• Tidak ada hasil yang ditemukan

Logika fuzzy digunakan sebagai suatu cara untuk memetakan permasalahan dari input (masukan) menuju output (keluaran) yang diharapkan, sehingga data masukan yang tersedia dapat diolah menjadi keluaran dalam bentuk informasi yang baik. Logika fuzzy ini menyediakan cara untuk memahami perilaku sistem dengan mengizinkan kita menyisipkan perkiraan antara masukan dan keluaran, sehingga mampu menjembatani komunikasi yang lebih efektif dan efisien antara mesin dan manusia.

Alasan digunakannya logika fuzzy ini adalah konsep logika fuzzy mudah dimengerti, sangat fleksibel karena mampu beradaptasi dengan perubahan- perubahan dan ketidakpastian yang menyertai suatu permasalahan, memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat, mampu memodelkan fungsi-fungsi non linear yang sangat kompleks, mampu membangun dan mengaplikasikan pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan, mampu bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional, serta didasarkan pada bahasa alami sehingga mudah dimengerti (Wang et al. 2007; Naba 2009; Kusumadewi dan Purnomo 2010).

Beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy (Kusumadewi dan Purnomo 2010), yaitu :

1. Variabel fuzzy, yaitu variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem fuzzy 2. Himpunan fuzzy, yaitu suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan

tertentu dalam suatu variabel fuzzy, misalnya variabel umur terbagi menjadi tiga himpunan fuzzy yaitu muda, parobaya, tua

3. Semesta pembicaraan, yaitu keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan bilangan real yang selalu naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan, dan nilainya bisa berupa bilangan positif atau negatif

4. Domain himpunan fuzzy, yaitu keseluruhan nilai yang diizinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy

Fungsi keanggotaan ( μ[x]) merupakan suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai atau derajat keanggotaan pada himpunan fuzzy yang memiliki interval antara 0 dan 1, dan ini berbeda dengan nilai keanggotaan pada himpunan crisp yang hanya ada 2 kemungkinan yaitu 0 atau 1. Derajat keanggotaan sistem fuzzy dapat diperoleh melalui pendekatan fungsi. Jenis fungsi keanggotaan yang biasa digunakan diantaranya adalah representasi kurva segitiga dan kurva trapesium.

Kurva segitiga (triangular fuzzy number) pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis lurus (linear) naik dan turun sebagaimana disajikan pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Kurva segitiga/triangular fuzzy number (Kusumadewi dan Hartati 2010)

Fungsi keanggotaan untuk kurva segitiga (triangular fuzzy number) adalah sebagai berikut : μ[x]= ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧0; x(x-a)≤a atau x≥c (b-a); a≤x≤c (b-x) (c-b); b≤x≤c

Kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk kurva segitiga, namun ada beberapa titik yang memiliki derajat keanggotaan 1 (Gambar 3).

Gambar 3. Kurva trapesium/trapezoidal fuzzy number (Kusumadewi dan Hartati 2010)

Fungsi keanggotaan untuk kurva trapesium (trapezoidal fuzzy number) adalah sebagai berikut : μ[x]= ⎩ ⎪ ⎪ ⎨ ⎪ ⎪ ⎧(0; x-xa)≤a atau x≥ d (b-a); a≤x≤ b 1; b≤x≤c (d-x) (d- c); ≤ x≤ d

Himpunan fuzzy dapat dikombinasikan dan dimodifikasi melalui beberapa operasi himpunan fuzzy yang didefinisikan secara khusus. Derajat keanggotaan sebagai hasil dari operasi dua himpunan fuzzy sering dikenal dengan nama fire strength atau -predikat. Dalam fuzzy logic, variabel-variabel input bernilai antara 0 dan 1, sehingga hasil operasi fuzzy logic-nya juga bernilai antara 0 dan 1.

