• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing yang digunakan di setiap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing yang digunakan di setiap"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing yang digunakan di setiap negara mempunyai kedudukan yang berbeda-beda mengenai bahasa di setiap negara tersebut, khususnya pada bahasa Inggris yang berperan sebagai bahasa internasional. Di negara Indonesia terdapat berbagai macam bahasa, yang terdiri atas bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris yang berperan sebagai bahasa asing, sedangkan kedudukan bahasa daerah di Indonesia ialah sebagai bahasa ibu (mother tongue) yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat. Bahasa kedua adalah bahasa Indonesia yang digunakan pada saat situasi formal pada saat pemakai bahasa tersebut berada di lingkungan pemerintahan atau sekolah, sedangkan bahasa Inggris merupakan bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris dipandang sebagai bahasa asing di dalam mata pelajaran di tingkat sekolah taman kanak-kanak sampai pada jenjang yang lebih tinggi, yaitu universitas. Hal itu berbeda dengan negara tetangga, seperti Singapura yang lebih maju dalam penguasaan berbahasa Inggrisnya karena bahasa Inggris menjadi bahasa kedua di Singapura sehingga mereka lebih terbiasa dan fasih menggunakan bahasa tersebut (Richards, 1974).

Bahasa Inggris di Indonesia juga bisa disebut sebagai bahasa asing yang merupakan suatu bentuk pemerolehan dan disertai dengan pembelajaran bahasa, dan setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda dalam berbahasa

(2)

Inggris karena bisa ditinjau dari latar belakang pemerolehan dan pembelajaran bahasa setiap individu tersebut. Berkaitan dengan pembelajaran struktur sintaksis bahasa Inggris, selain dari faktor latar belakang mengenai bahasa yang tersebut di atas, di dalam penggunaannya sering terdapat pengaruh dari bahasa Indonesia atau bahasa daerah untuk menerapkan pembentukan kalimat yang baik dan benar dalam bahasa Inggris. Perlu diketahui bahwa murid atau siswa sampai jenjang yang lebih tinggi pun, seperti mahasiswa sangat tidak mengerti atau mempunyai masalah dengan pembelajaran struktur frasa dan kalimat bahasa Inggris. Hal ini disebabkan oleh pondasi yang tidak kuat di awal pembelajaran bahasa asing tersebut, khususnya menyangkut semua hal yang berhubungan dengan struktur movement. Struktur movement adalah perpindahan suatu unsur kata di dalam kalimat yang beranjak dari pola awal bentuk aslinya atau deep structure ke dalam bentuk yang sudah diterapkan atau surface structure (Akmajian, 1975:230). Struktur movement atau perpindahan unsur kata di dalam kalimat akan terjadi menurut fungsi kalimat tersebut sebagai kalimat tanya, seru dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh pada saat pemakaian bahasa Inggris, secara tidak sadar mahasiswa mendapat pengaruh dari bahasa pertama mereka sehingga muncul adanya kesalahan berbahasa terhadap unsur-unsur kata yang dipakainya di dalam kalimat. Persoalan movement disebabkan oleh tidak mengertinya pengguna bahasa, khususnya bahasa Inggris dengan urutan susunan setiap unsur kata di dalam kalimat, misalkan pada unsur kata benda, kata kerja, kata sifatnya dan unsur-unsur kata lainnya. Contohnya, pada kalimat tanya bahasa Indonesia yang dikontraskan dengan kalimat tanya bahasa Inggris maka akan terlihat perbedaan

(3)

pola struktur kalimat yang berbeda, terutama ada unsur kata dalam bahasa Inggris yang tidak dimiliki bahasa Indonesia khususnya pada saat membuat kalimat tanya sebagai berikut,

a. Apa hobimu?

b. What is your hobby?

Pada contoh kalimat di atas, kalimat tanya bahasa Indonesia (a) tidak mempunyai unsur kata is seperti kalimat tanya bahasa Inggris (b), karena di dalam bahasa Inggris harus menyertakan to be atau kata kerja bantu di depan kalimat jika kalimat tersebut dalam bentuk negatif atau kalimat tanya.

Secara universal bahasa Inggris mempunyai kedudukan sebagai bahasa kedua. Hal ini sering diungkapkan bahwa pembelajaran bahasa kedua adalah sama dengan pemerolehan bahasa pertama, pernyataan tersebut berdasarkan pada tiga pembelajaran yang paralel, yakni: (1) imitasi, pengulangan, dan latihan yang meliputi beberapa tingkatan bahasa pertama dan pembelajaran bahasa kedua; (2) pemahaman; (3) kemampuan mendengar dan berbicara, membaca dan menulis (Titone, 1984). Pernyataan terhadap pembelajaran bahasa kedua adalah sama halnya dengan pemerolehan bahasa pertama yang sudah dipengaruhi, terutama oleh model behavior pemerolehan bahasa. Model ini menekankan pada pentingnya lingkungan, latihan dihafalkan tanpa berpikir, pembiasaan, penguatan, mengondisikan, dan gabungan pengajaran dan pembelajaran bahasa kedua. Pada sisi lain, para ahli teori kognitif berpendapat bahwa ada banyak keganjilan antara perkembangan bahasa pertama dan pembelajaran bahasa kedua. Pembelajaran bahasa kedua merupakan proses kompleks yang meliputi lingkungan di dalam

(4)

ruangan kelas (atau konteks pembelajaran) yang berupa peniruan dan penghafalan, sebaik strategi dalam pembelajaran kognitif. Hal tersebut berkaitan dengan strategi dalam proses pemerolehan bahasa asing yang diterapkan dalam lingkungan sekolah di negara Indonesia.

Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan dan perubahan itu terjadi karena adanya perubahan sosial, ekonomi, dan budaya. Perkembangan bahasa yang cukup pesat terjadi pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kontak pada bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan lainnya dapat menyebabkan suatu bahasa terpengaruh oleh bahasa yang lain. Proses saling memengaruhi antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain tidak dapat dihindarkan. Bahasa sebagai bagian integral kebudayaan tidak dapat lepas dari masalah di atas. Saling memengaruhi antarbahasa pasti terjadi, misalnya, kosakata bahasa yang bersangkutan karena kosakata itu memiliki sifat terbuka. Berdasarkan pemikiran Weinrich yang termuat pada (Chaer dan Agustina 1995:159) kontak bahasa merupakan peristiwa pemakaian dua bahasa oleh penutur yang sama secara bergantian. Dari kontak bahasa itu terjadi transfer atau pemindahan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain yang mencakup semua tataran. Sebagai konsekuensinya, proses pinjam-meminjam dan memengaruhi terhadap unsur bahasa yang lain tidak dapat dihindari. Suwito (1985:39-40) mengatakan bahwa apabila dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, dapat dikatakan bahwa bahasa tesebut dalam keadaan saling kontak. Dalam setiap kontak bahasa terjadi proses saling

(5)

memengaruhi antara bahasa satu dan bahasa yang lain. Sebagai akibatnya, interferensi akan muncul, baik secara lisan maupun tertulis.

Adanya kedwibahasaan juga akan menimbulkan adanya interferensi dan integrasi bahasa. Interferensi bahasa adalah penyimpangan norma kebahasaan yang terjadi dalam ujaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa, yang disebabkan oleh adanya kontak bahasa. Selain kontak bahasa, faktor penyebab timbulnya interferensi berdasarkan Weinrich (Sukardi 1999:4) adalah tidak cukupnya kosakata suatu bahasa dalam menghadapi kemajuan dan pembaharuan. Selain itu, juga menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan, kebutuhan sinonim, dan prestise bahasa sumber. Kedwibahasaan peserta tutur dan tipisnya kesetiaan terhadap bahasa penerima juga merupakan faktor penyebab terjadinya interferensi.

Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting dan berguna untuk mengetahui bentuk atau memformat pikiran akan pola susunan bahasa asing. Untuk itu, peran psikolinguistik juga sangat berpengaruh dalam kegiatan berbahasa, khususnya dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa asing. Psikolinguistik bukan penyebab, melainkan menjadi faktor yang menentukan seseorang lancar dalam menggunakan bahasa, khususnya bahasa yang baru dipelajarinya.

Dalam memaknai pokok penelitian yang terdapat beberapa permasalahan di atas, terdapat suatu ilmu yang menjembatani suatu kasus yang ada, khususnya dalam kegiatan pemerolehan dan pembelajaran bahasa asing, yang dimaksud adalah bidang ilmu psikolinguistik. Psikolinguistik sendiri merupakan ilmu yang

(6)

membahas perpaduan antara psikologi dan linguistik, bidang ilmu tersebut melihat dari segi perpaduan kegiatan yang berhubungan dengan mental dan dari segi bahasa. Hal itu adalah faktor eksternal bahasa, tetapi juga sangat memegang peranan penting dalam sebuah proses pendidikan bahasa, selain itu ilmu psikolinguistik juga berperan dalam menjelaskan faktor penyebab interferensi struktur bahasa yang diperoleh dari hasil wawancara dengan mahasiswa yang memiliki perbedaan motivasi di dalam proses pembelajaran bahasa asing.

