• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek hepatoprotektif kombinasi infusa daun T [Camellia sinesis [L.]O.K.] dan sari buah apel [Pyrus malus L.] terhadap mencit jantan terinduksi parasetamol - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek hepatoprotektif kombinasi infusa daun T [Camellia sinesis [L.]O.K.] dan sari buah apel [Pyrus malus L.] terhadap mencit jantan terinduksi parasetamol - USD Repository"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK HEPATOPROTEKTIF KOMBINASI INFUSA DAUN TEH (Camellia sinensis (L.)O.K.) DAN SARI BUAH APEL (Pyrus malus L.)

TERHADAP MENCIT JANTAN TERINDUKSI PARASETAMOL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Fransisca Yeni Subagyo

NIM : 03 8114 133

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2008

(2)
(3)
(4)

Janganlah mencoba untuk menjadi orang sukses

tetapi jadilah orang yang bernilai.

(Albert  Einstein

)

Lakukan sekarang apa yang menjadi

keinginanmu esok hari

(Robert Kiyosaki)

Kupersembahkan buat :

Bapak, Mba Santi, Ardi dan

keluarga besar serta semua orang

yang ada dalam hidupku.

Terima kasih telah

membuat

hidupku begitu bermakna.

God Bless You All

(5)
(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan

anugerahNya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek

Hepatoprotektif Kombinasi Infusa Daun Teh (Camellia Sinensis (L.)O.K.) dan

Sari Buah Apel (Pyrus Malus L.) terhadap Mencit Jantan Terinduksi

Parasetamol”. Keberhasilan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak

yang sangat membantu penulis dalam menyusun skripsi. Oleh karena itu penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

2. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku Kepala Jurusan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma atas segala arahan dan dukungannya selama ini.

3. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan

waktu, tenaga, dan atas segala masukan serta sarannya dalam penyusunan

skripsi ini.

4. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik,

saran, dan waktunya.

5. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes., selaku dosen penguji atas segala arahan,

kritik, saran, dan waktunya.

6. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik atas

segala arahan, dukungan, saran, dan kritiknya.

(8)

7. Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Andri, dan segenap laboran

Fakultas Farmasi USD yang telah membantu jalannya penelitian hingga dapat

terselesaikan dengan baik.

8. Lidia Dwi Susanti, kakakku, atas doa, perhatian, kesabaran, dukungan, dan

pengertiannya selama penulis menjalani kehidupan kuliah dan melakukan

penelitian ini.

9. Ardi Susatya, terima kasih atas sayang, perhatian, kesabaran, doa, waktu,

tenaga, dukungan, dan kebersamaan selama kuliah dan penelitian.

10.Bapak, Mama, Mba Piah, Mba Tuti, saudara-saudaraku : Aristho, Aya, Ole,

Alvin, dan Alda di Kutoarjo terima kasih atas doa, perhatian, semangat, dan

dukungan selama ini.

11.Ratna dan Ken, Feli dan Danang, Eka dan Yoyon, Wenny dan Mas Tio, Otic,

Ayu, dan Mba Maria terima kasih atas perhatian, bantuan, dukungan,

kebersamaan, dan persahabatan yang indah selama ini.

12.Teman-teman seperjuangan selama penelitian di laboratorium : Nia, Agnes,

Indu, Punto, Fani, Essy, Olive, Evelyn, dan Mas Supri terima kasih atas saran,

kritik, dukungan, semangat, dan bantuan selama ini.

13.Fitri, Tyas, Nunuk, Ankga, Rini, dan Anny atas dukungan, persahabatan dan

kebersamaannya selama ini.

14.Erga, Erma, Ari, Surya, Ranti, Diah, Willy, Shindi, Yudha, Aan, dan semua

mahasiswa Farmasi Angkatan 2003 terima kasih atas dukungan, kebersamaan,

bantuan, dan perhatian, serta kenangan indahnya.

(9)

15.Tante Yani, Om Lauren, dan Edo di Malang tarima kasih atas bantuan dan

dukungan selama penulis berada di Malang.

16.Bu Ning, Pak Sunu, dan temen-temen P3W di Perpustakaan Paingan : Eko,

Tami, Diaz, Melan, Melati, Ari, dan semuanya terima kasih atas perhatian,

dukungan, dan kerjasamanya selama ini.

17.Mas Bona, Mas Onong, Mas Tian, Yudhi, Ledu, Ratna, Mas Aan, Laora,

Lucky, dan semua teman-teman di Victory Studio Disc terima kasih atas

kerjasama, kebersamaan, pengalaman hidup, dan hiburannya selama ini.

18.Teman-teman kos lama : Mba Tista, Mba Vivie dan Mas Indra, Chika, Mba

Ema, Acid, Mba Inke, Juleha, Aniez, Novi, Mba Ling, Mba Nia, dan Mba

Ning atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.

19.Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.

Atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama ini, penulis

menyampaikan rasa terima kasih dan hormat, serta mohon kritik dan saran yang

membangun demi kemajuan penulis.

Penulis

(10)

INTISARI

Teh hijau banyak diminati masyarakat saat ini. Tanaman ini diketahui mengandung polifenol sebagai antioksidan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Minuman teh hijau terdiri dari berbagai rasa misalnya rasa buah apel. Apel mengandung polifenol yaitu flavonoid. Baik teh hijau dan buah apel memiliki sifat antioksidan karena kandungan polifenolnya sehingga kombinasi keduanya dapat dihubungkan dengan efek perlindungannya terhadap hati. Penelitian ini menggunakan infusa daun teh hijau yang dikombinasi dengan sari buah apel dan dipejankan pada mencit jantan terinduksi parasetamol. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kombinasi infusa daun teh hijau dan sari buah apel yang paling efektif dalam memberikan efek hepatoprotektif.

Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah dengan subjek uji mencit jantan galur Swiss. Sebanyak 50 ekor subjek uji dibagi secara acak ke dalam 10 kelompok, yaitu : kelompok 1 sebagai kontrol positif, kelompok 2 sebagai kontrol negatif, kelompok 3 dipejani suspensi PVP, kelompok 4 sebagai kontrol infusa daun teh hijau, kelompok 5 sebagai kontrol sari buah apel, dan kelompok 6 – 10 diberi kombinasi infusa daun teh hijau dan sari buah apel satu kali sehari selama 6 hari dengan perbandingan volume 4:1; 3:1; 2:1; 1:1; dan 0,5:1 dan pada hari ke-7 dipejani parasetamol dosis 0,2438 g/kg BB. Setelah 24 jam subjek uji diambil darahnya untuk diperiksa aktivitas ALT/GPT serumnya, hatinya ditimbang, dan dibuat preparat untuk diamati histopatologinya.

Data aktivitas ALT serum, berat hati, dan kerusakan hati dianalisis dengan uji Kolmogorov – Smirnov, Levene Test, dan dilanjutkan dengan uji Kruskal – Wallis dan uji Mann – Whitney dengan taraf kepercayaan 95 %. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi infusa daun teh hijau dan sari buah apel dengan perbandingan 2:1 paling efektif dengan persen efek hepatoprotektif 85,32 % dan berat hati relatif 1,2381 ± 0,0378 g.

Kata kunci : efek hepatoprotektif, teh hijau, apel

(11)

ABSTRACT

Green tea is well known today. Green tea known contain of polyphenolics compound as antioxidant, its very useful. Green tea’s beverage has various flavors such as apple’s essence. Apple fruit contains polyphenolic compound is flavonoid. It is act as antioxidant too. So these combination can be related with hepatoprotective effect. This research used green tea’s infuse combined with apple’s essence on male mice induced by acetaminophen. The aim of the research is to know which one of the compare of the combination of green tea’s infuse and apple’s essence has the most effective hepatoprotective effect.

This research was a pure experimental study following the one way complete random design with Swiss’s mice as animal subject. A number of fifty male mice were divided into ten groups, each consisted of five : first group as positive control was given acetaminophen doses 0,2438 g/kg BW, second group as negative control was given aqua, third group was given PVP, fourth group was given green tea’s infuse, fifth group was given apple’s essence, and sixth to ten group represent the treatment group, successively given the combination on green tea’s infuse and apple’s essence with the comparison 4:1; 3:1; 2:1; 1:1; and 0,5:1 orally once a day during six days, on seventh, given acetaminophen doses 0,2438 g/kg BW. After 24 hours, blood of each mice in all group was sampled at the eyes sinus orbital and determined its ALT/GPT serum activity level, their liver were measured and made to histopathology then given the score of pursuant to its damage degree.

ALT/GPT serum activity level, liver weight, and histopathology data was analyzed with Kolmogorov – Smirnov test and Levene Test, then continued with Kruskal – Wallis and Mann – Whitney test with confidence level 95 %. Result of the research showed that combination of green tea’s infuse and apple’s essence in comparison 2:1 is the most effective with hepatoprotective effect’s percentages equal to 85,32 % and the relative weight of liver equal to 1,2381 ± 0,0378 g.

Keywords : hepatoprotective effect, green tea, apple

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

PRAKATA ... vi

INTISARI ... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I. PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang ...

