Sarwono, 2010;h.186).
g. Metabolisme
yang bergizi dan berada dalam kondisi sehat (Mochtar, 2012;
h.31-32).
1) Tingkat metabolik basal (basal metabolic rate, BMR) pada
wanita hamil meninggi hingga 15-20%, terutama pada
trimester akhir.
2) Keseimbangan asam-alkali (acic-base balance) sedikit
mengalami perubahan konsentrasi alkali:
a) Wanita tidak hamil: 155 mEq/liter
b) Wanita hamil:145 mEq/liter
c) Natrium serum: turun dari 142 menjadi 135 mEq/liter
d) Bikarbonat plasma: turun dari 25 menjadi 22 mEq/liter
3) Dibutuhkan protein yang banyak untuk perkembangan fetus,
alat kandungan, payudara, dan badan ibu, serta untuk
persiapan laktasi.
4) Hidrat arang: seorang wanita hamil sering merasa haus,
nafsu makan bertambah, sering buang air kecil dan dijumpai
glukosuria yang mengingatkan kita pada diabetes melitus.
Dalam kehamilan, pengaruh kelenjar endokrin agak terasa,
seperti somatomamotropin, insulin plasma, dan
hormon-hormon adrenal-17-ketosteroid. Harus diperhatikan
sungguh-sungguh hasil GTT oral dan GTT intravena)..
5) Metabolisme lemak juga terjadi,. Kadar kolesterol meningkat
sampai 350 mg atau lebih per 100 cc. Hormon
pada payudara. Deposit lemak lainnya terdapat dibadan,
perut, paha, dan lengan.
6) Metabolisme mineral
a) Kalsium: dibutuhkan rata-rata 1,5 gram sehari,
sedangkan untuk pembentukan tulang-tulang, terutama
dalam trimester terakhir dibutuhkan 30-40 gram
b) Fosfor: dibutuhkan rata-rata 2 gram/hari
c) Zat besi: dibutuhkan tambahan zat besi ±800 mg, atau
30-50 mg sehari
d) Air: wanita hamil cenderung mengalami retensi air.
7) Berat badan
Berat badan pada wanita hamil akan naik sekitar
6,5-16,5 kg. Kenaikan berat badan yang terlalu banyak
ditemukan pada keracunan hamil (preeklamsi dan eklamsi).
Kenaikan berat badan wanita hamil disebabkan oleh:
a) Janin, uri, air ketuban, uterus
b) Payudara, kenaikan volume darah, lemak, protein dan
retensi air.
8) Kebutuhan kalori meningkat selama kehamilan dan laktasi.
Kalori terutama diperoleh dari pembakaran zat arang,
khususnya sesudah kehamilan 5 bulan ke atas. Namun, jika
dibutuhkan, dipakai lemak ibu untuk mendapatkan tambahan
kalori
banyak dijumpai penderita defisiensi zat besi dan vitamin B.
Karena itu, wanita hamil harus diberikan zat besi dan
roboransia yang berisi mineral dan vitamin.
h. Sistem kardiovaskuler
Pada minggu ke 5 cardiac output akan meningkat dan perubahan ini terjadi untuk mengurangi resistensi vaskuler
sistemik. Selain itu, juga terjadi peningkatan denyut jantung.
Antara minggu ke 10 dan 20 terjadi peningkatan volume plasma
sehingga terjadi peningkatan preload. Sejak pertengahan kehamilan pembesaran uterus akan menekan vena kava inferior
dan aorta bawah ketika berada dalam posisi terlentang.
Penekanan vena kava inferior ini akan mengurangi darah balik
vena ke jantung. Akibatnya, terjadi penurunan preload dan cardiac output sehingga akan menyebabkan terjadinya hipotensi arterial yang dikenal dengan sindrom hipotensi supine
dan pada keadaan yang cukup berat akan mengakibatkan ibu
kehilangan kesadaran (Sarwono, 2010; h.183).
Volume darah akan meningkat secara progesif mulai
minggu ke 6-8 kehamilan dan mencapai puncaknya pada
minggu ke 32-34 dengan perubahan kecil setelah minggu
tersebut. Volume plasma akan meningkat kira-kira 40-45 %. Hal
ini dipengaruhi oleh aksi progesteron dan estrogen pada ginjal
yang diinisiasi oleh jalur renin-angiotensis dan aldosteron
5. Asuhan Pada Kehamilan
Asuhan antenatal merupakan upaya preventiv untuk optimalisasi
luaran maternal dan neonatal dalam kehamilan (Sarwono, 2010; h.
278).
a. Tujuan Asuhan Kehamilan
Tujuan umum asuhan kehamilan adalah menyiapkan
seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan anak selama dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas; dengan demikian, didapatkan
ibu dan anak yang sehat (Mochtar, 2012; h.38).
Tujuan khusus:
1) Mengenali dan menangani penyulit-penyulit yang mungkin
dijumpai dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.
2) Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin
diderita sedini mungkin.
3) Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak.
4) Memberikan nasihat-nasihat tentang cara hidup sehari-hari
dan keluarga berencana, kehamilan, persalinan, nifas, dan
laktasi (Mochtar, 2012; h.38).
b. Standar minimal asuhan antenatal 10 T:
1) Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
2) Pengukuran tekanan darah
3) Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)
4) Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri)
6) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama
kehamilan
7) Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
8) Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi
interpersonal dan konseling termasuk keluarga berencana)
9) Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes
hemoglobin (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan
golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya)
dan
10) Tatalaksana kasus (Profil Kesehatan Indonesia, 2014; h.87)
6. Ketidaknyamanan kehamilan dan cara mengatasinya
a. Mual dan muntah
Mual dan muntah merupakan keluhan yang umum pada ibu hamil.