Selanjutnya, ilmu sintaksis juga sangat berperan penting di dalam menjelaskan struktur movement yang digunakan oleh mahasiswa dalam membuat struktur kalimat dengan kaidah sintaksis. Struktur movement terdiri atas noun phrase movement, I (subject auxiliary inversion) movement, dan verb movement, khususnya movement yang terjadi pada kalimat tanya bahasa Inggris atau WH-Questions yang mengacu pada I movement (subject verb inversion), yaitu pembalikan unsur kata antara subjek dan verba yang terjadi pada proses pembentukan kalimat tanya bahasa Inggris WH-Questions.

Dalam pembelajaran bahasa ditemukan banyak hal yang berbeda antara bahasa yang satu dan bahasa lainnya. Perlu adanya suatu sistem pendekatan untuk mempermudah dalam pembelajaran bahasa asing. Proses berbahasa tersebut juga berkaitan dan dipengaruhi oleh kegiatan atau proses berpikir dalam otak atau mental.

Peristiwa kontak bahasa dan kontak budaya dalam diri seorang individu bersama dampaknya dapat terlihat melalui kerangka proses di bawah ini. Peristiwa yang tergambar dalam kasus ini terdapat dalam diri setiap dwibahasawan. Sifat

(7)

kontak bahasa dan budaya dalam diri seorang dwibahasawan akan mudah terlihat melalui tindak tutur dan tindak aksinya.

Interferensi dan kesalahan berbahasa, baik yang terjadi pada bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris dapat dijadikan indikator untuk menemukan perbedaan kaidah dan sistem pemakaian antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Pendekatan kontrastif dalam pembelajaran akan membantu kepada pemahaman dan ketrampilan guru. Interferensi sendiri lahir apabila pemakai suatu bahasa Inggris melakukan kesalahan di dalam penerapan strukturnya. Oleh karena itu, proses pembelajaran bahasa asing sangat penting terutama ketika pemelajar mempelajari mengenai strukur bahasa yang diterapkan dalam tulisan dan secara tidak langsung akan terjadi proses penerjemahan di dalamnya yang dapat menimbulkan interferensi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.

a. Bagaimana interferensi struktur bahasa Indonesia dalam penggunaan jenis-jenis WH-Questions bahasa Inggris?

b. Apa penyebab terjadinya interferensi struktur bahasa Indonesia dalam penggunaan WH-Questions bahasa Inggris?

(8)

1.3 Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, ada dua tujuan yang perlu diformulasikan, yakni tujuan umum dan tujuan khusus, kedua tujuan tersebut dijelaskan seperti berikut.

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan serta mempermudah proses penerapan struktur kalimat, khususnya pada struktur WH-Questions dalam pembelajaran bahasa Inggris dan menerapkan strategi atau pendekatan analisis kontrastif dalam proses tersebut dengan cara membandingkan atau mengontraskan antara struktur kalimat tanya bahasa Indonesia dan struktur kalimat tanya bahasa Inggris untuk menghindari interferensi penggunaan WH-Questions bahasa Inggris tersebut sehingga penggunaan struktur WH-Questions dapat dimengerti dan dipahami dengan mudah oleh mahasiswa.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penulisan tesis ini mempunyai tujuan sesuai dengan permasalahan yang diangkat. Tujuan khusus yang ingin dicapai melalui penelitian, seperti berikut. a. Dapat menjelaskan struktur WH-Questions bahasa Inggris yang mengalami

interferensi bahasa Indonesia

b. Untuk menjelaskan penyebab terjadinya interferensi penggunaan struktur WH-Questions bahasa Inggris.

(9)

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam manfaat penelitian ini terdapat dua manfaat yang meliputi manfaat praktis dan manfaat teoretis. Kedua manfaat penelitian itu diuraikan seperti berikut.

1.4.1 Manfaat Praktis

Struktur sintaksis movement bahasa Inggris sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk mengetahui pola susunan yang merujuk pada pembentukan berbagai macam WH-Questions dalam struktur kalimat tanya bahasa Inggris agar terhindar dari adanya interferensi penggunaan struktur WH-Questions bahasa Indonesia. Bagi tenaga pengajar, baik guru maupun dosen sangat bermanfaat untuk bisa menerapkan dan memperluas pengetahuan terhadap struktur WH-Questions tersebut sebagai bahan ajar yang efektif.

1.4.2 Manfaat Teoretis

Materi yang disajikan dalam tesis ini bermanfaat agar mahasiswa pemelajar bahasa Inggris lebih mengetahui mengenai penggunaan unsur kata yang terdapat dalam struktur kalimat tanya bahasa Inggris seperti pemakaian to be, auxiliary, dan modal yang tidak terdapat pada struktur kalimat tanya bahasa Indonesia. Selanjutnya, juga bermanfaat untuk meningkatkan motivasi mahasiswa dan meluruskan tujuan mereka dalam belajar bahasa Inggris agar terhindar dari hal-hal yang menjadi penyebab interferensi pada saat pemakaian struktur kalimat tanya WH-Questions bahasa Inggris.

(10)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Pada bab kajian pustaka ini peneliti memberikan beberapa pernyataan yang berkaitan dengan interferensi yang terjadi pada pemelajar bahasa Inggris ketika pemelajar tersebut menerapkan pemakaian bahasa Inggris tulis dalam bentuk kalimat tanya. Bahan tulisan ilmiah dan hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya menjadi acuan dan mengilhami kembali untuk mengkaji masalah interferensi terhadap penggunaan bahasa Inggris. Berikut beberapa sumber pernyataan tersebut.

Penelitian berjudul “Interferensi Bahasa Ibu dalam Berkomunikasi Tulis Mahasiswa Sastra Inggris di Bali” (Sudipa, dkk. 2010) yang menemukan bahwa interferensi bahasa ibu terjadi pada bidang-bidang kebahasaan: a. pemilihan kosakata secara sintaksis; b. pemakaian kosakata secara semantik; c. pengurutan kata; d. penyusunan kalimat; e. penggunaan kopula BE; f. penerapan kaidah bahasa; g. redundansi; h. terjemahan langsung. Selain temuan dalam bidang kebahasaan, hasil wawancara dengan para mahasiswa sebagai penulis karangan, terutama yang banyak mengalami deviasi penggunaan, pemakaian dan pengurutan kosakata, menunjukkan bahwa mereka merasa kurang pemahaman ‘lack of knowledge’ pada beberapa aspek kebahasaan sehingga terjadi a. direct translation dan b. overgeneralization.

(11)

Hasil penelitian berjudul “Interferensi Bahasa Indonesia dalam Penulisan Abstrak Bahasa Inggris pada Jurnal Penelitian ‘Sejarah dan Nilai Tradisional” (Sudipa, 2009). Dalam penelitian ini diamati 11 abstrak berbahasa Inggris yang dimuat dalam Jurnal Penelitian, Sejarah dan Nilai Tradisional, edisi Juni 2009, No. 31/X/2009. Pendekatan dalam analisis hasil penelitian tersebut adalah analisis kesalahan yang menemukan sejumlah kesalahan yang bisa dikategorikan 1). pemilihan dan penggunaan kosakata dalam kalimat yang kurang tepat secara sintaksis dan semantik sehingga mencirikan bahasa Inggris mereka yang substandar; 2). masih ditemukan menggunaan Preposisi bahasa Inggris yang berlebihan, yang sepantasnya tidak perlu sehingga bernuansa mubazir ‘redundant; 3). ditemukan sejumlah kesalahan kecil ‘minor mistakes’ seperti kealpaan menggunakan sufiks –s, yang ternyata prinsip sekali sebagai indikasi terjadi interferensi bahasa Indonesia karena dalam bahasa Indonesia tidak dikenal sufiks –s di akhir kata. Pada prinsipnya, secara umum hasil penelitian ini menggambarkan bahwa penggunaan bahasa Inggris oleh para penulis abstrak di Jurnal ini sudah cukup memadai, terbukti dari temuan kesalahan jumlahnya relatif sedikit. Penelitian ini tentu sangat relevan dan menjadi acuan untuk menggali lebih banyak interferensi yang terjadi pada pemakaian bahasa Inggris tulis.

Hasil penelitian para pakar mengenai motivasi dalam pembelajaran bahasa kedua ini memang sangat berbeda dan berlainan. Gardner dan Lambert (1959) yang mengadakan penelitian di Monterial menyatakan bahwa motivasi integratif lebih penting dari motivasi instrumental. Namun dalam penelitian mereka yang lain (Gardner dan Lambert, 1972) terbukti tidak ada hubungan

(12)

signifikan antara motivasi integratif dengan penguasaan bahasa. Chihara dan Oller (1972) yang meneliti pembelajaran bahasa inggris di jepang, menyimpulkan adanya sedikit korelasi antara sikap dan kemampuan berbahasa. Sedangkan hasil penelitian Lukmani (1972) menyimpulkan bahwa motivasi instrumental lebih berperan dari pada motivasi integratif. Hasil penelitian Lukmani ini didukung oleh hasil penelitian Gardner dan Lambert (1972) di Philipina (Theresia Rettob, 1990).