B. Permasalahan... C. Keaslian Penelitian... D. Manfaat Penelitian...

1. Manfaat Teoritis...

2. Manfaat Praktis... E. Tujuan Penelitian...

1. Tujuan umum……….…….… BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...

A. Anatomi dan Fisiologi Hati...

B. Patofisiologi Hati ... ... C. Tes Fungsi Hati ...

D. Agen Antihepatotoksin ………..

E. Parasetamol ………

(13)

F. Tanaman Teh ………

1. Klasifikasi………..…….

2. Morfologi……….………..

3. Teh hijau ...……….……….

4. Kandungan kimia…..………...

5. Khasiat dan kegunaan ...

G. Tanaman Apel...………...………

1. Klasifikasi………...………..

2. Morfologi…………... 3. Kandungan kimia. …... 4. Manfaat dan kegunaan... H. Flavonoid...

I. Tanin ………...

J. Landasan Teori ……….……...

K. Hipotesis ………….………...

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian……….….……….

B. Definisi Operasional………..

C. Variabel Penelitian………...……

1. Variabel bebas………...…

2. Variabel tergantung………....…

3. Variabel pengacau terkendali………..….…

4. Variabel pengacau tak terkendali………...… D. Subjek dan Bahan Penelitian………...

E. Alat Penelitian ………...

F. Tata Cara Penelitian………...

1. Determinasi tanaman………...…

2. Pembuatan infusa daun teh hijau……... 3. Pembuatan sari buah apel………...…. 4. Pembuatan kombinasi infusa daun teh hijau dan sari buah

(14)

5. Pembuatan suspensi PVP ... 6. Pembuatan suspensi parasetamol 1% dalam PVP...…... 7. Pembuatan serum ...

8. Penetapan aktivitas ALT/GPT serum ... 9. Pembuatan preparat histopatologi hati ... 10.Pemeriksaan histopatologi hati ... 11.Uji pendahuluan ...

7.1 Penentuan dosis hepatotoksik parasetamol ... 7.2 Penetapan waktu kehepatotoksikan parasetamol 7.3 Penetapan masa praperlakuan kombinasi infusa daun

teh hijau dan sari buah apel ... 12.Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji …………..…….

G. Analisis Data………...………. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...

A. Determinasi Tanaman... 1. Determinasi tanaman teh (Camellia sinensis (L.)O.K.) .... 2. Determinasi tanaman apel (Pyrus malus L.) …...…… B. Uji Pendahuluan ………...…

1. Penentuan dosis hepatotoksik parasetamol………...……. 2. Penentuan waktu kehepatotoksikan parasetamol …...… 3. Penetapan masa praperlakuan kombinasi infusa daun teh

hijau dan sari buah apel ... C. Perlakuan ………... ...

1. Kontrol negatif air suling ……. ... 2. Kontrol positif parasetamol dosis 0,2438 g/kg BB... 3. Kontrol PVP ………... 4. Kontrol infusa daun teh hijau ………... 5. Kontrol sari buah apel …... 6. Efek hepatoprotektif kombinasi infusa daun teh hijau dan

(15)

A. Kesimpulan... B. Saran...

69 69 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

70 74 BIOGRAFI PENULIS ... 122

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Kandungan kimia pada teh hijau, teh hitam, dan teh

oolong dalam keadaan kering (mg/100 g) ... 21 Tabel II. Aktivitas ALT serum dan histopatologi sel hati mencit

setelah pemberian parasetamol dosis 0,2250; 0,2313;

0,2375; 0,2438; 0,2500 g/kg BB dan kontrol (n=5) ... 44 Tabel III Berat hati mencit setelah pemberian parasetamol dosis

0,2250; 0,2313; 0,2375; 0,2438; 0,2500 g/kg BB dan

kontrol (n=5)... 46 Tabel IV. Aktivitas ALT serum setelah pemberian parasetamol dosis

0,2438 g/kg BB pada selang waktu 24 dan 48 jam (n=5)... 48 Tabel V. Aktivitas ALT serum dan histopatologi hati mencit

kelompok masa praperlakuan 2, 4, 6, 8, dan 10 hari yang

dipejani parasetamol dosis 0,2438 g/kg BB (n=5)... 50 Tabel VI. Berat hati mencit kelompok masa praperlakuan 2, 4, 6, 8,

dan 10 hari yang dipejani parasetamol dosis 0,2438 g/kg

BB (n=5)... 51 Tabel VII. Rata-rata aktivitas ALT serum, tingkat kerusakan hati, dan

persen efek hepatoprotektif kelompok perlakuan (n=5)... 52 Tabel VIII. Rata-rata berat hati mencit relatif kelompok perlakuan

(n=5)... 54 Tabel IX. Persen perbedaan rata-rata aktivitas ALT serum kelompok

6, 7, 8, 9, dan 10 dibandingkan kelompok 5 ... 63 Tabel X. Hasil percobaan penentuan dosis hepatotoksik parasetamol 80 Tabel XI. Hasil percobaan penentuan waktu hepatotoksik

parasetamol ……… 85

Tabel XII. Hasil percobaan penentuan masa perlakuan kombinasi

infusa daun teh hijau dan sari buah apel ... 87 Tabel XIII. Hasil percobaan kelompok perlakuan ……… 92

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur mikroskopik lobulus hati ... 8

Gambar 2. Tipe nekrosis ... 10

Gambar 3. Struktur parasetamol ... 16

Gambar 4. Jalur metabolisme parasetamol ... 18

Gambar 5. Struktur umum flavonoid ... 25

Gambar 6. Struktur senyawa katekin, epikatekin, flavon, dan flavonol 26 Gambar 7. Struktur senyawa teaflavin pada teh ... 27

Gambar 8. Struktur tanin terkondensasi ... 28

Gambar 9. Diagram batang aktivitas ALT serum setelah pemberian parasetamol dosis 0,2250; 0,2313; 0,2375; 0,2438; 0,2500 g/kg BB dan kontrol (n=5) ... 45 Gambar 10. Diagram batang aktivitas ALT serum kelompok masa praperlakuan 2, 4, 6, 8, dan 10 hari yang dipejani parasetamol dosis 0,2438 g/kg BB (n=5)... 51 Gambar 11. Fotomikroskopi hati mencit setelah pemberian air suling (perbesaran 40 x 10) ... 53

Gambar 12. Fotomikroskopi hati mencit setelah pemberian parasetamol dosis 0,2438 g/kg BB (perbesaran 40 x 10) ... 55

Gambar 13. Fotomikroskopi hati mencit setelah pemberian PVP (perbesaran 40 x 10) ... 56

Gambar 14. Fotomikroskopi hati mencit setelah pemberian infusa daun teh hijau (perbesaran 40 x 10) ... 57

Gambar 15. Fotomikroskopi hati mencit setelah pemberian sari buah apel (perbesaran 40 x 10) ... 58

Gambar 16. Fotomikroskopi hati mencit setelah pemberian kombinasi infusa daun teh hijau dan sari buah apel perbandingan 4 : 1 (perbesaran 40 x 10) ... 61 Gambar 17. Fotomikroskopi hati mencit setelah pemberian kombinasi

(18)

infusa daun teh hijau dan sari buah apel perbandingan 3 : 1

(perbesaran 20 x 10) ... 62 Gambar 18. Fotomikroskopi hati mencit setelah pemberian kombinasi

infusa daun teh hijau dan sari buah apel perbandingan 2 : 1

(perbesaran 40 x 10) ... 63 Gambar 19. Fotomikroskopi hati mencit setelah pemberian kombinasi

infusa daun teh hijau dan sari buah apel perbandingan 1 : 1

(perbesaran 20 x 10) ... 64 Gambar 20. Fotomikroskopi hati mencit setelah pemberian kombinasi

infusa daun teh hijau dan sari buah apel perbandingan 0,5:1

(perbesaran 20 x 10) ... 65

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi tanaman teh (Camellia

sinensis (L.)O.K.) ... 74 Lampiran 2. Foto tanaman teh (Camellia sinensis (L.)O.K.)... 75 Lampiran 3. Foto daun teh hijau kering dan infusa daun teh hijau ... 76 Lampiran 4. Surat pengesahan determinasi tanaman apel (Pyrus

malus L.) ... 77 Lampiran 5. Foto tanaman apel ... 78 Lampiran 6. Foto buah apel dan sari buah apel ... 79 Lampiran 7. Hasil percobaan penentuan dosis hepatotoksik

parasetamol ... 80 Lampiran 8. Analisis statistik aktivitas ALT serum : penentuan dosis

hepatotoksik parasetamol ... 81 Lampiran 9. Analisis statistik berat hati mencit : penentuan dosis

hepatotoksik parasetamol ... 83 Lampiran 10. Hasil percobaan penentuan waktu hepatotoksik

parasetamol ... 85 Lampiran 11. Analisis statistik aktivitas ALT serum : penentuan waktu

hepatotoksik parasetamol ... 86 Lampiran 12. Hasil percobaan penentuan masa praperlakuan

kombinasi infusa daun teh hijau dan sari buah apel ... 87 Lampiran 13. Analisis statistik aktivitas ALT serum : penentuan masa

praperlakuan kombinasi infusa daun teh hijau dan sari

buah apel ... 88 Lampiran 14. Analisis statistik berat hati mencit : penentuan masa

praperlakuan kombinasi infusa daun teh hijau dan sari

buah apel ... 90 Lampiran 15. Hasil percobaan kelompok perlakuan ... 92 Lampiran 16. Analisis statistik aktivitas ALT serum kelompok