Biasanya berlangsung sampai umur kehamilan 16 minggu. Dalam
kasus ini, ibu hamil dianjurkan untuk makan dalam porsi kecil secara
lebih sering (Williams, 2013; h.220).
b. Nyeri punggung
Semakin bertambahnya umur kehamilan menyebabkan
meningkatnya nyeri punggung. Hal tersebut juga disebkan karena ibu
kelelahan, membungkuk berlebihan, mengangkat beban. Ibu
dianjurkan untuk memberi bantalan penyangga di punggung ketika
duduk, menghindari sepatu berhak tinggi, berjongkok ketika
mengambil sesuatu dibawah
c. Varises
Terjadi karena pembesaran pembuluh darah kaki akibat tekanan
rahim pada daerah panggul dan pengaruh kenaikan hormone. Cara
mengatasinya dengan menghindari terlalu lama berdiri, melipat kaki
sewaktu duduk, meninggikan kaki pada saat berbaring (Varney,
2007; h.540).
d. Hearthburn
Gejala ini merupakan salah satu keluhan tersering wanita hamil yang
disebabkan oleh reflex isi lambung ke dalam esofagus bawah. Hal ini
diatasi dengan cara makan lebih sering dalam porsi kecil,
menghindari berbaring datar atau membungkuk (Williams, 2014;
h.220).
e. Konstipasi
Konstipasi terjadi akibat penurunan peristaltis yang disebabkan
relaksasi otot polos pada usus besar ketika terjadi peningkatan
jumlah progesterone. Konstipasi biasanya muncul pada TM II dan
TM III. Konstipasi dapat diatasi dengan memperbanyak konsumsi
makanan berserat tinggi, minum air putih 8-10 gelas per hari,
berolahraga ringin secara teratur terutama jalan kaki (Varney, 2007;
h.359).
f. Kram
Kram kaki disebakan oleh gangguan asupan kalsium yang tidak
adekuat atau keseimbangan rasio kalsium dan fosfor dalam tubuh,
saraf ini melewati foramen obturator dalam perjalanan menuju
ekstremitas bagian bawah. Cara mengatasinya dengan cara
meluruskan kaki yang kram dan menekan tumitnya serta anjurkan
ibu untuk elevasi kaki secara teratur (Varney, 2007; h.540).
g. Keletihan
Keletihan dialami pada TM I. Keletihan diakibatkan oleh penurunan
drastis laju metabolisme dasar dalam tubuh. Cara mengatasinya
adalah istirahat yang cukup pada siang dan malam hari, melakukan
olahraga ringan seperti jalan kaki serta asupan dengan nutrisi yang
baik (Varney, 2007; h.537).
7. Komplikasi dalam kehamilan
Dalam buku (Mochtar, 2012; h.141-184) menyebutkan:
a. Hiperemesis Gravidarum
Adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil
sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan
umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi.
b. Toksemia gravidarum
Istilah toksemia gravidarum untuk kumpulan gejala–gejala dalam
kehamilan yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria, dan
Edema), yang kadang-kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh
KK (kejang-kejang / konvulsi dan koma).
c. Abortus (keguguran) dan kelainan dalam tua kehamilan
Keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
d. Kematian janin dalam kandungan
Hal ini adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin
dalam kandungan. Kematian Janin Dalam Kandungan ( KJDK ) atau
intra uterine fetal death ( IUFD ) sering dijumpai, baik pada kehamilan dibawah 20 minggu maupun sesudah kehamilan 20
minggu.
e. Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah
kehamilan 28 minggu.
8. Kunjungan antenatal
Menurut (Mochtar, 2012; h.38)
a. Pemeriksaan kehamilan pertama kali yang ideal adalah sedini
mungkin ketika haid terlambat satu bulan.
b. Periksa ulang 1 x sebulan sampai kehamilan 7 bulan
c. Periksa ulang 2 x sebulan sampai kehamilan 9 bulan
d. Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan
Menurut (Profil Kesehatan Indonesia, 2014; h.87).
Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian
pelayanan antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama masa kehamilan,
dengan distribusi waktu minimal 1 kali pada trimester pertama (usia
kehamilan 0-12 minggu), minimal 1 kali pada trimester kedua (usia
kehamilan 12 minggu-24 minggu), dan minimal 2 kali pada trimester
ketiga (usia kehamilan 24 minggu-persalinan). Standar waktu pelayanan
atau janin berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan
penanganan dini komplikasi kehamilan.
B. PERSALINAN
1. Definisi
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa
bantuan atau kekuatan sendiri (Manuaba, 2010; h.168).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan
janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin
dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Sarwono, 2010;h.100).
Persalinan adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang viabel
melalui jalan lahir biasa (Mochtar, 2012; h.71).
2. Macam-macam persalinan
Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut:
a. Persalinan spontan. Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan
kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan buatan. Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga
dari luar.
c. Persalinan anjuran (partus presipitatus) (Manuaba, 2010; h.164)
Menurut usia kehamilan dan berat janin yang dilahirkan sebagai
a. Abortus
Terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu
hidup di luar kandungan. Usia kehamilan sebelum 28 minggu. Berat
janin kurang dari 1000 gram.
b. Persalinan prematuritas
Persalinan sebelum usia kehamilan 28 minggu sampai 36 minggu.