Ravem (1974) menjelaskan bahwa pembuktian hasil sebuah analisis mengenai penggunaan WH-Questions pada tuturan anak dan analisis yang dibuat untuk menetapkan tuturan secara spontan pada anak dan dikaji dengan menggunakan aturan transformasi, yang menyatakan bahwa tata bahasa transformasi telah membentuk kompetensi seorang anak.

Pembahasan Kamal (2008) penelitian mengenai perlunya pengajaran bahasa Inggris pada generasi muda karena bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional dan dipakai di berbagai jenjang pendidikan. Dengan demikian hasil penelitian ini berkaitan dengan munculnya metode pendekatan yang digunakan oleh pendidik untuk mempermudah proses pembelajaran bahasa Inggris. Untuk itu, sesuai dengan pendekatan kontrastif yang digunakan sangat baik bila diterapkan sejak dini kepada pembelajar bahasa Inggris agar mahasiswa lebih paham format struktur movement bahasa Inggris yang sangat berbeda dengan bahasa Indonesia.

Selain itu, menurut Sanga (2008), penelitian mengenai proses pembelajaran bahasa kedua dalam hal ini bahasa Inggris diajarkan dengan menggunakan pendekatan analisis kontrastif, hasil dari penelitian tersebut yang

(13)

nantinya akan ada interferensi antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris pada proses pembelajaran khususnya pada masyarakat bilingual.

Pembelajaran bahasa mengacu pada proses pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya (B1). Para pakar menyebutnya dengan istilah pembelajaran bahasa (language learning) dan pemerolehan bahasa (language acquisition) (Abdul Chaer, 2003:242).

Interferensi berbeda dengan integrasi. Integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi bagian dari bahasa tersebut, serta tidak dianggap sebagai unsur pinjaman atau pungutan (Chaer dan Agustina 1995:168). Senada dengan itu, Jendra (1991:115) menyatakan bahwa dalam proses integrasi unsur serapan itu telah disesuaikan dengan sistem atau kaidah bahasa penyerapnya, sehingga tidak terasa lagi sifat keasingannya. Dalam hal ini, jika suatu unsur serapan (interferensi) sudah dicantumkan dalam kamus bahasa penerima, dapat dikatakan bahwa unsur itu sudah terintegrasi. Jika unsur tersebut belum tercantum dalam kamus bahasa penerima, berarti bahasa tersebut belum terintegrasi.

Suwito (1983:54), seperti halnya Jendra juga memandang bahwa interferensi pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur (speech, parole), hanya terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan. Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi karena unsur-unsur serapan yang sebenarnya telah ada padanannya dalam bahasa penyerap, sehingga cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan bahasa penyerap, diharapkan makin berkurang atau sampai batas yang paling minim.

Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan paling dominan dalam bahasa (Hockett dalam Suwito, 1983:54). Dari pendapat hockett tersebut perlu dicermati bahwa gejala kebahasaan ini perlu mendapatkan perhatian besar. Hal ini disebabkan interferensi dapat terjadi di semua komponen kebahasaan, mulai bidang tatabunyi, tatabentuk, tatakalimat, tatakata, dan tatamakna Berdasarkan hal tersebut

(14)

dapat dijelaskan bahwa dalam proses interferensi ada tiga hal yang mengambil peranan, yaitu: (1) bahasa sumber atau bahasa donor (2) bahasa penyerap atau resipien (3) unsur serapan atau importasi.

Ellis (1986:215) dalam Abdul Chaer menyebutkan bahwa ada dua tipe pembelajaran bahasa, yaitu tipe naturalistik dan tipe formal di dalam kelas, sehubungan dengan tipe naturalistik terdapat sebuah pendekatan yang disebut pendekatan alamiah, pendekatan alamiah merupakan salah satu pendekatan dalam pengajaran bahasa yang bertujuan mengembangkan kemampuan pembelajaran dalam menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Dari hasil penelitian ini, peneliti akan membahas atau membatasi penulisan ini pada pembelajaran bahasa yang mengacu pada pendidikan formal, yakni khususnya pada mahasiswa.

Salah satu cara yang tepat dalam melakukan proses pembelajaran B2 yang jauh berbeda susunan sintaksisnya dengan B1, yaitu dengan memakai pendekatan analisis kontrastif. Charles C. Fries (1945) menyarankan bahwa betapa pentingnya linguistik kontrastif dalam pengajaran bahasa asing. Konsep inilah yang mendorong Robert Lado (1957) mengembangkan analisis kontrastif dalam pengajaran bahasa. Konsep Robert Lado itu dituangkan dalam bukunya berjudul Linguistics A Cross Cultures; Applied Linguistics for Language Teachers (1957). Tiga tahun setelah terbitnya buku ini diadakan Konferensi Meja Bundar di Washington D.C. yang bertemakan “Contrastive Linguistics and its Pedagogical Implication” Jemas E. Alatis (1968). Kegiatan yang sama diulangi lagi pada tahun 1971 di Hawaii. Kegiatan-kegiatan ini memperkuat kedudukan Analisis Kontrastif dalam bidang linguistik, khususnya sebagai pendekatan dalam pengajaran bahasa di sekolah.

(15)

Robert Lado, dalam bukunya tersebut di atas (1957:59) menjelaskan bahwa berdasarkan kemiripan dan perbedaan B1 dan B2 maka tingkat kesulitan belajar siswa dapat dikelompokkan atas dua, yakni: sulit dan mudah. Jadi, untuk lebih mempermudah penguasaan B2 tersebut, diperlukan penerapan awal mengenai pendekatan kontrastif ini.

Penulis menganalisis pentingnya penggunaan movement dalam struktur sintaksis pada mahasiswa sejak awal, karena bidang sintaksis atau struktur ini merupakan salah satu kesulitan utama yang dihadapi oleh pembelajar bahasa kedua B2, bertolak dari kesulitan, Carl James mencatat pendapat Stockwell dkk (1965) yang membicarakan dua kesulitan utama yakni kesulitan dalam bidang fonologi dan kesulitan dalam bidang struktur sintaksis.

Peneliti menggarisbawahi perbedaan pada aspek pemerolehan bahasa yang ditinjau dari segi manfaat teori UG dan PB2 untuk membedakan konsep antara pemerolehan bahasa pertama PB1 dengan konsep pemerolehan bahasa kedua PB2. Secara intuitif bisa dikatakan proses PB1 tidaklah sama dengan proses PB2 (Nasanius, 2007:169). Misalnya, dapat dilihat bahwa semua anak yang normal pasti menguasai B1, sedangkan tidak semua pemelajar B2 menguasai B2. Seperti telah dibahas sebelumnya, linguis generatif berpandangan bahwa proses PB1 dipandu oleh UG. Kalau proses PB1 tidak sama dengan proses PB2, tentunya kesimpulan yang logis adalah di dalam proses PB2, UG tidak memegang peranan. Akan tetapi, ada juga pandangan bahwa proses PB2 mirip dengan proses PB1, yaitu kedua proses ini sama-sama bertujuan untuk membentuk mental grammar (yaitu mental grammar B2 dalam proses PB2 dan mental grammar B1 dalam

(16)

proses PB1). Dengan memperhatikan kedua pandangan ini, Cook (1988) berpendapat bahwa ada empat kemungkinan peranan UG dalam PB2.

a. No access hypothesis

Menurut hipotesis ini, PB2 tidak melibatkan UG. Pemelajar B2 memanfaatkan cara lain dalam proses PB2, misalnya keterampilan memecahkan masalah.

b. Indirect access hypothesis

Menurut hipotesis ini, UG tidak terlibat langsung dalam PB2. Pemelajar bahasa kedua mengakses UG lewat B1.

c. Partial access hypothesis

Menurut hipotesis ini, ada sejumlah aspek dari UG yang masih tersedia bagi pemelajar B2 dan ada yang tidak. Sejumlah asas mungkin masih tersedia, tetapi sejumlah setting dari parameter mungkin tak bisa dikutak-katik lagi.

d. Full access hypothesis

Menurut hipotesis ini UG diakses secara langsung dalam PB2. Dengan kata lain, sama halnya dengan PB1, PB2 juga dipandu oleh UG. Sejumlah peneliti PB2 (misalnya, Hawkins et al 1993; Schwartz and Sprouse 1996; Epstein et al. 1996; Grondin and White 1996; White 2003) berpendapat bahwa UG diakses secara penuh oleh para pemelajar B2 dalam upaya mereka membentuk mental grammar B2. Yang membedakan mereka dengan pemelajar B1 hanyalah masalah praktis, yaitu tidak seperti pemelajar B1, pemelajar B2 tidak mendapat waktu yang cukup untuk mengecap asupan data B2 sehingga mental grammar B2 yang dibangun dengan panduan UG tidaklah sesempurna mental grammar B1. Dengan

(17)

cara pandang seperti ini, penganut pendekatan UG dapat menjelaskan mengapa para pemelajar B2 banyak menggunakan properties sintaksis dari B1 mereka, yaitu karena kurang mengecap asupan data B2, para pemelajar B2 terpaksa harus mengandalkan mental grammar B1 mereka ketika berupaya membentuk kalimat-kalimat B2. (Hawkins 2001: 71).

