• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Pemasaran

Pemasaran merupakan kegiatan yang diperlukan dalam suatu perusahaan demi tercapainya tujuan perusahaan. Kegiatan pemasaran juga sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Pemasaran bukan hanya berarti menjual produk atau mempromosikan produk tetapi memiliki arti yang lebih luas. Saat ini banyak definisi pemasaran yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi.

Kotler dan Armstrong (2004:7) mendefinisikan pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan pihak lain.

Boyd, Walker, dan Larreche (2000:4) mendefinisikan pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran.

Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran dalam penelitian ini adalah suatu proses sosial dimana seluruh pihak yang

terkait yaitu konsumen dan perusahaaan dapat memenuhi kebutuhan melalui penciptaan dan pertukaran produk.

2. Pengertian Manajemen Pemasaran

Dalam sebuah perusahaan diperlukan adanya kegiatan-kegiatan pemasaran yang mampu mendukung perkembangan kinerja perusahaan. Kegiatan-kegiatan pemasaran tersebut harus dikoordinasi dan dikelola dengan cara yang baik yang dikenal dengan istilah manajemen pemasaran. Untuk lebih memahami pengertian dari manajemen pemasaran penulis mencoba memberikan beberapa definisi dari manajemen pemasaran:

Kotler dan Armstrong (2004:16) mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran demi mencapai tujuan organisasi.

Menurut Boyd et al. (2000:18)

Manajemen pemasaran adalah proses menganalisis, merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan program-program yang mencakup pengkonsepan, penetapan harga, promosi, dan distribusi dari produk, jasa, dan gagasan yang dirancang untuk menciptakan dan memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan pasar sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan.

Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran adalah sebuah proses menganalisis, merencanakan, pengimplementasian dan pengendalian program yang telah dirancang untuk mencapai pertukaran yang diharapkan dengan pasar sasaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan perusahaan.

3. Produk

a. Pengertian Produk

Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi dipasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Konsumen selalu membutuhkan suatu produk dalam rangka pemenuhan kebutuhan bagi kelangsungan hidupnya.

Menurut Tjiptono (1997:95) produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar.

b. Tingkatan Produk

Terdapat 3 tingkatan produk menurut Kotler dan Armstrong (2004:338), yaitu:

1) Produk inti adalah manfaat inti yang akan diberikan oleh produk tersebut kepada konsumennya.

2) Produk aktual adalah atribut produk yang ada (kualitas, fitur, desain, merek, dan kemasan).

3) Produk tambahan adalah layanan dan manfaat tambahan bagi konsumen.

c. Klasifikasi Produk

Kotler dan Armstrong (2004:342) menyatakan bahwa produk dapat dibedakan menjadi 2 kategori yaitu produk konsumen (consumer product) dan produk industri (industrial product). Dalam penelitian ini yang menjadi pokok pembahasan adalah kategori produk konsumen (consumer product). Produk konsumen adalah semua produk yang dibeli oleh konsumen akhir untuk dikonsumsi secara pribadi. Umumnya produk konsumen dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu:

1) Produk sehari-hari (convenience product) adalah produk yang dibeli konsumen secara teratur, cepat, dan dengan perbandingan dengan produk lain yang minimal serta usaha untuk mendapatkan produk tersebut yang juga minimal.

2) Produk belanja (shopping product) adalah barang konsumen yang mana konsumen, dalam proses pemilihan dan pembelian, biasanya melakukan pembandingan dengan produk lain berdasarkan kecocokan, kualitas, harga, dan gaya.

3) Produk khusus (specialty product) adalah produk konsumen yang mempunyai karakteristik dan identifikasi merek yang unik sehingga kelompok pembeli yang cukup signifikan bersedia melakukan usaha pembelian yang khusus.

4) Produk yang tidak dicari (unsought product) adalah produk konsumen yang konsumen tidak mengetahui ataupun

mengetahuinya tetapi biasanya tidak terpikirkan untuk membeli produk tersebut.

Dari definisi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa sabun mandi, yang merupakan obyek dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan dalam kategori produk sehari-hari (convenience product).

d. Atribut Produk

Suatu manfaat dan kelebihan dari suatu produk dapat dikomunikasikan dan disampaikan melalui atribut produk yang melekat pada produk tersebut, seperti kualitas, fitur, gaya, serta desain (Kotler dan Armstrong, 2004: 347). Dalam penelitian ini produk yang akan diteliti adalah sebuah produk sabun mandi. Atribut produk sabun mandi adalah ciri-ciri yang melekat dari produk inti dan faktor-faktor pendukung yang berkaitan dengan produk sabun mandi, dalam penelitian ini atribut yang dipertimbangkan adalah:

1) Daya bersih adalah kemampuan untuk membersihkan badan dari kotoran yang melekat pada kulit.