Berat janin kurang dari 2499 gram.
c. Persalinan aterm
Persalinan antara umur hamil 37 minggu sampai 42 minggu. Berat
janin di atas 2500 gram.
d. Persalinan Serotinus
Persalinan melampaui umur kehamilan 42 minggu. Pada janin
terdapat tanda-tanda postmaturitas.
e. Persalinan presipitatus
Persalinan berlangsung cepat kurang dari 3 jam
(Manuaba, 2010; h.166).
3. Etiologi
Menurut Manuaba, 2010; h.168terjadinya persalinan belum dapat
diketahui. Besar kemungkinan semua faktor bekerja bersama-sama
sehingga pemicu persalinan menjadi multifaktor. Teori kemungkinan
terjadinya persalinan , antara lain :
a. Teori keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan
proses persalinan.
b. Teori penurunan progesteron
Progesterone menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya
estrogen meninggikan kerenggangan otot rahim. Selama kehamilan
terdapat keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen
didalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron
menurun sehingga timbul his.
c. Teori oksitosin internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior, pada
akhir kehamilan kadar oxytosin bertamabah oleh karena itu timbul
kontraksi otot-otot rahim.
d. Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak usia kehamilan 15
minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin
saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil
konsepsi dikeluarkan dan dianggap dapat pemicu terjadinya
persalinan.
e. Teori hipotalamus – hipofisis dan glandula suprarenalis
Teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anen-sefalus sering
terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus.
Pemberian kortikosteroid dapat menyebabkan maturitas janin,
induksi (mulainya) persalinan. Dari percobaan tersebut disimpulkan
ada hubungan antara hipotalamus – hipofisis dengan mulainya
4. Tanda tanda persalinan
a. Terjadinya his persalinan, mempunyai ciri khas pinggang terasa nyeri
yang menjalar ke depan, sifatnya teratur, interval makin pendek dan
kekuatannya makin besar, mempunyai pengaruh terhadap
perubahan serviks, semakin beraktivitas (jalan) kekuatan makin
bertambah.
b. Pengeluaran lendir dan darah (pembawa tanda). Dengan his
persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan
pendataran dan pembukaan. Pembukaan menyebabkan lendir yang
terdapat pada kanalis servikalis lepas. Terjadi perdarahan karena
kapiler pembuluh darah pecah.
c. Pengeluaran cairan. Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah
yang menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban
baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya
ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam
(Manuaba, 2010; h.173).
5. Faktor-faktor yang berperan dalam persalinan
Faktor-faktor yang berperan dalam persalinan
meliputi: Power (His/kontraksi otot rahim, kontraksi otot dinding perut,
kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan, keregangan dan
kontraksi ligamentum rotundum), passenger (janin dan
plasenta), passage (jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang), psikis ibu
6. Tahapan persalinan
a. Kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan nol sampai pembukaan lengkap (Manuaba, 2010;
h.173).
Kala pembukaan dibagian atas 2 fase:
1) fase laten : pembukaan serviks yang berlangsung lambat sampai
pembukaan 3 cm, lamanya 7-8 jam.
2) fase aktif : berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3
subfase.
a) Periode akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi
4 cm.
b) Periode dilatasi maksimal (steady) : selama 2 jam,
pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
c) Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam
pembukaan menjadi 10 cm (lengkap) (Mochtar, 2012; h.71).
Ada perbedaan lama persalinan pada primigravida dan
multigravida, yaitu pada primigravida berlangsung selama 10–12 jam
sedangkan pada multigravida berlangsung selama 6–8 jam
(Manuaba, 2010; h.175).
b. Kala II (kala pengeluaran janin)
Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinasi, kuat, cepat, dan
lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun dan
masuk ke ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot
mengedan. Karena tekanan pada rektum, ibu merasa seperti mau
buang air besar, dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala
janin mulai kelihatan, vulva membuka, dan perineum meregang.
Dengan his dan mengedan yang terpimpin, akan lahir kepala, diikuti
oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi berlangsung selama 1 ½
-2 jam, pada multi ½ - 1 jam (Mochtar, 2012; h.71-73).
c. Kala III ( Kala Pengeluaran Uri)
Setelah bayi lahir, kontraksi rahim beristirahat sebentar. Uterus
teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat, dan berisi plasenta
yang menjadi dua kali lebih tebal dari sebelumnya. Beberapa saat
kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluran uri. Dalam waktu
5-10 menit, seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam vagina, dan
akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis
atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit
setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran
darah kira-kira 100-200 cc (Mochtar, 2012;h.73).
Tanda – tanda pelepasan plasenta menurut Manuaba, 2010;
h.191 adalah:
1) Terjadi kontraksi rahim, sehingga rahim membulat, keras, dan
terdorong keatas.
2) Plasenta didorong kearah segmen bawah rahim
3) Tali pusat bertambah panjang
d. Kala IV
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
pendarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Observasi yang dilakukan adalah tingkat kesadaran penderita,
pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan pernafasan,
kontraksi uterus, terjadi perdarahan (Manuaba,2010 h.174).