Seperti disebutkan sebelumnya, salah satu perbedaan yang kasat mata antara proses PB1 dengan proses PB2 berkaitan dengan capaian pemelajar, yaitu anak yang normal pasti menguasai B1, sedangkan tidak semua pemelajar B2 menguasai B2. Masalah capaian pembelajar pada proses PB2 merupakan isu yang sangat penting untuk dikaji: Mengapa pemelajar tertentu lebih berhasil daripada pemelajar lainnya?

Pendekatan UG harus dapat menawarkan kemungkinan jawaban bagi isu ini (Saville-Troike 2006). Misalnya:

a). Apakah perbedaan capaian ini disebabkan oleh perbedaan tingkat pengaksesan UG oleh para pemelajar B2?

b). Apakah perbedaan capaian ini disebabkan oleh perbedaan kualitas asupan data B2 yang diterima pemelajar B2?

c). Apakah keberhasilan pemelajar B2 karena mereka ini lebih jeli dibandingkan rekannya dalam mengidentifikasi ketaksesuaian antara data B2 dengan setting parameter B1 sehingga B2 mereka terhindar

dari fitur-fitur B1?

d). Atau faktor-faktor lain seperti kadar motivasi atau strategi belajar yang menjadi sumber perbedaan capaian masing-masing pemelajar B2?

(18)

Penelitian dari beberapa ahli bahasa menghasilkan pernyataan yang sama mengenai pemerolehan dan pembelajaran bahasa, sama halnya dengan Piaget, Chomsky juga tidak pernah memperkenalkan teori pemerolehan dan pembelajaran bahasa secara khusus. Namun, karena teori linguistik yang diperkenalkannya (1957, 1965, 1968) dan juga artikel ulasannya mengenai buku Skinner (“Verbal Behavior”, 1957) dalam Language (1959) telah mengubah secara drastis perkembangan psikolinguistik, maka satu teori pemerolehan dan pembelajaran bahasa telah dapat disimpulkan dari teori generatif transformasinya yang kini dikenal dengan nama teori genetik kognitif. Teori ini digolongkan ke dalam kelompok teori kognitif karena teori ini menekankan pada otak (akal, mental) sebagai landasan dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa.

Chomsky (1959) dengan keras menentang teori pembiasaan operan dalam pemerolehan bahasa yang dikemukakan Skinner. Menurut Chomsky tidaklah ada gunanya sama sekali untuk menjelaskan proses pemerolehan bahasa tanpa mengetahui dengan baik apa sebenarnya bahasa sebagai benda yang sedang diperoleh itu. Untuk dapat menerangkan hakikat proses pemerolehan bahasa, di samping memahami apa sebenarnya bahasa itu, kita tidak boleh menyampingkan pengetahuan mengenai struktur-dalam organisme (manusia).

Analisis yang digunakan dalam tesis ini juga menggunakan suatu pendekatan yang mengacu pada analisis kontrastif. Berikut merupakan pernyataan dari (William Nemser, 1971) mengenai sistem pendekatan bagi pembelajar bahasa asing. Sistem bahasa yang dijabarkan dalam hubungan situasi dapat diklasifikasikan menurut fungsinya sebagai berikut: Bahasa target atau sasaran

(19)

adalah bahasa yang mereka pelajari. Bahasa sumber merupakan bahasa asli dari pembelajar, yang menjadi sumber dari interferensi (penyimpangan dari aturan bahasa target). Sistem pendekatan ialah penyimpangan atau interferensi sistem linguistik yang digunakan oleh pembelajar untuk menggunakan bahasa target. Sistem pendekatan tersebut sangat bervariasi jenisnya sesuai dengan tingkat kepandaian pembelajar itu dan pengalaman pembelajar (meliputi sistem penulisan bahasa target), fungsi komunikasi, karakter pembelajaran.

Kebiasaan tutur pembelajar bahasa telah disusun secara terstruktur dan hubungan situasi seharusnya diuraikan tidak hanya mengacu pada bahasa asli dan bahasa target pembelajar, tetapi mengacu pada sistem dari seorang pembelajar bahasa tersebut.

Teori analisis kontrastif mencoba untuk memprediksi dan menerangkan kebiasaan pembelajar dengan mengacu pada persamaan dan perbedaan antara bahasa asli dan bahasa target dan dipandang dari sudut sistem ini. Teori ini juga menunjukkan suatu strategi bagi ilmu dalam pembelajaran bahasa.

Dalam hal ini pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan analisis kontrastif yang mengacu pada analisis kesalahan, yaitu dua model bahasa yang berbeda dapat dijelaskan dengan fitur atau ciri tertentu dari bahasa berdasarkan struktur movement dalam sintaksis. Pada analisis kontrastif, secara tidak langsung membandingkan antara bahasa dan budaya.

Dalam teori transformasi terdapat dua tingkatan struktur dalam sintaksis, yakni struktur lahir (surface structure) dan struktur dalam (deep structure) yang terdapat hubungan antara keduanya oleh aturan movement yang dikenal secara

(20)

teknik sebagai transformasi; dan akan terlihat pada argumen yang fokus dalam menempatkan sejumlah aturan transformasi, meliputi noun phrase movement, I (subject auxiliary inversion) movement, dan verb movement, juga termasuk pada wh-movement di dalam teori transformasi movement. Jadi, teori transformasi mengenai movement ini juga digunakan oleh penulis untuk menganalisis dan sekaligus menjawab pertanyaan dari rumusan masalah di atas.

Proses pemerolehan bahasa kedua (bahasa asing) merupakan proses yang sangat rumit karena adanya banyak faktor yang menjadi kendala. Akan tetapi, berkat usaha para ahli psikolinguistik yang telah melakukan berbagai eksperimen dalam mencari pemecahan kerumitan tersebut, telah dihasilkan berbagai teori dan hipotesis mengenai pemerolehan bahasa kedua ataupun bahasa asing. Salah satu diantaranya adalah teori dan hipotesis yang dikemukakan oleh Krashen dan Tarrel (1983), yaitu teori yang berhubungan dengan pendekatan pengajaran bahasa yang disebut Pendekatan Alamiah.

Hipotesis pemerolehan dan pembelajaran, menurut hipotesis ini proses penguasaan bahasa oleh orang dewasa terjadi melalui dua cara berbeda, yaitu pemerolehan dan pembelajaran. Pemerolehan merupakan formula dari aturan-aturan gramatika yang dilakukan di bawah sadar, sedangkan pembelajaran adalah studi mengenai aturan-aturan gramatika yang dilakukan secara sadar.

Proses alamiah yang dilakukan oleh anak-anak dalam penguasaan bahasa pertama (bahasa ibu) merupakan pemerolehan, sedangkan proses penguasaan bahasa kedua (asing) yang dilakukan oleh orang dewasa adalah pembelajaran.

(21)

Karena pemerolehan bahasa yang dilakukan secara tidak sadar, pengetahuan kebahasaan yang dimiliki melalui proses ini selalu bersifat implisit.

2.2 Konsep

Pada bagian konsep ini peneliti memberikan beberapa pengertian yang berkaitan dengan interferensi yang terjadi pada pemelajar bahasa Inggris. Bahan tulisan ilmiah menjadi acuan konsep untuk interferensi struktur secara sintaksis pada pemakaian bahasa Inggris tulis. Berikut beberapa konsep yang telah peneliti paparkan.

2.2.1 Sintaksis

Sintaksis merupakan tatabahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan, Verhaar (2006:161). Sintaksis itu berhubungan dengan tatabahasa di antara kata-kata di dalam tuturan atau kalimat. Kajian sintaksis meliputi kalimat, klausa, dan frasa. Movement merupakan suatu perpindahan atau pergerakan yang terjadi pada kategori sintaksis di dalam sebuah struktur kalimat.

2.2.2 Struktur Movement

Movement adalah sebagian besar transformasi di dalam bahasa Inggris yang mempunyai pengaruh berpindahnya suatu konstituen atau unsur kata dalam kalimat dari satu tempat ke tempat lainnya (Akmajian, 1975: 230). Noun movement adalah perpindahan posisi suatu unsur kata benda di dalam kalimat dikarenakan adanya perubahan fungsi dari kalimat tersebut, verb movement

(22)

merupakan perpindahan posisi suatu kata kerja di dalam kalimat yang menyebabkan susunan kalimat tersebut berubah, sedangkan I movement atau subject – verb inversion yaitu pembalikan atau perpindahan posisi kata kerja bantu to be atau auxiliary verb terhadap subjek di dalam kalimat. Pada WH movement, unsur suatu kata kerja bantu dalam kalimat akan mengalami perpindahan dikarenakan kalimat tanya bahasa Inggris diikuti dengan kata kerja bantu.

2.2.3 WH-Questions

WH-Questions merupakan bentuk kalimat tanya bahasa Inggris yang mempunyai struktur sintaksis yang berbeda dalam penggunaan kalimat tanya. Berikut ini merupakan definisi setiap WH-Questions yang juga meliputi penerapannya di dalam kalimat (Cyssco, 2005),

2.2.3.1 Question Word: How

“How” berarti ‘bagaimana’ dan sebagai question word (kata ganti tanya) digunakan untuk menanyakan keadaan. Pertanyaan yang dimulai dengan “how” dijawab dengan adverb of manner (slowly, politely, well, fluently, dan lain-lain). How does she speak English? She speaks English fluently

How did they treat you? They treated me politely

How + much diikuti uncountable noun dan digunakan untuk menanyakan jumlah How much money do you have?

How + many diikuti plural form (bentuk jamak), benda yang dapat dihitung digunakan untuk menanyakan jumlah

(23)

How many books do you have? How + adjective

How long is this skirt? How long did you stay there? How long will you stay here? How long have they lived here? How long do you want to stay there? How do you do?

How are you?

How about having lunch together?

2.2.3.2 Question Word: What

What berarti ‘apa’ dan sebagai kata ganti tanya (question word) digunakan untuk menanyakan objek kalimat.

What are you reading? I am reading a novel What do you buy in the morning? I buy a newspaper What did you watch last night? I watch television What will you do next week? I will finish my report What have you done today? I have done all my works Untuk menanyakan sesuatu, what bisa diikuti oleh kata benda. What book do you want to buy?

What flower does she like? What report is she doing?

(24)

What time will you come here?

2.2.3.3 Question Word: When

When berarti ‘kapan’ dan sebagai question word (kata ganti tanya), digunakan untuk menanyakan waktu dalam present tense, past tense, atau future tense. Pertanyaan yang dimulai dengan “when” biasanya dijawab dengan keterangan waktu (adverb of time).

When is your flight? At 5 o’clock

When did you post the letter? This morning When will your father go to America? Next week When do you usually read a newspaper? In the afternoon.

2.2.3.4 Question Word: Where

Where berarti ‘di mana/ ke mana’ dan sebagai question word (kata ganti tanya), digunakan untuk menanyakan tempat (place). Pertanyaan yang dimulai dengan “where” biasa dijawab dengan kalimat lengkap, frasa, atau keterangan waktu saja.

Where is your father? He is in the office

Where did you buy these apples? I bought them at the market Where do you study English? I study English at school Where will you spend your holidays? I will spend my holidays in Bali

Where are you from? I am from England

(25)

2.2.3.5 Question Word: Why

Why berarti ‘mengapa’ dan sebagai questions word (kata ganti tanya) digunakan untuk menanyakan alasan. Pertanyaan yang menggunakan “why” biasanya dijawab dengan “because”.

Why do you study English? I study English because it is very important Why does the baby cry? The baby cries because he is hungry Why did he make it?

Why don’t/ doesn’t digunakan untuk menyarankan sesuatu Why don’t you take an English course?

Why doesn’t call me if he needs any help? Why doesn’t she come to see me in the office? Why/ why not bisa diikuti oleh bare infinitive Why wait for him?

Why not wait for him?

2.2.3.6 Question Word: Who(m)

Who(m) berarti ‘siapa’ dan sebagai question word (kata ganti tanya) who(m) digunakan untuk menanyakan objek kalimat, biasanya nama seseorang baik maskulin maupun feminin, singular atau plural.

Fredy met Brenda. Who(m) di Fredy meet? - Brenda

Tommy is speaking to Jane. Who(m) is Tommy speaking to? - Jane

(26)

“Who” digunakan untuk menanyakan subjek kalimat dan langsung diikuti kata kerja. Jika dalam pertanyaan terdapat auxiliary, auxiliary digunakan sebagai jawabannya. Sedangkan kalau tidak terdapat auxiliary, do/ does/ did digunakan sebagai jawaban pertanyaan.

Who is absent today? John is Who was late yesterday? Bob was Who can speak English? Linda can Who helps your mother? I do.

2.2.4 Interferensi Bahasa

Definisi dari A Dictionary of Linguistics and Phonetics (Crystal, 2008:249) disebutkan bahwa “Interference is a term used in Sociolinguistics and Foreign Language Learning to refer to the Errors a speaker introduces into one language as a result of contact with another language. It is also called negative transfer. The most common source of errors is in the process of learning a foreign language, where the native tongue interferes, but interference may occur in other contact situations.

Masalah ini juga disebut language transfer dengan kutipan “is the effect of a language learner’s first language on their production of the language they are learning. The effect can be on any aspect of language: grammar, voccabulary, accent, spelling, etc.

Istilah ini sering disebut dengan language transfer yang merujuk pada penutur atau penulis yang menerapkan pengetahuan bahasa aslinya pada bahasa kedua, dalam kaitan dengan pembelajaran dan pengajaran bahasa Inggris, tetapi hal ini bisa juga terjadi pada setiap situasi manakala seseorang tidak memiliki

(27)

kemampuan berbahasa selevel penutur asli, juga pada saat menerjemahkan ke bahasa kedua.

Interlanguage is the linguistic system created by someone in the course of learning a foreign language, different from either the speaker’s first language or the target language being acquired. It reflects the learner’s evolving system of rules, and results from a variety of processes, including the influence of the first language (‘transfer’), contrastive interference from the target language, and the overgeneralization of newly encountered rules(Crystal, 2008:249).

Dari definisi yang telah diurai bisa dikatakan bahwa interferensi adalah penggunaan unsur-unsur yang ada pada bahasa sendiri pada waktu memakai bahasa lain, dalam hal ini pengaruh unsur bahasa Indonesia pada waktu menggunakan bahasa Inggris. Unsur-unsur bahasa Indonesia ada yang sama, tetapi ada juga yang tidak, maka penggunaan unsur yang tidak sama inilah menimbulkan kesalahan. Kesalahan seperti inilah disebut interferensi sebagai penyebabnya. Interferensi perlu dicatat bahwa bisa terjadi pada bahasa lisan maupun tulis.

Abdulhayi (1985:8) mengacu pada pendapat Valdman (1966) merumuskan bahwa interferensi merupakan hambatan sebagai akibat adanya kebiasaan pemakai bahasa ibu (bahasa pertama) dalam penguasaan bahasa yang dipelajari (bahasa kedua). Sebagai konsekuensinya, terjadi transfer atau pemindahan unsur negatif dari bahasa ibu ke dalam bahasa sasaran.

Pendapat lain mengenai interferensi dikemukakan oleh Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk, bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa

(28)

terhadap bahasa lain mencakupi pengucapan satuan bunyi, tata bahasa dan kosakata. Suhendra Yusuf (1994:67) menyatakan bahwa faktor utama yang dapat menyebabkan interferensi antara lain perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan itu hanya dalam struktur bahasa, tetapi juga keragaman kosakata.

Pengertian lain dikemukakan oleh Jendra (1995:187) yang menyatakan bahwa interferensi sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Interferensi timbul karena dwibahasawan menerapkan sistem satuan bunyi (fonem) bahasa pertama ke dalam sistem bunyi bahasa kedua sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan atau penyimpangan pada sistem fonemik bahasa penerima. Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan paling dominan dalam perkembangan bahasa. Dalam bahasa besar, yang kaya akan kosakata seperti bahasa Inggris dan Arab pun, dalam perkembangannnya tidak dapat terlepas dari interferensi, terutama untuk kosakata yang berkenaan dengan budaya dan alam lingkungan bahasa donor. Gejala interferensi dari bahasa yang satu kepada bahasa yang lain sulit untuk dihindari. Terjadinya gejala interferensi juga tidak lepas dari perilaku penutur bahasa penerima.

Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa

(29)

menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito,1985:55).

Interferensi, menurut Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995: 168) mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih. Untuk memantapkan pemahaman mengenai pengertian interferensi, berikut ini diketengahkan pokok-pokok pikiran para ahli di bidang sosiolinguistik yang telah mendefinisikan peristiwa ini.

