2.1 Ruang Contoh, Kejadian dan Peluang
Definisi 1 (Percobaan Acak)
Dalam suatu percobaan seringkali dilakukan pengulangan yang dilakukan dalam kondisi yang sama. Semua kemungkinan hasil yang akan muncul adalah diketahui, tetapi hasil pada percobaan berikutnya tidak dapat diduga dengan tepat. Percobaan semacam ini disebut percobaan acak.
(Hogg et al. 2005)
Definisi 2 (Ruang Contoh dan Kejadian)
Himpunan dari semua kemungkinan hasil dari suatu percobaan acak disebut ruang contoh, dinotasikan dengan Ω. Suatu kejadian � adalah himpunan bagian dari Ω.
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 3 (Medan-�)
Medan-� adalah suatu himpunan ℱ yang anggotanya terdiri atas himpunan bagian
dari ruang contoh Ω, yang memenuhi
kondisi berikut: 1. ∅ ∈ ℱ,
2. Jika � ∈ ℱ maka ��∈ ℱ,
3. Jika �1,�2, …∈ ℱ maka ⋃ �∞�=1 � ∈ ℱ.
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 4 (Ukuran Peluang)
Misalkan ℱ adalah Medan-� dari ruang contoh Ω. Ukuran peluang adalah suatu fungsi �:ℱ →[0,1] pada (Ω,ℱ) yang memenuhi:
1. �(∅) = 0,�(Ω) = 1,
2. Jika �1,�2, …∈ ℱ adalah
himpunan yang saling lepas yaitu
��∩ �� =∅ untuk setiap pasangan
� ≠ �, maka �(⋃∞ ��
�=1 ) = ∑∞�=1�(��).
(Grimmett & Stirzaker 1992)
2.2 Peubah Acak dan Fungsi Sebaran
Definisi 5 (Peubah Acak)
Misalkan ℱ adalah Medan-� dari ruang contoh Ω. Suatu peubah acak � adalah suatu
fungsi �:Ω → ℝ dengan sifat {� ∈
Ω: X(�)≤x}∈ ℱ untuk setiap � ∈ ℝ.
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 6 (Fungsi Sebaran)
Misalkan � adalah suatu peubah acak dengan ruang contoh Ω. Misalkan kejadian
�= (−∞,�]⊂ Ω maka peluang dari
kejadian � adalah
��(�) =�(� ≤ �) =��(�).
Fungsi �� disebut fungsi sebaran dari peubah acak �.
(Hogg et al. 2005)
Definisi 7 (Peubah Acak Diskret)
Peubah acak � dikatakan diskret jika nilainya hanya pada himpunan bagian yang terhitung dari ℝ.
(Grimmett & Stirzaker 1992) Catatan:
Suatu himpunan bilangan � disebut
terhitung jika � terdiri atas terhingga
bilangan atau anggota � dapat
dikorespondensikan 1-1 dengan bilangan bulat positif.
Definisi 8 (Peubah Acak Kontinu)
Peubah acak � dikatakan kontinu jika ada fungsi ��(�) sehingga fungsi sebaran
��(�) = � ��(�)��,
� −∞
� ∈ ℝ dengan �:ℝ →[0,∞) adalah fungsi yang terintegralkan. Fungsi � disebut fungsi kepekatan peluang dari �.
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 9 (Fungsi Massa Peluang)
Fungsi massa peluang dari peubah acak diskret � adalah fungsi �:ℝ →[0,1] yang diberikan oleh
��(�) =�(�=�).
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 10 (Fungsi Sebaran Bersama Dua Peubah Acak)
Fungsi sebaran bersama dua peubah acak
� dan � merupakan suatu fungsi �:ℝ2→ [0,1] yang didefinisikan sebagai
���(�,�) =�(� ≤ �,� ≤ �).
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 11 (Fungsi Massa Peluang Bersama dan Marjinal)
Misalkan � dan � peubah acak diskret, maka fungsi massa peluang bersama dari �
dan � adalah
���(�,�) =�2���(�,�) ���� ,
dan fungsi massa peluang marjinal dari peubah acak � adalah
��(�) =� ���(�,�).
�
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 12 (Fungsi Kepekatan Peluang Bersyarat)
Jika � dan � adalah peubah acak kontinu dan fungsi kepekatan peluang marjinal dari
� adalah ��(�) > 0 maka fungsi kepekatan peluang bersyarat dari � dengan syarat
�=� adalah
��|�(�|�) =���(�,�) ��(�) .
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 13 (Sebaran Poisson)
Suatu peubah acak � dikatakan
menyebar Poisson dengan parameter �, jika memiliki fungsi massa peluang:
��(�,�) =�−���
�! ;�= 0,1,2, …,
dengan �> 0.
(Hogg et al. 2005)
Definisi 14 (Sebaran Binomial Negatif)
Suatu peubah acak � dikatakan
menyebar Binomial Negatif dengan parameter � dan �, dinotasikan BN(�,�) jika memiliki fungsi massa peluang
��(�) =�[�=�] =��+� −� 1� ����;
�= 0,1,2, .. dengan �> 0, 0 <�< 1 dan
�= 1− �.