7. Asuhan Persalinan Normal (Sarwono,2010;h.341)
a. Melihat tanda dan gejala kala dua
1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua
a) Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
b) Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum
dan vaginanya
c) Perineum menonjol
d) Vulva-vagina dan sfingter anal membuka
b. Menyiapkan pertolongan persalinan
2) Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap
digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan
menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus
set
3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih
4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku,
mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali
5) Memakai sarung tangan dengan DTT atau steril untuk semua
pemeriksaan dalam
6) Mengisap oksitosin 10 unit kedalam tabung suntik (dengan
memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan
meletakkan kembali di partus set atau wadah desinfeksi tingkat
tinggi atau steril tanpa mengontaminasi tabung suntik.
c. Memastikan pembukaan lengkap dengan baik
7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan
hati-hati dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau
kasa yang sudah di basahi air desinfeksi tingkat tinggi jika mulut
vagina, perineum, atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu,
membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari
depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang
terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung
tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan
tersebut dengan benar didalam larutan dekontaminasi,
selanjutnya langkah 9)
8) Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa
pembukaan serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban belum
pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan
amniotomi.
9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan kotor kedalam larutan klorin
serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selam 10 menit.
Mencuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal .
a) mengambil tidakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b) mendukumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ,
dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada
partograf.
d. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses persalinan
11) Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin
baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai
dengan keinginannya.
a) Tunggu ibu hingga mempunyai keinginan untuk meneran.
Melanjutkan pemantuan kesehatan dan kenyamanan ibu
serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan
mendokumentasikan temuan-temuan yang ada
b) Menjelaskan pada anggota keluarga bagaimana mereka
dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat
ibu mulai meneran.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk
meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah
duduk dan pastikan ia merasa nyaman).
13) Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan
a) Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai
keinganan untuk meneran
b) Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk
meneran.
c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai
pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang).
d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi.
e) Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi
semangat pada ibu.
f) Menganjurkan asupan cairan per oral.
g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
h) Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi
segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu
primipara atau 60/menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk
segera.
14) Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil
posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60
menit.
e. Persiapan pertolongan kelahiran bayi
15) Meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan
bayi jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6
cm.
16) Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong
18) Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
f. Membantu lahirnya kepala
19) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi,
letakkan tangan yang lain di kelapa bayi dan lakukan tekanan
yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi,
membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu
untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala
lahir.
20) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai
jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses
kelahiran bayi :
a) Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan
lewat bagian atas kepala bayi.
b) Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di
dua tempat dan memotongnya.
21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar
secara spontan.
g. Membantu lahirnya bahu
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua
tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu
untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut
menariknya ke arah bawah dan kearah keluar hingga bahu
lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan
bahu posterior.
h. Membantu lahirnya badan dan tungkai
23) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai
kepala bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum
tangan, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan
tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat
melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk
menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan
anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan
anterior bayi saat keduanya lahir.
24) Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada
di atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk
menyangganya saat panggung dari kaki lahir. Memegang kedua
mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.
i. Penanganan bayi baru lahir
25) Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut
untuk menilai apakah ada asfiksia bayi:
a) Apakah kehamilan cukup bulan?
b) Apakah bayi menangis atau bernafas/tidak megap-megap?
c) Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
26) Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru
lahir normal. Keringkan dan posisikan tubuh bayi diatas perut ibu
b) Ganti handuk basah dengan handuk yang kering
c) Pastikan bayi dalam kondisi mantap diatas dada atau perut
ibu
27) Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain
dalam uterus (hamil tunggal).
j. Manajemen aktif kala III
28) Memberitahu ibu bahwa ibu akan di suntik oksitosin untuk
membantu uterus berkontraksi baik.
29) Dalam waktu 1 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan
oksitosin 10 unit I.M. di gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu
bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.
30) Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali
pusat pada sekitar 3 cm dari pusat (umbilikus) bayi (kecuali
pada asfiksia neonatus, lakukan sesegera mungkin). Dari sisi
luar klem penjempit, dorong sisi tali pusat kearah distal (ibu) dan
lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
31) Potong dan ikat tali pusat
a) Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit
kemudian gunting tali pusat diantara 2 klem tersebut (sambil
lindungi perut bayi).
b) Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi
kemudian lingkarkan kembali benang kesisi berlawanan dan
lakukan ikatan kedua menggunakan simpul kunci.
32) Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu kekulit bayi.
Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan
bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik didinding
dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan
pasang topi pada kepala bayi.
34) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari
vulva.
35) Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (di
atas simfisis), untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain
memegang klem untuk menegangkan tali pusat.
36) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan
penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut.
Melakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah
uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang
(dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah
terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30–40
detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu
hingga kontraksi berikut mulai. Jika uterus tidak berkontraksi,
meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan
ransangan puting susu.
37) Lakukan penegangan dan dorongan dorso-krnial hingga
kurva jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah
pada uterus.
a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5–10cm dari vulva.
b) Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit:
(1) Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM.
(2) Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung
kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu.
(3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
(4) Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit
berikutnya.
38) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran
plasenta dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar
plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut
perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.
a) Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks
ibu dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau
klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk
melepaskan bagian selaput yang tertinggal.
39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, meletakkan
telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan
gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi
k. Menilai Perdarahan
40) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu
maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa
plasenta dan selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan
plasenta di dalam kantung plastik atau khusus.
a) Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase
selama 15 detik mengambil tindakan yang sesuai.
41) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan
segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
l. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan (Kala IV)
42) Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan
baik.