Menurut pendapat Chaer (1998:159) interferensi pertama kali digunakan oleh Weinrich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu bahasa dengan memasukkan sistem bahasa lain. Serpihan-serpihan klausa dari bahasa lain dalam suatu kalimat bahasa lain juga dapat dianggap sebagai peristiwa interferensi. Menurut Hartman dan Stonk dalam Chair (1998:160) interferensi terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua.

(30)

2.2.5 Pemerolehan Bahasa

Dari wikipedia, pemerolehan bahasa (bahasa Inggris: language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang luas. Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.

Pemerolehan bahasa kedua adalah pemerolehan bahasa selain bahasa pertama (bahasa ibu). Proses pemerolehan bahasa kedua dapat terjadi dengan bermacam cara, pada usia berapa saja, untuk berbagai tujuan dan pada tingkat kebahasaan tertentu. Terdapat dua macam tipe pemerolehan bahasa kedua, yaitu secara terpimpin dan secara alamiah. Pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin adalah pemerolehan oleh pembelajar melalui proses belajar-mengajar yang dipimpin oleh guru, sedangkan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah berlangsung tanpa melalui proses belajar-mengajar di kelas, tanpa bantuan guru.

2.2.6 Kedwibahasaan

Kedwibahasaan adalah seseorang yang menggunakan setidaknya dua bahasa dengan beberapa tingkat atau level penguasaan. Kedwibahasaan atau bilingual dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2010), able to

(31)

speak two languages equally well and using two languages; written in two languages. Kedwibahasaan mengacu pada kompetensi seseorang di bidang bahasa dan yang menguasai dua bahasa dengan baik secara lisan maupun tulis.

2.2.7 Karangan

Sebuah definisi yang dikutip dari kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2010), a group of pieces of writing, especially by a particular person or on a particular subject. Karangan merupakan suatu bentuk dari penulisan dan kegiatan mengarang ini biasanya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang berdasarkan pada kesukaan dan bidang yang ingin disampaikan melalui sebuah tulisan yaitu karangan. Dan ada banyak jenis karangan yang salah satu di antaranya berupa dialog atau percakapan.

2.3 Landasan Teori

Beberapa konsep yang relevan menjadi landasan untuk menjelaskan mengenai kebahasaan yang mengalami interferensi sehingga mempengaruhi komunikasi mahasiswa dalam bahasa Inggris tulis. Teori yang dimaksud adalah

2.3.1 Analisis Kesalahan

Kajian ini pada dasarnya bertumpu pada pendekatan analisis kesalahan, khususnya konsep interlanguage bersumber dari tulisan Larry Selinker (Richards, 1974:31). Menurut Selinker untuk menggambarkan faktor-faktor terjadinya interferensi, selain faktor bersifat kebahasaan juga perlu dipertimbangkan struktur

(32)

psikologis orang dewasa pada waktu ia berusaha memahami atau memproduksi kalimat bahasa kedua. Selain faktor psikologis, sebagai tambahan dari aspek kebahasaan, analisis kesalahan secara garis besarnya akan memuat deviasi penggunaan bahasa akibat dari: addition, penambahan item yang tidak perlu, alteration, penggantian item yang tidak seharusnya terjadi, deletion, pengurangan atau penghilangan item yang tidak sewajarnya dan redundant penggunaan yang berlebihan.

Teori analisis kontrastif mencoba untuk memprediksi dan menerangkan kebiasaan pembelajar dengan mengacu pada persamaan dan perbedaan antara bahasa asli dan bahasa target dan dipandang dari sudut sistem ini. Teori ini juga menunjukkan suatu strategi bagi ilmu dalam pembelajaran bahasa.

Dalam hal ini pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan analisis kontrastif yang mengacu pada analisis kesalahan, yaitu dua model bahasa yang berbeda dapat dijelaskan dengan fitur atau ciri tertentu dari bahasa berdasarkan struktur movement dalam sintaksis. Pada analisis kontrastif, secara tidak langsung membandingkan antara bahasa dan budaya.

Pada konsep analisis kontrastif beranjak dari konsep yang dimiliki oleh linguistik kontrastif yang merupakan cabang linguistik terapan. Dalam hal ini cabang linguistik tersebut memakai batasan konsep, metodologi, dan hasil analisis linguistik murni yang digunakan dalam bermacam-macam kepentingan, misalnya untuk pendidikan bahasa, penerjemahan, atau leksikografi.

Seorang tokoh yang bernama Whitfield (2005) mengatakan bahwa kemahiran berbahasa Inggris tidak menjamin kelancaran komunikasi antarbudaya

(33)

jika tidak dilengkapi dengan kemahiran berkomunikasi antarbudaya. Sesungguhnya, pola pada setiap bahasa mempunyai bentuk yang rumit dan pengajaran bahasa selalu dihadapkan pada masalah lingkup materi sebagaimana berikut ini, apa yang diajarkan dan bagaimana caranya? Dalam banyak kasus semacam itu, pertanyaannya adalah bagaimana belajar komunikasi antarbudaya. Pada hal seperti ini telah menggiring konsep linguistik kontrastif berubah menjadi analisis kontrastif. Berkembangnya linguistik kontrastif atau analisis kontrastif didukung dalam proses pertumbuhan linguistik selanjutnya.

Objek untuk analisis kontrastif bahasa terhadap analisis struktur kalimat mengacu pada bilingualisme atau dwibahasa seperti pernyataan Walters (2005:4) dalam bukunya yang berjudul Bilingualism mengutip bahwa my focus on structural as well as functional aspects of bilingualism is an attempt to integrate methods and findings in a model of bilingual processing.

Bilingualisme berfokus pada bahasa dan struktur yang digunakannya, tujuan utama dalam mempelajari berbagai macam masalah bilingualisme yaitu untuk menentukan properti tata bahasa internal dari bilingual. Dan secara spesifik berkaitan dengan kendala interferensi yang terjadi pada grammar.

2.3.2 Interferensi

Interferensi seperti dikemukakan oleh Richards (1975:36) didefinisikan sebagai penggunaan unsur dari satu bahasa pada waktu menggunakan/ berbicara bahasa lain dan hal ini bisa ditemukan pada aspek bunyi, morfologi, sintaksis dan kosakata, seperti kutipan berikut ini

(34)

“The problems happen is a matter of interference which may be defined as the use of elements from one language while using/ speaking another and may be found at the levels of pronunciation, morphology, syntax, and vocabulary”.

Dalam kaitan dengan komunikasi, pendapat David Crystal (1985:5) pantas dikemukakan, yakni bahwa belajar bahasa Inggris merupakan suatu proses pemerolehan kompetensi linguistik dan komunikasi, istilah akuisisi disini adalah tidak merujuk perkembangan bahasa pada anak tetapi digunakan dalam konteks pembelajaran bahasa asing. Seperti kutipan

“Learning English is an acquisition process of linguistic and communication competence. The term acquisition employed here does not refer to the growth of language in children but is used in the context of learning a foreign language.

Menurut Bawa (1981: 8), ada tiga ciri pokok perilaku atau sikap bahasa. Ketiga ciri pokok sikap bahasa itu adalah (1) language loyality, yaitu sikap loyalitas/ kesetiaan terhadap bahasa, (2) language pride, yaitu sikap kebanggaan terhadap bahasa, dan (3) awareness of the norm, yaitu sikap sadar adanya norma bahasa. Jika wawasan terhadap ketiga ciri pokok atau sikap bahasa itu kurang sempurna dimiliki seseorang, berarti penutur bahasa itu bersikap kurang positif terhadap keberadaan bahasanya. Kecenderungan itu dapat dipandang sebagai latar belakang munculnya interferensi. Dari segi kemurnian bahasa, interferensi pada tingkat apa pun (fonologi, morfologi dan sintaksis) merupakan penyakit yang merusak bahasa, jadi perlu dihindari (Chaer dan Agustina (1998: 165).

Jendra (1991:105) menyatakan bahwa dalam interferensi terdapat tiga unsur pokok, yaitu bahasa sumber atau bahasa donor, yaitu bahasa yang menyusup unsur-unsurnya atau sistemnya ke dalam bahasa lain; bahasa penerima

(35)

atau bahasa resipien, yaitu bahasa yang menerima atau yang disisipi oleh bahasa sumber; dan adanya unsur bahasa yang terserap (importasi) atau unsur serapan. Dalam komunikasi bahasa yang menjadi sumber serapan pada saat tertentu akan beralih peran menjadi bahasa penerima pada saat yang lain, dan sebaliknya. Begitu juga dengan bahasa penerima dapat berperan sebagai bahasa sumber. Dengan demikian interferensi dapat terjadi secara timbal balik.

Bertolak dari pendapat para ahli mengenai pengertian interferensi di atas, dapat disimpulkan, seperti berikut.

1) Kontak bahasa menimbulkan gejala interferensi dalam tuturan dwibahasawan.