2) Aroma adalah keawetan dari keharuman aroma yang dimiliki oleh suatu sabun mandi.

3) Warna adalah jenis warna yang dimiliki oleh produk sabun mandi. 4) Label adalah bagian dari produk yang membawa informasi verbal

5) Kemasan adalah bentuk tempat yang berfungsi untuk melindungi produk, memperindah produk, membuat lebih praktis, lebih ekonomis yang dimiliki oleh sabun mandi.

6) Merek adalah nama, istilah inisial atau kombinasi unsur-unsur tersebut yang dirancang untuk mengidentifikasi produk sabun mandi.

7) Prestise adalah rasa bangga konsumen dalam mengkonsumsi sabun mandi.

Setiap merek mempunyai bagian-bagian tambahan atau atribut dan kelebihan masing-masing (feature). Pembahasan perceived quality pelanggan terhadap produk akan melibatkan pembahasan mengenai kepentingan setiap pelanggan terhadap produk dan suatu atribut yang dimiliki karena kepentingan setiap pelanggan berbeda-beda.

3. Kesan Kualitas (Perceived Quality)

Kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsi-fungsinya, kemampuan itu meliputi daya tahan, kehandalan, ketelitian yang dihasilkan, kemudahan dioperasikan dan diperbaiki, dan atribut lain yang berharga pada produk secara keseluruhan (Kotler dan Armstrong, 2004: 347). Kualitas barang/ jasa ditentukan oleh konsumen, kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) dari produk yang disampaikan oleh perusahaan dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap keputusan pembelian konsumen.

Menurut Susanto (dalam Widjaja, Serli, dan Regina, 2007:90) kesan kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan.

Menurut Aaker (dalam Widjaja et al. 2007:90) apabila kesan kualitas adalah untuk dimengerti dan diatur, maka penting untuk mengetahui dimensi-dimensi yang mempengaruhi kesan kualitas produk yaitu:

a. Performance adalah karakteristik operasional produk yang utama. b. Features adalah elemen sekunder dari produk atau bagian tambahan

dari produk.

c. Conformance with specifications adalah tidak ada produk yang cacat. d. Reliability adalah konsistensi kinerja produk.

e. Durability adalah daya tahan sebuah produk.

f. Serviceability adalah kemampuan memberikan pelayanan sehubungan dengan produk.

g. Fit and finish adalah menunjukkan saat munculnya atau dirasakannya kualitas produk.

Dari berbagai uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas merek yang dimaksud adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu merek produk, kesan kualitas (perceived quality) ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk di mata pelanggan. Persepsi terhadap keseluruhan dari suatu produk dapat menentukan nilai dari produk tersebut, hal ini nantinya akan berpengaruh secara langsung terhadap

keputusan pembelian konsumen dan loyalitas terhadap merek. Perceived quality yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan akhirnya dapat menciptakan loyalitas terhadap merek tersebut.

4. Merek (Brand) a. Pengertian Merek

Merek merupakan bagian yang paling penting dalam kegiatan pemasaran. Dewasa ini pemerekan sudah dikenal luas sehingga akan sulit bagi kita untuk menemukan produk yang tidak memakai merek. Merek membantu konsumen mengidentifikasi produk, merek juga memberitahu konsumen seberapa tinggi kualitas produk.

Menurut Kotler dan Armstrong (2004:349) merek adalah suatu nama, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya yang mengidentifikasikan pembuat/ penjual produk dan jasa tertentu.

Kotler, Swee Hong Ang, Siew Meng Leong, Chin Liong Tan (2005:97) menyebutkan bahwa merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasinya yang ditujukan agar dapat mengenali barang atau jasa dari satu atau sekelompok penjual dan membedakannya dari produk dan jasa para pesaing. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan konsumen melihat merek sebagai bagian produk yang penting dan dapat menambah nilai produk.

b. Tujuan merek

Suatu merek dalam suatu produk memberikan manfaat baik bagi perusahaan maupun konsumen, menurut Tjiptono (1997:104) merek diciptakan untuk beberapa tujuan, yaitu:

1) Sebagai identitas yang bermanfaat dalam diferensiasi atau membedakan produk suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Ini akan memudahkan konsumen untuk mengenalnya saat berbelanja dan saat melakukan pembelian ulang.

2) Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.

3) Untuk membina citra yaitu dengan keyakinan, jaminan kualitas, serta prestise tertentu kepada konsumen.

4) Untuk mengendalikan pasar. c. Citra Merek (Brand Image)

Citra merek mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen, hal tersebut dikarenakan citra merek yang baik akan mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian terhadap merek tersebut. Dalam konteks ini citra merek berkaitan dengan keputusan pembelian serta loyalitas merek.

Menurut Howard (dalam Wahyu, 2007:233) citra merek merupakan gambaran total dari pikiran pelanggan atau pelanggan sasaran terhadap produk atau merek.

Robert (dalam Wahyu, 2007:233) mendefinisikan citra merupakan gambaran secara umum atau persepsi yang dimiliki oleh masyarakat umum tentang suatu perusahaan, unit atau produk.

Definisi citra menurut Kotler et al. (2005:359) adalah cara masyarakat mempersepsi (memikirkan) perusahaan/produknya. Citra banyak dipengaruhi oleh banyak faktor yang diluar kendali perusahaan. Faktor-faktor pembentuk citra merek adalah sebagai berikut:

1) Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu.

2) Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi.

3) Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen.

4) Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya.

5) Risiko, berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau untung dan rugi yang mungkin dialami konsumen.

6) Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang.

Citra merek juga dapat didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu merek. Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh citra merek tersebut. Citra merek merupakan syarat dari merek yang kuat, jadi tidak mudah untuk membentuk citra, sehingga bila terbentuk akan sulit untuk mengubahnya. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pesaingnya. Saat perbedaan dan keunggulan merek dihadapkan dengan merek lain, muncullah posisi merek. Pada dasarnya sama dengan proses persepsi, karena citra terbentuk dari persepsi yang telah terbentuk lama. Setelah melalui tahap yang terjadi dalam proses persepsi, kemudian dilanjutkan pada tahap keterlibatan konsumen. Level keterlibatan ini selain mempengaruhi persepsi juga mempengaruhi fungsi memori.

Melihat hal tersebut dapat dilihat manfaat dari brand image adalah sebagai berikut:

a) Konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu merek, lebih mungkin untuk melakukan pembelian.

b) Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap merek produk lama.

c) Kebijakan family branding dan leverage branding dapat dilakukan jika citra produk yang telah ada positif.

Membangun citra yang kuat membutuhkan kreatifitas dan kerja keras. Citra tidak bisa dibangun seketika atau melalui satu media saja. Citra ini harus disampaikan dengan:

(1) Lambang

Lambang adalah citra yang kuat memiliki satu atau lebih lambang yang dikenali perusahaan atau merek. Logo perusahaan dan merek harus dirancang supaya mudah dikenali.

(2) Media Cetak dan Audio/ Visual

Media cetak dan audio/ visual adalah lambang yang dipilih harus dimasukkan iklan yang menyampaikan kepribadian perusahaan atau merek. Iklan harus menyampaikan suatu cerita, perasaan, tingkat unjuk kerja sesuatu yang unik. Pesan ini harus diulangi dalam publikasi lain seperti laporan tahunan, brosur, katalog, kertas surat, dan kartu nama. Perusahaan harus memberikan citra yang sama pula.

(3) Suasana

Suasana adalah tempat perusahaan membuat atau memberikan produk dan jasanya adalah pembentuk citra yang kuat juga.

(4) Acara

Acara adalah perusahaan dapat membangun identitas melalui acara yang didukungnya.

Citra merek (brand image) merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu. Ada tiga indikator dari brand image, yaitu:

(a) Citra Perusahaan (Corporation Image) adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa.

(b) Citra Konsumen (User Image) adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa, meliputi: pemakai itu sendiri, gaya hidup/kepribadian, serta status sosialnya.

(c) Citra Produk (Product Image) adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk, meliputi: artibut produk tersebut, manfaat bagi konsumen, penggunanya, serta jaminan.

6. Perilaku Konsumen (Consumer Behavior) a. Pengertian Perilaku Konsumen

Ilmu-ilmu sosial mengartikan perilaku konsumen hanyalah menyangkut kegiatan-kegiatan yang tampak jelas atau mudah untuk diamati, tetapi perkembangan sekarang mengakui bahwa kegiatan yang jelas terlihat hanyalah merupakan satu bagian dari proses pengambilan keputusan (decision process). Jadi analisis perilaku konsumen yang realistis hendaknya menganalisis juga proses-proses yang tidak dapat atau sulit diamati yang selalu terlibat dalam proses pembelian.

Menurut Swatha dan Handoko (2000:10) perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.

Menurut Engel, Blackwell dan Miniar (dalam Amirullah, 2000:2) perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.

Dari pengertian-pengertian tersebut terdapat 2 elemen penting dari arti perilaku konsumen yaitu proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik yang semua ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, dan mempergunakan barang dan jasa-jasa ekonomis. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut Kotler dan Armstrong (2004:200) adalah:

1) Budaya yaitu serangkaian nilai, persepsi, keinginan, dan perilaku dasar yang di pelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan instansi penting lain.

2) Sosial yaitu merupakan pembagian kelompok masyarakat yang relatif permanen dan relatif teratur dimana anggota-anggotanya memiliki nilai, minat, dan perilaku yang serupa.

3) Pribadi yaitu merupakan perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.