(20)

xix

perlakuan ... 93 Lampiran 17. Rangkuman uji Mann-Whitney aktivitas ALT serum

kelompok perlakuan ... 113 Lampiran 18. Analisis statistik berat hati mencit kelompok perlakuan 114 Lampiran 19. Skoring histopatologi hati mencit kelompok perlakuan 119 Lampiran 20. Perhitungan angka perlindungan hasil skoring

histopatologi hati mencit kelompok perlakuan ... 120 Lampiran 21. Rangkuman uji Mann-Whitney skoring histopatologi

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teh merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki banyak manfaat

bagi manusia. Manfaat teh di antaranya dapat mencegah kanker, meningkatkan

sistem imun, mengurangi obesitas, antiaterosklerosis (Anonim, 2003a),

antibakteri, antioksidan, antikaries, peluruh air seni, mencegah osteoporosis, dan

menjaga kesehatan jantung. Teh dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis berdasarkan

proses pengolahannya yaitu teh tanpa fermentasi (teh hijau), teh semifermentasi

(teh oolong), dan teh fermentasi (teh hitam) (Syah, 2006).

Teh hijau merupakan jenis teh yang sangat diminati oleh masyarakat di

Indonesia saat ini. Banyak produk yang mengandung teh hijau beredar di pasaran,

salah satu produk yang paling banyak dikonsumsi yaitu produk minuman, baik

dalam bentuk siap seduh maupun kemasan. Teh hijau mengandung senyawa

polifenol yang bersifat sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidan senyawa

polifenol pada teh hijau sangat kuat mencapai 25 – 100 kali aktivitas antioksidan

vitamin C dan E (Anonim, 2003a).

Produk minuman kemasan teh hijau memiliki aneka rasa misalnya rasa

buah apel. Buah apel diketahui juga mengandung senyawa polifenol (Dalimartha,

2000). Penelitian ini menggunakan infusa daun teh hijau yang dikombinasi

dengan sari buah apel. Baik teh hijau dan apel memiliki sifat antioksidan karena

kandungan polifenolnya sehingga kombinasi keduanya dapat dihubungkan dengan

efek perlindungannya terhadap hati.

(22)

Senyawa polifenol yang banyak terkandung dalam teh hijau adalah katekin

dan tanin. Ada 4 (empat) jenis senyawa katekin pada teh hijau yaitu katekin,

epikatekin (EC), epigalokatekin (EGC), dan epigalokatekin galat (EGCG).

Epigalokatekin galat (EGCG) merupakan komponen yang paling kuat aktivitas

antioksidannya (Anonim, 2003a). Tanin merupakan polimer flavonoid, penyebab

rasa sepat pada teh. Tanin dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu tanin yang dapat

dihidrolisis (hydrolyzable tannin) dan tanin terkondensasi (nonhydrolyzable atau

condensed tannin). Tanin dapat mengendapkan protein dan menyebabkan protein

tersebut resisten pada enzim proteolitik. Jika diaplikasikan pada jaringan hidup,

tanin bersifat astringen sehingga menjadi dasar terapi dengan tanin, misalnya pada

saluran gastrointestinal dan abrasi kulit (Tyler, Brady, dan Robbers, 1988). Jadi,

tanin selain bersifat antioksidan juga bersifat astringen.

Penyakit hati dapat disebabkan oleh obat, bahan kimia, alkohol, toksin,

atau infeksi virus (Crowley, 2001). Salah satu pengobatan penyakit hati dapat

dilakukan dengan meningkatkan perlindungan hati (Donatus, 1992). Penelitian

yang pernah dilakukan untuk mengetahui efek hepatoprotektif teh dan apel antara

lain : penelitian Yuningsih (2003), pemberian infusa teh dosis 10 g/kg BB pada

tikus jantan terinduksi parasetamol memberikan efek hepatoprotektif sebesar

89,36 %, namun tidak dijelaskan jenis teh yang digunakan. Penelitian Setianto

(2004) menunjukkan persen efek hepatoprotektif sari buah apel dosis 33,33 ml/kg

BB sebesar 92,90 %, dosis sari apel hasil penelitian tersebut digunakan dalam

penelitian ini. Penelitian ini menggunakan parasetamol sebagai senyawa model

(23)

sebelumnya. Parasetamol merupakan obat antipiretika dan analgetika yang sering

digunakan dalam pengobatan.

Penelitian yang dilakukan ini berbeda dengan penelitian sebelumnya

karena menggunakan infusa daun teh hijau dan sari buah apel dengan berbagai

perbandingan. Tujuannya untuk mengetahui apakah kombinasi kedua bahan ini

memberikan efek hepatoprotektif, perbandingan yang paling efektif, dan

mengetahui pengaruh penambahan infusa daun teh hijau terhadap efek

hepatoprotektif sari buah apel pada mencit jantan terinduksi parasetamol.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut ini :

1. Apakah kombinasi infusa daun teh hijau dan sari buah apel memberikan

efek hepatoprotektif pada mencit jantan terinduksi parasetamol?

2. Berapa perbandingan kombinasi infusa daun teh hijau dan sari buah apel

yang memberikan efek hepatoprotektif paling efektif ?

3. Bagaimana efek pemberian infusa daun teh hijau terhadap efek

hepatoprotektif sari buah apel ?

C. Keaslian Penelitian

Hasil penelitian mengenai efek hepatoprotektif teh dan apel yang pernah

(24)

1. Infusa teh dosis 10 g/kg BB yang dipejankan pada tikus jantan terinduksi

parasetamol memberikan efek hepatoprotektif sebesar 89,96 %

(Yuningsih, 2003) namun tidak dijelaskan jenis teh yang digunakan.

2. Sari buah apel dosis 33,33 ml/kg BB memberikan efek hepatoprotektif

sebesar 92,90 % pada mencit jantan terinduksi parasetamol (Setianto,

2004).

3. Jus buah apel dosis 25,0 g/kg BB memberikan efek hepatoprotektif sebesar

83,31 % pada mencit jantan terinduksi parasetamol (Ladoangin, 2004).

4. Kombinasi jus wortel dan buah apel perbandingan 1:2 memberikan efek

hepatoprotektif 70,12 % pada mencit jantan terinduksi parasetamol

(Widyaningrum, 2004).

5. Kombinasi sari wortel dan buah apel perbandingan 1:3 memberikan efek

hepatoprotektif 93,49 % pada mencit jantan terinduksi parasetamol (Ayu,

2004).

6. Level serum antioksidan serum non enzimatik di hati berkurang pada

intoksikasi etanol karena teh hijau melindungi membran fosfolipid akibat

meningkatnya peroksidasi (Skrzydlewska, Ostrowska, Stankiewicz, dan

Farbiszewski, 2002).

7. Penggunaan infusa daun teh hijau menurunkan produk peroksidasi lipid

(Skrzydlewska, Ostrowska, dan Michalak, 2002).

Penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya serta tidak memuat bagian

(25)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu

kefarmasian dan pengetahuan mengenai teh hijau dan buah apel di Indonesia.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi akurat pada

masyarakat mengenai kegunaan teh hijau dan buah apel dan dijadikan acuan

terapi alternatif pada pencegahan penyakit hati.

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

1. Mengetahui efek hepatoprotektif kombinasi infusa daun teh hijau dan

sari buah apel pada mencit jantan terinduksi parasetamol.

2. Mengetahui perbandingan kombinasi infusa daun teh hijau dan sari

buah apel yang memberikan efek hepatoprotektif paling efektif.

3. Mengetahui pengaruh pemberian infusa daun teh hijau terhadap efek

hepatoprotektif sari buah apel.

2. Tujuan Khusus

Penulis memperoleh pengalaman dan pengetahuan dalam

(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata sekitar 1500 g

atau 2,5 % berat badan pada orang dewasa normal. Hati memiliki dua lobus

utama, kanan dan kiri. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis kecuali

daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Di

bawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang disebut kapsula

Glisson yang menutupi seluruh organ, kapsula ini pada hilus atau porta hepatis

pada permukaan inferior, melanjutkan ke dalam massa hati dan membentuk

rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteria hepatika, dan saluran empedu

(Price dan Wilson, 1995).

Hati memiliki dua lobus utama yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Setiap

lobus hati terdiri dari struktur-struktur yang disebut lobulus yaitu unit mikroskopis

dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri

atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi

vena sentralis. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut

sinusoid. Sinusoid merupakan cabang vena porta dan arteria hepatika, bedanya

dengan kapiler lain sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer (Price dan

Wilson, 1995).

Selain cabang-cabang vena porta dan hepatika yang melingkari bagian

perifer lobulus hati terdapat pula saluran empedu. Saluran empedu interlobular

membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang dinamakan kanalikuli,

(27)

berjalan di tengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam sel

hati diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang

makin lama makin besar yang disebut duktus koledokus (Price dan Wilson, 1995).

