• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kualitas Produk

Kualitas produk menurut Mowen (2012) adalah proses evaluasi

secara keseluruhan kepada pelanggan atas perbaikan kinerja suatu produk.

Sedangkan Lupiyoadi (2009) mengatakan bahwa kualitas produk adalah

proses produksi suatu barang, dimana kualitas produk yang diberikan oleh

perusahaan dapat menciptakan suatu persepsi positif dari pelanggan

terhadap perusahaan dan menghasilkan suatu kepuasan serta loyalitas

pelanggan. Sedangkan Assauri (2009) menyatakan bahwa kualitas produk

adalah komposisi teknis yang didasarkan pada spesifikasi teknis dari suatu

produk.

Menurut Schiffman (2007) kualitas produk adalah kemampuan

suatu perusahaan untuk memberikan identitas atau ciri pada setiap

produknya sehingga konsumen dapat mengenali produk tersebut. Menurut

Kotler (2009), kualitas didefinisikan sebagai keseluruhan ciri serta sifat

barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuan memenuhi kebutuhan

yang dinyatakan maupun yang tersirat.

Kotler (2008) mengungkapkan bahwa kualitas produk (product

quality) merupakan senjata strategi potensial untuk mengalahkan pesaing.

Kemampuan dari kualitas produk untuk menunjukkan berbagai fungsi

termasuk di dalamnya ketahanan, handal, ketepatan, dan kemudahan

dalam penggunan.

Dimensi kualitas produk menurut Tjiptono (2008) yaitu:

a. Performance (kinerja), merupakan karakteristik operasi dan produk inti

(core product) yang dibeli. Misalnya kecepatan, kemudahan dan

kenyamanan dalam penggunaan,

b. Durability (daya tahan), yang berarti daya tahan menunjukan usia

produk, yaitu jumlah pemakaian suatu produk sebelum produk itu

digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet,

produk yang awet akan dipersepsikan lebih berkualitas dibanding produk

yang cepat habis atau cepat diganti,

c. Conformance to specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu

kesesuaian yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi

standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya pengawasan kualitas

dan desain, standar karakteristik operasional adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam “janji” yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari

d. Features (fitur), merupakan karakteristik atau ciri-ciri tambahan yang

melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option

bagi konsumen. Fitur bisa meningkatkan kualitas produk jika kompetitor

tidak memiliki fitur tersebut,

e. Reliability (reabilitas) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami

kerusakan atau gagal pakai. Misalnya pengawasan kualitas dan desain,

standar karakteristik operasional kesesuaian dengan spesifikasi,

f. Aesthetics (estetika) yaitu daya tarik produk terhadap panca indera,

misalkan bentuk fisik, model atau desain yang artistik, warna dan

sebagainya.

g. Perceived quality (kesan kualitas) yaitu persepsi konsumen terhadap

keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk. Biasanya karena

kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut atau ciri-ciri produk yang

akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga,

nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya.

h. Serviceability, yaitu kualitas produk ditentukan atas dasar kemampuan

diperbaiki: mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu diperbaiki

tentu kualitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang tidak atau

sulit diperbaiki.

Untuk mencapai kualitas produk yang diinginkan maka diperlukan

produk yang dihasilkan memenuhi standar yang telah ditetapkan sehingga

konsumen tidak akan kehilangan kepercayaan terhadap produk yang

bersangkutan. Pemasar yang tidak memperhatikan kualitas produk yang

ditawarkan akan menanggung tidak loyalnya konsumen sehingga

penjualan produknya pun akan cenderung menurun. Jika pemasar

memperhatikan kualitas, bahkan diperkuat dengan periklanan dan harga

yang wajar maka konsumen tidak akan berpikir panjang untuk melakukan

pembelian terhadap produk (Kotler dan Amstrong, 2008).

2. Kualitas Pelayanan

Tjiptono (2007) mendefinisikan bahwa kualitas pelayanan merupakan

tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan

tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas pelayanan berfokus pada

upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan

penyampaianya untuk mengimbangi harapan konsumen. Definisi diatas dapat di

katakan bahwa baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia

jasa dalam memenuhi harapan konsumen secara konsisten.

