• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa konsep yang relevan menjadi landasan untuk menjelaskan mengenai kebahasaan yang mengalami interferensi sehingga mempengaruhi komunikasi mahasiswa dalam bahasa Inggris tulis. Teori yang dimaksud adalah

2.3.1 Analisis Kesalahan

Kajian ini pada dasarnya bertumpu pada pendekatan analisis kesalahan, khususnya konsep interlanguage bersumber dari tulisan Larry Selinker (Richards, 1974:31). Menurut Selinker untuk menggambarkan faktor-faktor terjadinya interferensi, selain faktor bersifat kebahasaan juga perlu dipertimbangkan struktur

psikologis orang dewasa pada waktu ia berusaha memahami atau memproduksi kalimat bahasa kedua. Selain faktor psikologis, sebagai tambahan dari aspek kebahasaan, analisis kesalahan secara garis besarnya akan memuat deviasi penggunaan bahasa akibat dari: addition, penambahan item yang tidak perlu, alteration, penggantian item yang tidak seharusnya terjadi, deletion, pengurangan atau penghilangan item yang tidak sewajarnya dan redundant penggunaan yang berlebihan.

Teori analisis kontrastif mencoba untuk memprediksi dan menerangkan kebiasaan pembelajar dengan mengacu pada persamaan dan perbedaan antara bahasa asli dan bahasa target dan dipandang dari sudut sistem ini. Teori ini juga menunjukkan suatu strategi bagi ilmu dalam pembelajaran bahasa.

Dalam hal ini pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan analisis kontrastif yang mengacu pada analisis kesalahan, yaitu dua model bahasa yang berbeda dapat dijelaskan dengan fitur atau ciri tertentu dari bahasa berdasarkan struktur movement dalam sintaksis. Pada analisis kontrastif, secara tidak langsung membandingkan antara bahasa dan budaya.

Pada konsep analisis kontrastif beranjak dari konsep yang dimiliki oleh linguistik kontrastif yang merupakan cabang linguistik terapan. Dalam hal ini cabang linguistik tersebut memakai batasan konsep, metodologi, dan hasil analisis linguistik murni yang digunakan dalam bermacam-macam kepentingan, misalnya untuk pendidikan bahasa, penerjemahan, atau leksikografi.

Seorang tokoh yang bernama Whitfield (2005) mengatakan bahwa kemahiran berbahasa Inggris tidak menjamin kelancaran komunikasi antarbudaya

jika tidak dilengkapi dengan kemahiran berkomunikasi antarbudaya. Sesungguhnya, pola pada setiap bahasa mempunyai bentuk yang rumit dan pengajaran bahasa selalu dihadapkan pada masalah lingkup materi sebagaimana berikut ini, apa yang diajarkan dan bagaimana caranya? Dalam banyak kasus semacam itu, pertanyaannya adalah bagaimana belajar komunikasi antarbudaya. Pada hal seperti ini telah menggiring konsep linguistik kontrastif berubah menjadi analisis kontrastif. Berkembangnya linguistik kontrastif atau analisis kontrastif didukung dalam proses pertumbuhan linguistik selanjutnya.

Objek untuk analisis kontrastif bahasa terhadap analisis struktur kalimat mengacu pada bilingualisme atau dwibahasa seperti pernyataan Walters (2005:4) dalam bukunya yang berjudul Bilingualism mengutip bahwa my focus on structural as well as functional aspects of bilingualism is an attempt to integrate methods and findings in a model of bilingual processing.

Bilingualisme berfokus pada bahasa dan struktur yang digunakannya, tujuan utama dalam mempelajari berbagai macam masalah bilingualisme yaitu untuk menentukan properti tata bahasa internal dari bilingual. Dan secara spesifik berkaitan dengan kendala interferensi yang terjadi pada grammar.