43) Mulai IMD dengan memberi cukup waktu umtuk melakukan
kontakl kulit ibu-bayi (didada ibu minimal 1 jam).
a) Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai
menyusu
b) Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi
menyusu dini dalam waktu 60-90 menit. Menyusu pertama
biasanya berlangsung pada menit ke 45-60, dan
berlangsung selama 10-20 menit. Bayi cukup menyusu dari
satu payudara
c) Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan
biarkan bayi didada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah
d) Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam
atau sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah
bersama
dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi
e) Jika bayi belum menemukan puting ibu-IMD dalam waktu 1
jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan
biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit
berikutnya
f) Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam,
pindahkan ibu keruang pemulihan dengan bayi tetap di dada
ibu. Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya
(menimbang, pemberian vitamin K1, salep mata) dan
kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu
g) Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk
menjaga kehangatannya.
h) Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari
pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat
disentuh, buka pakaiannya dan kemudian telungkupkan
kembali di dada ibu dan selimuti keduanya sampai bayi
hangat kembali
i) Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi harus
selalu dalam jangkauan ibu 24 jam dalam sehari sehingga
bayi bisa menyusu sesering keinginannya
44) Setelah kontak kulit ibu-bayi dan IMD selesai:
b) Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis
(tetrasiklin 1% atau antibiotika lainnya)
c) Suntikan vitamin K1 1 mg (0,5 mL untuk sediaan 2 mg/mL)
IM di paha kiri anterolateral bayi
d) Pastikan suhu tubuh bayi normal (36,5-37,5C)
e) Berikan gelang pengenal pada bayi yang berisi informasi
nama ayah, ibu, waktu, lahir, jenis kelamin, dan tanda lahir
jika ada
f) Lakukan pemeriksaan untuk melihat adanya cacat bawaan
(bibir sumbing/langitan sumbing, atresia ani, defek dinding
perut) dan tanda-tanda bahaya pada bayi
45) Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan
imunisasi hepatitis B di paha kanan anterolateral bayi
a) Letakkan bayi di jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa
disusukan
b) Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum
berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan
sampai bayi berhasil menyusu
46) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan
pervaginam:
a) 2 sampai 3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan.
b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan.
c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan.
e) Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan,
lakukan penjahitan dengan anestesia lokal dan
menggunakan teknik yang sesuai.
47) Mengajarkan pada ibu atau keluarga bagaimana melakukan
masase uterus dan memeriksa kontraksi uterus.
48) Mengevaluasi kehilangan darah.
49) Memeriksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih
setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan
sertiap 30 menit selama jam kedua pascapersalinan.
a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama
dua jam pertama pascapersalinan.
b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak
normal.
50) Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal
(36,-37, C)
51) Menempatkan semua peralatan didalam larutan klorin 0,6 %
untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas
peralatan setelah dekontaminasi.
52) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat
sampah yang sesuai.
53) Membersihkan ibu dengan menggunakan air desinfeksi tingkat
tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir, dan darah.
54) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan
ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman
dan makanan yang diinginkan.
55) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan
dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
56) Mencelupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam keluar dan merendamnya dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
57) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
58) Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa
tanda vital dan asuhan kala IV
8. Asuhan kebidanan pada kala I-IV persalinan
Menurut Mochtar (2010;h.77-81) yaitu:
a. Kala I
Pekerjaan penolong (bidan) pada kala I adalah mengawasi wanita
inpartu sebaik-baiknya serta menanamkan semangat kepada wanita
tersebut bahwa proses persalinan adalah fisiologis, tanamkan rasa
percaya diri dan percaya pada penolong. Pemberian obat atau
tindakan hanya dilakukan apabila perlu dan ada indikasi. Apabila
ketuban belum pecah, wanita inpartu boleh duduk atau
berjalan-jalan. Jika berbaring ke sisi terletaknya punggung janin. Jika
ketuban sudah pecah, wanita tersebut dilarang berjalan-jalan, harus
berbaring. Periksa dalam pervaginam dilarang, kecuali ada indikasi.
b. Kala II
Ketuban yang menonjol biasanya akan pecah sendiri, apabila belum
pecah ketuban dipecahkan. His datang lebih sering dan lebih kuat
lalu timbullah his mengejan, penolong telah siap untuk memimpin
persalinan. Jika terdapat kemajuan persalinan penolong harus
menahan perineum dengan tangan kanan beralaskan kain kassa
atau doek steril. Pada primigravida dianjurkan untuk melakukan
episiotomi.
c. Kala III
Segera sesudah anak lahir, anak diurus dan tali pusat diklem,
biasanya rahim setelah kelahiran akan mengalami masa istirahat,
dalam masa istirahat itulah peran bidan yaitu: memeriksa keadaan
ibu, TTV, mengawasi perdarahan, mencari tanda pelepasan
plasenta, menyuruh ibu mengedan dan memberikan tekanan pada
fundus, urin dan selaput ketuban harus diperiksa sebaik-baiknya
setelah dilahirkan.
d. Kala IV
Ibu yang baru melahirkan, periksa ulang dahulu dan perhatikan
mengenai: kontrasksi rahim, perdarahan, kandung kemih, luka-luka
jahitan, uri dan selaput ketuban harus lengkap, keadaan umum ibu
dan bayi dalam keadaan baik.