(Hogg et al. 2005)
2.3 Nilai Harapan, Ragam dan Momen
Definisi 15 (Nilai Harapan)
1. Jika � adalah peubah acak diskret dengan fungsi massa peluang ��(�),
maka nilai harapan dari �, didefinisikan sebagai
�(�) =� �
�
��(�),
asalkan jumlah di atas konvergen mutlak. 2. Jika � adalah peubah acak kontinu
dengan fungsi kepekatan peluang ��(�),
maka nilai harapan dari � adalah
�(�) = � ���(�)��,
∞ −∞
asalkan integral di atas konvergen mutlak.
(Hogg et al. 2005)
Definisi 16 (Nilai Harapan Bersyarat)
Misalkan � dan � adalah peubah acak kontinu dan ��|�(�|�) adalah fungsi kepekatan peluang bersyarat dari � dengan syarat �=�, maka nilai harapan dari �
dengan syarat �=� adalah
�[�|�=�] = � ���|�(�|�)��.
∞ −∞
(Hogg et al. 2005)
Definisi 17 (Ragam)
Ragam dari peubah acak � adalah nilai harapan kuadrat selisih antara � dengan nilai harapannya. Secara matematis dapat dituliskan sebagai
���(�) =�[(� − �[�])2] =�[�2]−(�[�])2.
4
Definisi 18 (Momen)
1. Jika � adalah peubah acak diskret dengan fungsi massa peluang ��(�),
maka momen ke-� dari �, didefinisikan sebagai
�(��) =� ��� ∞ �=1
��(��),
jika jumlah di atas konvergen. Jika jumlah di atas divergen, maka momen ke-� dari peubah acak � adalah tidak ada.
2. Jika � adalah peubah acak kontinu
dengan fungsi kepekatan peluang ��(�),
maka momen ke-� dari � didefinisikan sebagai
�(��) = � ����(�)��
∞ −∞
,
jika integral di atas konvergen. Jika integral di atas divergen, maka momen ke-� dari peubah acak � adalah tidak ada.
(Grimmett & Stirzaker 1992)
Definisi 19 (Fungsi Pembangkit Momen)
Fungsi pembangkit momen dari suatu peubah acak � didefinisikan sebagai
��(�) =�(���)
untuk � ∈ ℜ sehingga nilai harapan di atas ada.
(Grimmett & Stirzaker 1992)
2.4 Fungsi Kemungkinan
Definisi 20 (Fungsi Kemungkinan)
Misalkan �1, … ,�� adalah nilai contoh acak dari suatu sebaran dengan fungsi kepekatan peluang �(�;�), maka fungsi kepekatan peluang bersama dari �1, … . ,��
yang merupakan fungsi kemungkinannya adalah
�(�) =�(�1;�)�(�2;�) …�(��;�).
(Hogg et al. 2005)
Definisi 21 (Penduga Kemungkinan Maksimum)
Misalkan �1, … ,�� adalah nilai contoh acak berukuran � dari suatu sebaran dengan fungsi kepekatan peluang �(�;�). Penduga kemungkinan maksimum bagi � dinotasikan
dengan �� adalah nilai � yang
memaksimumkan fungsi kemungkinan
�(�1, … . ,��;�).
(Hogg et al. 2005)
2.5 Proses Stokastik dan Rantai Markov Definisi 22 (Proses Stokastik)
Proses stokastik didefinisikan sebagai himpunan peubah acak {��:���} untuk himpunan indeks � yang terhitung atau berhingga, atau {�(�):���} untuk himpunan indeks � yang tak terhitung.
(Ghahramani 2005)
Definisi 23 (Rantai Markov)
Sebuah proses stokastik {��:�= 0, 1, … } dengan ruang state terbatas atau tak terbatas yg terhitung disebut rantai markov, jika untuk semua �,�,�0, … ,��−1∈ �, dan
�= 0,1,2, …,
�(��+1=�|�� =�,��−1=��−1, … ,�0=�0) =�(��+1 =�|�� =�).
Sistem bonus malus praktis terdiri dari sebuah tabel yang berisi kelas premi sebanyak �. Tingkat premi berhubungan erat dengan setiap kelas dalam tabel tersebut. Premi di kelas rendah tidak lebih besar dibanding premi di kelas tinggi. Pertama kali masuk dalam sistem bonus malus pemegang polis berada di kelas dengan tingkat premi 100%. Kemudian, untuk periode berikutnya kelas yang diduduki pasti berubah. Jika tidak ada klaim maka pada periode berikutnya pemegang polis menempati kelas yang lebih rendah. Hal ini berarti pemegang polis membayar premi 100% ke bawah. Premi di bawah 100% berarti pemegang polis mendapatkan bonus. Sebaliknya, jika ada klaim maka pada periode berikutnya pemegang polis menempati kelas yang lebih tinggi sehingga pemegang polis membayar premi 100% ke atas. Premi di atas 100% berarti pemegang polis mendapatkan malus. Sebuah aturan menentukan pergerakan pemegang polis dalam sistem bonus malus sesuai dengan banyak klaim yang dilaporkan oleh pemegang polis ke perusahaan setiap tahun. Aturan ini disebut aturan transisi. Dalam karya ilmiah ini disusun sebuah metodologi yang bertujuan untuk mengubah suatu sistem bonus malus. Beberapa contoh numerik digunakan untuk menjelaskan metodologi tersebut.