2.3.2 Interferensi

Interferensi seperti dikemukakan oleh Richards (1975:36) didefinisikan sebagai penggunaan unsur dari satu bahasa pada waktu menggunakan/ berbicara bahasa lain dan hal ini bisa ditemukan pada aspek bunyi, morfologi, sintaksis dan kosakata, seperti kutipan berikut ini

“The problems happen is a matter of interference which may be defined as the use of elements from one language while using/ speaking another and may be found at the levels of pronunciation, morphology, syntax, and vocabulary”.

Dalam kaitan dengan komunikasi, pendapat David Crystal (1985:5) pantas dikemukakan, yakni bahwa belajar bahasa Inggris merupakan suatu proses pemerolehan kompetensi linguistik dan komunikasi, istilah akuisisi disini adalah tidak merujuk perkembangan bahasa pada anak tetapi digunakan dalam konteks pembelajaran bahasa asing. Seperti kutipan

“Learning English is an acquisition process of linguistic and communication competence. The term acquisition employed here does not refer to the growth of language in children but is used in the context of learning a foreign language.

Menurut Bawa (1981: 8), ada tiga ciri pokok perilaku atau sikap bahasa. Ketiga ciri pokok sikap bahasa itu adalah (1) language loyality, yaitu sikap loyalitas/ kesetiaan terhadap bahasa, (2) language pride, yaitu sikap kebanggaan terhadap bahasa, dan (3) awareness of the norm, yaitu sikap sadar adanya norma bahasa. Jika wawasan terhadap ketiga ciri pokok atau sikap bahasa itu kurang sempurna dimiliki seseorang, berarti penutur bahasa itu bersikap kurang positif terhadap keberadaan bahasanya. Kecenderungan itu dapat dipandang sebagai latar belakang munculnya interferensi. Dari segi kemurnian bahasa, interferensi pada tingkat apa pun (fonologi, morfologi dan sintaksis) merupakan penyakit yang merusak bahasa, jadi perlu dihindari (Chaer dan Agustina (1998: 165).

Jendra (1991:105) menyatakan bahwa dalam interferensi terdapat tiga unsur pokok, yaitu bahasa sumber atau bahasa donor, yaitu bahasa yang menyusup unsur-unsurnya atau sistemnya ke dalam bahasa lain; bahasa penerima

atau bahasa resipien, yaitu bahasa yang menerima atau yang disisipi oleh bahasa sumber; dan adanya unsur bahasa yang terserap (importasi) atau unsur serapan. Dalam komunikasi bahasa yang menjadi sumber serapan pada saat tertentu akan beralih peran menjadi bahasa penerima pada saat yang lain, dan sebaliknya. Begitu juga dengan bahasa penerima dapat berperan sebagai bahasa sumber. Dengan demikian interferensi dapat terjadi secara timbal balik.

Bertolak dari pendapat para ahli mengenai pengertian interferensi di atas, dapat disimpulkan, seperti berikut.

1) Kontak bahasa menimbulkan gejala interferensi dalam tuturan dwibahasawan.

2) Interferensi merupakan gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain

3) Unsur bahasa yang menyusup ke dalam struktur bahasa yang lain dapat menimbulkan dampak negatif, dan

4) Interferensi merupakan gejala ujaran yang bersifat perseorangan, dan ruang geraknya dianggap sempit yang terjadi sebagai gejala parole (speech).

2.3.3 Motivasi

Menurut Gardner dan Lambert (1972: 3) dalam Chaer (2009: 251) motivasi yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa kedua mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi integratif dan fungsi instrumental. Motivasi berfungsi integratif kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur

bahasa itu atau menjadi anggota masyarakat bahasa tersebut. Sedangkan motivasi berfungsi instrumental kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk memiliki kemauan mempelajari bahasa kedua itu karena tujuan yang bermanfaat atau karena dorongan ingin memperoleh suatu pekerjaan atau mobilitas sosial pada lapisan atas masyarakat tersebut.

Dokumen terkait