Kualitas pelayanan atau jasa merupakan pembahasan yang sangat

kompleks karena penilaian kualitas pelayanan berbeda dengan kualitas produk,

terutama sifatnya yang tidak nyata (intangible) dan produksi serta konsumsi

berjalan secara bersamaan. Sehingga, kualitas pelayanan adalah bagaimana

tanggapan pelanggan terhadap jasa yang dikonsumsi atau dirasakannya (Jasfar,

Anwar (2002) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan adalah mutu dari

pelayanan yang diberikan kepada pelanggan, baik pelanggan internal maupun

pelanggan eksternal berdasarkan standar prosedur pelayanan. Kemudian menurut

Kotler (2000) kualitas pelayanan merupakan totalitas dari bentuk karakteristik

barang dan jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan

pelanggan, baik yang nampak jelas maupun yang tersembunyi. Bagi perusahaan

yang bergerak di sektor jasa, pemberian pelayanan yang berkualitas pada

pelanggan merupakan hal mutlak yang harus dilakukan apabila perusahaan ingin

mencapai keberhasilan.

Arief (2007) mengemukakan arti kualitas jasa atau pelayanan merupakan

penyampaian jasa yang baik atau sangat baik, jika dibanding dengan ekspektasi

pelanggan. Arief (2007) juga mengungkapkan bahwa pengertian kualitas

pelayanan sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian akan

kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas pelayanan

juga merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan sama atau melebihi

kualitas layanan yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan berkualitas dan

memuaskan.

Terdapat enam prinsip pokok kualitas pelayanan menurut Saleh (2010)

antara lain:

a. Kepemimpinan

Strategi kualitas perusahaan harus merupakan insiatif dan komitmen dari

manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan

dari manajemen puncak, maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya

berdampak kecil terhadap perusahaan

b. Pendidikan

Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan

operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas.

Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut

meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik

implementasi strategi kualitas, dan peranan eksekutif dalam

implementasi strategi kualitas.

c. Perencanaan

Proses perencanaan strategi harus mencakup pengukuran dan tujuan

kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk

mencapai visinya.

d. Review

Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi

manajemen untuk mengubah perilaku organisasional. Proses ini

merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian yang

konsisten dalam terus-menerus untuk mencapai tujuan kualitas.

e. Komunikasi

Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses

komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan

karyawan, pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya seperti

f. Penghargaan dan pengakuan

Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam

implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik

perlu diberi penghargaan dan prestasinya tersebut diakui. Dengan

demikian dapat meningkatkan motivasi, moral kerja, rasa bangga dan

rasa kepemilikan setiap orang dalam organisasi, yang pada gilirannya

dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan

yang dilayani.

Irawan (2005) mengemukakan bahwa ada 5 dimensi kualitas pelayanan

yaitu: Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy. Kelima

dimensi kualitas pelayanan dapat diuraikan satu persatu sebagai berikut :

a. Bukti Fisik (Tangible)

Bukti fisik adalah merupakan suatu service yang bisa dilihat, bisa dicium

dan bisa diraba, maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran

terhadap pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indra penglihatan

untuk menilai suatu kualitas pelayanan.

Tangible yang baik akan mempengaruhi persepsi pelanggan. Pada saat

yang bersamaan aspek tangible ini juga merupakan salah satu sumber

yang mempengaruhi harapan pelanggan. meliputi fasilitas fisik,

perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi serta kendaraan

operasional. Dengan demikian bukti langsung/wujud merupakan satu

indikator yang paling konkrit. Wujudnya berupa segala fasilitas yang

b. Kehandalan (Reliability)

Reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari perusahaan

dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Dibandingkan

dengan 4 dimensi kualitas pelayanan lainnya, yaitu responsiveness,

assurance, emphaty dan tangible, dimensi ini sering dipersepsikan paling

penting bagi pelanggan dari berbagai industri jasa. Ada dua aspek dari

dimensi ini. Pertama adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan

pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh suatu

perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak

ada error.

c. Tanggapan (Responsiveness)

Responsiveness adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis.

Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat

dipastikan akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke

waktu. Responsiveness dapat digambarkan sebagai sikap tanggap

pegawai dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan dan dapat

menyelesaikan dengan cepat. Kecepatan pelayanan yang diberikan

merupakan sikap tanggap dari petugas dalam pemberian pelayanan yang

dibutuhkan. Sikap tanggap ini merupakan suatu akibat akal dan pikiran

yang ditunjukkan pada pelanggan.

d. Jaminan (Assurance)

Assurance yaitu dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan

dan keyakinan kepada para pelanggannya. Assurance mencakup

pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang

dimiliki pegawai, bebas dari bahaya, risiko dan keragu-raguan.

e. Empati (Empathy)

Empati adalah dimensi kelima dari kualitas pelayanan. Secara umum,

dimensi ini memegang dipersepsi kurang penting dibandingkan

dimensi reliability dan responsiveness di mata kebanyakan pelanggan.