Hati memiliki dua sumber suplai darah yaitu dari saluran cerna dan limpa

melalui vena porta dan dari aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah

yang masuk berasal dari arteria hepatika dan dua pertiganya berasal dari vena

porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1500 ml dan

dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri dan bermuara pada vena kava

inferior (Price dan Wilson, 1995).

Vena porta bersifat unik karena terletak di antara dua daerah kapiler, yaitu

hati dan saluran cerna. Vena porta di hati bercabang-cabang menempel melingkari

lobulus hati dan saling berhubungan dengan vena interlobularis yang berjalan di

antara lobulus-lobulus hati. Vena-vena ini membentuk sinusoid yang berjalan di

antara lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis

dari beberapa lobulus bersatu membentuk vena sublobularis yang kemudian

bersatu membentuk vena hepatika (Price dan Wilson, 1995).

Hati sangat penting dalam mempertahankan hidup dan berperan pada

setiap fungsi metabolik tubuh. Hati memiliki kapasitas cadangan yang besar,

hanya dengan 10 – 20 % jaringan yang berfungsi hati mampu mempertahankan

kehidupan. Hati mempunyai kemampuan regenerasi yang mengagumkan.

Pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau sakit, akan diganti

(28)

Gambar 1. Struktur mikroskopik lobulus hati (Vandenberghe, 1996)

Hati merupakan organ yang kompleks dengan fungsi metabolik,

detoksikasi, sekresi, dan ekskresi (Vandenberghe, 1996), misalnya : metabolisme

karbohidrat, protein, dan lemak yang dicerna melalui sirkulasi portal, sintesis

berbagai substansi termasuk protein plasma dan protein yang penting dalam

pembekuan darah, penyimpanan vitamin B12 dan mineral lain, serta detoksikasi

dan sekresi berbagai substansi (Crowley, 2001). Fungsi detoksikasi sangat penting

dilakukan oleh enzim-enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau

konjugasi zat-zat yang berbahaya dan mengubahnya menjadi zat yang secara

fisiologis tidak berbahaya (Price dan Wilson, 1995).

Berdasarkan uraian di atas gangguan fungsi hati dapat mengakibatkan

(29)

B. Patofisiologi Hati

Penyakit hati dapat disebabkan oleh agen hepatotoksik atau hepatotoksin.

Hepatotoksin menurut Zimmerman (1978) dapat dibagi menjadi hepatotoksin

intrinsik atau sejati atau teramalkan dan hepatotoksik tak teramalkan atau

idiosinkratik. Hepatotoksin intrinsik adalah hepatotoksin yang pada dasarnya : 1)

memiliki sifat toksik pada hati sehingga dapat menyebabkan penyakit hati pada

setiap individu yang terpapar, 2) derajat kerusakan hati yang disebabkan

tergantung pada dosis, 3) kerusakan hati yang muncul pada manusia sama dengan

kerusakan hati jika dipaparkan pada hewan percobaan, dan 4) interval antara

waktu pemejanan dan kerusakan hati yang timbul cenderung pendek atau

konsisten.

Hepatotoksin idiosinkratik adalah hepatotoksin yang : 1) tidak

menyebabkan lesi pada hewan percobaan, 2) kerusakan hati pada manusia tidak

tergantung dosis, 3) interval antara pemejanan dosis pertama dan kerusakan hati

yang timbul lebih bervariasi dan biasanya lebih panjang daripada hepatotoksin

intrinsik. Hepatotoksin ini terutama 4) menyebabkan kerusakan hati pada individu

yang hipersensitif atau individu yang memiliki ketidaknormalan metabolik

(Zimmerman, 1978).

Hepatotoksin intrinsik dibedakan menjadi 2 (dua) macam berdasarkan

mekanismenya, yaitu hepatotoksin langsung dan tidak langsung. Hepatotoksin

langsung adalah zat atau produk metabolismenya yang secara langsung merusak

membran plasma dan retikulum endoplasma, diikuti dengan kerusakan lisosom

(30)

mengganggu metabolisme sel, contohnya : CCl4, CHCl3, dan asam tanat.

Hepatotoksin tak langsung bekerja dengan mengganggu jalur metabolisme khas

atau proses yang penting dalam menjaga integritas sel hati (sitotoksik), misalnya :

parasetamol, tetrasiklin dan etanol atau mengganggu proses sekresi empedu

(kolestatik), misalnya rifamisin (Zimmerman, 1978).

Kerusakan sitotoksik dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu nekrosis

dan steatosis. Nekrosis disebabkan oleh kerusakan membran sel atau organel yang

menyebabkan sel kehilangan integritasnya. Nekrosis dibedakan berdasarkan

lokasinya yaitu nekrosis fokal (menyebar pada sel parenkim hati), nekrosis zonal

(pada zona sentrilobular, midzonal, atau periportal), dan nekrosis masif (pada

semua lobulus hati). Lokasi nekrosis zonal bergantung pada tempat sistem enzim

yang mengaktifkan molekul menjadi metabolit toksik dan lokasi sistem enzim

pendetoksikasi (Zimmerman, 1978).

(31)

Steatosis disebabkan oleh akumulasi trigliserid atau fraksi lemak lain

dalam sel hati atau gangguan fungsi hati yang dapat meningkatkan kadar

trigliserid misalnya meningkatnya sintesis asam lemak, berkurangnya oksidasi

asam lemak, atau menurunnya produksi lipoprotein. Ada 2 (dua) tipe steatosis,

yaitu steatosis mikrovesikular, ditandai oleh penimbunan sedikit lemak pada sel

hati namun tidak sampai mendesak inti sel, dan steatosis makrovesikular, ditandai

oleh penimbunan lemak dalam jumlah besar pada sel hati, mengisi hampir seluruh

sel sehingga mendesak inti sel ke perifer (Zimmerman, 1978). Kerusakan

kolestatik berkaitan dengan sekresi empedu (Vandenberghe, 1996).

C. Tes Fungsi Hati

Tes fungsi hati dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : tes enzim

serum, tes sekresi empedu (bilirubin terkonjugasi dan tak terkonjugasi), tes

metabolisme protein (albumin dan globulin serum, masa protrombin, amonia

darah), tes metabolisme karbohidrat (amilase serum dan kemih), tes metabolisme

lemak (lipase dan kolesterol serum), dan tes imunologik (tes diagnosis untuk virus

hepatitis) (Price dan Wilson, 1995).

Pada hewan percobaan dapat dilakukan dengan membandingkan

parameter biokimia fungsional dan klinis dengan perubahan morfologi. Data

anatomi dan patologi termasuk berat badan dan pemeriksaan makroskopik dan

mikroskopik organ yang bersangkutan. Pada studi toksisitas, pemeriksaan

(32)

enzim mikrosomal, berat hati, dan volume hepatoselular akan meningkat

(Vandenberghe, 1996).

Tes enzim serum yang sering digunakan pada tes fungsi hati, yaitu AP

(alkali fosfatase), γ-GT (gamma-glutamil transferase), AST (GOT) (aspartat

amino transferase/glutamic oxaloasetic transaminase), ALT (GPT) (alanin amino

transferase/glutamic pyruvate transaminase) (Vandenberghe, 1996), LDH (laktat

dehidrogenase) (Price dan Wilson, 1995), NTD (nukleotidase), dan CHE

(kolinesterase) (Sherwin dan Sobenes, 1996 cit.,Widijanti, 2004).

Tes diagnostik yang biasa dilakukan untuk mengetahui gangguan fungsi

hati yaitu uji enzim AST (GOT) dan ALT (GPT) serum. Kedua enzim ini

merupakan enzim-enzim intraselular yang berada di jantung, hati, jaringan otot,

dan terlepas dari jaringan yang rusak (Price dan Wilson, 1995).

Aspartat aminotranferase/glutamat oksaloasetat transaminase (AST/GOT)

merupakan enzim pada mitokondria dan sitosol yang lebih banyak terdapat di

jantung dibanding hati, otot, otak, dan ginjal. Aspartat aminotranferase akan

meningkat jika terjadi nekrosis hepatoselular dan infark miokardial. Alanin

aminotransferase merupakan enzim sitosolik yang lebih spesifik untuk organ hati

pada peradangan akut dibandingkan AST (GOT). Peningkatan level transaminase

akibat nekrosis hepatoselular akan menyebabkan lepasnya enzim ke aliran darah

akibat perubahan permeabilitas membran. Nekrosis hepatoselular dapat

disebabkan oleh hepatotoksin, penyakit (infeksi dan diabetes melitus), tumor hati,

(33)

Wilkinson (1976) menguraikan bahwa AST (GOT) mengkatalisis reaksi

sebagai berikut :

AST

sedangkan ALT/GPT mengkatalisis reaksi :

ALT

Pada penelitian ini digunakan tes enzim serum ALT/GPT dengan metode

spektrometri, prinsip reaksinya adalah :

ALT

Aktivitas ALT/GPT ditentukan dari laju oksidasi NADH menjadi NAD+

(Bergmeyer dan Bernt, 1974). Penelitian ini menggunakan pereaksi siap pakai,

ALAT (GPT) FS* Kit (DiaSys, Germany) dengan 2 (dua) reagen, yaitu R1 =

(34)

Nilai normal ALT (GPT) serum adalah 1 – 35 U/L dan AST (GOT) serum

5 – 40 U/L (Friedman, 2002). AST sangat sensitif untuk mendeteksi onset

hepatotoksisitas dan ketidaknormalan AST menunjukkan disfungsi hati.