Misalkan sistem bonus malus saat ini diasumsikan sebagai berikut.
-Banyak kelas � adalah 9. Kelas minimum adalah 0 dan kelas maksimum adalah 8. -Pintu masuk sistem bonus malus adalah
kelas 4.
-Jika pemegang polis tidak mengajukan klaim pada tahun tertentu maka pemegang polis turun sebanyak satu kelas pada tahun berikutnya.
kelas tiap satu klaim.
Tabel 1. Premi sistem bonus malus saat ini
� 0 1 2 3 4 5
�� 75 80 90 95 100 150
� 6 7 8 - - -
�� 170 185 250 - - - Kemudian, sistem bonus malus baru diasumsikan sebagai berikut.
- Banyak kelas � adalah 9. Kelas minimum adalah 0 dan kelas maksimum adalah 8. - Pintu masuk sistem bonus malus adalah
kelas 4.
-Jika pemegang polis tidak mengajukan klaim pada tahun tertentu maka pemegang polis turun sebanyak satu kelas pada tahun berikutnya.
-Jika pemegang polis mengajukan klaim maka pemegang polis menempati kelas 8 (tanpa melihat banyaknya klaim yang diajukan).
Tingkat premi untuk sistem bonus malus baru tersebut (sistem bonus malus praktis) perlu dicari.
Tabel 2. Sebaran frekuensi klaim teramati Banyak Kecelakaan Banyak Pemegang Polis 0 103704 1 14075 2 1766 3 255 4 45 5 6 6 2
6
3.2 Sebaran Hofmann
Berdasarkan Paris dan Walhin (1999b), pembangunan sistem bonus malus optimal bersifat tidak halus jika menggunakan sebaran Poisson Campuran Nonparametrik. Oleh karena itu, pembangunan sistem bonus malus optimal dalam karya ilmiah ini menggunakan prinsip nilai harapan dengan fungsi peluang yang menggunakan sebaran Hofmann.
Sebaran Hofmann didefinisikan sebagai berikut. Π(0,�) =�−�(�), (�+ 1)�(�+ 1,�) = �� (1 +��)��ΓΓ(�(�+)��!) � �=0 �1 +�������(� − �,�) �′(�) = � (1 +��)� , �(0) = 0.
Pendefinisian sebaran Hofmann di atas menggunakan fungsi rekursif pada algoritme Panjer. Pendefinisian sebaran Hofmann tersebut dapat ditulis dalam bentuk lain, yaitu dengan menggunakan bentuk turunan fungsi. Sebaran Hofmann yang didefinisikan dalam bentuk turunan fungsi adalah sebagai berikut. Π(0,�) =�−�(�), Π(�,�) = (−1)��� �!Π(�)(0,�); �= 1,2, …, �′(�) = � (1 +��)� , �(0) = 0.
Turunan ke- � dari peluang Π(0,�) adalah Π(�)(0,�). Jika bentuk �′(�) diintegralkan maka dihasilkan �(�) sebagai berikut.
�(�) = ⎩ ⎪ ⎨ ⎪ ⎧ � �� ;�= 0 �ln(1 +��) ;�= 1 � �(1− �)[(1 +��)1−�−1] ;����������. Hasil penghitungan integral �′(�) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Jika sebaran Hofmann ini dianalisis untuk �= 0 maka sebaran ini menjadi sebaran
Poisson. Kemudian, untuk �= 1 sebaran ini
menjadi sebaran Binomial Negatif (Paris dan Walhin (1999b)). Analisis sebaran Hofmann
untuk �= 0 dan �= 1 dapat dilihat pada
Lampiran 2.
3.3 Sistem Bonus Malus Optimal
Sistem bonus malus itu hanya tergantung pada banyak kecelakaan yang disebabkan oleh sesuatu yang diasuransikan pada periode sebelumnya (Paris & Walhin (1999b)). Sistem bonus malus optimal dipengaruhi banyak klaim dan banyak tahun yang
teramati. Pada umumnya, banyak klaim �(�)
pada selang (0,�] dianggap sebagai proses
Poisson Campuran dengan fungsi peluang sebagai berikut. ℙ[�(�) =�|Λ] =Π(�,�|Λ) =�−Λ�(Λ�)� �! , ℙ[�(�) =�] =Π(�,�) =� �−λ�(λ�)� �! ∞ 0 dU(λ),
dengan Λ adalah peubah acak dengan fungsi
sebaran �(�).