Dimensi ini meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,

komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. Empati

merupakan individualized attention to customer. Empati adalah perhatian

yang dilaksanakan secara pribadi atau individu terhadap pelanggan

dengan menempatkan dirinya pada situasi pelanggan.

3. Kepuasan Konsumen

Kepuasan konsumen menurut Amir (2005) yaitu sejauh mana manfaat

sebuah produk dirasakan (perceived) sesuai dengan apa yang diharapkan

pelanggan. Kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang

yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan

terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Jika kinerja berada di bawah

harapan maka pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan maka

pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan amat puas atau

senang (Kotler 2006). Jadi, kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan

Kepuasan pelanggan menurut Barnes (2003) adalah tanggapan pelanggan

atas terpenuhinya kebutuhannya. Hal itu berarti penilaian bahwa suatu bentuk

keistimewaan dari suatu barang atau jasa ataupun barang/jasa itu sendiri,

memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu

kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah harapan atau pemenuhan

kebutuhan melebihi harapan pelanggan.

Sedangkan menurut Lovelock (2011) kepuasan adalah suatu sikap yang

diputuskan berdasarkan pengalaman yang didapatkan. Kepuasan merupakan

penilaian mengenai ciri atau keistimewaan produk atau jasa, atau produk itu

sendiri, yang menyediakan tingkat kesenangan konsumen berkaitan dengan

pemenuhan kebutuhan konsumsi konsumen. Kepuasan konsumen dapat

diciptakan melalui kualitas, pelayanan dan nilai. Kunci untuk menghasikan

kesetian pelanggan adalah memberikan nilai pelanggan yang tinggi.

Menurut Kotler (2007), kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau

kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk

yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan. Kemudian menurut Tjiptono

(2012), kepuasan konsumen merupakan situasi yang ditunjukkan oleh konsumen

ketika mereka menyadari bahwa kebutuhan dan keinginannya sesuai dengan yang

diharapkan serta terpenuhi secara baik. Sedangkan menurut Saladin (2003),

pengertian kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang

yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu

Menurut Zeithaml (2013), ada lima hal yang mempengaruhi kepuasan

konsumen, yaitu:

a. Product and Service Features. Fitur dari produk dan jasa yang

disampaikan kepada pelanggan menjadi aspek penting dalam menentukan

persepsi atau penilaian pelanggan dalam menciptakan kepuasan pelanggan

itu sendiri.

b. Consumer Emotion. Emosi yang dimaksud adalah suasana hati. Suasana

hati pelanggan yang sedang gembira cenderung akan berpengaruh

terhadap respon atau persepsi yang positif terhadap produk atau jasa yang

diberikan, sebaliknya suasana hati atau emosi pelanggan yang buruk, maka

emosi tersebut akan membawa respon atau persepsi yang negatif terhadap

produk atau jasa yang diberikan.

c. Attribution for Service Success or Failure. Pelayanan yang diberikan

kepada pelanggan dapat menjadi lebih buruk atau lebih baik dari yang

diharapkan. Apabila pelayanan yang diberikan sesuai atau bahkan

melampaui harapan pelanggan, maka dapat dikatakan pelayanan tersebut

adalah pelayanan yang sukses, sebaliknya apabila pelayanan yang

diberikan tidak sesuai dengan harapan pelanggan, maka dapat dikatakan

bahwa proses pelayanan tersebut mengalami kegagalan. Dalam kesuksesan

dan kegagalan penyampaian proses pelayanan tersebut, pelanggan akan

mencari tahu penyebab dari kesuksesan atau kegagalan penyampaian

kesuksesan dan/atau kegagalan inilah yang dapat mempengaruhi tingkat

kepuasan pelanggan terhadap suatu barang dan jasa.

d. Perception of Equity and Fairness. Pelanggan yang membeli suatu produk atau jasa akan cenderung bertanya pada diri mereka sendiri : “Apakah saya telah dilayani secara adil dibandingkan dengan pelanggan yang lain?

Apakah pelanggan lain mendapatkan harga yang lebih murah, atau

pelayanan yang lebih baik? Apakah saya membayar harga yang layak untuk sebuah produk atau layanan jasa yang saya dapatkan?” Pemikiran pelanggan mengenai persamaan dan keadilan ini dapat mengubah persepsi

pelanggan dalam tingkat kepuasannya terhadap suatu produk atau jasa.

e. Other Cunsomer, Family Member, and Coworkers. Kepuasan pelanggan

terhadap suatu produk atau jasa dipengaruhi oleh ekspresi orang lain yang

menceritakan kembali bagaimana mereka merasa puas atau tidak puas

terhadap produk atau jasa tersebut. Jika orang terdekatnya merasa puas

dengan produk tertentu, secara otomatis oranglain akan terpengaruhi

sehingga memiliki pemikiran bahwa mereka juga bisa merasakan puas atas

produk dari perusahaan tersebut.