9. Komplikasi persalinan
a. Persalinan prematur
Persalinan yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari aterm (37
khusus karena mempunyai resiko yang tinggi dengan kelahiran Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR) (Varney, 2008; h.782).
b. Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum ada
tanda-tanda persalinan tanpa melihat usia gestasi. Dikatakan ketuban
pecah dini apabila ketuban pecah lebih dari 8 jam dan tidak ada
pembukaan serviks (Varney, 2008; h.788).
c. Amnionitis atau korioamnionitis
Amnionitis adalah terjadinya infeksi pada kulit ketuban dan cairan
ketuban, biasanya terjadi karena ketuban pecah lama (lebih dari 24
jam), dengan atau tanpa persalinan yang memanjang, pada
pemeriksaan dalam (Varney, 2008; h.792).
d. Prolaps tali pusat
Yaitu menumbung atau tali pusat masuk kedalam serviks. Prolaps
tali pusat dapat menyebabkan hipoksia pada janin. Terdapat dua
jenis prolaps tali pusat yaitu: menumbung ( frank ) dan terkemuka (
occult ) (Varney, 2008; h.793).
e. Disfungsi uteri
Merupakan diagnosa yang ditegakkan dengan melakukan observasi
pemanjangan waktu setiap fase atau kala persalinan yang melebihi
waktu persalinan (Varney, 2008; h.800).
f. Rupture uterus
Rupture uterus terjadi robekan atau laserasi pada uterus, yang dapat
gejala gangguan berat lainnya. Perdarahan terjadi ke dalam
peritoneum dapat mengiritasi diafragma dan menyebabkan nyeri
menjalar ke dada (Varney, 2008; h. 801).
10. Dampak persalinan lama pada ibu dan janin
a. Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan
janinnya pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban.
Bakteri di dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi
desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan
sepsis pada ibu dan janin.
b. Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya
serius selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi
dan pada mereka dengan riwayat SC.
c. Cincin Retraksi Patologis
Walaupun sangat jarang, dapat timbul kontraksi atau cincin lokal
uterus pada persalinan yang berkepanjangan. Tipe yang paling
sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan
cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat
persalinan yang terhambat, disertai peregangan dan penipisan
berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini identasi
abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya SBR.
Konstraksi uterus lokal jarang dijumpai saat ini karena terlambatnya
persalinan secara berkepanjangan tidak lagi dibiarkan. Kontraksi
(hourglass constriction) uterus setelah lahirnya kembar pertama.
Pada keadaan ini, kontraksi tersebut kadang-kadang dapat
dilemaskan dengan anesthesia umum yang sesuai dan janin
dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang SC yang dilakukan
dengan segera menghasilkan prognosis yang lebih baik bagi kembar
kedua.
d. Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke PAP, tetapi tidak
maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang
terletak di antaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan
yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis
yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan
munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau retrovaginal.
Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala II
yang berkepanjangan.
e. Cidera Otot-otot Dasar Panggul
Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari
kepala janin serta tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu.
Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul
sehingga terjadi perubahan fungsional dan anatomik otot, saraf, dan
jaringan ikat. Efek-efek ini bisa menyebabkan inkontinensia urin dan
alvi serta prolaps organ panggul.
f. Kaput Suksedaneum
dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan
diagnostic yang serius. Kaput hampir dapat mencapai dasar panggul
sementara kepala sendiri belum cakap.
g. Molase kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak
saling bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu
proses yang disebut molase. Biasanya batas median tulang parietal
yang berkontak dengan promontorium bertumpang tindih dengan
tulang di sebelahnya; hal yang sama terjadi pada tulang-tulang
frontal. Namun, tulang oksipital terdorong ke bawah tulang parietal.
Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian
yang nyata. Di lain pihak, apabila distorsi yang terjadi mencolok,
molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi pembuluh
C. BAYI BARU LAHIR
1. Definisi
Bayi lahir normal adalah bayi yang lahir cukup bulan, 38–42 minggu
dengan berat badan sekitar 2500 – 3000 gram dan panjang badan
sekitar 50– 55 cm (Sarwono, 2005 dalam Sondakh, 2013; h.150).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan
37–42 minggu dengan berat lahir antara 2500-4000 gram (Sarwono,
2005 dalam Sondakh, 2013; h.150).
2. Penilaian bayi baru lahir (Manuaba, 2010; h.205)
Penilaian bayi baru lahir dilakukan dengan menggunakan sistem
nilai Apgar. Dalam melakukan pertolongan persalinan merupakan
kewajiban untuk melakukan :
a. Pencatatan (jam dan tanggal kelahiran, jenis kelamin bayi,
pemeriksaan tentang cacat bawaan).
b. Identifikasi bayi (rawat gabung, identifikasi sangat penting untuk
menghindari bayi tertukar, gelang identitas tidak boleh dilepaskan
sampai penyerahan bayi).
c. Pemeriksaan ulang setelah 24 jam pertama sangat penting dengan
pertimbangan pemeriksaan saat lahir belum sempurna.
Tabel 2.1 Penilaian Apgar Skor
Nilai
Gejala 0 1 2
Denyut jantung janin Tidak ada < 100 denyut /
menit >100 denyut / menit
Pernapasan Tidak ada Lemah,
rangsang
3. Tanda – tanda bayi normal
Menurut (Sondakh 2013; h. 150), bayi baru lahir dikatakan normal
jika masuk dalam kriteria sebagai berikut:
a. Berat badan lahir bayi antara 2500-4000 gram.
b. Panjang badan bayi antara 48-50 cm.
c. Lingkar dada bayi 32-34 cm.
d. Lingkar kepala bayi 33-35 cm.
e. Bunyi jantung dalam menit pertama ± 180 kali/menit, kemudian
tururn sampai 140-120 kali/menit pada saat bayi berumur 30 menit.
f. Pernafasan cepat pada menit-menit pertama kira-kira 80 kali/menit
disertai pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan
interkostal, serta rintihan hanya berlangsung 10-15 menit.
g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup
terbentuk dan dilapisi verniks caseosa.
h. Rambut lanugo telah hilang, rambut kepala tumbuh baik.
i. Kuku telah agak panjang dan lemas.
j. Genetalia: testis sudah turun (pada bayi laki-laki) dan labia mayora
telah menutupi labia minora (pada bayi perempuan).
k. Refleks hisap, menelan, dan moro telah terbentuk.
l. Eliminasi, urin, dan mekonium normalnya keluar pada 24 jam
pertama. Mekonium memiliki karakteristik hitam kehijauan dan
4. Perawatan bayi baru lahir 1 jam pertama
a. Membersihkan jalan napas
Mempertahankan terbukanya jalan napas, sediakan balon penghisap
dari karet untuk menghisap lendir dan mulut bayi dalm upaya
mempertahankan jalan napas yang bersih.
b. Memotong tali pusat
Tali pusat di potong 5 cm dari dinding perut bayi dengan gunting
steril dan diikat dengan pengikat steril. Bersihkan dengan lembut kulit
disekitar tali pusat dengan kapas basah, kemudian bungkus dengan
longgar/ tidak terlalu rapat dengan kassa steril. Popok bayi diikat
dibawah tali pusat tidak menutupi tali pusat untuk menghindari
kontak dengan feses dan urin. (Prawirohardjo, 2009; h.370)
c. Memberikan vitamin K
Bayi baru lahir diberikan vitamin K dengan tujuan mengurangi
kejadian defisiensi vitamin K, jenis vitamin K yang digunakan adalah
K1 diberikan secara IM dengan dosis, 0,5-0,1 mg (Prawirohardjo,
2009; h.135)
d. Memberi salep mata
Pemberian obat mata eritromisin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan
untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular
seksual) (Prawirohardjo, 2009; h.135)
e. Pengukuran berat dan panjang lahir
Bayi yang baru lahir harus ditimbang berat dan panjang lahirnya. Dua
f. Pemantauan bayi baru lahir
Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui
aktivitas bayi norml atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan
bayi baru lahir yang memerlukan perhatian keluarga dan penolong
persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan.
5. Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
Kunjungan neonatal minimal 3 kali, yaitu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali
pada 3-7 hari, dan 1 kali pada 8-28 hari (profil kesehatan indonesia,
2013; h.110).
a. Kunjungan neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan dalam kurun waktu 6-48
jam setelah bayi lahir.
1) Mempertahankan suhu tubuh bayi
Hindari memandikan bayi hingga sedikitnya enam jam dan
hanya setelah itu jika tidak terjadi masalah medis dan jika
suhunya 36.5 bungkus bayi dengan kain yang kering dan
hangat, kepala bayi harus tertutup
2) Pemeriksaan fisik bayi
3) Dilakukan pemeriksaan fisik
a) Gunakan tempat tidur yang hangat dan bersih untuk
pemeriksaan
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan lakukan
pemeriksaan
c) Telinga : periksa dalam hubungan letak dengan mata dan
kepala
e) Hidung dan mulut : bibir dan langitanperiksa adanya
sumbing refleks hisap, dilihat pada saat menyusu
f) Leher :pembekakan,gumpalan
g) Dada : bentuk,puting,bunyi nafas,, bunyi jantung
h) Bahu lengan dan tangan :gerakan normal, jumlah jari
i) System syaraf : adanya reflek moro
j) Perut : bentuk, penonjolan sekitar tali pusat pada saat
menangis, pendarahan tali pusat tiga pembuluh,
lembek (pada saat tidak menangis), tonjolan
k) Kelamin laki-laki : testis berada dalam skrotum, penis
berlubang pada letak ujung lubang
l) Kelamin perempuan :vagina berlubang, uretra berlubang,
labia minor dan labia mayor
m) Tungkai dan kaki : gerak normal, tampak normal, jumlah
jari
n) Punggung dan anus: pembekakan atau cekungan, ada
anus atau lubang
o) Kulit : verniks, warna, pembekakan atau bercak hitam,
tanda-tanda lahir
4) Konseling : jaga kehangatan, pemberian ASI, perawatan tali
pusat, agar ibu mengawasi tanda-tanda bahaya
5) Tanda-tanda bahaya yang harus dikenali oleh ibu : pemberian
ASI sulit, sulit menghisap atau lemah hisapan, kesulitan
untuk makan,warna kulit abnormal – kulit biru (sianosis) atau
kuning, suhu-terlalu panas (febris) atau terlalu dingin
(hipotermi), tanda dan perilaku abnormal atau tidak biasa,
ganggguan gastro internal misalnya tidak bertinja selama 3
hari, muntah terus-menerus, perut membengkak, tinja hijau tua
dan darah berlendir, mata bengkak atau mengeluarkan cairan.
6) Lakukan perawatan tali pusat pertahankan sisa tali pusat dalam
keadaan terbuka agar terkena udara dan dengan kain bersih
secara longgar, lipatlah popok di bawah tali pusat ,jika tali pusat
terkena kotoran tinja, cuci dengan sabun dan air bersih dan
keringkan dengan benar.
7) Gunakan tempat yang hangat dan bersih
8) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan
9) Memberikan imunisasi HB-0
b. Kunjungan neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari
ke-3 sampai dengan hari ke 7 setelah bayi lahir.