2) Interferensi merupakan gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain

3) Unsur bahasa yang menyusup ke dalam struktur bahasa yang lain dapat menimbulkan dampak negatif, dan

4) Interferensi merupakan gejala ujaran yang bersifat perseorangan, dan ruang geraknya dianggap sempit yang terjadi sebagai gejala parole (speech).

2.3.3 Motivasi

Menurut Gardner dan Lambert (1972: 3) dalam Chaer (2009: 251) motivasi yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa kedua mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi integratif dan fungsi instrumental. Motivasi berfungsi integratif kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur

(36)

bahasa itu atau menjadi anggota masyarakat bahasa tersebut. Sedangkan motivasi berfungsi instrumental kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk memiliki kemauan mempelajari bahasa kedua itu karena tujuan yang bermanfaat atau karena dorongan ingin memperoleh suatu pekerjaan atau mobilitas sosial pada lapisan atas masyarakat tersebut.

2.4 Model Penelitian

Data bahasa Inggris berupa WH-Questions diklasifikasi berdasar pada penggunaan jenis-jenis WH-Questions yang diperoleh dari pemelajar, setelah data diklasifikasi maka tampak kesalahan interferensi penggunaan jenis-jenis WH-Questions dan teori yang digunakan dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses penggunaan struktur kalimat tanya WH-Questions oleh pemelajar bahasa Inggris adalah teori analisis kesalahan dan melalui sistem pendekatan dalam psikologi berupa hasil wawancara dengan menggunakan teori motivasi yang juga dianalisis secara deskriptif kualitatif dan hasil wawancara tersebut digunakan sebagai acuan untuk menganalisis masalah yang terdapat pada faktor penyebab interferensi. Maka, menghasilkan temuan berupa jenis-jenis interferensi dan faktor yang memengaruhi interferensi. Berikut adalah kerangka kerja penelitian.

(37)

Model Penelitian:

Data bahasa Inggris WH-Questions Penggunaan Jenis-Jenis WH-Questions Metode Deskriptif Kualitatif Temuan: - Jenis-Jenis Interferensi - Faktor yang memengaruhi

Interferensi Teori Motivasi Interferensi Penggunaan Jenis-Jenis WH-Questions Teori Analisis Kesalahan Faktor-Faktor Penyebab Interferensi

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan dengan metode deskriptif kualitatif yang memiliki banyak metode dan pendekatan di dalam kategori penelitian kualitatif seperti wawancara, observasi, dan metode visual (Denzin, 1994:1). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur WH-Questions dalam bahasa Inggris melalui observasi yang diperoleh dari mahasiswa sebagai objek penelitian. Tahapan penelitian dapat dirinci sebagai berikut.

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian berupa kualitatif yang didasarkan atas permasalahan penelitian, yakni bagaimana dan apa penyebab interferensi struktur bahasa Indonesia dalam proses penggunaan struktur kalimat tanya WH-Questions bahasa Inggris.

3.2 Lokasi Penelitian

Data diambil langsung dari mahasiswa Jurusan sastra Inggris semester lima, di Universitas Islam Negeri Malang. Pemilihan Jurusan sastra Inggris di Universitas Islam Negeri Malang ini didasarkan atas bahwa Jurusan tersebut terdapat mata kuliah Writing dan Structure dengan asumsi bahwa Jurusan sudah layak untuk dijadikan tempat penelitian sehingga sangat relevan dengan permasalahan yang dibahas pada penelitian ini.

(39)

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data penelitian ini berupa data kualitatif, jenis data penelitian ini adalah data primer yang berupa karangan dialog mahasiswa. Sumber data dalam penelitian kualitatif yaitu data tulis karangan dialog dan dari hasil wawancara. Data dikumpulkan dengan metode simak dan teknik catat, analisis data dilakukan dengan metode agih dan sebagian dengan metode padan translasional yang didapatkan dari sejumlah tujuh puluh empat mahasiswa (informan) sastra Inggris semester lima Universitas Islam Negeri Malang. Pemilihan mahasiswa di semester ini didasarkan atas bahwa mereka sudah pernah menempuh mata kuliah Writing dan Structure dengan asumsi bahwa mereka sudah memiliki kemampuan untuk mengomunikasikan informasi yang mereka peroleh dengan bahasa Inggris secara tertulis sehingga sangat relevan dengan permasalahan yang dibahas pada penelitian ini.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri karena peneliti sekaligus berfungsi sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisisi, penanya informan, penafsir data, dan pada akhirnya peneliti yang menjadi pelapor hasil penelitian ini.

(40)

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Peneliti memberikan tugas kepada mahasiswa untuk membuat karangan dialog dengan teks tertulis yang konteks di dalam karangan dialog tersebut sudah ditetapkan oleh peneliti.

Adapun cara yang digunakan dalam mengumpulkan data, adalah data diambil dari hasil karangan dialog mahasiswa dengan cara mencari dan menggaris bawah konstituen atau unsur kata yang terkena interferensi seperti permasalahan pada addition, omission, substitution, dan reordering.

Pada saat seluruh data berupa korpus teks tertulis sudah diperoleh dari mahasiswa, dan pada setiap data sudah pula ditentukan konteks dari sebuah dialog yang telah dibuat mahasiswa, kemudian data diidentifikasi menurut kategorinya, yaitu kategori movement, selanjutnya diadakan pengklasifikasian data yang terdiri dari noun phrase movement, I (subject auxiliary inversion), dan verb movement. Sebelum diadakan analisis yang lebih mendalam, diadakan wawancara dengan para mahasiswa, terutama bagi karangan yang banyak memiliki deviasi atau kekurangstandaran pemakaian bahasa Inggris. Tujuan wawancara ini adalah untuk mendapatkan alasan riil kenapa masih terjadi pemakaian bahasa Inggris yang kurang standar. Hasil wawancara bisa berupa alasan apakah memang ada unsur berkaitan dengan struktur psikologis orang dewasa (Selinker, 1974), atau murni masalah kebahasaan seperti penggunaan norma bahasa yang disebut: overgeneration, ignorence of rule restrictions, incomplete application of rules, false concepts hypothesiszed atau fossilization. Data siap untuk dianalisis berdasarkan tahapan di atas.

(41)

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah seluruh data terkumpul menurut klasifikasinya masing-masing, maka setiap data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode agih. Alat penentu dalam rangka kerja metode agih itu, jelas, selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri, seperti kata (kata ingkar, preposisi, adverbia, dsb.), fungsi sintaktis (subjek, objek, predikat, dsb.), klausa, silabe kata, titinada, dan yang lain (Sudaryanto, 1993: 16), selanjutnya, teknik yang digunakan dari metode agih adalah teknik pembalikan yaitu, permutasi atau teknik balik dan teknik pengubahan atau ubah ujud, sedangkan metode padan translasional sebagian digunakan di dalam penelitian ini karena faktor adanya alat penentu yang berupa langue lain atau bahasa lain, maksudnya adalah ketika objek bahasa yang diteliti mengalami interferensi dari bahasa lainnya, secara otomatis kedua bahasa tersebut dipadankan.

3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Bagian ini merupakan proses akhir dari suatu penelitian ialah melaporkan semua kegiatan penelitian yang sudah dilaksanakan dalam bentuk buku atau laporan penelitian. Hasil penelitian ini dijelaskan melalui kata-kata biasa sehingga mudah dipahami oleh para pembaca yang berminat. Model penyajian seperti ini diistilahkan dengan metode informal, sedangkan penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:145). Jadi, penelitian ini menggunakan penyajian hasil analisis data secara informal.

(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini dijabarkan hasil penelitian yang disertai dengan analisisnya yang meliputi, bagaimana bentuk-bentuk atau jenis WH-Questions yang dilakukan mahasiswa dalam menerapkan struktur kalimat tanya bahasa Inggris, yang disertai dengan bagaimana interferensi penggunaan jenis-jenis WH-Questions dalam bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Indonesia, dan faktor apa sebagai penyebab terjadinya interferensi penggunaan WH-Questions dalam penerapan kalimat tanya bahasa Inggris.

Peneliti mengidentifikasi data penelitian berdasar pada kategori yang diteliti, yaitu berupa WH-Questions dan mempunyai klasifikasi antara lain what, who, where, when, why, dan how. Konteks yang terdapat dalam data berupa dialog bebas, sedangkan data yang didapat dari mahasiswa, yakni berupa written text atau teks tulis. Hasil data tulis karangan dialog mahasiswa menunjukkan adanya tingkat pencapaian mahasiswa pada pemakaian kalimat tanya bahasa Inggris, terdapat beberapa kesalahan penerapan struktur kalimat tanya bahasa Inggris oleh mahasiswa yang mencapai 40% dan tidak sedikit dari mahasiswa yang benar di dalam menerapkan kalimat tanya tersebut hingga mencapai angka 60%. Berikut penerapan kalimat tanya bahasa Inggris oleh mahasiswa dan hasilnya terhadap implementasi penggunaan bahasa Inggris pada mahasiswa serta pembuktiannya.

