• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman Hayati merupakan variasi yang terjadi pada kehidupan di bumi. Keanekaragaman hayati lebih diartikan kepada jumlah individu dan spesies yang hidup pada suatu wilayah. Jika bumi yang digunakan sebagai wilayah maka disebut “Life on Earth”. Keanekaragaman hayati tidak hanya terpusat pada individu tetapi interaksi antar individu juga termasuk ke dalam keanekaragaman hayati. Terdapat tingkatan keanekaragaman hayati yaitu tingkat gen, tingkat jenis, tingkat populasi, tingkat komunitas, tingkat ekosistem. Tingkat gen merupakan keanekaragaman variasi individu pada suatu spesies yang sama. Tingkat jenis merupakan keanekaragaman yang terjadi antar spesies. Tingkat populasi merupakan variasi kuantitatif dan karakter yang ada pada suatu wilayah geografi. Tingkat komunitas merupakan variasi interaksi antara organisme, populasi dalam satu lingkungan. Tingkat ekosistem merupakan variasi berbagai macam individu dalam suatu ekosistem. (Eldredge, 2002)

Pengertian dan Tipe-tipe Coral

Coral merupakan hewan avertebrata hidup berkelompok atau membentuk sebuah koloni yang masih kerabat dekat dengan ubur-ubur dan anemone.

Penyusun utama tubuh coral terdiri dari polyps. Polyps berbentuk seperti kantong air yang di sekitarnya terdapat cincin tentakel. Setiap polyp dari satu koloni saling terhubung dengan jaringan hidup sehingga dapat membagi makanan dengan masing-masing individu coral (Allen & Steene, 1994).

Coral atau karang merupakan binatang berbentuk tabung dengan mulut berada di atas yang berfungsi sebagai anus. Di sekitar mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan. Di dalam rongga perut terdapat semacam usus yang disebut dengan mesenteri filamen yang berfungsi sebagai alat pencerna. Untuk tegaknya seluruh jaringan, polip didukung oleh kerangka kapur sebagai penyangga. Kerangka kapur yang tersusun atas lempengan-lempengan yang berdiri ini disebut sebagai septa yang tersusun dari bahan anorganik dan kapur yang merupakan hasil sekresi dari polip karang. (Suharsono,2008).

Gambar 2.2 Bentuk koralit. Sumber: Suharsono (2008).

Menurut Allen & Stene (1994) dalam Miththapala 2008, Terdapat dua tipe coral yaitu:

1. Stony (Hard) Corals

Stony corals beberapa disebut hermatypic corals. Hermatypic corals merupakan jenis coral yang mensekresi kalsium karbonat menjadi skeleton memiliki berbagai macam bentuk dapat dilihat pada (Gambar 2.2), yang dalam jangka waktu tertentu akan membentuk terumbu karang (Coral reefs). Coral ini memperoleh makanan dengan melakukan interaksi dengan organisme bersel satu yaitu zooxanthelae.

Zooxanthelae merupakan organisme bersel satu yang befotosintesis dimana 95% makanan akan diberikan kepada polyp-polyp coral. Terjadi simbiosis mutualisme antara coral dengan zooxanthelae, coral mendapatkan sumber makanan sedangkan zooxanthelae mendapatkan perlindungan dari predatornya.

Gambar 2.3 Bentuk hard coral : A) Collumnar, B) Tabular, C) Branching, D) Digitate E) Massive, F) Encrusting, G) Mushroom, H) Foliaceous; Bentuk Softcoral: I) Fire and lace Corals, J) Thormy, K) Sea fans, L) Sea whips. Sumber : Mithapala (2008).

A I H G D E C F B L K J

2. Soft corals

Soft coral memiliki susunan skeleton dengan partikel kalsium karbonat yang rendah dengan bentuk pada (Gambar 2.3). Dalam tubuh terdapat spicules yang merupakan bagian yang mengeras karena adanya kalsium.

Pola Hidup Coral

Coral merupakan organisme yang sesil atau saling melekat satu sama lain, sehingga cara reproduksi sedikit berbeda dengan organisme lainya. Menurut Heemsoth (2014), reproduksi coral dibagi menjadi dua, reproduksi seksual dan aseksual. Hampir semua species coral merupakan hermaprodictic, sehingga proses reproduksi seksual terjadi secara eksternal, beberapa spesies coral melepaskan sel telur dan kantung sperma ke luar dapat dilihat pada Gambar 2.4. Beberapa jenis coral proses fertilisasinya terjadi di rongga gastrovaskular dan tumbuh berkembang dalam planula, coral itu disebut brooders coral.

Reproduksi aseksual coral berupa fragmentation, budding, fission, dan bailout. Fragmentation terjadi ketika adanya potongan-potongan coral yang patah yang disebabkan oleh berbagai macam hal, akan tumbuh berkembang menjadi coloni baru. Metode ini sering digunakan manusia untuk restorasi coral biasanya digunakan pada suku Acroporiidae. Budding terjadi pada polyp dan koralit, dimana terjadi dua fase. Pertama, intra-tentacular merupakan fase tunas akan terbentuk dari disk oral polyp yang menghasilkan ukuran sama.

Kedua, extra-tentacular terjadi ketika tunas terbentuk di luar koralit, dan menghasilkan ukuran kecil, dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Fission merupakan proses reproduksi aseksual yang terjadi pada Suku Fungiidae. Reproduksi dengan melakukan pembelahan diri, karena spesies dari Fungiidae dapat memecah sebagian dari skeleton coral dan berkembang menjadi individu baru. Baillout terjadi ketika sebuah polyp meninggalkan coloni dan jatuh pada media yang tepat sehingga menjadi koloni baru, hal ini terjadi karena adanya bleaching pada satu koloni (Heemsoth, 2014).

Gambar 2.4 Reproduksi seksual: A) Pelepasan sel telur coral; Budding aseksual B) Intra-Tentacular C) Extra-tentacular. Sumber: Heemsoth (2014).

A

C

Klasifikasi Coral

Klasifikasi coral di Indo-Pacific menurut Suharsono (2008), sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Cnidaria Kelas : Anthozoa Suku : Acroporidae Agariciidae Astrocoeniidae Caryophillidae Dendrophyllidae Faviidae Fungiidae Merulinidae Mussidae Oculinidae Pectiniidae Pocilloporidae Poritidae Siderasteridae Trachyphylliidae

Suku Acroporidae

Acroporiidae merupakan salah satu dari dua Suku yang paling beragam pada kehidupan zooxanthelae corals, memiliki ciri khas bentuk yaitu branching dan beberapa massive, dapat dilihat pada Gambar 2.3, namun pada genus Montipora memiliki bentuk encrusting dapat dilihat pada Gambar 2.3. Genus Acropora, Montipora dan Isopora menjadi spesies dominan pada barisan terdepan dari pembentuk ekosistem karang. Genus Anacopora, dan Astreopora yang tersebar di dalam ekosistem karang. Acropora lebih dikenal sebagai staghorn corals, yang memiliki bentuk branching, dapat dilihat pada Gambar 2.6 dengan koralit aksial dan radial (Hutching et al, 2008).

Genus Acropora memiliki ciri khas mempunyai aksial koralit dan radial koralit dapat dilihat pada gambar 2.5 Acropora Humilis. Genus Anacopora memiliki ciri bentuk percabangan arboresen atau kapitosa dan tidak mempunyai aksial dan radial koralit. Genus Astreopora memiliki ciri koloni massive dengan permukaan bergranula dan porus, septa tidak berkembang dan kolumela tidak ada. Genus Montipora memiliki ciri khas koloni encrusting atau lembaran dan tidak mempunyai septa (Suharono, 2008).