Ada beberapa cara mengukur kepuasan pelanggan menurut Tjiptono

(2000) yaitu:

a. Kepuasan pelanggan keseluruhan (Overall Customer Satisfaction). Cara

yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah

produk atau jasa spesifik tertentu. Ada 2 bagian dalam proses

pengukurannya yaitu:

1) Mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa

perusahaan bersangkutan.

2) Menilai dan membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan

keseluruhan terhadap produk atau jasa para pesaing.

b. Dimensi kepuasan pelanggan.

Berbagai penelitian memilah kepuasan pelanggan ke dalam

komponen-komponennya.

c. Konfirmasi harapan (Confirmation of Expectation)

Dalam konsep ini kepuasan tidak diukur langsung, tetapi disimpulkan

berdasar kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan

dengan kinerja aktual perusahaan.

d. Minat pembelian ulang (Repurchase Intent).

Kepuasan pelanggan diukur dengan menanyakan apakah pelanggan akan

berbelanja atau mau menggunakan jasa perusahaan tersebut lagi.

e. Kesediaan untuk merekomendasi (Willingness to Recommend). Kepuasan

pelanggan dapat diukur dengan menanyakan apakah pelanggan

Dalam menentukan kepuasan konsumen ada lima faktor yang harus

diperhatikan oleh perusahaan menurut Lupiyoadi (2001) yaitu :

a. Kualitas produk, yaitu pelanggan akan merasa puas bila hasil mereka

menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.

b. Kualitas pelayanan atau jasa, yaitu pelanggan akan merasa puas bila

mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang

diharapkan.

c. Emosi, yaitu pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan

keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila

menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung

mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang

diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi sosial atau self

esteem yang membuat pelanggan merasa puas terhadap merek tertentu.

d. Harga, yaitu produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi

menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang

lebih tinggi kepada pelanggan.

e. Biaya, yaitu pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan

atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk

atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.

4. Loyalitas Pelanggan

Menurut Kotler (2007) loyalitas pelanggan adalah komitmen yang

jasa yang disukai di masa depan meski pengaruh situasi dan usaha pemasaran

berpotensi menyebabkan pelanggan beralih. Loyalitas pelanggan merupakan salah

satu tujuan inti yang diupayakan dalam pemasaran modern. Hal ini dikarenakan

dengan loyalitas diharapkan perusahaan akan mendapatkan keuntungan jangka

panjang atas hubungan mutualisme yang terjalin dalam kurun waktu tertentu.

Terjadinya loyalitas merek pada konsumen disebabkan oleh adanya pengaruh

kepuasan dan ketidakpuasan terhadap merek tersebut yang terakumulasi secara

terus – menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk. Loyalitas

pelanggan didefinisikan sebagai orang yang membeli, khususnya yang membeli

secara teratur dan berulang-ulang. Pelanggan merupakan seseorang yang terus

menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan

keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan

membayar produk atau jasa tersebut (Hasan, 2008).

Loyalitas pelanggan menurut Tunggal (2008) adalah kelekatan pelanggan

pada suatu merek, toko, pabrikan, pemberi jasa, atau entitas lain berdasarkan

sikap yang menguntungkan dan tanggapan yang baik, seperti pembelian ulang.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada unsur perilaku dan

sikap dalam loyalitas pelanggan. Loyalitas adalah respon perilaku pembelian yang

dapat terungkap secara terus menerus oleh pengambil keputusan dengan

memperhatikan satu atau lebih merk alternatif dari sejumlah merek sejenis dan

merupakan fungsi proses psikologis. Perlu ditekankan bahwa hal tersebut berbeda

dengan perilaku membeli ulang, loyalitas pelanggan menyertakan aspek perasaan,

pelanggan yang sangat puas dengan produk atau jasa tertentu sehingga

mempunyai antusiasme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang dikenal

(Diah Dharmayanti, 2006).