Derajat keanggotaan 1 0 a b c Derajat keanggotaan 1 0 a b c d 16

Operator-operator dasar dalam himpunan fuzzy adalah operator AND, operator OR dan operator NOT. Operator AND berhubungan dengan operasi interseksi pada himpunan, dimana -predikat sebagai hasil operasi dengan operator AND ini, diperoleh dengan mengambil derajat atau nilai keanggotaan terkecil antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan (Kusumadewi dan Hartati 2010).

μA∩B=min μA[x],μB[y]

Operator OR berhubungan dengan operasi union pada himpunan, dimana - predikat diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terbesar antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan.

μAB=min μA[x],μB[y]

Operator NOT berhubungan dengan operasi komplemen pada himpunan, dimana -predikat diperoleh dengan mengurangkan nilai keanggotaan elemen pada himpunan yang bersangkutan dari 1.

μA = 1 - μA[x]

Fuzzy Inference System diperlukan sebagai suatu kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy berbentuk IF – THEN dan penalaran fuzzy. Sistem inferensi fuzzy ini memetakan suatu input menjadi output berdasarkan IF – THEN rule yang diberikan. Input yang berupa nilai yang crisp, difuzzifikasi dan dilakukan operasi logika fuzzy dengan mengirimkannya ke basis pengetahuan yang berisi n aturan fuzzy dalam bentuk IF – THEN. Derajat keanggotaan atau fire strength (-predikat) akan dicari pada masing-masing aturan, dan jika jumlah aturan lebih dari satu, maka akan dilakukan agregasi dari semua aturan. Hasil agregasi ini selanjutnya di-defuzzifikasi untuk mendapatkan output yang berupa nilai tunggal (Naba 2009, Kusumadewi dan Hartati 2010).

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Failure mode and effect analysis (FMEA) adalah teknik analisis untuk mengidentifikasi permasalahan potensial dalam desain ataupun dalam proses produksi dengan menentukan penyebab dan dampak kegagalan di tingkat terendah. FMEA digunakan secara luas dalam peningkatan mutu dan alat penilaian risiko di industri manufaktur. FMEA ini menggabungkan pengetahuan manusia dan pengalaman untuk mengidentifikasi potensi kegagalan yang dikenal atau mode dari suatu produk atau proses, mengevaluasi kegagalan suatu produk atau proses dan dampaknya, membantu perekayasa untuk melakukan tindakan perbaikan atau

tindakan preventif, dan menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan (Yeh dan Hsieh 2007).

FMEA terdiri dari dua jenis yaitu desain FMEA dan proses FMEA. Desain FMEA digunakan untuk mengidentifikasi apakah bahan baku yang digunakan adalah bahan baku yang tepat dan sesuai dengan harapan konsumen. Proses FMEA digunakan untuk mendeteksi atau mengevaluasi kegagalan yang dapat disebabkan oleh proses produks, mesin maupun metode produksi.

Prosedur pelaksanaan FMEA adalah (1) identifikasi fungsi sistem atau proses/produk dan membaginya menjadi sub-sub proses/komponen, (2) identifikasi mode kegagalan dari setiap komponen dan dampaknya, kemudian tentukan tingkat 17

keparahan/severity rating (S) dari masing-masing mode kegagalan, (3) tentukan penyebab kegagalan dan perkirakan kemungkinan kejadian kegagalan, kemudian tentukan tingkat kejadian (O) dari masing-masing mode kegagalan, (4) identifikasi pendekatan untuk mendeteksi kegagalan dan mengevaluasi kemampuan sistem untuk mendeteksi kegagalan sebelum kegagalan terjadi, kemudian tentukan tingkat deteksi (D) dari masing-masing mode kegagalan, (5) hitung nilai RPN (risk priority number) dan tentukan prioritas kegagalan/risiko yang harus diperhatikan, (6) tentukan tindakan perbaikan untuk menurunkan tingkat kegagalan risiko, dan (7) tampilkan laporan FMEA dalam bentuk tabel (Yeh dan Hsieh 2007).