Gambar 2.6 Bentuk percabangan koloni Suku Acroporiidae (Suharsono, 2008) Famillia Agariciidae

Suku Agariciidae memiliki ciri koloni massive, encrusting, dengan koralit datar dan dinding yang tidak berkembang. Septoksota berkembang yang merupakan kelanjutan dari koralit sebelahnya. Suku ini dibagi menjadi beberapa genus Agaricia, Coeloseris, Gardineroseris, Leptoseris, Pachyseris, dan Pavona. Genus Pavona berciri berbentuk encrusting mengkerut, s dan koloni submassive. Coeloseris berciri koloni massive membulat dengan permukaan yang rata atau berbukit. Koralit ceroid dengan septa berdekatan. Leptoseris memiliki karakter koloni encrusting tipis dengan koralit tanpa

dinding dan hanya terdapat di satu permukaan, koralit terbentuk dalam alur dangkal dengan septokosta berkembang baik membentuk pematang pada perbatasan koralit. Pachyseris, memiliki karakter koloni encrusting. Koralit saling bersambungan membentuk alur sejajar dengan tepi koloni. Septokosta sangat nyata dan teratur yang membentuk pematang kompak. Contoh spesies pada Suku ini Leptoseris mycetoseroides, dapat dilihat pada Gambar 2.7 (Suharsono, 2008).

Gambar 2.7 Leptoseris mycetoseroides Famillia Astrocoeniidae

Astrocoeniidae terdiri dari genus Madracis, Palauastrea dan Stylocoeiniella. Genus Madracis memiliki koloni encrusting atau membentuk pilar dengan koralit cereoid sudut membulat serta kolumela yang membentuk tonjolan. Genus Palauastrea memiliki koloni branching dengan koralit lebih besar dan membulat serta septa bersatu dengan kolumela. Genus Stylocoeiniella memiliki bentuk koloni yang relative kecil, biasanya berada diantara karang-karang massive dengan ciri khas utama adanya tonjolan (Styloform) yang muncul dari bagian kolumela dan diantara koralit. Salah satu

contoh spesies pada Suku ini adalah Palauastrea ramose, dapat dilihat pada Gambar 2.8. (Suharsono,2008)

Gambar 2.8 Palauastrea ramose Suku Caryophylliidae

Memiliki bentuk koloni paceloid, meandroid atau fabelo meandroid. koloni memiliki septa dengan jarak yang cukup jauh satu sama lain, dengan permukaan halus. Suku Caryophylliidae terdiri dari genus Plerogyra Euphyllia, Physogyra, Nemenzophyllia, Heterocyathus, Catalaphyllia. Catalaphyllia memiliki ciri koloni flabello meandroid dengan septa membentuk huruf V. Genus Euphyllia memiliki koloni paceloid dengan septa halus. Genus Heterocyathus umumnya hidup soliter tanpa mempunyai zooxanthella. Genus Nemenzophyllia memiliki bentuk koloni meandroid dengan dinding tipis dan septa tipis. Physogyra memiliki koloni meandroid dengan alur pendek dan terpisah agak jauh dengan konesteum berpermukaan halus. Genus Plerogyra memiliki koloni paceloid atau flabello meandroid dengan alur yang dihubungkan oleh konesteum. Salah satu contoh spesies

pada Suku ini adalah Physogyra lichtensteini dapat dilihat pada Gambar 2.9. (Suharsono,2008)

Gambar 2.9 Physogyra lichtensteini Suku Dendrophyllidae

Memiliki ciri hidup secara soliter atau membentuk koloni. Koralit berporus dan hampir sebagian besar terdiri dari konesteum dengan septa yang menyatu membentuk suatu bentuk yang unik. Suku ini merupakan coral ahermatipik (tidak membentuk skeleton penyusun Terumbu Karang) yang terdiri dari genus Heretropsammia, Tubastrea, Turbinaria. Genus Heteropsammia merupakan karang hidup bebas dan soliter terdapat beberapa koralit dengan septa yang tebal dan bergerigi. Genus Tubastrea memiliki bentuk koloni dendroid dengan koralit berupa tabung pendek dan lebar. Genus Turbinaria memiliki koloni berbentuk gada, encrusting. Dengan koralit membulat setengah. Salah satu contoh spesies pada Suku ini adalah Tubastrea faulkneri, dapat dilihat pada Gambar 2.10. (Suharsono,2008)

Gambar 2.10 Tubastrea faulkneri Suku Faviidae

Suku ini memiliki bentuk koloni massive, encrusting, dan beberapa branching. Kolumela berkembang dengan baik, koralit memiliki septa yang tersusun rapi. Faviidae merupakan Famillia terbesar dengan memiliki genus terbanyak dan berkontribusi besar dalam struktur dari terumbu karang dan merupakan spesies karang dominan yang hidup di daerah intertidal dan sepanjang garis pantai tepi (Hutching et al, 2008).