Informasi yang mengandung banyak
kecelakaan selama � tahun pertama sangat
diperlukan untuk menghitung premi pada tahun ke-� (premi posterior). Premi posterior itu adalah �[�(�+ 1)− �(�)|�(�) =�] =�(Λ|�(�) =�) =�+ 1 � �(�+ 1,�) �(�,�) .
Pembuktian dari rumus premi posterior dapat dilihat pada Lampiran 3. Rumus premi posterior ini menggunakan prinsip premi nilai harapan.
Selanjutnya, premi prior ditetapkan sebesar 100% sehingga disusun sebuah tabel bonus malus optimal yang terdiri dari dua entri, yaitu entri � dan entri �. Entri � menyatakan banyak tahun yang diamati dan
entri � menyatakan banyak klaim yang
diamati. Dalam karya ilmiah ini dipilih nilai �= 1,2, … ,10 dan �= 0,1, … ,4. Nilai premi dalam tabel bonus malus optimal untuk setiap � dan � ditulis dengan rumus sebagai berikut: �(�,�) =100 �Λ �+1 � �(�+1,�) �(�,�) . (3.1) Tabel 3. Kerangka sistem bonus malus
optimal �/� 0 1 2 3 4 1 �(0,1) �(1,1) �(2,1) �(3,1) �(4,1) 2 �(0,2) �(1,2) �(2,2) �(3,2) �(4,2) ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ 10 �(0,10) �(1,10) �(2,10) �(3,10) �(4,10)
Nilai �(�,�) untuk menghitung premi
sistem bonus malus optimal dihitung
berdasarkan sebaran Hofmann. Namun, masalahnya adalah sebaran frekuensi klaim
yang dilaporkan menggunakan sebaran
Poisson Campuran Nonparametrik sehingga
parameter sebaran Hofmann (�,�, dan �)
dicari dengan pemasangan tiga momen pertama dari sebaran Poisson Campuran Nonparametrik dan sebaran Hofmann, yaitu: � ���� =�,
� �=1
� �������+ 1� � �=1 =�+���+�2, � �������2 + 3��+ 1�= � �=1 �(�+���) +�(1 +�)2+���(1 +�) + (1 +�)��2�. Dengan menggunakan rumus tersebut maka
diperoleh nilai �= 0.2223, �= 0.1897, �=
1.0452. Uraian untuk memperoleh nilai parameter sebaran Hofmann ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
Perhatikan bahwa rumus untuk menghitung premi dalam tabel bonus malus optimal di atas berdasarkan prinsip nilai harapan. Prinsip premi lainnya juga dapat digunakan untuk menyusun tabel bonus malus optimal. Dalam Paris dan Walhin (1999b), prinsip utilitas nol dengan sebuah fungsi utilitas eksponensial digunakan untuk menyusun tabel bonus malus optimal. Sedangkan, dalam Paris dan Walhin (1999a), tabel bonus malus optimal diperoleh dengan menggunakan sebaran kerugian ekponensial. Namun, contoh numerik menunjukan bahwa penghitungan premi bonus malus optimal dengan menggunakan berbagai prinsip premi tersebut tidak menghasilkan tabel yang berbeda secara signifikan.
3.4 Kelaparan Bonus dan Sebaran Frekuensi Klaim Aktual
Jika perusahaan asuransi menggunakan sistem bonus malus yang bebas dari besaran klaim maka seorang pemegang polis cenderung untuk tidak melaporkan klaim yang berukuran kecil. Hal ini berarti pemegang polis lebih memilih untuk menanggung resiko daripada melaporkannya ke perusahaan asuransi sehingga harus membayar premi yang lebih tinggi pada periode berikutnya karena mendapatkan malus. Lemaire (1977) menyebutkan fakta seperti ini adalah kelaparan bonus.
Algoritme Lemaire (1977) memberikan retensi optimal dari pengendara sebagai fungsi tingkat preminya. Algoritme itu memiliki hipotesis-hipotesis sebagai berikut.
-Sebuah sistem bonus malus terdiri dari � kelas �= 0, … . ,� −1.
-Frekuensi klaim pemegang polis
menyebar Poisson dengan nilai harapan �.
-Sebaran besaran klaim adalah � dengan
fungsi sebaran kumulatif adalah ��(�).
-Ramalan tingkat diskon untuk masa depan
dilambangkan dengan �.
-Waktu tersisa hingga pembayaran premi
berikutnya adalah 1− � dengan 0≤ �< 1.
Sebagai contoh numerik berkaitan hipotesis algoritme tersebut maka digunakan data, nilai, atau asumsi sebagai berikut.
-Sistem bonus malus diberikan pada Tabel
6.
-Sebaran besaran klaim � adalah menyebar eksponensial dengan nilai harapan �:
��(�) =�1− �−�� ;� ≥0 0 ;�< 0.
- Sebaran besaran klaim aktual adalah
eksponensial dengan parameter �= 84.86, �= 6%, dan �=12.
-Proporsi ��,�= 1, … ,� tetap sama baik frekuensi klaim aktual maupun yang teramati.
Misalkan �� adalah parameter Poisson dari
pemegang polis ke-� untuk peubah acak yang
merepresentasikan banyak klaim yang dilaporkan dalam sistem bonus malus saat ini. Berdasarkan data sebaran frekuensi klaim yang teramati pada Tabel 2 maka diperoleh �1= 0.05461, �2= 0.24599, �3= 0.95618,
�1= 0.56189, �2= 0.41463, �3= 0.02348. Uraian ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai-nilai tersebut memiliki arti bahwa dalam sistem bonus malus ini terdapat tiga jenis pengendara dengan penjelasan bahwa 56% pengendara menunjukkan frekuensi
klaim sebesar 0.05461, sekitar 41%
pengendara menunjukkan frekuensi klaim sebesar 0.24599 dan sekitar 2% menunjukkan frekuensi klaim sebesar 0.95618. Pada
umumnya ada � jenis pengendara. Dalam
karya ilmiah ini dibahas tiga jenis
pengendara.
Penghitungan sebaran stasioner dan sebaran transien dalam karya ilmiah ini menggunakan asumsi bahwa dalam satu tahun banyaknya kecelakaan itu menyebar Poisson. Karena terdapat tiga jenis pengendara maka diperoleh tiga jenis sebaran stasioner dan tiga jenis sebaran transien.
Adapun rumus-rumus yang dipakai dalam penghitungan sebaran stasioner dan sebaran transien adalah sebagai berikut.
�∞(�) = lim�→∞(��)��0(�) ; �0 diberikan, ��(�) = (��)��0(�),
keterangan:
��: transpos dari matriks transisi, �∞(�): sebaran stasioner untuk � tertentu, ��(�): sebaran transien ke-� untuk � tertentu, �0(�): sebaran awal untuk � tertentu.
Perlu diketahui bahwa sebaran stasioner ini bebas terhadap sebaran awal dan sebaran awal diasumsikan sama untuk setiap �.
Hasil yang diperoleh dari perhitungan sebaran adalah sebagai berikut.
8
-Sebaran stasioner, sebaran transien, dan
sebaran awal untuk �1= 0.05461 �∞(�1) = { 0.646049,0.0362619,0.0382972, 0.0404467,0.042717,0.0451146, 0.0476468,0.0503212,0.0531457}, �2(�1) = { 0.62327,0.0702882,0.037744, 0.0395371,0.0409716,0.0384613, 0.0462611,0.0503212,0.0531457}, �4(�1) = {0.655637,0.0354463,0.0367324, 0.0344818,0.0414746,0.0451146, 0.0476468,0.0503212,0.0531457}, �0(�1) = {0.5729,0.0562,0.0661,0.0784, 0.0421,0.0441,0.0457,0.0429,0.0516}.
-Sebaran stasioner, sebaran transien, dan
sebaran awal untuk �2= 0.24599
�∞(�2) = { 0.139747,0.0389737,0.0498429, 0.0637434,0.0815206,0.104256, 0.133331,0.170515,0.21807}, �2(�2) = {0.425055,0.0479349,0.0257406, 0.0269634,0.0279416,0.0262297, 0.031549,0.170515,0.21807}, �4(�2) = {0.304931,0.0164858,0.0170839, 0.0160372,0.0192895,0.104256, 0.133331,0.170515,0.21807}, �0(�2) = {0.5729,0.0562,0.0661,0.0784, 0.0421,0.0441,0.0457,0.0429,0.0516}.
-Sebaran stasioner, sebaran transien, dan
sebaran awal untuk �3= 0.24599
�∞(�3) = {0.000476311,0.000762925,0.00198493, 0.00516428,0.0134361,0.0349572, 0.0909496,0.236627,0.615642}, �2(�3) = {0.102703,0.0115821,0.00621949, 0.00651495,0.00675132,0.00633767, 0.00762294,0.236627,0.615642}, �4(�3) = {0.0178023,0.000962462,0.000997382, 0.000936273,0.00112615,0.0349572, 0.0909496,0.236627,0.615642}, �0(�3) = {0.5729,0.0562,0.0661,0.0784, 0.0421,0.0441,0.0457,0.0429,0.0516}. Penghitungan sebaran stasioner dan sebaran transien ini dapat dilihat pada Lampiran 6. 3.5 Sistem Bonus Malus Praktis
Sistem bonus malus optimal yang dideskripsikan pada bagian sebelumnya sulit untuk diaplikasikan karena banyak kelas tak terbatas. Sistem bonus malus seperti ini cukup rumit untuk para pemegang polis. Oleh karena itu, sebagian besar negara-negara
Eropa menggunakan sistem bonus malus dengan banyak kelas terbatas.
Pada dasarnya, sistem bonus malus dengan banyak kelas terbatas mempunyai sifat Markov. Aturan transisi adalah sebuah aturan yang mengatur pergerakan posisi pemegang polis dalam sistem bonus malus yang terdiri kelas-kelas tersebut. Posisi pemegang polis dipengaruhi oleh klaim yang dilaporkan tahunan.
Jika banyak kelas telah dipilih dan aturan transisi telah ditentukan maka selanjutnya adalah menghitung tingkat premi untuk setiap kelas. Penghitungan ini sudah dijelaskan oleh Coene dan Doray (1996). Metode Coene dan Doray (1996) adalah meminimumkan jarak tertentu antara tingkat premi sistem bonus malus praktis dengan tingkat premi sistem bonus malus optimal yang bersesuaian. Dalam karya ilmiah ini digunakan metode yang sama dengan Coene dan Doray (1996) tapi dengan beberapa perubahan.
Hal yang harus pertama kali dibangun adalah tabel �(�,�) yang paralel dengan tabel �(�,�). Tabel �(�,�) berisi nilai-nilai berbeda dari �� sebagai fungsi dari � dan �.
Tabel 4. Nilai premi yang pararel dengan nilai premi sistem bonus malus optimal
�/� 0 1 2 3 4 0 �4 − − − − 1 �3 �8 … … �8 2 �2 �8/�7 … … �8/�7 3 �1 �8/�7 /�6 … … �8/�7 /�6 4 �0 �8/�7 /�6/�5 … … �8/�7 /�6/�5 5 �0 �8/�7 /�6/�5 /�4 … … �8/�7 /�6/�5 /�4 ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ 10 �0 �8/�7 /. ./�0 … … �8/�7 /. ./�0
Coene dan Doray (1996) memilih kelas
maksimum untuk �(�,�) karena kelas
maksimum itu kelas yang paling mungkin. Namun, perhatikan bahwa tidaklah sulit untuk mencari peluang dari kejadian ��(�) = �,�(�,�)=��]. Misalkan didefinisikan rumus dari � yaitu �(�,�,�) =���(�) =�,�(�,�)= ��]. Rumus untuk � ini valid untuk proses
Poisson Campuran sehingga dapat didefinisikan juga bahwa
Ρ��(�) =�,�(�,�)=���=�[�(�)− �(� −1) =��, … ,�(1)− �(0) =�1]. Metode penghitungan nilai premi tiap kelas adalah dengan meminimumkan kesalahan kuadrat bobot alami ∑(�,�,�)�(�,�,�)[�(�,�)− ��]2. Prosedur minimisasi ini mirip dengan prosedur yang diturunkan oleh Coene dan Doray (1996).
3.6 Tahapan untuk Menemukan Premi Sistem Bonus Malus Praktis
Tahap-tahap dalam penentuan sistem bonus malus praktis adalah sebagai berikut. Tahap pertama
- Pilih banyak kelas dari sistem bonus malus praktis dan aturan transisi.
- Gunakan sebaran frekuensi klaim aktual sebagai taksiran awal untuk sebaran frekuensi klaim yang diamati di masa depan.
Tahap kedua
- Gunakan sebaran frekuensi klaim yang
diamati di masa depan sebagai sebaran
Poisson Campuran Nonparametrik
untuk menemukan sebaran frekuensi klaim yang diamati dalam bentuk sebaran Hofmann dengan pemasangan tiga momen pertama.
- Dari sebaran Hofmann diperoleh tabel
bonus malus optimal.
- Dari tabel bonus malus optimal
diperoleh tingkat premi dari sistem bonus malus praktis.
Sampai tahap ini telah ditemukan premi sistem bonus malus praktis. Berikut ini adalah sebuah program minimisasi untuk menentukan premi sistem bonus malus praktis. ���� � � �(�,�,�)[�(�,�)− ��]2 8 �=0 10 �=1 4 �=0 kendala:
�� adalah bilangan bulat,
�4= 100, ��+1− ��≥0, � �∞(�)��≥100, 8 �=0 � �0(�)��≥100, 8 �=0 � �2(�,�0)��≥100, 8 �=0 � �4(�,�0)��≥100, 8 �=0 dimana �0= {0.5729, 0.0562, 0.0661, 0.0784, 0.0421, 0.044, 0.0457, 0.0429, 0.0516 }.
Komponen ke-� dari sebaran stasioner
pengendara dalam sistem bonus malus dilambangkan dengan �∞(�), komponen ke-� dari sebaran transien pengendara pada waktu � dilambangkan dengan ��(�,�0) dan sebaran awal �0 diberikan dalam sistem bonus malus. Misalkan ��′ adalah parameter Poisson dari
pemegang polis ke-� untuk peubah acak yang
merepresentasikan banyak klaim yang sebenarnya. Sebaran frekuensi klaim aktual yang digunakan adalah �1′ = 0.0650,�2′ = 0.3840, �3′ = 1.1293, �1= 0.56189,�2= 0.414 63, �3= 0.0235. Nilai parameter sebaran Hofmann yang diperoleh dengan pemasangan
tiga momen pertama adalah �= 0.223, �=
0.1897, �= 1.0452. Sebaran Hormann ini digunakan dalam persamaan (3.1) untuk memperoleh premi pada tabel bonus malus optimal.
Tabel 5. Premi sistem bonus malus optimal
�/� 0 1 2 3 4 1 83 158 232 305 377 2 71 136 199 262 325 3 62 119 175 230 285 4 55 106 156 205 254 5 40 96 140 185 229 6 45 87 128 168 209 7 41 80 117 154 192 8 38 74 108 143 177 9 53 68 101 133 164 10 33 64 94 124 154
Lampiran 7 menjelaskan penghitungan Tabel 5 tersebut.
Karena terdapat tiga jenis pengendara maka tabel bonus malus praktis yang diperoleh dengan memecahkan prosedur minimisasi tersebut ada sebanyak tiga buah. Tabel 6. Sistem bonus malus praktis untuk
�1= 0.05461
� 0 1 2 3 4 5
�� 94 94 94 97 100 115
� 6 7 8 - - -
10
Tabel 7. Sistem bonus malus praktis untuk �2= 0.24599
� 0 1 2 3 4 5
�� 93 93 93 100 100 118
� 6 7 8 - - -
�� 122 127 137 - - -
Tabel 8. Sistem bonus malus praktis untuk �3= 0.95618
� 0 1 2 3 4 5
�� 93 93 93 100 100 118
� 6 7 8 - - -
�� 122 127 137 - - -
Uraian terkait penghitungan dalam memperoleh ketiga tabel bonus malus praktis tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9.
Penghitungan peluang �[�,�,�] yang
digunakan dalam program LINGO 11 untuk
mencari sistem bonus praktis dapat dilihat pada Lampiran 8. Kelas sistem bonus malus praktis pada program LINGO 11 tidak bisa dimulai dari nol karena akan membuat
program menjadi error. Oleh karena itu,
kelas dalam program LINGO 11 diawali dari
kelas satu dan berakhir di kelas sembilan. Jadi, ketika di output LINGO 11 tertulis �1 itu artinya �0, �2 itu artinya �1 dan seterusnya.
3.7 Algoritme Lemaire untuk Penentuan Retensi Limit Optimal
Retensi limit optimal digunakan oleh pemegang polis sebagai batas atau dasar biaya klaim yang dilaporkan ke perusahaan. Ini berarti bahwa jika biaya klaim di atas retensi limit maka sebaiknya pemegang polis melaporkan klaim ke perusahaan. Namun, jika biaya klaim di bawah retensi limit maka sebaiknya pemegang polis menanggung biaya klaim itu. Sistem bonus malus dalam karya ilmiah ini tidak mempertimbangkan besaran klaim tapi yang dipertimbangkan adalah banyak klaim. Penjelasan pada bagian
sebelumnya menyebutkan bahwa jika
pemegang polis mengajukan klaim maka posisi kelas pemegang polis meningkat yang mengakibatkan besarnya premi yang dibayarkan pada periode berikutnya meningkat pula.
Misalkan ��(�,�) adalah retensi limit optimal untuk seorang pemegang polis dengan frekuensi kecelakaan berkala yang diharapkan � yang terjadi pada kelas � dalam
sistem bonus malus. Asumsikan bahwa pemegang polis ini telah menyebabkan suatu
kecelakaan dengan biaya � pada waktu �,
0≤ � ≤1. Jika � adalah fungsi kepekatan peluang dari biaya kecelakaan dan peluang ��(�) yang menyatakan bahwa pemegang
polis pada kelas � tidak melaporkan
kecelakaan ke perusahaan adalah ��(�) =� �(�)��.
��(�,�)
�=0
Peluang yang menyatakan bahwa
pemegang polis ini melaporkan tepat �
kecelakaan ke perusahaan selama satu tahun dinyatakan sebagai ���(�|�). Peluang ini dinyatakan dalam ekspresi binomial.
���(�|�) =�exp(−�)�ℎ ℎ! ∞
ℎ=� �ℎ��(1− ��(�))� (��(�))ℎ−�.
Rataan banyak kecelakaan yang dilaporkan
oleh pemegang polis pada kelas � ke
perusahaan dinyatakan sebagai �̅�. �̅�=� ����(�|�)
∞ �=0
.
Biaya yang diharapkan dari kecelakaan yang tidak dilaporkan untuk pemegang polis pada kelas � adalah
��(�) = 1
��(�)� ��(�)��. ��(�,�)
�=0
Rataan biaya total berkala yang ditanggung
oleh pemegang polis pada kelas � adalah
�� �������(�,�)�=��+� 1 1+�� 1 2 ��(�)(� − �̅�)
dimana �� besarnya premi yang dibayarkan
pada permulaan tahun dalam sistem bonus malus. Misalkan ��(�) adalah nilai sekarang dari semua pembayaran yang dibuat oleh pemegang polis dengan frekuensi klaim tahunan yang diharapkan � terjadi pada kelas �. ��(�) =���������(�,�)�
+� 1
1+�� ∑∞�=0���(�|�)���(�)(�). (3.2) Misalkan seorang pemegang polis pada kelas � mengalami kecelakaan dengan biaya � pada waktu �, 0≤ � ≤1. Pemegang polis ini dihadapkan pada dua pilihan sebagai berikut.