Peningkatan AST terjadi 8 – 12 jam setelah pemejanan (Bizovi dan Smilkstein,

2002).

D. Agen Antihepatotoksin

Agen antihepatotoksin dapat memberikan perlindungan pada

hepatotoksisitas oleh berbagai sebab meliputi : (1) pencegahan aktivasi metabolik

dengan menghambat sistem enzim sitokrom P-450, (2) interaksi dengan ikatan

reseptor, (3) membantu mekanisme pertahanan sel dengan menyediakan

kosubstrat atau prekursornya, antioksidan, atau radical scavenger, dan (4)

stabilisasi membran selular dan subselular (Siegers, 1988).

Berbagai zat kimia dapat bersifat sebagai inhibitor reaksi oksidasi

mikrosomal, misalnya metirapon dan simetidin, dapat digunakan pada toksisitas

parasetamol. Glutation, kosubstrat pada reaksi GSH-peroksidase dan

GSH-S-transferase, menurun akibat toksisitas parasetamol dan bromobenzen,

mengindikasikan pentingnya GSH endogen pada detoksikasi intermediat reaktif.

Penelitian dengan pemberian intravena atau oral dosis tinggi GSH tereduksi pada

mencit mengurangi kematian dan kerusakan hati akibat parasetamol (Siegers,

1988).

Prekursor utama untuk sintesis GSH yaitu sistein. Pemberian sistein secara

oral tidak efektif untuk meningkatkan konsentrasi GSH karena cepat

(35)

dan sebagai substrat reaksi konjugasi langsung. Prekursor ini digunakan sebagai

antidot toksisitas parasetamol (Siegers, 1988).

Senyawa alam dan antioksidan sintetik mampu mempengaruhi proses

yang menyebabkan hepatotoksisitas, misalnya peroksidasi lipid. Antioksidan

lipofilik, α-tokoferol (vitamin E), dan hidrofilik, asam askorbat (vitamin C).

Antioksidan sintetik misalnya BHA dan BHT. Antioksidan dari tanaman yaitu

flavonoid, misalnya katekin dan silimarin yang dapat menekan respon

hepatotoksik parasetamol, CCl4, dan bromobenzen. Mekanisme hepatoproteksi

lain misalnya pengubahan ikatan reseptor dengan memodifikasi fluiditas membran

(flavonoid), penghambatan biosintesis protein, dan sitoproteksi oleh prostaglandin

(Siegers, 1988) atau memicu aktivitas enzim detoksikasi hati misalnya glutation

(Naim, 2003).

E. Parasetamol

Parasetamol merupakan derivat para amino fenol (Wilmana, 2002) yang

berbentuk serbuk hablur, putih, tidak berbau, berasa pahit (Anonim, 1995a), larut

dalam air panas dan alkohol. Parasetamol baik disimpan pada suhu 15 - 30ºC,

bekerja sebagai analgesik dan antipiretik, dengan menghambat sintesis dan

pelepasan prostaglandin, namun aktivitas antiinflamasinya lemah. Pada manusia

parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Adanya

makanan dapat menunda absorpsinya. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai

(36)

25 % parasetamol dalam darah terikat pada protein plasma. (Anonim, 2005). Di

bawah adalah gambar struktur parasetamol :

O

N H

OH

Gambar 3. Struktur parasetamol (Anonim, 1995a)

Parasetamol tidak membahayakan pada dosis terapetik dan bersifat

hepatotoksik jika dikonsumsi melebihi dosis terapetik karena dapat menginduksi

kerusakan hati. Akibat dosis toksik yang paling serius ialah nekrosis hati.

Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 g parasetamol,

pada mencit normal pada dosis 300 mg/kg (Donatus, 1992). Parasetamol dapat

digunakan sebagai senyawa model untuk menginduksi hepatotoksisitas

eksperimental pada hewan selain CCl4, brombenzen, dan tioasetamid.

Pada kondisi normal, 80 – 85 % parasetamol dalam tubuh dikonjugasi oleh

asam glukuronat dan sulfat. Pada jumlah kecil parasetamol juga dimetabolisme

oleh sistem enzim mikrosomal sitokrom P-450 menjadi metabolit toksik yaitu

NAPQI (N-acetyl-p-benzoquinoneimine atau N-acetylimidoquinone). NAPQI

didetoksikasi oleh konjugasi dengan glutation dan dieksresikan di urin sebagai

asam merkapturat (Anonim, 2005).

Jika jumlah metabolit aktif yang terbentuk berlebihan sedangkan glutation

tidak mencukupi, misalnya pada kasus overdosis parasetamol, NAPQI akan

(37)

sentrilobular (Vandenberghe, 1996) atau sentrizonal (Zimmerman, 1978).

Metabolisme obat secara oksidatif terjadi pada zona III hepatik (sentrilobular) dan

pada zona inilah dijumpai kerusakan hati akibat toksisitas parasetamol (Bizovi

dan Smilkstein, 2002).

Oksidasi enzim akibat induksi NAPQI mengubah fungsi normal sel

melawan spesies oksigen reaktif endogen, menyebabkan oksidasi protein. Arilasi

protein sel merupakan penyebab toksisitas dengan adanya ikatan kovalen.

Dishomeostasis kalsium intraselular dan peroksidasi lipid juga menyebabkan

kematian sel (Bizovi dan Smilkstein, 2002).

Peningkatan level kalsium mengaktivasi fosfolipase A yang dapat merusak

membran fosfolipid menyebabkan membran kehilangan integritas yang

irreversibel (Siegers, 1988). Kematian sel juga dapat disebabkan karena

fragmentasi DNA dan kerusakan mitokondrial (Bizovi dan Smilkstein, 2002).

Nekrosis hati dapat diketahui dengan adanya peningkatan level enzim

serum, hiperbilirubinemia, dan level plasma faktor koagulasi yang tidak normal

(Zimmerman, 1978). Nilai ALT/GPT dan AST/GOT serum sangat tinggi dan

bervariasi mencapai 10000 U/L (Anonim, 2005).

Jalur metabolisme parasetamol dapat ditunjukkan pada gambar di bawah

(38)

NHCOCH3

G-SH Makromolekul Sel Nukleofilik

Zat Antara Toksik (NAPQI) Konjugasi

Konjugasi

Oksidasi oleh sit. P450

OH

(39)

F. Tanaman Teh Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Guttiferales

Suku : Theaceae

Marga : Camellia

Jenis : Camellia sinensis (L.)O.K.

Morfologi

Pohon kecil karena sering dipangkas tampak seperti perdu. Bila tidak

dipangkas, akan tumbuh kecil ramping setinggi 5-10 m dan bentuk tajuk seperti

kerucut. Batang tegak, berkayu, bercabang-cabang, ujung ranting dan daun muda

berambut halus. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berseling, helai daun

kaku seperti kulit tipis, bentuk elips memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi

bergerigi halus, pertulangan menyirip, panjang 6-18 cm, lebar 2-6 cm, warna

hijau, permukaan mengkilap. Bunga di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga

bergabung menjadi satu, berkelamin dua, garis tengah 3-4 cm, warna putih cerah

dengan kepala sari berwarna kuning, harum. Buah kotak, berdinding tebal, pecah

menurut ruang, masih muda hijau, setelah tua coklat kehitaman. Biji keras, 1-3.

Pucuk dan daun muda yang digunakan untuk pembuatan teh. Perbanyakan dengan

(40)

Teh Hijau

Teh dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis berdasarkan pengolahan pasca

panennya yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Baik teh hijau, teh hitam,

maupun teh oolong berasal dari tanaman yang sama. Pengolahan yang berbeda

menyebabkan kandungan kimia dan karakteristik teh yang dihasilkan pun

berbeda.

Teh hijau dibuat dengan menginaktivasi enzim polifenol oksidase yang

terdapat pada daun teh segar. Metode ini dapat dilakukan melalui pemanasan

maupun penguapan. Hal ini menyebabkan kandungan senyawa polifenol yang

terdapat pada teh hijau lebih tinggi dibandingkan teh hitam dan teh oolong

terutama kandungan katekinnya. Teh hijau mengandung 16-30 % senyawa katekin

namun hal ini masih dipengaruhi oleh cuaca, varietas, jenis tanah, dan tingkat

kematangan daun (Syah, 2006). Oleh karena itu, teh hijau memiliki sifat

antioksidan yang lebih baik daripada teh hitam maupun teh oolong.

Perbedaan pengolahan ini juga mempengaruhi kandungan kimia

masing-masing teh. Teh hijau, teh hitam, dan teh oolong mengandung senyawa polifenol

yang khas, dimana senyawa ini terdapat pada salah satu teh namun tidak dijumpai

pada kedua jenis teh yang lain (Anonim, 2003a).