1) Menjaga tali pusat dalam keadaaan bersih dan kering
2) Menjaga kebersihan bayi
3) Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri,
ikterus, diare, berat badan rendah dan masalah pemberian ASI
4) Memberikan ASI bayi harus disusukan minimal 10-15 kali
dalam 24 jam) dalam 2 minggu pasca persalinan
5) Menjaga keamanan bayi
7) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI
ekslutif pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan
bayi baru lahir dirumah dengan menggunakan buku KIA
8) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan
c. Kunjungan neonatal ke-3 (KN-3) dilakukan pada kurun waktu hari
ke-8 sampai dengan hari ke-28 setelah lahir.
1) Pemeriksaan fisik
2) Menjaga kebersihan bayi
3) Memberitahu ibu tentang tanda-tanda bahaya bayi baru lahir
4) Memberikan ASI bayi harus disusukan minimal 10-15 kali
dalam 24 jam) dalam 2 minggu pasca persalinan.
5) Menjaga keamanan bayi
6) Menjaga suhu tubuh bayi
7) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan asi
ekslutif pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan
bayi baru lahir dirumah dengan menggunakan buku KIA
8) Memberitahu ibu tentang imunisasi BCG
9) Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan
6. Masalah bayi baru lahir
Menurut (Prawirohardjo, 2009; h.347) masalah yang dialami bayi baru
lahir antara lain:
a. Asfiksia
Asfiksia adalah hipoksia atau penimbunan karbon dioksida dan
mengakibatkan kerusakan otak atau kematian dan dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
b. Hipo/hipotermia
Hipotermia terjadi apabila suhu tubu bayi turun dibawah 36ºC untuk
mencegah terjadinya hipotermia maka setiap bayi baru lahir harap
segera dikeringkan dengan handuk yang kering dan bersih dilakukan
dengan mulai dari kepala kemudian keseluruh tubuh.
c. Berat badan lahir rendah
Penilaian dilakukan dengan cara menimbang bayi baru lahir yaitu
apabila beratnya 1500 gram-2500 gram.
d. Dehidrasi
Dehidrasi ditandai dengan bayi mengantuk, tampak kehausan, kulit,
bibir, dan lidah kering saliva menjadi kental, mata dan ubun-ubun
cekung, warna kulit pucat, turgor kulit berkurang, ekstremitas dingin,
banyaknya air kemih berkurang, gelisah, kadang-kadang kejang
kemudian syok
e. Ikterus
Adalah kondisi bayi menguning yang dialami bayi kurang bulan.
Dapat ditandai dengan tidak mau menghisap, latergis, mata berputar,
gerakan tidak menentu, kejang, tonus otot meninggi, leher kaku, dan
akhirnya opistotonus
f. Tetanus neonatorum
Terjadi pada neonatus yang berusia kurang dari 1 bulan yang
g. Kejang
Kejang pada bayi baru lahir sering disebabkan oleh ketidakmatangan
organisasi konteks pada bayi baru lahir.
D. NIFAS
1. Definisi
Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali, mulai
dari persalinan selesai sampai alat – alat kandung kembali seperti
prahamil. Lama masa nifas ini yaitu 6–8 minggu (Mochtar, 2012; h.87).
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Sarwono, 2010;
h.356).
2. Tujuan masa nifas
a. Tujuan Umum
Mengetahui kebutuhan ibu dan bayi pada periode
pascapersalinan, mengenali komplikasi pascapersalinan pada ibu
dan bayi, melakukan upaya pencegahan infeksi yang diperlukan
serta menjelaskan dan melaksanakan ASI eksklusif, konseling
HIV/AIDS dan kontrasepsi, prosedur imunisasi (Sarwono, 2010; h.
356).
b. Tujuan Khusus
1) Mengenali dan memenuhi kebutuhan ibu pada masa
pascapersalinan.
2) Mengenal komplikasi perdarahan pascapersalinan.
4) Mengenal dan memenuhi kebutuhan bayi baru lahir.
5) Melakukan upaya pencegahan infeksi dasar pada bayi baru
lahir.
6) Melakukan upaya untuk menyusui dan bagaiman
mempertahankan selam minimal 6 bulan (exclusive
breastfeeding).
7) Menjelaskan manfaat konseling IMS/HIV-AIDS dan penggunaan
kontrasepsi.
8) Menjelaskan dan melaksanakan prosedur imunisasi pada ibu
dan bayi.
(Sarwono, 2010; h. 356).
3. Tahapan masa nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode :
a. Puerperium dini yaitu kepulihan saat ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan–jalan. Dalam agama islam, dianggap telah bersih dan
boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermediat yaitu kepulihan menyeluruh alat–alat
genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
c. Puerperium lanjut yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali
dan sehat sempurna, terutama jika selama hamil atau sewaktu
persalinan timbul komplikasi. Waktu untuk mencapai kondisi sehat
sempurna dapat berminggu–minggu, bulanan, atau tahunan
4. Kunjungan masa nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada
ibu nifas sesuai standar, yang dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali
sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu pada 6 jam-3 hari pasca persalinan,
pada hari keempat sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan
pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan.
Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan meliputi
a. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu)
b. Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri)
c. Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain
d. Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif
e. Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu
nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana
f. Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.
(Profil Kesehatan Indonesia, 2014; h.96).
5. Perubahan fisiologis masa nifas
a. Uterus
Secara berangsur-angsur menjadi kecil (berinvolusi) hingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil.
Tabel 2.2 Perubahan Bentuk Uterus
Involusi Tinggi fundus uteri Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi Pusat 1000 gram
Uri lahir 2 Jari dibawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat
simfisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba di atas