Tiga parameter dalam FMEA konvensional yaitu keparahan/severity, kejadian/occurence dan deteksi/detection digunakan untuk menggambarkan masing-masing mode kegagalan menurut penilaian pada skala 1-10. Tingkat keparahan (severity rating) adalah keseriusan efek kegagalan komponen berikutnya, subsistem, sistem, atau pelanggan. Tingkat kejadian adalah kemungkinan atau frekuensi kegagalan yang terjadi, dengan nilai 1 berarti paling tidak ada kejadian dan nilai 10 berarti ada kejadian tertinggi. Tingkat deteksi adalah ketidakmampuan untuk mendeteksi kegagalan atau probabilitas dari kegagalan tidak terdeteksi sebelum dampak efek terwujud. Penilaian FMEA dilakukan dengan menggunakan risk priority number (RPN) yang merupakan hasil perkalian dari tingkat keparahan (S), kejadian (O), dan deteksi (D). Mode kegagalan yang memiliki nilai RPN lebih tinggi diasumsikan lebih penting dan diberi prioritas lebih tinggi untuk tindakan korektif daripada yang memiliki nilai RPN lebih rendah.

RPN = SxOxD

Nilai RPN ini digunakan sebagai panduan untuk mengetahui risiko atau kegagalan yang paling serius untuk ditangani. Nilai RPN yang paling tinggi menunjukkan bahwa mode kegagalan risiko tersebut memerlukan penanganan serius yang lebih prioritas.

Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (Fuzzy FMEA)

Fuzzy FMEA digunakan untuk mengatasi beberapa kelemahan dalam metode FMEA konvensional, diantaranya (1) sulit untuk mengevaluasi keandalan produk atau proses dengan tepat karena pernyataan dalam FMEA bersifat subyektif dan kualitatif, (2) ketiga tingkat parameter (severity, occurence dan detection) diasumsikan memiliki bobot kepentingan yang sama, padahal pada praktiknya bobot kepentingan ketiga parameter tidak sama, (3) nilai RPN yang dihasilkan dari perkalian S, O dan D dari dua atau lebih mode kegagalan, memungkinkan hasil nilai yang sama meskipun pada kenyataannya memiliki risiko yang berbeda. Misalnya, mode kegagalan A memiliki nilai S, O dan D berturut-turut 6, 3 dan 2, sedangkan mode kegagalan B memiliki nilai 3, 4 dan 3, sehingga kedua mode kegagalan tersebut memiliki nilai RPN yang sama yaitu 36 dan karenanya memiliki prioritas yang sama untuk diselesaikan. Namun pada kenyataannya, mungkin keduanya memiliki risiko yang berbeda karena tingkat keparahannya berbeda. Dengan demikian, fuzzy FMEA sebagai metodologi yang didasarkan pada logika fuzzy, digunakan untuk memanipulasi istilah linguistik yang digunakan secara langsung dalam membuat penilaian yang kritis.

Input fuzzy FMEA adalah berupa nilai tingkat keparahan/severity rating (S), kejadian/occurence (O) dan deteksi/detection (D). Nilai-nilai S, O dan D ini dinilai

dengan variabel input skala 1-10, serta dikelompokkan menjadi lima kategori tingkatan linguistik, yaitu Very Low (VL), Low (L), Moderate (M), High (H) dan Very High (VH). Kategori variabel input pada fuzzy FMEA disajikan pada Tabel 2. Ketiga input tersebut difuzzifikasi menggunakan fungsi keanggotaan untuk menentukan derajat keanggotaan masing-masing input.

Tabel 2. Kategori variabel input pada fuzzy FMEA

Nilai input

Kategori Severity Occurence Detection

1 1 1 Very Low (VL)

2, 3 2, 3 2, 3 Low (L)

4, 5, 6 4, 5, 6 4, 5, 6 Moderate (M)

7, 8 7, 8 7, 8 High (H)

9, 10 9, 10 9, 10 Very High (VH)

Output fuzzy FMEA berupa nilai fuzzy risk priority number (fuzzy RPN) yang digunakan untuk mewakili prioritas tindakan koreksi dengan skala nilai 1-1000. Fuzzy RPN ini dikategorikan dalam sembilan kelas interval, yaitu Very Low (VL), Very Low-Low (VL-L), Low (L), Low-Moderate (L-M), Moderate (M), Moderate- High (M-H), High (H), High-Very High (H-VH) dan Very High (VH). Kategori variabel output disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kategori variabel output pada fuzzy FMEA