Suku ini terdiri dari genus Australogyra, Barabatoia, Caulastrea, Cyphastrea, Diploastrea, Echinopora, Favia, Favites, Goniastrea, Leptastrea, Leptoria, Montastrea, Oulastrea, Oulophyllia, Platygyra, Plesiastreas. Genus Australogyra memiliki ciri koloni encrusting pendek dan gemuk, dengan koralit dangkal dengan dinding tebal. Genus Barabattoia memiliki ciri koloni massive dengan koralit relatif besar berbentuk tabung menonjol dan tidak teratur. Genus Caulastrea memiliki bentuk koralit paceloid dengan pecabangan membentuk kubah dan septa mempunyai gigi-gigi halus dengan kolumela nyata. Genus Cyphastrea memiliki bentuk koloni

massive, encrusting atau branching dengan koralit plocoid kecil, kosta terlihat nyata dan konesteum bergranula. Genus Diploastrea memiliki bentuk koloni massive dengan ukuran besar dan membulat, koralit berbentuk plocoid dengan tepi membulat dan berbentuk kubah kecil, septa menebal didekat dinding koralit, serta koralit yang tumbuh secara ekstratentakular. Genus Echinopora memiliki bentuk koloni massive, branching dan encrusting, dengan koralit plocoid dengan septa tidak teratur dan kosta yang terlihat hanya di dinding koralit. Genus Favia memiliki bentuk koloni massive, koralit cenderung membulat ukuran bervariasi dan septa berkembang dengan baik.

Genus Favites memiliki koloni massive dengan koralit ceroid yang cenderung berbentuk polygonal. Genus Goniastrea memiliki ciri koloni massive, encrusting dengan koralit ceroid polygonal bersudut tajam dan meandroid, septa dan pali terlihat nyata. Genus Lepastrea memiliki ciri koloni massive, encrusting dengan koralit kecil berbentuk subcerioid. Kosta tidak berkembang, septa memiliki pali menghadap ketengah koralit. Genus Leptoria memiliki koralit meandroid dengan alur yang panjang berukuran kecil, kolumella berkembang membentuk lempengan tegak, terletak ditengah dan saling terhubung. Genus Montastrea memiliki koloni massive besar, koralit umumnya berbentuk plocoid cenderung membulat dengan septakosta yang bergranulasi. Genus Oulastrea memiliki koloni massive, koralit mirip montastrea berwarna hitam saat hidup ataupun mati. Genus Oulophyllia

memiliki koloni massive realtif besar, koralit meandroid dengan alur lebar dan berbukit, septa tipis dan kolumela membentuk pali yang nyata pada tiap koralit. Genus Platygyra memiliki koloni massive, koralit meandroid dengan alur memanjang, pali tidak berkembang, kolumela saling terhubung dengan lainya. Genus Plesiastreas memiliki koloni massive dengan koralit kecil berbentuk plocoid terbentuk secara ekstratentakular, kosta berkembang dengan baik dan memenuhi bagian konesteum. Salah satu contoh spesies pada Suku ini yaitu Barabattoia amicorum, dapat dilihat pada Gambar 2.11 (Suharsono, 2008).