(43)

4.1 Interferensi Penggunaan Jenis-Jenis WH-Questions

Proses pembentukan kalimat oleh pembelajar bahasa Inggris menghasilkan kesalahan, seperti addition, omission, substitution, dan reordering. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa, khususnya yang mengacu pada penggunaan struktur WH-Questions, banyak bentuk kalimat tanya bahasa Inggris WH-Questions yang digunakan mahasiswa mengalami interferensi dalam penggunaannya. Di antaranya yang banyak terjadi adalah mengenai perpindahan atau movement struktur unsur kata dalam kalimat tanya bahasa Inggris seperti to be atau kata kerja bantu (present: am, is, are, past: was, were), I movement atau auxiliary verb (do, does, did), dan modal (can, could, will, would).

Konsep kategori dalam bahasa Indonesia tidak sama dengan bahasa Inggris sehingga hal ini menyebabkan terjadinya kesalahan pemilihan kosakata kata kerja atau verb yang seharusnya dicantumkan ke dalam kalimat, tetapi banyak dari mahasiswa yang menghilangkan kata kerja tersebut. Contoh kalimat:

a. Apa hobimu?

b. What is your hobby? (Data D. 5.10) Is= kata kerja bantu atau to be

a. Kapan Anda mempunyai janji?

b. When did you have a promise? (Data D. 3.5) Did= kata kerja bantu atau auxiliary verb

Dari kedua contoh kalimat di atas tercermin adanya perbedaan pemakaian kata pada kalimat. Selain dari konsep bahasa Indonesia, tentu pemahaman beberapa mahasiswa akan jenis-jenis kata serta bentuk yang benar dalam bahasa

(44)

Inggris masih perlu ditingkatkan karena satu bentuk bisa berkategori lebih dari satu atau sebaliknya yang berimplikasi akan terjadi perbedaan makna, contoh: is: berkategori verba berarti ‘adalah’: What is your hobby?’ Apa hobimu?. Bahasa Indonesia tidak mengenal adanya auxiliary verb atau kata kerja bantu di dalam pembuatan kalimat tanya sehingga mahasiswa cenderung menghilangkan kata tersebut dalam bahasa Inggris.

4.1.1 Addition

Dari data yang berhasil diamati, ternyata kalimat, frasa atau kata dalam bahasa Inggris perlu disederhanakan atau simplifikasi dengan teknik ubah ujud. Ada beberapa komponen yang direkonstruksi supaya sesuai dengan kaidah kalimat tanya bahasa Inggris yang standar.

(1) a. Kapan Anda bekerja di sini?

b. When you work in here?* (Data D. 15.6) c. When did you work here?

Data 1 b di atas tidak menerapkan struktur WH-Questions yang benar sehingga berakibat adanya addition atau penambahan pada kata here di dalam data kalimat 1 b yang mengakibatkan munculnya kata in yang menjadi in here tampaknya diartikan ‘di sini’ yang sebenarnya struktur kurang tepat, karena terpengaruh oleh struktur bahasa Indonesia yaitu pada kalimat 1 a, kapan Anda bekerja di sini? Struktur kalimat tanya bahasa

(45)

Inggris yang benar adalah seperti kalimat 1 c berikut ini, when did you work here?

Hal serupa juga ditemukan dalam data 2 b berikut ini, (2) a. Mengapa Anda bekerja di sini?

b. Why you work in here?* (Data D. 15.5) c. Why do you work here?

Data 2 b di atas tidak menerapkan struktur WH-Questions yang benar, sehingga berakibat adanya addition atau penambahan pada kata here di dalam data kalimat 2 b yang mengakibatkan munculnya kata in yang menjadi in here tampaknya diartikan ‘di sini’ yang sebenarnya struktur kurang tepat, karena terpengaruh oleh struktur bahasa Indonesia yaitu pada kalimat 2 a, mengapa Anda bekerja di sini? Struktur kalimat tanya bahasa Inggris yang benar adalah seperti kalimat 2 c berikut ini, why do you work here?

Dari telaah yang demikian, terbukti struktur frasa in here ini perlu disederhanakan dengan menghilangkan unsur kata in yang dianggap sama posisinya dengan kata ‘di’ dalam bahasa Indonesia dan penambahan unsur kata seperti ini memang tidak perlu. Terdapat addition atau penambahan kata in, seharusnya hanya kata here yang digunakan dalam kalimat tersebut agar sesuai dengan tata bahasa Inggris yang benar atau lebih gramatikal, karena here sudah bermakna ‘di sini’, jika tidak ada penghilangan kata in seperti data di atas, data tersebut dipastikan

(46)

mengalami interferensi dengan penggunaan kalimat tanya bahasa Indonesia.

(3) a. Mengapa kita pergi ke sana?

b. Why we go to there?* (Data D. 2.7) c. Why do we go there?

Data 3 b di atas tidak menerapkan struktur WH-Questions yang benar, data tersebut dipastikan mengalami interferensi dengan penggunaan struktur kalimat tanya bahasa Indonesia, sehingga berakibat adanya addition atau penambahan pada kata there di dalam data kalimat 3 b yang mengakibatkan munculnya kata to yang menjadi to there nampaknya diartikan ‘ke sana’ yang sebenarnya struktur kurang tepat, karena terpengaruh oleh struktur bahasa Indonesia yaitu pada kalimat 3 a, mengapa kita pergi ke sana? Struktur kalimat tanya bahasa Inggris yang benar adalah seperti kalimat 3 c berikut ini, why do we go there?

Frasa to there tampaknya diartikan ‘ke sana’ yang bermakna Mengapa kita pergi ke sana?. Dari telaah yang demikian, terbukti struktur frasa ini perlu disederhanakan dengan menghilangkan unsur kata to yang memang tidak perlu. Terdapat addition atau penambahan kata to, seharusnya hanya kata there yang digunakan dalam kalimat tersebut agar sesuai dengan tata bahasa Inggris yang benar atau lebih gramatikal, karena there sudah bermakna ‘ke sana’.

(47)

(4) a. Dimana rumahmu?

b. Where your home?* (Data D. 15.3) c. Where do you live?

Data 4 b di atas tidak menerapkan struktur WH-Questions yang benar, sehingga berakibat adanya addition atau penambahan kata your di dalam data kalimat 4 b yang nampaknya diartikan ‘rumahmu’ yang sebenarnya struktur kurang tepat, karena terpengaruh oleh struktur bahasa Indonesia yaitu pada data 4 a, dimana rumahmu? Struktur kalimat tanya bahasa Inggris yang benar adalah seperti data 4 c ini, where do you live?

Data kalimat di atas tidak menerapkan struktur WH-Questions yang benar karena tidak terdapat subjek dan kata kerja bantu do sehingga berakibat adanya addition pada kata home nampaknya diartikan ‘tempat tinggal’ yang sebenarnya bermakna kurang tepat. Dari telaah yang demikian, terbukti struktur frasa ini perlu disederhanakan dengan menghilangkan home yang tidak perlu. Terdapat Addition atau penambahan kata your berkategori kepemilikan, seharusnya hanya kata do dan ditambah dengan you sebagai subjek yang digunakan dalam kalimat tersebut agar sesuai dengan tata bahasa Inggris yang benar atau lebih gramatikal, karena live sudah bermakna ‘tempat tinggal’, jika tidak ada penghilangan kata home seperti data di atas, data tersebut dipastikan mengalami interferensi dengan penggunaan struktur kalimat tanya bahasa Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, Upaya yang dilakukan Peradilan-Peradilan Agama yang ada di DIY guna mempersiapkan kewenangannya yang baru yaitu menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ini

Contoh penerapan modelling dalam bimbingan dan konseling yaitu pada studi yang dilakukan oleh Kris- phianti, Hidayah, & Irtadji (2016) yang membuktikan bahwa teknik storytelling

Dengan struktur berhirarki maka kalau diperlukan penyesuaian sistem pendidikan dengan keadaan atau kebutuhan masyarakat yang berubah, pengubahan sistem pendidikan dapat dimulai

Maka dari itu, penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan melihat fenomena yang selama ini menjadi permasalahan keluarga yaitu mereka tidak memiliki

Mahasiswa dapat berkomunikasi/chatting dengan Bot Telegram yang dirancang sedemikian rupa agar dapat memberikan informasi dan layanan kampus, serta dokumen lainnya

Pentingnya informasi kebijakan dividen bagi investor dan pemegang saham perusahaan juga telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya, Laitupa (2007) dalam penelitiannya

Pyramid disimpan sebagai suatu file baru berekstensi .rrd (Reduced Resolution Dataset).. Karena sistem koordinat peta yang akan kita registrasi koordinatnya adalah

Berkaitan dengan kegiatan perikanan lokal sebagai salah satu mata pencarian utama masyarakat pesisir kabupaten Alor, dapat dikatakan bahwa perikanan tangkap belum