Menurut Hasan (2008) loyalitas pelanggan adalah pelanggan yang tidak

hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen

dan sikap yang positif terhadap perusahaan jasa, misalnya dengan

merekomendasikan orang lain untuk membeli. Loyalitas konsumen juga

merupakan kebiasaan perilaku pengulangan pembelian, keterkaitan dan

keterlibatan yang tinggi pada pilihannya, dan bercirikan dengan pencarian

informasi eksternal dan evaluasi alternatif. Loyalitas sebagai sebuah konsep yang

menekankan pada tuntutan pembelian, proporsi pembelian, atau probabilitas

pembelian.

Hasan (2008) menjelaskan loyalitas sebagai berikut:

a. Sebagai konsep generic, loyalitas merek menujukkan kecenderungan

konsumen untuk membeli sebuah merek tertentu dengan tingkat

konsistensi yang tinggi.

b. Sebagai konsep perilaku, pembelian ulang kerap kali dihubungkan denga

loyalitas merek (brand loyality). Perbedaannya, bila loyalitas merek

mencemirkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, perilaku

pembelian ulang menyangkut pembelian merek yang sama secara berulang

Pembelian ulang merupakan hasil dominasi dari :

a. Berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya alternatif yang

tersedia,

b. Terus – menerus melakukan promosi untuk memikat dan membujuk

pelanggan membeli kembali merek yang sama.

Loyalitas disini dapat diukur dengan 3 indikator, yaitu :

a. Repeat purchase (pembelian ulang)

Loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan

keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap

barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih. Tingkat kepuasan terhadap

perusahaan akan mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian

ulang terhadap produk yang dihasilkan.

b. Retention (ketahanan terhadap pengaruh negatif mengenai perusahaan)

Pelanggan tidak terpengaruh barang/jasa yang ditawarkan oleh pihak lain.

Mereka juga tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan dari

perusahaan lainnya yang sejenis. Pelanggan yang sudah percaya kepada

suatu perusahaan dalam suatu urusan, maka akan percaya juga pada urusan

lainnya.

c. Referalls (mempromosikan secara total eksistensi perusahaan)

Apabila barang/jasa yang diterima konsumen memuaskan, maka mereka

orang lain, dan sebaliknya apabila ada ketidakpuasan atas pelayanan yang

diterima ia tidak akan bicara pada pihak lain, tapi justru akan

memberitahukan layanan yang kurang memuaskan tersebut pada pihak

penyedia dana.

Sebagaimana diketahui bahwa tujuan dari suatu bisnis adalah untuk

menciptakan para pelanggan merasa puas. Terciptanya kepuasaan dapat

memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dengan

pelanggannya menjadi harmonis sehingga memberikan dasar yang baik bagi

pembelian ulang dan terciptanya kesetiaan terhadap merek serta membuat suatu

rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi

perusahaan (Tjiptono, 2000).

Menurut Tjiptono (2000) loyalitas konsumen adalah komitmen pelanggan

terhadap suatu merek, toko atau pemasok berdasarkan sifat yang sangat positif

dalam pembelian jangka panjang. Dari pengertian ini dapat diartikan bahwa

kesetiaan terhadap merek diperoleh karena adanya kombinasi dari kepuasan dan

keluhan. Sedangkan kepuasan pelanggan tersebut hadir dari seberapa besar kinerja

perusahaan untuk menimbulkan kepuasan tersebut dengan meminimalkan keluhan

sehingga diperoleh pembelian jangka panjang yang dilakukan oleh konsumen.

Philip Kotler (2001) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan sangat

penting artinya bagi perusahaan yang menjaga kelangsungan usahanya maupun

kelangsungan kegiatan usahanya. Pelanggan yang setia adalah mereka yang

antusiasme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang mereka kenal.

Selanjutnya pada tahap berikutnya pelanggan yang loyal tersebut akan

memperluas “kesetiaan” mereka pada produk-produk lain buatan produsen yang

sama. Dan pada akhirnya mereka adalah konsumen yang setia pada produsen atau

perusahaan tertentu untuk selamanya. Loyalitas tinggi adalah pelanggan yang

melakukan pembelian dengan persentase makin meningkat pada perusahaan

tertentu daripada perusahaan lain. Dalam upaya untuk mempertahankan pelanggan

harus mendapatkan prioritas yang lebih besar dibandingkan untuk mendapatkan

pelanggan baru. Oleh karena itu, loyalitas pelanggan berdasarkan kepuasan murni

dan terus-menerus merupakan salah satu aset terbesar yang mungkin didapat oleh

perusahaan.

B. Hasil Penelitian Sebelumnya

1. Kartika Nur Rahmawati dari Program Studi Pendidikan Teknik Boga,

Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2017 melakukan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul “Pengaruh Kualitas

Dokumen terkait