-Pemegang polis tidak mengklaim
kecelakaan ke perusahaan dan biaya sekarang yang diharapkan adalah
�1 +1��−����������(�,�)�+�+ �1 +1�� 1−� � ���(�|�(1− �)) ∞ �=0 ���+�(�)(�).
-Pemegang polis melaporkan kecelakaan
ke perusahaan dan biaya sekarang yang diharapkan adalah
�1 +1��−����������(�,�)�+ � 1 1 +�� 1−� � ���(�|�(1− �)) ∞ �=0 ���+�+1(�)(�). Retensi limit optimal ��(�,�) adalah
besaran klaim � yang mana pemegang polis
menyamakan nilai dari kedua peluang tersebut. ��(�,�) =� 1 1+��1−�∑∞ �������(1− �)� �=0 (���+�+1(�)(�)− ���+�(�)(�))
(3.3)
untuk �= 0,1, … ,�. Perhatikan bahwa
persamaan (3.3) tidak menunjukkan ekspresi eksplisit untuk retensi optimal karena ���(�|�(1− �)) mengandung ��(�,�). Oleh karena itu, strategi optimal diperoleh dengan menggunakan algoritme Lemaire berikut.
Iterasi pertama
Bagian A. Mulai dari ��[0](�,�) = 0 untuk �= 0,1, … ,�. Itu artinya pemegang polis melaporkan semua kecelakaanya ke perusahaan sehingga persamaan (3.2) menjadi ��(�) =��+�1 +1�� �exp(−�)�� �! ∞ �=0 ���(�)(�). Ini menghasilkan biaya awal �0(�).
Bagian B. Biaya awal �0(�) ini disubstitusi ke persamaan (3.3) yang mereduksi menjadi
��[1](�,�) =� 1 1 +�� 1−� �exp(−(1−t)λ) ∞ �=0 ((1− �)�)� �! (���+�+1(�)(�)− ���+�(�)(�)) �= 0,1, … ,�. Iterasi kedua
Bagian A. Substitusi ��[1](�,�) ke persamaan (3.2) sehingga diperoleh biaya baru yang bersesuaian. Biaya ini lebih kecil dari pada biaya awal.
Bagian B. Substitusi biaya baru tersebut ke persamaan (3.3) sehingga diperoleh retensi limit yang baru, yaitu ��[2](�,�),�= 0,1, … ,�.
Iterasi berikutnya
Substitusikan berturut-turut retensi limit optimal dan biaya yang sudah diperbaharui ke dalam persamaan (3.2)-(3.3) sehingga diperoleh barisan nilai retensi limit optimal dengan biaya yang tereduksi.
Adapun dalam karya ilmiah ini hanya mencari retensi optimal untuk sistem bonus
malus dengan �1= 0.05461.. Retensi limit
optimal untuk sistem bonus malus dengan �2= 0.24599, �3= 0.95618 dapat dicari dengan cara yang sama.
Tabel 9. Retensi limit optimal untuk pemegang polis dalam sistem bonus malus dengan �1= 0.05461 dan �= 0
� 0 1 2 3 4 5
�� 110 110 110 110 107 101
� 6 7 8 - - -
�� 81 59 33 - - -
Tabel 10. Retensi limit optimal untuk pemegang polis dalam sistem bonus malus dengan �1= 0.05461 dan �> 0
� 0 1 2 3 4 5
�� 0 0 0 0 0 0
� 6 7 8 - - -
�� 0 0 0 - - -
Dengan demikian, retensi limit optimal adalah sebuah fungsi dari tingkat premi ke-� dalam sistem bonus malus, tingkat diskon �,
frekuensi klaim tahunan yang diharapkan �,
waktu � terjadi kecelakaan, banyaknya �
klaim sebelumnya yang dilaporkan ke perusahaan pada permulaan periode asuransi. Uraian tentang algoritme Lemaire untuk menghitung retensi optimal di atas dapat dilihat pada Lampiran 10.
IV SIMPULAN
Sebaran Hofmaan merupakan suatu sebaran yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat premi sistem bonus malus optimal. Sebaran Hofmann juga dapat diturunkan menjadi sebaran Poisson Campuran dan sebaran Binomial Negatif.
Premi sistem bonus malus praktis dapat dihitung dengan cara meminimumkan jarak antara premi sistem bonus malus praktis dengan premi sistem bonus malus optimal yang bersesuaian.
Sebaran stasioner dan sebaran transien sedikit mempengaruhi premi dalam suatu sistem bonus malus praktis. Salah satu sistem bonus malus praktis dari tiga sistem bonus malus yang sudah diperoleh telah berhasil dihitung nilai retensi limit optimal untuk setiap kelasnya. Penghitungan retensi limit optimal ini menggunakan Algoritme