4) Psikologis, yang dimaksud dengan psikologis adalah motivasi, persepsi, pembelajaran, serta kepercayaan dan sikap.

7. Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian merupakan tahap proses keputusan dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian produk (Kotler dan Armstrong, 2004:227). Terdapat 4 jenis perilaku pembelian konsumen yaitu:

a. Perilaku pembelian kompleks

b. Perilaku pembelian pengurangan disonansi c. Perilaku pembelian kebiasaan

d. Perilaku pembelian pencarian variasi

Proses pengambilan keputusan konsumen dalam membeli setiap jenis produk tidak dapat dianggap sama. Proses pengambilan keputusan pembelian menurut Kotler dan Armstrong (2004:224) terdiri dari lima tahap yaitu:

1) Tahap Pengenalan Kebutuhan

Tahap proses pengambilan keputusan pembelian keputusan dimana konsumen mengenali suatu masalah atau kebutuhan.

2) Tahap Pencarian Informasi

Tahap proses pengambilan keputusan dimana konsumen telah tertarik untuk mencari lebih lanjut informasi. Dalam tahap ini konsumen mungkin hanya meningkatkan perhatian atau mungkin aktif mencari informasi.

3) Tahap Evaluasi Berbagai Alternatif

Tahap dalam proses pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek-merek alternatif dalam satu susunan pilihan.

4) Tahap Keputusan Pembelian

Tahap dalam proses pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen benar-benar membeli produk.

5) Tahap Perilaku Pasca Pembelian

Dalam proses pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan yang mereka rasakan.

Menurut Griffin (2003:18) setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian.

Pembelian kembali Keputusan membeli kembali Kesadaran Pembelian awal Evaluasi pasca pembelian Gambar II.1 Siklus Pembelian

Siklus pembelian memiliki pengaruh terhadap terbentuknya loyalitas, setiap kali lingkaran pembelian kembali ini berputar maka timbul sebuah potensi untuk memperkuat ikatan dengan pelanggan. Semakin kuat ikatan maka akan semakin besar loyalitas dan lebih banyak manfaat yang akan diperoleh perusahaan.

Suatu keputusan pembelian terbentuk karena adanya kepuasan konsumen, dalam hal ini kepuasan sangat bergantung pada persepsi dari konsumen sehingga bagi para produsen perlu mengetahui beberapa indikator yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan suatu keputusan pembelian ( Gaspersz, 2005:35), yaitu:

a) Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan.

b) Pengalaman masa lalu.

c) Pengalaman dari teman-teman.

d) Komunikasi melalui iklan dan pemasaran. 8. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Loyalitas merek secara umum dapat diartikan kesetiaan seseorang terhadap suatu merek produk barang maupun jasa tertentu. Loyalitas konsumen adalah salah satu faktor terpenting dalam menentukan kesuksesan suatu produk tersebut dan keberlangsungan perusahaan, tanpa adanya loyalitas konsumen dalam pemilihan suatu produk, maka keunggulan kompetitif yang dimiliki seperti tidak pernah ada dan tidak akan sukses.

Menurut Mowen dan Minor (dalam Junaidi dan Dharmmesta, 2002:92) loyalitas merek adalah kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang.

Boulding (dalam Junaidi dan Dharmmesta, 2002:92) mengemukakan bahwa terjadinya loyalitas merek pada konsumen disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan/ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi menerus di samping adanya persepsi tentang kualitas produk.

Menurut Ford (dalam Widjaja et al. 2007:91) loyalitas merek dapat dilihat dari seberapa sering orang membeli merek itu dibandingkan dengan merek lainnya.

Berikut penjelasan Susanto (dalam Widjaja et al. 2004:127) tentang loyalitas terhadap merek yaitu:

a. Tingkatan yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal (switcher), yang sama sekali tidak tertarik pada merek tersebut dan bagi mereka merek apapun dianggap memadai sehingga merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian.

b. Tingkat kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk atau setidaknya tidak mengalami kepuasan, tipe ini bisa disebut sebagai pembeli kebiasaan (habitual buyer).

c. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan (switching cost) serta biaya berupa waktu, uang atau resiko kinerja berkenaan dengan tindakan beralih merek, kelompok ini bisa disebut pelanggan yang loyal terhadap biaya peralihan, pada tingkatan ini sering disebut dengan switching costbuyer.

d. Tingkat keempat adalah mereka yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut (likes the brand), preferensinya mungkin dilandasi oleh suatu asosiasi seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan atau persepsi kualitas yang tinggi.

e. Tingkat teratas adalah pelanggan yang setia (comitted buyer), mereka mempunyai kebanggaan menjadi pengguna suatu merek, merek tersebut sangat penting bagi mereka, baik dari segi fungsinya maupun sebagai ekspresi diri mereka.

Dokumen terkait