Gambar 2.11 Barabattoia amicorum Suku Fungidae

Fungiidae terdiri dari 12 genus yaitu Cylcoseris, Diaseris, Heliofungia, Fungia, Herpolitha, Polyphyllia, Halomitra, Sandalolitha, Lithophyllon, Podabacia, Ctenactis dan Zoopilus semuanya ditemukan di perairan Indonesia. Famillia Fungiidae mempunyai ciri khas yaitu hidup soliter atau membentuk koloni melekat pada substrat, semua mempunyai septa pada permukaannya membentuk lajur secara radial dari mulut yang terletak di

tengah. Pada bagian bawah menunjukkan hal yang sama dan disebut sebagai kosta. Genus Ctenactis memiliki ciri koralum tebal dengan bentuk oval memanjang mempunyai satu mulut dengan septa rapat bergigi kasar. Genus Cycloseris memiliki mulut terletak ditengah dengan septakosta halus. Genus Diaseris memiliki bentuk tidak menentu, terdiri beberapa segmen seperti sebuah kipas. Genus Fungia memiliki bentuk bulat sampai oval, memiliki anakan mulut lebih dari satu, septa besar dengan gigi bervariasi. Genus Halomitra memiliki bentuk seperti kubah atau lonceng dengan dinding relative tipis. Genus Heliofungia memiliki tentakel panjang seperti korek api. Genus Herpolitha memiliki bentuk yang memanjang dengan mulut memanjang dari satu ke ujung lainya. Genus Lithophyllon memiliki bentuk mulut yang relative tidak teratur. Genus Podabacia memiliki bentuk mulut banyak dan rapat. Genus Polyphyllia memiliki bentuk memanjang dengan mulut banyak dan seluruh permukaan ditutupi tentakel pendek. Genus Sandalolitha memiliki bentuk besar seperti kubah dengan mulut banyak dan relatif teratur. Genus Zoopilus memiliki bentuk seperti mangkuk mendatar pada bagian atas dengan mulut relatif sedikit. Salah satu contoh spesies pada Suku ini yaitu Cycloseris vaugani dapat dilihat pada Gambar 2.12 (Suharsono, 2008).

Gambar 2.12 Cycloseris vaugani Suku Merulinidae

Suku yang memiliki ciri koloni massive dan encrusting, dengan alur-alur saling bersatu dengan sturktur koralit. Suku ini terdiri dari Genus Merulina, Scapophyllia, Clavarina, Paraclavarina, Boninanstrea dan Hydnophora. Genus Hydnophora memiliki ciri koloni encrusting, massive atau bramching dengan struktur berbentuk kerucut-kerucut kecil yang terbentuk dari dinding koralit yang terpecah. Genus Merulina memiliki ciri koloni berbentuk encrusting dengan pilar-pilar relative kecil dan bentuk koralit meandroid. Genus Paraclavarina memiliki koloni branching dengan percabangan saling menyatu, bentuk koralit bersatu dengan kolumela yang tebal dan septa berlubang. Genus Scapophyllia memiliki ciri koloni encrusting dengan pilar yang berbentuk gada dan septa bergigi tidak teratur. Salah satu contoh spesies pada suku ini yaitu Scapophyllia cylindricall, dapat dilihat pada Gambar 2.13 (Suharsono, 2008).

Gambar 2.13 Scapophyllia cylindricall Suku Mussidae

Suku yang memiliki koloni berbentuk massive dan encrusting, dengan gigi-gigi pada septa jelas dan koralit yang kompleks dengan pertumbuhan trabecular serta koralit yang kokoh. Polyp sangat gemuk dan terkadang berwarna. Corals pada suku ini berkontribusi besar pada pembentukan struktur terumbu karang. Suku ini terdiri dari genus Acanthastrea, Australomussa, Blastomussa, Cynarina, Lobjophyllia, Scolymia, Symphyllia (Hutching et al 2008).

Genus Acanthastrea memiliki koloni massive berpermukaan cenderung datar, koralit berbentuk cereoid atau subplocoid membulat dengan ukuran yang relative besar. Genus Australomussa memiliki ukuran koloni relative kecil, berbentuk massive mendatar atau membentuk kubah dengan koralit cereoid, dengan dinding yang tebal. Genus Blastomussa memiliki bentuk koralit paceloid dengan permukaan yang tidak beraturan, koralit memiliki mulut tunggal serta kolumela tidak berkembang. Genus Cynarina memiliki ciri hidup soliter dengan permukaan bulat atau oval, Septa besar dan tebal

dengan gigi yang tumpul, kolumela besar dan melebar. Genus Lobophyllia memiliki bentuk korpaceloid atau flabelo meandroid dengan permukaan seperti kubah, bentuk koralit dan kosta berupa alur alur besar dengan septa besar gigi panjang dan tumpul. Genus Scolymia memiliki ciri hidup soliter dengan satu mulut, ukuran koralit besar berbentuk cereoid. Genus Symphyllia memiliki koloni massive dengan bentuk koralit meandroid, septa tebal dengan gigi-gigi tajam. Salah satu contoh spesies pada suku ini yaitu Symphyllia agaricia, dapat dilihat pada Gambar 2.14 (Suharsono, 2008).

Gambar 2.14 Symphyllia agaricia Suku Oculinidae

Suku ini memiliki ciri koloni submassive dan branching, koralit tebal dengan konesteum yang halus. Septa berkembang dengan baik dan mempunyai bentuk yang khas. Suku ini terdiri dari satu genus, Genus Galaxea dengan ciri khas koloni membentuk pilar, koralit berbentuk silindris dengan dinding tipis dan septakosta terlihat jelas. Contoh spesies Galaxea fascicularis, dapat dilihat pada Gambar 2.15 (Suharsono, 2008).

Gambar 2.15 Galaxea fascicularis Suku Pectiniidae

Suku ini memiliki ciri koloni dengan bentuk encrusting tipis tanpa dinding koralit, kosta membentuk struktur nyata yang saling menghubungkan antar koralit. Suku ini terdiri dari genus Echinophyllia, Mycedium, Oxypora, dan Pectinia. Genus Echinophyllia memiliki bentuk koloni encrusting, septa dan kolumela berkembang dengan baik. Genus Mycedium memiliki ciri koloni encrusting dengan permukaan koralit selalu mengarah ke tepi. Genus Oxypora koloni berbentuk encrusting dengan tepi yang menipis serta memiliki kalik yang membulat dengan bentuk teratur. Genus Pectinia memiliki bentuk koloni encrusting bercabang dengan koralit yang tidak tersebar merata. Salah satu contoh spesies pada Suku ini adalah Oxypora lacera, dapat dilihat pada Gambar 2.16 (Suharsono, 2008).

Gambar 2.16 Oxypora lacera Suku Pocilloporidae

Dengan ciri memiliki koloni submassive atau arbodesent, konesteum tertutup oleh spinula. Septa yang tidak berkembang dengan baik, beberapa septa menempel pada kolumela. Suku yang terdiri dari genus Madracis, Pocillopora, Stylocoeniella, Stylophora, dan Seriatopor. Genus Pocillopora koloni ada yang ditutupi benjolan-benjolan dan juga tidak, dengan septa yang tidak sempurna. Stylocoeniella memiliki koloni berbentuk massive, columnar dan branching. Seriatopora memiliki percabangan yang tipis dengan banyak percabangan. Stylophora percabangan lebih tebal memiliki tudung yang tidak berurutan. Salah satu contoh spesies pada Suku ini yaitu Seriatopora hystrix, dapat dilihat pada Gambar 2.17 (Dai and Horng, 2009).

Suku Poritiidae

Poritiidae memiliki karakter dengan bentuk koloni massive, beberpa berupa encrusting terutama pada genus Porites. Koralit dengan ukuran yang bervariasi tanpa konesteum. Dinding koralit dan septa porus. Septa mempunyai karakteristik dengan penggabungan masing-masing genus membentuk struktur khas. Poritidae mempunyai Genus : Porites, Alveopora dan Goniopora. Goniopora memiliki koloni yang dibedakan menjadi tiga grup yaitu hidup bebas berbentuk collumnar, massive dan encrusting. Koralit serta porus yang relative besar dan tebal. Septa dan kolumella bersatu, memiliki polip yang panjang dan warna berbeda-beda. Porites memiliki koloni bentuk perubahan massive, encrusting, dan branching. Koralit kecil cereoid. Septa saling bersatu dan membentuk struktur khas. Salah satu contoh spesies pada Suku ini yaitu Porites stephensoni, dapat dilihat pada Gambar 2.18 (Suharsono, 2008).

Suku Siderastereidae

Memiliki koloni massive dengan koralit rata atau tenggelam. Dinding koralit tidak berkembang dengan baik. Dinding yang terlihat sebenarnya merupakan septokosta yang biasa bertemu sepanjang pinggiran dinding. Permukaan selalu bergranula. Familiy terdiri dari Genus Coscinasrea, Psammocora, dan Pseudosiderastrea. Pseudosiderastrea memiliki ciri koloni massive relatif kecil, koralit cereoid bersudut banyak. Septa menuju ketengah saling bersatu membentuk kipas, permukaan septa bergranula dengan kolumela membentuk bintik-bintik. Salah satu contoh spesies dari suku ini adalah Pseudosiderastrea tayami dapat dilihat pada Gambar 2.19 (Suharsono, 2008).

Gambar 2.19 Pseudosiderastrea tayami SukuTrachyphyllidae

Suku ini mempunyai ukuran koloni kecil berbentuk massive. Septa terlihat jelas dan mempunyai pali yang besar. Suku ini terdiri dari genus Trachyphyllia dan Wellsophyllia. Genus Wellsophyllia memiliki ciri berbentuk kubah kecil dengan koralit yang berdekatan sehingga terlihat

menyatu. Genus Trachyphyllia memiliki koralit berbentuk flabello meandroid, dinding yang selalu berlekuk dengan satu atau tiga mulut. Salah satu spesies dari suku ini adalah Trachyphyllia geoffroyi dapat dilihat pada Gambar 2.20 (Suharsono, 2008).

Gambar 2.20 Trachyphyllia geoffroyi Persebaran Coral

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 95.000 km, serta lebih dari 17.000 pulau. Terumbu karang yang luas melindungi kepulauan Indonesia. Luas terumbu karang Indonesia sekitar 51.000 km2. Angka ini belum termasuk di wilayah terpencil yang belum terpetakan. Dari perkiraan data tersebut bahwa 51% karang di Asia Tenggara dan 18% Terumbu karang di dunia berada di Indonesia (Iyam, 2008).

Indonesia dikenal sebagai pusat keanekaragaman jenis karang dan tempat asal-usul karang. Jenis-jenis karang yang ditemukan di Indonesia diperkirakan sebanyak 590 jenis yang termasuk dalam 80 genus karang.

Sebagai gambaran di Pulau-pulau Raja Ampat berhasil diidentifikasi sebanyak 456 jenis karang yang termasuk dalam 77 genus (Veron, 2002).

Coral di Indonesia tersebar dari Sabang hingga utara Jayapura. Sebaran coral tidak merata di seluruh perarian Indonesia. Daerah sekitar Sulawesi, Maluku, Sorong, NTB dan NTT merupakan daerah yang sangat baik untuk pertumbuhan coral. Laut di sekitar Sulawesi diyakini sebagai pusat keanekaragman coral di dunia dan merupakan lokasi asal-usul coral yang ada di dunia dapat dilihat pada Gambar 2.21 (Suharsono, 2008).

Gambar 2.21 Distribusi Coral. Sumber: National Ocean Service, Juli 2017.

Faktor yang mempengaruhi persebaran Coral

Coral hanya dapat ditemukan pada air dangkal yang bersih transparan dengan kedalaman kurang dari 100m dengan perairan hangat 25-33oC. Pertumbuhan coral sangat lambat, hanya 3-20mm pertahunnya. Menurut

Veron (2000) dalam Mithapala (2008) tipe ekosistem terumbu karang (Coral Reefs) dibagi menjadi tiga, yaitu:

I. Fringing reefs, merupakan ekosistem dimana coral tumbuh pada air dangkal, berada pada garis pantai.

II. Barrier reefs, merupakan ekosistem terumbu karang (Coral

Dokumen terkait