Kandungan kimia

Dalimartha (2000) menguraikan daun teh mengandung kafein, teobromin,

teofilin, tanin, xantin, adenin, minyak atsiri, naringenin, kuersetin, dan fluoride.

(41)

polifenol 25 %, protein 20 %, karbohidrat 4 %, kafein 2,5 – 4,5 %, serat 27 %, dan

pektin 6 %.

Perbandingan kandungan kimia ketiga jenis teh menurut USDA Database

for the Flavonoid Content of Dried Teas (Anonim, 2003a) dapat dilihat pada tabel

di bawah ini :

Tabel I. Kandungan kimia pada teh hijau, teh hitam, dan teh oolong dalam keadaan kering (mg/100 g)

Kandungan Teh Hijau Teh Hitam Teh Oolong

(+)- Katekin sampai 100,00 35,00 – 480,00 5,00 – 70,00

(+)-Galokatekin - 56,00 – 278,00 -

(-)-Epikatekin 190,00 -2000,00 60,00 -1095,00 120,00 – 450,00

(-)-Epigalokatekin 100,00 – 5440,00 29,00 – 3817,50 180,00 – 1640,00

(-)-Epikatekin-3-Teaflavin-3’-galat sampai 0,99 15,00 – 413,00 -

Teaflavin-3-galat sampai 2,74 7,50 – 496,00 -

Tearubigin sampai 527,63 3914,32 – 10506,2 -

Apigenin sampai 0,50 - -

Luteolin sampai 0,50 - -

Kampferol 77,61 – 331,00 24,80 – 231,00 1,50

Mirisetin 52,00 – 159,00 21,00 – 74,35 0,32

(42)

Khasiat dan kegunaan

Teh hijau berkhasiat sebagai antioksidan, antikanker, antibakteri,

antiaterosklerosis, menjaga kesehatan jantung, meningkatkan kekebalan tubuh,

menurunkan kolesterol, mencegah osteoporosis dan karies pada gigi, melancarkan

keluarnya air seni, menurunkan berat badan (Syah, 2006), meningkatkan aktivitas

enzim antioksidan sehingga dapat melindungi hati (Naim, 2003).

Selain itu daun teh juga dapat mengatasi sakit kepala, diare, menyuburkan

dan menghitamkan rambut, dan mengatasi infeksi saluran cerna. Keracunan kafein

kronis terjadi bila minum 5 cangkir teh tiap hari yang setara dengan 600 mg

kafein, menunjukkan tanda dan gejala seperti gangguan pencernaan makanan

(dispepsia), rasa lemah, gelisah, tremor, sulit tidur, tidak nafsu makan, sakit

kepala, pusing (vertigo), bingung, berdebar, sesak napas, dan sukar BAB

(Dalimartha, 2000).

G. Tanaman Apel Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rosales

Suku : Rosaceae

Marga : Pyrus

(43)

Morfologi

Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) menguraikan morfologi Pyrus malus

L. berupa tanaman perdu, tinggi 3-5 m, batang berkayu, bulat, bercabang, putih

kehijauan. Daun tunggal, bulat telur, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi,

berbulu, berseling, di ujung cabang, panjang 3-15 cm, lebar 2-6 cm, pertulangan

menyirip, hijau. Bunga majemuk, bentuk malai, di ujung cabang, kelopak hijau,

berbulu, berbagi lima, benang sari banyak, putih, kepala sari kuning kecoklatan,

putik satu, putih kekuningan, putih. Buah buni, bulat, ujung dan pangkal berlekuk,

hijau keunguan. Biji kecil, pipih, coklat kehitaman. Akar tunggang, putih

kecoklatan.

Kandungan Kimia

Buah dan daun apel mengandung saponin dan flavonoid (Syamsuhidayat

dan Hutapea, 1991). Menurut USDA Database for the Flavonoid Content of

Selected Food (Anonim, 2003a) apel segar (bersama kulitnya) mengandung

katekin, EC, EGC, EGCG, GC, apigenin, luteolin, kaemferol, mirisetin, dan

kuersetin. Buah apel juga mengandung pektin, berbagai garam mineral yang

penting bagi tubuh, seperti : kalsium, fosfor, besi, yodium, natrium, kalium,

magnesium, khlor, belerang, kuprum, mangan dan zinc, serta berbagai jenis

vitamin misalnya : vitamin C, vitamin B1, dan vitamin A (Said, 2002).

Manfaat dan Kegunaan

Buah apel dapat dimanfaatkan untuk menurunkan tekanan darah pada

penderita tekanan darah tinggi. Caranya dengan mengukus ± 50 g buah apel segar

(44)

Untuk menjaga kesehatan pencernaan, fungsi hati, dan ginjal setiap hari makan 2

buah apel bersama kulitnya. Untuk menurunkan demam, buat jus dari 1 buah apel

dan diminum sebelum berubah warna (Said, 2002).

Buah apel juga digunakan untuk mengurangi mual, gangguan pencernaan saat

hamil dan diare (Anonim, 2003b). Kandungan flavonoid pada buah apel

berkhasiat sebagai antioksidan alami (Anonim, 2003a). Hartono (2002)

menguraikan bahwa kandungan pektin dalam apel dapat mengobati penyakit maag

atau lambung. Fungsi lain adalah memperlambat resorpsi dan menyerap lemak

serat gula setelah konsumsi karbohidrat atau lemak sehingga menurunkan

kolesterol dan gula darah. Buah apel juga berkhasiat sebagai obat tidur bagi

penderita insomnia dan melancarkan air kencing karena kandungan kalium dan

magnesium.

H. Flavonoid

Senyawa fenol adalah senyawa yang memiliki cincin aromatik yang

mengandung gugus hidroksil. Senyawa ini mudah larut dalam air karena dapat

berikatan dengan gula sebagai glikosida, terdapat pada vakuola sel (Robinson,

1995).

Polifenol pada teh hijau merupakan komponen antioksidan poten yang

lebih kuat daripada vitamin C dan E. Polifenol utama pada teh hijau adalah

flavonoid. Flavonoid dapat dibedakan menjadi 5 sub kelas yaitu flavonol, flavon,

flavanon, flavan-3-ol, dan antosianidin. Flavonoid yang terdapat pada teh hijau

(45)

(apigenin dan luteolin), dan flavonol (kaemferol, mirisetin, dan kuersetin)

(Anonim, 2003a).

Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3

-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena

tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon. Golongan terbesar

flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai

tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzena. Struktur dan sistem penomorannya

adalah sebagai berikut :

Gambar 5. Struktur umum flavonoid (Robinson, 1995)

Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, dapat menghambat

reaksi oksidasi baik enzimatis maupun non enzimatis. Senyawa ini bertindak

sebagai penampung radikal hidroksi dan superoksida sehingga dapat melindungi

lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas antioksidannya dapat

(46)

HO

Gambar 6. Struktur senyawa katekin, epikatekin, flavon, dan flavonol

(47)

O

Gambar 7. Struktur senyawa teaflavin pada teh (Anonim, 2003a)

I. Tanin

Tanin merupakan polimer flavonoid, memberikan reaksi umum senyawa

fenol, tidak mengkristal, dan memiliki sifat-sifat khusus seperti presipitasi

alkaloid, gelatin, protein, dan polisakarida (Hagerman, 2002). Tanin tersebar luas

dalam tumbuhan berpembuluh baik pada daun, buah, kulit batang, maupun

batang. Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma.

Tanin digolongkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu : tanin terkondensasi (condensed

tannin), terdapat pada gimnospermae dan angiospermae, serta tanin yang dapat

dihidrolisis (hydrolizable tannin), penyebarannya terbatas pada tumbuhan

berkeping dua (Harborne, 1987).

Tanin terkondensasi berasal dari kondensasi dua atau lebih flavan-3-ol,

seperti katekin, membentuk dimer. Polimerisasi lebih lanjut menghasilkan polimer

(48)

dari hubungan 4,6 dan 4,8. Tanin kondensasi juga dapat berasal dari

flavan-3,4-diol (leukoantosianidin) yaitu monomer antosianidin, namun tanin jenis ini tidak

dapat berinteraksi dengan protein membentuk kompleks yang dapat mengendap

(Hagerman, 2002). Bobot molekul pada rentang 3000 – 12000. Polimer tidak larut

dalam air atau etil asetat, tetapi dapat diekstraksi dengan aseton. Jika diberikan

agen hidrolitik, tanin ini akan berpolimerisasi, menjadi tidak larut, dan

menghasilkan produk berwarna merah yang disebut flobafen. Tanin kondensasi

menyebabkan rasa sepat pada makanan dan teh (Robinson, 1995).

Gambar 8. Struktur tanin terkondensasi (Hagerman, 2002)

Tanin yang dapat dihidrolisis merupakan derivat asam galat yang

teresterifikasi menjadi inti poliol dan gugus galoil, dan akan diesterifikasi lebih

(49)

kelas, yang paling sederhana adalah depsida galoil glukosa. Pada senyawa ini, inti

yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih, misalnya

galotanin. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu

asam heksahidroksidifenat, yang berikatan dengan glukosa, misalnya elagitanin

(Hagerman, 2002).