Nilai output Kategori

1 – 50 Very Low (VL) 50 – 100 Very Low-Low (VL-L) 100 – 150 Low (L) 150 – 250 Low-Moderate (L-M) 250 – 350 Moderate (M) 350 – 450 Moderate-High (M-H) 450 – 600 High (H) 600 – 800 High-Very High (H-VH) 800 – 1000 Very High (VH)

Input fuzzy yang dihasilkan dievaluasi dengan menggunakan aturan-aturan fuzzy (IF-THEN rule), yaitu bagian IF sebagai variabel input fuzzy dan bagian THEN sebagai variabel output fuzzy. Contoh ”IF Severity is Very High AND Occurence is Low AND Detection is High, THEN FRPN is Very High”. Pada fuzzy FMEA ini, terdapat tiga variabel input (Severity, Occurence dan Detection) dengan lima tingkatan bahasa linguistik mulai dari Very Low (VL) sampai Very High (VH), sehingga akan diperoleh jumlah 125 (5x5x5) kombinasi basis aturan fuzzy, yang ditampilkan pada Gambar 4.

. Gambar 4. Skema aturan fuzzy FMEA (Puente et al. 2002 yang diacu dalam

Suharjito 2010)

Sistem inferensi fuzzy digunakan untuk menggabungkan aturan-aturan fuzzy IF-THEN dalam basis aturan dan implikasi fuzzy. Sistem ini dibangun dengan dua metode yaitu metode Mamdani dan Sugeno. Metode Mamdani merupakan metode yang paling sering digunakan dalam membahas metodologi fuzzy. Sistem inferensi minimum menggunakan operator min untuk "AND" pada sisi IF dari aturan fuzzy dan operator maks untuk "OR" dari aturan. Operator gabungan digunakan untuk mengagregasi kombinasi konsekuensi menjadi aturan tunggal. Hasil agregasi ini kemudian di-defuzzifikasi sehingga diperoleh nilai yang crisp. Ada beberapa metode defuzzifikasi yang digunakan yaitu metode centroid, bisector, mean of maximum (MOM), largest of maximum (LOM) dan smallest of maximum (SOM).

Multi Objective Programming

Multi objective programming merupakan metode optimasi dengan beberapa fungsi tujuan yang tunduk pada beberapa batasan. Solusi permasalahan pada multi objective programming ini diperoleh seperti penyelesaian pada optimasi dengan satu fungsi tujuan. Respon manajemen risiko rantai pasok dapat direpresentasikan dalam suatu model matematika multi-obyektif dimana obyektif yang ingin dicapai adalah obyektif majemuk yang saling konflik dengan tidak ada penyelesaian tunggal yang mendominasi. Bentuk umum formulasi modelnya terdiri dari beberapa obyektif (tujuan) maksimasi dan/atau minimasi dengan kendala-kendala persamaan dan/atau pertidaksamaan. Notasi matematikanya (Hadiguna 2010, Zitzler et al. 2002) adalah sebagai berikut :

Fungsi tujuan :

Maks/ min Z= fk(xn), k=1,2,…,K, n=1,2,…, N 20

gj(x) ≤0; j=1,2,…,m hl(x)= 0; l=1,2,…,e Dimana :

fk(x) = vektor fungsi obyektif dalam daerah kriteria layak Z k = jumlah fungsi tujuan (obyektif),

xn = vektor/variabel keputusan dalam daerah keputusan layak X n = jumlah variabel bebas x

m = jumlah kendala pertidaksamaan e = jumlah kendala persamaan

Daerah keputusan layak X didefinisikan sebagai :

x gj(x) ≤0, j=1, 2, …, m danhl(x) =0, l=1, 2, …, e Daerah kriteria layak Z didefinisikan sebagai :

{f(x)|x∈X}

Fungsi kendala :

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait