• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN

A. Landasan Teori…

1. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (contextual Teaching and Learning/CTL).

a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning /CTL

Contextual Teaching and Learning/CTL merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehinga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari4. Ini artinya Belajar dalam konteks Contextual Teaching and

Learning/CTL bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi

belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, tidak hanya berkembang dalam aspek kongnitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotor.

Elain B. Johnson dalam Rusman mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa5. Jadi pemebelajaran kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kurtular.

4

Rusman, Model-model Pembelajaran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), cet.2, hal.187

5

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat6. Dalam konteks ini menguatkan pemikiran ahli pendidikan dan pelaku pendidikan dilembaga-lembaga terkait untuk lebih memfokuskan peserta didik agar lebih mandiri dan dapat merealisasikan apa yang ada dalam meteri pelajaran. Sehingga Contextual Teaching and Learning/CTL yang merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak dibicarakan orang. Bahkan ada yang beranggapan bahwa

Contextual Teaching and Learning /CTL adalah “mukanya” Kurikulum

Berbasis Kompetensi (KBK)7 artinya Contextual Teaching and Learning /CTL merupakan salah satu pendekatan yang dapat diandalkan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan KBK yang sekarang ini menjadi KTSP.

Contextual Teaching and Learning/CTL sebagai suatu

pendekatan pembelajaran memiliki karakteristik tersendiri. Dari pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning /CTL ini dapat digunakan sebagai konteks yang efektif untuk lebih meningkatkan kualitas dan hasil belajar siswa, sehingga dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami: Pertama Contextual Teaching and Learning /CTL menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam kontels Contextual Teaching and

Learning/CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima

pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, Contextual Teaching and Learning/CTL dapat

6

Farida Hamid dan Bahrissalim, Pembelajaran Aktif inopatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan, (Australa:Kemitraan Pendidikan Australia Indonesia, 2012), cet. I, hal. 28

7

Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Prenada Media, 2008) Cet. 4, hal. 109

9

mendorong siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Ketiga, Contextual Teaching and Learning/CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya Contextual Teaching and Learning /CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam Contextual Teaching and Learning /CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.8

Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, sebagai berikut:

1) Konstruktivistik yaitu, membangun pengetahuan dengan cara sedikit demi sedikit dan hasilnya diperluas melalui konteks terbatas (sempit) 2) Menemukan (inquiri), yaitu bahwa pengetahuan dan ketrerampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri, siklus inquiri adalah observasi (pengamatan), mengajukan dugaan (hypothesis), pengumpulan data (data gathering), dan menyimpulkan

3) Bertanya (questioning), yaitu bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan memiliki kemampuan berpikir siswa, sedang bagi siswa kegiatan bertanya untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan menyerahkan perhatian pada asfek yang belum diketahuinya.

8

Bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan orang baru

4) Masyarakat belajar (learning community), konsep ini menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Untuk itu guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar

5) Pemodelan (modeling), maksudnya dalam sebuah pembelajaran model yang biasa ditiru. Guru memberi model (contoh) tentang bagaimana belajar, namun guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dal;am melibatkan siswa atau dapat juga dengan mendatangkan dari luar seperti mendatangkan seorang tokoh kedalam lingkungan belajar siswa

6) Refleksi (reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atu berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan yang kemudian kuncinya adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap dibenak siswa

7) Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment), adalah proses pengumpulan sebagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), sesuatu bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil, dan dengan berbagai cara tes hanya merupakan salah satu cara penilaian.9

9

Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2009) hal. 20-21

11

b. Karakteristik Pembelajaran Contektual Teaching and Learning/ CTL.

Dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning/CTL terdapat lima karakteristik penting, yaitu:

1) Dalam Contextual Teaching and Learning /CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

2) Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapaqn yersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.

4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applyng

knowledge), arytinya pengetahuan dan pengalaman yang

diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.

5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.10

10

Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, ( Jakarta: Kencana Prenada Media group, 2006), cet. I, hal. 256

c. Kelebihan dan kelemahan Contextual Teaching and Learning /CTL Kita ketahui bersama bahwa tidak ada satu pendekatan pembelajaran yang paling baik diantara pendekatan pembelajaran yang lain. Demikian halnya dengan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning /CTL tentu memiliki kelebihan dan kelemahan. 1) Kelebihan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and

Learning/CTL

a) Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri

b) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran

Contextual Teaching and Learning /CTL menuntut siswa

menemukan sendiri bukan menghafalkan

c) Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajarai

d) Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru

e) Menumbuhkan pengetahuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada

f) Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran

2)Kelemahan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning/CTL

a) Guru harus lebih intensif dalam dalam membimbing siswa karena dalam pendekatan pembelajaran CTL guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi tetapi tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama

13

untuk menemukan pengetahuan dan pengetahuan yang baru bagi siswa.

b) Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalaminya sendiri

c) Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya.

d.Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning /CTL dalam Pembelajaran

Agar dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual guru melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

1) Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental (developmentally appropriate) peserta didik.

2) Membentuk group belajar yang saling tergantung (interdependent learning groups).

3) Mempertimbangkan keragaman peserta didik (diversity of students) 4) Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self regulated learning) dengan tiga karakteristik umumnya (kesadaran berpikir, penggunaan strategi dan motivasi berkelanjutan)

5) Memperhatikan multi-intelegensi (multiple intelegences) peserta didik

6) Menggunakan teknik bertanya (quesioning) yang meningkatkan pembelajaran peserta didik, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi

7) Mengembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna bila mereka diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (contruktivism)

8) Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiri) agar peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumalh fakta)

9) Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik melalui pengajuan pertanyaan (quesioning)

10) Menciptakan masyarakat belajar (learning community) dengan membangun kerjasama antar peserta didik

11) Memodelkan (modelling) sesuatu agar peserta didik dapat menirunya untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru 12) Mengarahkan peserta didik untuk merefleksikan tentang apa yang

sudah dipelajari

13) Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment)11.

2. Belajar dan Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang12. Sedankan menurut Morgan ”Belajar adalah setiap perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. Sejalan dengan definisi itu Cronbach menyatakan bahwa: “Learning is shown by a change in behavioras a result of experience”. Belajar ditunjukkan dengan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman13. Belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu tertentu, perubahan yang terjadi harus secara relatif bersifat (permanen) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang nampak (immediate behaviore), tetapi perilaku yang mungkin terjadi dimasa mendatang (potential behavior)14

11

Junaidi, dkk, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Tapis PGMI), Cet. 1, h. 13-17, 13-18

12

Trianto, Mengembangkan Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010), Cet. 1, hal. 7

13

Tatang Syarifudin, Landasan Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), Cet. 1, hal. 86

14

15

Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang telah diajarkan oleh guru.15

Berdasarkan beberapa pengertian belajar diatas dapat di simpulkan bahwa belajar adalah, proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan pelatihan, maksudnya adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap pada diri individu si pembelajar secara relative menetap pada saat ini dan dimasa mendatang.

b. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.16 Karena belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan ligkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap.17 Jadi semua aktivitas dan tingkah laku manusia diperoleh dari hasil diri nya dalam mengikuti proses pembelajaran dan pengamalan pribadi yang diperoleh di dunia nyata dalam kehidupannya. Untuk memperoleh hasil belajar pada tahap akhir proses pembelajaran dilakukanlah kegiatan yang terdiri atas kegiatan evaluasi dan tindak lanjut (follow up). Pada tahap ini guru melakukan penilaian keberhasilan belajar siswa yang berlangsung pada tahap instruksional, caranya adalah dengan melakukan evaluasi hasil dan menelaah observasi aktivitas belajar siswa.

15

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15, hal. 87-88

16

Nana Sudajana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. XI, h. 22

17

Yatim Riyanto, Paradigma baru Pembelajaran, (Jakarta: kencana prenada media group, 2009), cet. I, hal. 5

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar menurut Gagne berupa:

1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

2) Keterampilan Intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang

3) Startegi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.

4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5) Sikap adalah, kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.18

Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowoledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), aplication (menerapkan), analysis ( menguraikan, menentukan hubungan), syntesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan Evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.19

Berdasarkan pendapat para ahli diatas hasil belajar dapat disimpulkan adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Tetapi secara keseluruhan yakni aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil proses pembelajaran yang dilakukan.

18

Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), cet. II, hal. 6

19

17

b. Hasil Belajar sebagai Kriteria Keberhasilan Sistem Pembelajaran Pembelajaran merupakan suatu sistem yang kompleks yang keberhasilannya dapat dilihat dari dua aspek, yakni aspek produk dan aspek proses. Keberhasilan pembelajaran dilihat dari sisi produk adalah keberhasilan siswa mengenai hasil yang diperoleh dengan mengabaikan proses pembelajaranyang dilihat dari sisi penilaian.20 Karena penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.21 Jadi dengan kata lain kriteria hasil pembelajaran dapat dilihat dari produk yang dihasilkan melalui proses yang dilakukan dengan memperhatikan penilaian sebagai acuan keberhasilan suatu proses untuk menentukan kesinambungan pengambilan keputtusan selanjutnya.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan Hasil Belajar 1) Faktor Internal

a) Faktor Fisiologis

Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar. Siswa yang kekurangan gizi misalnya, ternyata kemampuan belajarnya berada di bawah siswa yang tidak kekurangan gizi, sebab mereka yang kekurangan gizi pada umumnya cenderung cepat lelah dan capek, cepat ngantuk dan akhirnya tidak mudah dalam menerima pelajaran.22

20

Wina Sanjaya, Perencanaan dan desain sistem Pembelajaran, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), cet. I, hal. 13-14

21

Trianto, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Prestasi pustaka, 2009), cet. I, hal. 221-222

22

b) Faktor psikologis

Setiap anak didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda–beda. Perbedaan-perbedaan ini akan berpengaruh pada proses dan hasil belajarnya masing-masing. Faktor psikologis yang dapat diuraikan meliputi intelegensi, perhatian, minat dan bakat, motif dan motivasi, kognitif dan daya nalar. 2) Faktor Eksternal

a) Faktor lingkungan

Lingkungan sosial baik yang berwujud manusia maupun hal-hal lainnya juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. b) Faktor instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana, fasilitas, dan kemampuan guru.

19

Gambar 2.1 Bagan

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar

3. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikaan atau pembelajaran Kewarganegaraan (Civic

Education) mengembangkan paradigma pembelajarn demokratis,

yakni pembelajaran yang menekankan pada pemberdayaan siswa agar menjadi manusia yang demokratis.23

23

Ubaedillah dan Abdul Rozak. 2012. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE UIN Syarief Hidyatullah. Hal. 20

alam sosial

kurikulum Sarana dan fasilitas

Guru Faktor-faktor yang mempengaruhi belajatr Fak. internal Fak.Eksternal Fak. lingkungan Fak. psikologis Fak. instrumental Fak.fisiologis

Kondisi fisiologis umum Kondisi pancaindera

intelegensi perhatian Minat dan bakat Motif dan motivasi Kognitif dan daya nalar

Pendidikan Kewarganegaraan bukan sesuatu yang baru dalam sejarah pendidikan nasional di Indonesia. Beragam model dan sebutan bagi pendidikan kewarganegaraan dengan bermacam komponennya telah banyak dilakukan pemerintah Republik Indonesia.

Di antara nama-nama tersebut antara lain: Pelajaran Civics (1957/1962), Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan integrasi sejarah, ilmu bumi, dan kewarganegaraan (1964), Pendidikan Kewarga Negara (1968/1969), Pendidikan Kewarganegaraan, Civics, dan Hukum (1973), Pendidikan Moral Pancasila atau PMP (1975/1984). Sejak reformasi Pendidikan Kewarganegaraan mengacu pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 diwujudkan dengan Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.24

Civic Education sebagai ilmu kewarganegaraan yang

membicarakan hubungan manusia dengan : (a). manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi baik politik, sosial, dan ekonomi, (b). Individu-individu dengan negara. Civics selalu didefinisikan sebagai sebuah study tentang pemerintahan dan kewarganegaraan yang terkait dengan kewajiban, hak, dan hak-hak istimewa warga Negara. Dalam konteks Indonesia saat ini, Civic

Education lebih tepat diterjemahkan sebagai “Pendidikan

Kewarganegaraan” karena lebih menempatkan warga negara sebagai subjek daripada objek pembelajaran.

Secara teoritis, upaya mendefinisikan warga negara dan siapa yang menjadi warga negara untuk suatu negara tidak mudah. Hal ini suatu kenyataan karena definisi warga negara untuk suatu negara berbeda dengan definisi warga negara lainnya. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar tertulis memiliki kedudukan yang penting bagi bangsa Indonesia sebagaimana dalam pasal 26 menyatakan tentang kewarganegaraan sebagai berikut :

24

Ubaedillah dan Abdul Rozak,Pendidikan Kewarganegaraan,Pancasila,demokrasi,HAM,dan Masyarakat madani (Jakarta: kencana prenada media group, 2012), cet. VIII, h. 5-6.

21

a. Yang menjadi warga negara Indonesia adalah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai warga negara.

b. Syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.

Aristoteles menyatakan bahwa ; The definition of a citizen is a question which is often dispuped:there is no general agreement on who is a citizen (definisi warga Negara adalah masalah yang sering membingungkan: tidak ada kesempatan tentang siapa warga negara itu).25 Menurut Undang-undang Kewarganegaraan Indonesia (UUKI) 2006, yang dimaksud dengan warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan .

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah menjadikan warga negara Indonesia yang cerdas, bermartabat, dan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk mendidik bangsa menjadi warga negara lebih cerdas dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut :

a. Civic Education adalah kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah.

b. Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis.

c. Civic Education hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan

masyarakat, pribadi, dan syarat-syarat objektif untuk hidup bernegara.

Ini artinya, Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu program pendidikan yang berusaha menggabungkan unsur-usur substanstif dari komponen civic Education melalui model pembelajaran yang

25

Sapriya, Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan ,( Jakarta:Direktorat Jendral Pendidikan islam Kementrian Agama RI 2012) , cet. II, h. 7.

demokratis, interaktif, serta humanis dalam lingkungan yang demokratis di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

b.Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Materi Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) terdiri dari tiga materi pokok, yaitu demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani.26 Berdasarkan tujuan tersebut diatas, maka materi dalam pembelajaran PKn perlu diperjelas. Oleh karena itu, ruang lingkup PKn secara umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut. (1) Pesatuan dan Kesatuan, (2) Norma Hukum dan Peraturan, (3) HAM, (4) Kebutuhan warga Negara, (5) Konstitusi Negara, (6) Kekuasaan Politik, (7) Kedudukan Pancasila, dan (8) Globalisasi.27

c. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Tujuan PKn adalah untuk membentuk watak atau karakteristik warga negara yang baik. Sedangkan tujuan pembelajaran mata pelajaran PKn digariskan secara tegas dalam lampiran permendiknas nomor 22 tahun 2006, adalah untuk menjadikan siswa :

1)mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya.

2)mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan, dan bisa berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa lain di dunia dan mampu berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.28

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya adalah menjadikan warga

26

Ubaedillah. Op. Cit.,hal. 19

27

Udin Winataputra. 2013. Pembelajaran PKn di SD. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka. hal. 17

28

23

negara Indonesia yang cerdas, bermartabat, dan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan Kewarganegaraan mengembangkan pembelajaran yang demokratis, yakni pembelajaran yang menekankan pada upaya pemberdayaan siswa sebagai bagian warga negara Indonesia secara

Dokumen terkait