Tanin dapat bersifat sebagai pengkhelat ion logam, agen presipitasi

protein, dan antioksidan (Hagerman, 2002). Tanin dapat mengendapkan protein

sehingga resisten terhadap enzim proteolitik. Jika diberikan pada jaringan hidup,

aksi ini disebut astringen dan membentuk dasar aplikasi terapetik tanin. Tanin

yang dimanfaatkan sebagai obat yaitu asam tanat dan turunannya, asam

asetiltanat, digunakan sebagai astringen pada saluran gastrointestinal dan abrasi

pada kulit.

Asam tanat dapat larut dalam air, alkohol, aseton dan tidak larut dalam

eter, kloroform dan benzen. Pada penanganan luka bakar, protein jaringan yang

terpapar diendapkan oleh tanin dan membentuk antiseptik ringan dengan

membentuk lapisan pelindung bagi regenerasi jaringan baru dibawahnya. Sifat

tanin ini dimanfaatkan di laboratorium sebagai reagen untuk deteksi gelatin,

protein, dan alkaloid. Pada penanganan keracunan alkaloid, larutan tanin sangat

efektif dalam menginaktivasi alkaloid dengan pembentukan tanat yang tak larut

(Siegers, 1988).

J. Landasan Teori

Penyakit hati dapat disebabkan oleh hepatotoksin, misalnya parasetamol.

(50)

digunakan sebagai senyawa model untuk menginduksi kerusakan hati. Metabolit

aktifnya yaitu NAPQI dapat mengarilkan makromolekul yang dapat mengganggu

integritas sel hati. Kerusakan hati yang terjadi adalah nekrosis sentrilobular. Salah

satu cara penapisan awal kerusakan sel hati akut dapat dilakukan dengan

pengukuran aktivitas ALT/GPT serum.

Teh hijau dan apel mengandung senyawa flavonoid yang bersifat

antioksidan dan mampu meningkatkan aktivitas enzim detoksikasi hati.

Kemampuan ini menjelaskan penggunaannya sebagai alternatif minuman

kesehatan dan terapi gangguan fungsi hati secara tradisional.

Penelitian Yuningsih (2003) menunjukkan pemberian infusa teh dosis 10

g/kg BB pada tikus jantan terinduksi parasetamol memberikan efek

hepatoprotektif sebesar 89,36 %, namun tidak dijelaskan jenis teh yang

digunakan. Jika diasumsikan kandungan tiap jenis teh adalah sama maka dari

penelitian ini dapat diketahui efek hepatoprotektif teh hijau dibandingkan hasil

penelitian tersebut. Apakah akan memberikan efek yang sama atau lebih baik

mengingat kandungan senyawa katekinnya jauh lebih tinggi daripada kedua jenis

teh lain.

Penelitian Setianto (2004) menunjukkan persen efek hepatoprotektif sari

buah apel dosis 33,33 ml/kg BB sebesar 92,90 %, dosis sari apel hasil penelitian

tersebut digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah dengan adanya

penambahan teh hijau akan mempengaruhi efek hepatoprotektif sari buah apel

terhadap mencit jantan terinduksi parasetamol. Hal ini dikarenakan selain

(51)

protein dan melapisi dinding mukosa usus sehingga dapat mempengaruhi absorpsi

senyawa flavonoid lain.

K. Hipotesis

Penambahan infusa daun teh hijau akan mengurangi efek hepatoprotektif

sari buah apel dan pada perbandingan volume tertentu akan memberikan efek

(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan

rancangan acak lengkap pola searah.

B. Definisi Operasional

1. Infus daun teh hijau adalah hasil rebusan daun teh hijau dengan air dalam

panci yang dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90°C, sambil sesekali

diaduk, kemudian diserkai dalam keadaan panas menggunakan kain flanel

putih.

2. Sari buah apel adalah hasil penyarian buah apel bersama kulitnya yang

diperoleh dengan menghancurkan buah apel menggunakan blender dan

disari menggunakan kain flanel putih.

3. Efek hepatoprotektif kombinasi infus daun teh hijau dan sari buah apel

adalah kemampuan kombinasi infus daun teh hijau dan sari buah apel

untuk melindungi sel hati dari kerusakan yang disebabkan oleh

parasetamol.

(53)

C. Variabel Penelitian

1. Variabel utama

a. variabel bebas : perbandingan volume kombinasi infus daun teh

hijau dan sari buah apel dalam ml.

b. variabel tergantung : tingkat kerusakan sel hati mencit yang

terinduksi parasetamol, dilihat dari aktivitas ALT/GPT serum dan

histopatologi hati mencit.

2. Variabel pengacau terkendali

a. subjek uji : mencit, jantan, galur Swiss, umur 2,0 - 3,0 bulan, berat

badan 20-30 g.

b. bahan uji : buah apel yang diperoleh dari perkebunan apel Batu,

Malang, Jawa Timur dan daun teh hijau kering dari perkebunan teh

PT Pagilaran, Samigaluh, Kulon Progo, Yogyakarta.

3. Variabel pengacau tak terkendali

keadaan patologis hewan uji

D. Subjek dan Bahan Penelitian

1. Subjek penelitian

Mencit, jantan, galur Swiss, berat badan 20 - 30 g, umur 2,0 – 3,0

bulan diperoleh dari Laboratorium Farmakologi – Toksikologi, Fakultas

(54)

2. Bahan penelitian

a. Bahan uji : buah apel yang sehat, tidak busuk, kulit berwarna hijau

kemerahan, keras, bebas dari kerut-kerut, dan bintik-bintik lembek,

diperoleh dari perkebunan apel Batu, Malang, Jawa Timur dan

daun teh hijau kering dari perkebunan teh PT Pagilaran,

Samigaluh, Kulon Progo, Yogyakarta.

b. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah parasetamol murni,

berwarna putih, tidak berbau, berasa pahit, diperoleh dari PT

Konimex, Solo.

c. Bahan pelarut parasetamol adalah serbuk PVP, berwarna putih,

terdispersi dalam air, diperoleh dari Laboratorium Farmakokinetika

– Biofarmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

d. Bahan pelarut adalah air suling yang diperoleh dari Laboratorium

Farmakologi – Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

e. Penetapan aktivitas ALT/GPT serum digunakan pereaksi siap pakai

ALAT (GPT) FS* Kit (DiaSys, Germany) diperoleh dari CV. Alfa

Kimia, Yogyakarta.

f. Pembuatan preparat histologi hati digunakan formalin 10 %, xilol,

alkohol, lilin cetak, zat warna hematoksilin, dan eosin (E. Merck,

(55)

E. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spuit injeksi oral,

alat-alat bedah, mikropipet, efendorf, Microlab (E. Merck, Germany), alat-alat

gelas (Pyrex), timbangan elektrik (Mattler Teledo, Switzerland),

Mikrosentrifugasi (Denver Instrument, USA), kamera digital, blender Phillip,

kain flanel putih, dan kompor listrik.

F. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman teh dan apel

Determinasi tanaman teh dan apel dilakukan untuk memastikan

kebenaran tanaman teh dan apel yang digunakan.

2. Pembuatan infus daun teh hijau

Infus teh dibuat dengan cara memanaskan serbuk daun teh hijau

sebanyak 10 g dalam 100 ml air selama 15 menit pada suhu 90°C

kemudian diserkai dalam keadaan panas menggunakan kain flanel putih.

3. Pembuatan sari buah apel

Sari buah apel diperoleh dengan menimbang 100 g buah apel,

setelah dicuci bersih dengan air mengalir, dan dipotong kecil-kecil

bersama kulitnya, kemudian dihancurkan menggunakan blender selama 5

menit. Biji buah apel tidak diikutsertakan. Buah apel yang sudah hancur

disari menggunakan kain flanel putih kemudian cairan yang diperoleh

(56)

4. Pembuatan kombinasi infus daun teh hijau dan sari buah apel

Kombinasi infus daun teh hijau dan sari buah apel dibuat dengan

perbandingan 4:1, 3:1, 2:1, 1:1, dan 0,5:1.

5. Pembuatan suspensi PVP

Suspensi PVP dibuat dengan cara menimbang seksama sejumlah g

PVP dan didispersikan dalam air panas sampai konsentrasi yang

diinginkan.

6. Pembuatan suspensi parasetamol dalam PVP

Suspensi parasetamol dalam PVP dibuat dengan cara melarutkan

sejumlah g parasetamol yang telah ditimbang seksama ke dalam suspensi

PVP sesuai konsentrasi yang diinginkan.

7. Pembuatan serum

Darah mencit ditampung dalam efendorf melalui dinding efendorf,

diamkan sampai menjendal selama 15 menit, kemudian sentrifugasi

dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit dan diambil supernatannya.

8. Penetapan aktivitas ALT/GPT serum

Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas ALT/GPT serum

adalah Microlab (E. Merck, Germany). Aktivitas ALT/GPT serum dibaca

menggunakan pereaksi siap pakai ALAT (GPT) FS* Kit (DiaSys,

Germany) pada panjang gelombang 340 nm, suhu 37°C, dan faktor koreksi

1745. Aktivitas GPT-ALT/GPT serum dinyatakan dalam U/L (Bergmayer

(57)

9. Pembuatan preparat histolopatogi hati

Hati mencit yang diperoleh dipotong-potong dengan mikrotom

setebal 3 mm kemudian difiksasi. Preparat dimasukkan ke dalam larutan

etanol secara bertingkat berturut-turut : etanol 80 % selama 2 jam, etanol

95 % selama 2 jam, etanol 95 % selama 1 jam, masing-masing 1 kali

dilanjutkan etanol absolut selama 1 jam dilakukan dua kali. Preparat

kemudian dimasukkan ke dalam xilol selama 1 jam dilakukan 3 kali.

Preparat lalu dipindahkan ke dalam parafin cair selama 2 jam di dalam

blok preparat dan dicetak. Setelah dicetak preparat dipotong setebal 5

mikron.

Ambil preparat untuk diwarnai dengan prosedur pewarnaan Harris

Hematoksilin-eosin. Preparat dimasukkan berturut-turut ke dalam larutan

xilol selama 5 menit dilakukan 3 kali, laruran etanol absolut selama 5

menit 2 kali, aquades 1 menit, Harris Hematoksilin selama 20 menit,

aquades 1 menit, asam alkohol 2-3 celupan, aquades 1 menit dan 15 menit,

eosin 2 menit, etanol 96 % dan etanol absolut selama 3 menit

masing-masing 2 kali, dan xilol selma 5 menit dilakukan 2 kali. Preparat

dikeringkan pada suhu kamar kemudian ditutup dengan balsem Canada

serta objek gelas.

10.Pemeriksaan histopatologi sel hati

Preparat hati yang telah dibuat kemudian diperiksa histopatologi

(58)

pemeriksaan histopatologi dan fotomikroskopi merupakan hasil kualitatif

dan dinilai dengan skoring derajat kerusakan sel hati dengan kriteria :

0 = normal atau tidak terdapat kerusakan pada sel hati

1 = infiltrasi sel radang (+)

2 = infiltrasi sel radang (+) dan nekrosis (+)

3 = infiltrasi sel radang (++) dan nekrosis (++)

4 = infiltrasi sel radang (+++) dan nekrosis (+++)

5 = nekrosis (++++)

11.Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksik parasetamol

Dosis hepatotoksik parasetamol ditetapkan berdasarkan

hasil penelitian Donatus (1992) mengenai kehepatotoksikan

parasetamol yaitu 0,300 g/kg BB namun pada rentang 0,200 –

0,250 g/kg BB sudah menunjukkan kehepatotoksikan. Dalam

penelitian ini digunakan 5 peringkat dosis yaitu 0,2250; 0,2314;

0,2375; 0,2438 dan 0,2500 g/kg BB. Orientasi dosis

kehepatotoksikan parasetamol dilakukan dengan membagi 25 ekor

mencit ke dalam 5 kelompok dan berturut-turut dipejani

parasetamol dosis 0,2250; 0,2314; 0,2375; 0,2438 dan 0,2500 g/kg

BB secara per oral. Dua puluh empat jam kemudian mencit-mencit

tersebut diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata untuk dibuat

serum guna pengukuran aktivitas ALT/GPT. Mencit-mencit

(59)

preparat histologi. Dosis hepatotoksik parasetamol yang nantinya

dipakai dalam penelitian adalah dosis dimana diperoleh aktivitas

ALT/GPT serum paling tinggi.

Sebagai pembanding untuk mengetahui adanya kenaikan

aktivitas ALT/GPT serum dilakukan pengukuran aktivitas enzim

pada 5 ekor mencit tanpa perlakuan apapun.

b. Penetapan waktu kehepatotoksikan parasetamol

Penetapan waktu kehepatotoksikan parasetamol dilakukan

dengan melihat kenaikan aktivitas ALT/GPT serum pada jam

ke-24 dan 48 setelah pemejanan parasetamol dosis hepatotoksik.

Waktu dimana terjadi kenaikan aktivitas ALT/GPT serum

maksimal digunakan sebagai waktu untuk pengambilan darah.

c. Penetapan masa praperlakuan kombinasi infus daun teh hijau dan

sari buah apel

Penetapan masa praperlakuan kombinasi infus daun teh

hijau dan sari buah apel dilakukan pada 25 ekor mencit yang dibagi

dalam 5 kelompok, masing-masing 5 ekor, kemudian dipejani

kombinasi infus teh hijau dan sari buah apel dengan perbandingan

tertinggi yaitu 4:1. Kelompok 1, 2, 3, 4, dan 5 dipejani kombinasi

tersebut selama berturut-turut 2, 4, 6, 8, dan 10 hari. Pada akhir

masa perlakuan mencit-mencit tersebut dipejani parasetamol dosis

hepatotoksik secara per oral. Dua puluh empat jam kemudian

(60)

mata dan diukur aktivitas ALT/GPT serumnya. Mencit-mencit

tersebut kemudian dikorbankan dan diambil hatinya untuk dibuat

preparat histologi.

12.Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Sejumlah 50 ekor mencit dibagi secara acak ke dalam 10 kelompok

masing-masing 5 ekor. Kelompok 1 dipejani parasetamol dosis

hepatotoksik sebagai kontrol positif, kelompok 2 dipejani air suling

sebagai kontrol negatif, kelompok 3 dipejani suspensi PVP, kelompok 4

dipejani infus daun teh hijau, kelompok 5 dipejani sari buah apel,

kelompok 6, 7, 8, 9, dan 10 dipejani kombinasi infus daun teh hijau dan

sari buah apel secara berturut-turut dengan perbandingan 4:1, 3:1, 2:1, 1:1,

dan 0,5:1.

G. Analisis Data

Data aktivitas ALT/GPT serum diuji dengan uji Kolmogorov –

Smirnov untuk mengetahui distribusi data dan dilanjutkan dengan uji Levene

untuk mengetahui homogenitas variansinya. Jika didapat nilai p > 0,05

dilanjutkan dengan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95 % dan uji

LSD untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Jika nilai p <

0,05 maka analisis ANOVA satu arah tidak dapat dilakukan sehingga analisis

data aktivitas ALT/GPT serum dilakukan dengan uji Kruskal – Wallis dan

dilanjutkan dengan uji Mann – Whitney dengan taraf kepercayaan 95 % untuk

(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian

kombinasi infusa daun teh hijau dan sari buah apel terhadap mencit jantan

terinduksi parasetamol. Metode yang digunakan adalah tes enzim serum,

pengukuran berat hati mencit, dan pengamatan mikroskopik histopatologi hati.

Tes enzim serum dilakukan dengan pengukuran aktivitas ALT/GPT serum

(U/L) secara spektrometrik, pengukuran berat hati mencit setelah perlakuan (g),

dan pengamatan secara mikroskopik dilakukan pada preparat hati. Efek

hepatoprotektif kombinasi infusa daun teh hijau dan sari buah apel dapat dilihat

dari penurunan aktivitas ALT/GPT serum kelompok kombinasi infusa daun teh

hijau dan sari buah apel jika dibandingkan dengan kontrol positif yaitu pemberian

parasetamol dosis hepatotoksik dan menurunnya tingkat kerusakan hati.

1. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk mengetahui dan memastikan

kebenaran tanaman yang digunakan pada penelitian ini. Hal ini dilakukan

dengan mengamati ciri-ciri morfologis yang terdapat pada tanaman dan

disesuaikan dengan ciri-ciri yang terdapat pada buku acuan. Buku acuan yang

digunakan adalah Flora of Java oleh Backer dan van den Brink (1965).

Gambar

Gambar 18. Fotomikroskopi hati mencit setelah pemberian kombinasi
Gambar 1. Struktur mikroskopik lobulus hati (Vandenberghe, 1996)
Gambar 2. Tipe nekrosis (Zimmerman, 1978)
Gambar 3. Struktur parasetamol (Anonim, 1995a)
+7

Referensi

Dokumen terkait

kebohidnr. pnlein .bn lenat heniadi 2arzi ydg lebih ederhsa scFeni.. asm anino de asm lenal sehingga frud:n dicema oleh temal,. dGmping it! lemenusi.iDea dapat

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematika pada siswa kelas VIIIC dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM).. Subyek penelitian

Dalam tingkat Kasasi Mahkamah Agung telah menguatkan Putusan Pengadilan Agama Semarang karena Mahkamah Agung beranggapan bahwa antara kedua belah pihak suami dan istri

Skripsi yang berjudul “Pengembangan Nilai-nilai Demokrasi Pancasila Melalui Pembelajaran Pendidikan di SMA se-Kecamatan Depok” ini dilaksanakan guna melengkapi

Hasil proyeksi penduduk baik stagnan maupun menggunakan itriasi dapat dihitung laju pertumbuhan penduduk (LPP), hasil proyeksi tahun 2035 dengan kondisi stagnan tingkat

Ternyata penerapan traffic engineering adalah merupakan keunggulan jaringan MPLS terhadap jaringan berbasis IP (non MPLS), karena proses routing menjadi lebih cepat dengan

Berdo’alah kepada Allah Swt: “Yā Allah Yā Qayy ū m, wahai Tuhan Yang Maha Berdiri Sendiri/Mandiri, jadikanlah hidup kami tidak selalu bergantung kepada orang lain”!. • Al-Ahad